Lagi-lagi Keluarga Sumargo! Yoga berkata, "Aku akan segera ke sana!" Kemudian, dia langsung berangkat ke Kelab Parisa.Di Kelab Parisa, orang-orang Keluarga Sumargo tampak memaksa belasan staf wanita Perusahaan Farmasi Sehat Abadi untuk masuk ke sebuah ruang privat.Para staf wanita tampak ketakutan dan tidak berani melawan. Tadi ada yang mencoba membantah, tetapi akhirnya dihajar sampai sekarat.Nando yang memimpin para pemuda Keluarga Sumargo pun menatap para staf wanita itu dengan tatapan mesum. Begitu melhat Lili, Nando bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya lagi."Aku nggak nyangka akan ada wanita secantik ini di Kota Pawana yang kecil. Kemarilah, temani kami minum-minum. Kalau kami senang, kamu akan mendapat hadiah," ujar Nando.Lili memberanikan diri untuk melawan. "Yang kalian lakukan ini ilegal. Aku akan melaporkan kalian kepada polisi!""Hahaha!" Nando tergelak. "Kamu membahas hukum denganku? Itu hanya alat bagi tokoh besar seperti kami untuk menahan rakyat jelata seperti
Yoga berucap, "Tenang saja, Lili. Kakak sudah datang, semua akan baik-baik saja."Yoga menyuapi Pil Ketenangan Jiwa kepada Lili. Setelah memastikan nyawanya tidak terancam, Yoga menyuruh Lili beristirahat di mobil.Sementara itu, Yoga langsung meloncat ke lantai 3. Dia memasuki ruang privat melalui jendela. Saat berikutnya, situasi di dalam ruang privat sontak membuatnya naik pitam.Para pemuda Keluarga Sumargo tampak memukul para staf wanita dengan kejam, bahkan beberapa sampai jatuh pingsan dengan pakaian yang berantakan.Yoga berteriak, "Berhenti!"Para pemuda itu segera berhenti, lalu menatap Yoga dengan terkejut sambil bertanya, "Siapa kamu? Dari mana kamu masuk? Keluar sana!"Seorang pemuda berkacamata mendekati Yoga dan ingin memaksanya untuk keluar. Namun, Yoga sontak mencengkeram lehernya dan membantingnya ke lantai.Bam! Pemuda itu langsung sekarat, bahkan menyemburkan darah yang sangat banyak. Melihat ini, pemuda lainnya pun murka dan membentak, "Berani sekali kamu melukai a
Yoga dan Enam Pelindung masih berdiri di tempat mereka. Namun, muncul garis berdarah pada pinggang Enam Pelindung.Tubuh mereka terpotong oleh serangan Yoga. Hanya saja, Pedang Langit terlalu tajam dan cepat sehingga tidak ada darah yang sempat memuncrat.Enam Pelindung membelalakkan mata. Setelah meneriakkan kata "keterampilan tempur kultivator kuno", mereka terjatuh dan bersimbah darah.Anggota Keluarga Sumargo tak kuasa merinding melihatnya. Keterampilan tempur kultivator kuno adalah sesuatu yang sangat didambakan oleh keluarga kultivator kuno. Sementara itu, Yoga berhasil menguasainya! Sungguh mengerikan! Tidak ada kata lain untuk mendeskripsikan Yoga!"Kabur!" Nando yang tersadar dari keterkejutannya buru-buru berlari ke luar. Mana mungkin Yoga memberi mereka kesempatan seperti itu. Dia sontak mengayunkan pedangnya sehingga para pemuda Keluarga Sumargo itu tewas di tempat.Yoga sengaja membiarkan Nando hidup karena merasa pria ini masih berguna. Nando tentu marah sekaligus ketakut
"Berengsek!" maki Yoga sambil mengepalkan tangan. Menjadikan manusia sebagai media untuk mengembangbiakkan Cacing Pemakan Jiwa, sungguh keterlaluan. Penderitaan ini jauh lebih kejam daripada kematian."Dalam 10 menit, aku ingin informasi rinci tentang mereka. Kalau nggak, seluruh Keluarga Sumargo akan mati!" ancam Yoga. Kemudian, dia langsung mengakhiri panggilan.Dalam waktu kurang dari 5 menit, Nalif telah mengirimkan informasi tentang kesepuluh tetua Aula Haima. Yoga menyimpan ponselnya, lalu mengangkat Nando.Nando seketika ketakutan. Dia bertanya dengan ekspresi panik, "Yoga, ka ... kamu mau apa? Kamu sudah berjanji nggak akan membunuhku. Kalau kamu membunuhku, kesepuluh tetua itu juga akan mati!"Yoga berjalan ke pinggir jendela, lalu membalas, "Kamu yang melemparkan adikku ke lantai bawah, 'kan? Seharusnya kamu memikirkan konsekuensinya sebelum melakukan itu."Seusai berbicara, Yoga langsung melemparkan Nando ke jendela. Ucapan Nando benar. Dia memang belum boleh mati atau Nalif
Penari tiang itu tidak lain adalah Widi, putri sulung Aiman. Meskipun terlahir di keluarga miskin, Widi memiliki paras dan postur yang menawan.Widi mengenakan bikini dan rok transparan. Gerakan tarinya terlihat agak kaku. Dia berusaha untuk menghindari tangan kotor yang dijulurkan ke arahnya.Yoga merasa iba melihatnya. Dia hendak maju untuk menyapa, tetapi dansa telah berakhir. Widi pun bergegas menuruni panggung dan berlari ke ruang ganti.Tidak berselang lama, Widi mengganti pakaian dan keluar. Seorang pria gendut sontak menghalangi jalannya dan bertanya, "Widi, kenapa terburu-buru sekali?"Widi pun menimpali, "Pak, aku sudah meminta cuti dengan manajerku. Hari ini adikku menikah, jadi aku harus menghadiri resepsinya.""Aku baru bos di sini. Kamu nggak boleh cuti! Ada bos besar yang menyukaimu dan mengundangmu untuk minum-minum. Kamu harus menemaninya malam ini," jelas pria gendut itu.Widi seketika merasa panik. Dia berucap, "Pak, kita sudah sepakat waktu itu. Aku hanya menari dan
Dengan napas terengah-engah, Widi mengeluarkan kartu bank dari sakunya dan berkata, "Se ... sebaiknya kamu cepat kabur dari sini. Mereka semua bawahan Pak Irfan. Kamu bukan lawan mereka. Ini tabungan yang kusimpan selama bertahun-tahun. Kamu bisa menggunakannya untuk melindungi diri."Yoga menyeka keringat di dahi Widi, lalu berucap, "Kak Widi, ini aku. Kamu sudah lupa padaku? Aku Yoga!"Begitu mendengar nama ini, tubuh Widi tak kuasa gemetar. Dia menatap Yoga dengan tidak percaya. Setelah memastikan pria ini memang Yoga, air matanya langsung berderai."Maaf, kamu salah orang. Aku nggak kenal yang namanya Yoga ...." Widi tiba-tiba berbalik dan pergi. Kehidupannya sungguh kacau sekarang. Dia merasa malu jika bertemu dengan kenalan lamanya.Yoga segera menariknya dan berkata, "Kak Widi, jangