Yoga berucap, "Tenang saja, Lili. Kakak sudah datang, semua akan baik-baik saja."Yoga menyuapi Pil Ketenangan Jiwa kepada Lili. Setelah memastikan nyawanya tidak terancam, Yoga menyuruh Lili beristirahat di mobil.Sementara itu, Yoga langsung meloncat ke lantai 3. Dia memasuki ruang privat melalui jendela. Saat berikutnya, situasi di dalam ruang privat sontak membuatnya naik pitam.Para pemuda Keluarga Sumargo tampak memukul para staf wanita dengan kejam, bahkan beberapa sampai jatuh pingsan dengan pakaian yang berantakan.Yoga berteriak, "Berhenti!"Para pemuda itu segera berhenti, lalu menatap Yoga dengan terkejut sambil bertanya, "Siapa kamu? Dari mana kamu masuk? Keluar sana!"Seorang pemuda berkacamata mendekati Yoga dan ingin memaksanya untuk keluar. Namun, Yoga sontak mencengkeram lehernya dan membantingnya ke lantai.Bam! Pemuda itu langsung sekarat, bahkan menyemburkan darah yang sangat banyak. Melihat ini, pemuda lainnya pun murka dan membentak, "Berani sekali kamu melukai a
Yoga dan Enam Pelindung masih berdiri di tempat mereka. Namun, muncul garis berdarah pada pinggang Enam Pelindung.Tubuh mereka terpotong oleh serangan Yoga. Hanya saja, Pedang Langit terlalu tajam dan cepat sehingga tidak ada darah yang sempat memuncrat.Enam Pelindung membelalakkan mata. Setelah meneriakkan kata "keterampilan tempur kultivator kuno", mereka terjatuh dan bersimbah darah.Anggota Keluarga Sumargo tak kuasa merinding melihatnya. Keterampilan tempur kultivator kuno adalah sesuatu yang sangat didambakan oleh keluarga kultivator kuno. Sementara itu, Yoga berhasil menguasainya! Sungguh mengerikan! Tidak ada kata lain untuk mendeskripsikan Yoga!"Kabur!" Nando yang tersadar dari keterkejutannya buru-buru berlari ke luar. Mana mungkin Yoga memberi mereka kesempatan seperti itu. Dia sontak mengayunkan pedangnya sehingga para pemuda Keluarga Sumargo itu tewas di tempat.Yoga sengaja membiarkan Nando hidup karena merasa pria ini masih berguna. Nando tentu marah sekaligus ketakut
"Berengsek!" maki Yoga sambil mengepalkan tangan. Menjadikan manusia sebagai media untuk mengembangbiakkan Cacing Pemakan Jiwa, sungguh keterlaluan. Penderitaan ini jauh lebih kejam daripada kematian."Dalam 10 menit, aku ingin informasi rinci tentang mereka. Kalau nggak, seluruh Keluarga Sumargo akan mati!" ancam Yoga. Kemudian, dia langsung mengakhiri panggilan.Dalam waktu kurang dari 5 menit, Nalif telah mengirimkan informasi tentang kesepuluh tetua Aula Haima. Yoga menyimpan ponselnya, lalu mengangkat Nando.Nando seketika ketakutan. Dia bertanya dengan ekspresi panik, "Yoga, ka ... kamu mau apa? Kamu sudah berjanji nggak akan membunuhku. Kalau kamu membunuhku, kesepuluh tetua itu juga akan mati!"Yoga berjalan ke pinggir jendela, lalu membalas, "Kamu yang melemparkan adikku ke lantai bawah, 'kan? Seharusnya kamu memikirkan konsekuensinya sebelum melakukan itu."Seusai berbicara, Yoga langsung melemparkan Nando ke jendela. Ucapan Nando benar. Dia memang belum boleh mati atau Nalif
Penari tiang itu tidak lain adalah Widi, putri sulung Aiman. Meskipun terlahir di keluarga miskin, Widi memiliki paras dan postur yang menawan.Widi mengenakan bikini dan rok transparan. Gerakan tarinya terlihat agak kaku. Dia berusaha untuk menghindari tangan kotor yang dijulurkan ke arahnya.Yoga merasa iba melihatnya. Dia hendak maju untuk menyapa, tetapi dansa telah berakhir. Widi pun bergegas menuruni panggung dan berlari ke ruang ganti.Tidak berselang lama, Widi mengganti pakaian dan keluar. Seorang pria gendut sontak menghalangi jalannya dan bertanya, "Widi, kenapa terburu-buru sekali?"Widi pun menimpali, "Pak, aku sudah meminta cuti dengan manajerku. Hari ini adikku menikah, jadi aku harus menghadiri resepsinya.""Aku baru bos di sini. Kamu nggak boleh cuti! Ada bos besar yang menyukaimu dan mengundangmu untuk minum-minum. Kamu harus menemaninya malam ini," jelas pria gendut itu.Widi seketika merasa panik. Dia berucap, "Pak, kita sudah sepakat waktu itu. Aku hanya menari dan
Dengan napas terengah-engah, Widi mengeluarkan kartu bank dari sakunya dan berkata, "Se ... sebaiknya kamu cepat kabur dari sini. Mereka semua bawahan Pak Irfan. Kamu bukan lawan mereka. Ini tabungan yang kusimpan selama bertahun-tahun. Kamu bisa menggunakannya untuk melindungi diri."Yoga menyeka keringat di dahi Widi, lalu berucap, "Kak Widi, ini aku. Kamu sudah lupa padaku? Aku Yoga!"Begitu mendengar nama ini, tubuh Widi tak kuasa gemetar. Dia menatap Yoga dengan tidak percaya. Setelah memastikan pria ini memang Yoga, air matanya langsung berderai."Maaf, kamu salah orang. Aku nggak kenal yang namanya Yoga ...." Widi tiba-tiba berbalik dan pergi. Kehidupannya sungguh kacau sekarang. Dia merasa malu jika bertemu dengan kenalan lamanya.Yoga segera menariknya dan berkata, "Kak Widi, jangan menangis. Aku tahu kamu melakukan semua ini karena dipaksa. Maaf kalau aku terlambat. Kamu dan Paman Aiman pasti sangat sengsara. Tenang saja, aku akan membantu kalian. Siapa pun yang berani menind
Saat mendekat, Yoga langsung tahu bahwa orang itu adalah Aiman. Yoga merasa sangat sedih. Dia tidak bisa membayangkan betapa menderitanya Aiman saat ini. Pakaian Aiman sangat kumal dan wajahnya tampak suram. Namun, Aiman tidak memedulikan teriknya panas matahari dan tetap berusaha mencari tempat yang pas untuk diam-diam melihat putrinya di acara pernikahan.Widi menangis. Dia bergegas menghampiri Aiman dan memanggil, "Ayah."Melihat Widi datang, Aiman langsung panik. Dia bertanya, "Widi, untuk apa kamu datang ke sini?"Widi menjawab, "Ayah, hari ini Wani menikah. Kenapa kamu nggak masuk?"Aiman berusaha menutupi kebenarannya dari Widi. Dia berucap, "Aku cukup melihatnya dari luar. Aku nggak mau merepotkan mereka."Widi bertanya lagi, "Ayah, apa Pak Irfan yang nggak mengizinkanmu masuk?"Aiman tidak menyangkalnya. Dia menjelaskan, "Widi, ini bukan salah Pak Indra. Latar belakang Ayah nggak bagus. Wani akan malu kalau aku masuk. Kalau para kerabat tahu ayah Wani itu bekas tahanan, kelak
Dirga berkata, "Oke. Kelak Kota Terlarang itu rumahmu. Aku akan segera utus orang untuk mengantar medali agung kepadamu. Sudahlah, lebih baik aku sendiri yang mengantarnya saja."Dirga merasa dirinya untung besar karena menukar medali agung yang tidak berguna dengan 2 butir pil tingkat tujuh.Satpam tertawa dan mengomentari, "Kamu nggak usah sok hebat. Mana mungkin orang sepertimu bisa mendapatkan medali agung Daruna?"Yoga mengancam, "Cepat minggir. Kalau nggak, kamu akan menanggung akibatnya."Satpam menimpali tanpa sungkan sedikit pun, "Haha. Memangnya aku akan menanggung akibat apa kalau mencegat bekas tahanan ...."Sebelum selesai bicara, Yoga langsung menampar satpam itu dengan kuat. Aiman dan Widi menjadi gugup. Semua orang tahu Irfan sangat melindungi bawahannya. Irfan pasti tidak akan melepaskan Yoga jika tahu Yoga memukul bawahannya.Aiman berkeringat dingin. Dia menyarankan, "Yoga, lebih baik kamu segera kabur ...."Yoga menghibur, "Paman Aiman, tenang saja. Apa pun yang ter
Wani berkata dengan ekspresi lega, "Yoga, aku nggak menyangka bisa bertemu kamu lagi."Yoga menimpali, "Kak Wani, kamu nggak usah menikah lagi. Aku datang untuk bawa kamu pulang."Wani merasa sedih karena dia tahu melarikan diri dari Irfan sangat sulit. Irfan menyergah, "Hei, kamu ini memang nggak tahu diri! Rasakan akibatnya!"Selesai bicara, Irfan hendak menampar Yoga. Wani yang ketakutan berucap, "Yoga, hati-hati ...."Gerakan Yoga lebih cepat. Dia juga melayangkan tamparannya ke wajah Irfan. Suara tamparan yang nyaring bergema di tempat itu. Irfan terpental dan menghantam sebuah vas. Dia terus memuntahkan darah.Semua orang di tempat terkesiap. Mereka merasa Yoga pasti mati hari ini karena berani memukul Irfan di wilayah kekuasaannya.Wani juga terbengong-bengong. Dia terus memikirkan cara untuk membantu Yoga terlepas dari masalah. Namun, dia tidak menemukan cara apa pun untuk menolong Yoga. Masalah yang ditimbulkan Yoga terlalu besar.Irfan mengerahkan seluruh tenaganya untuk bang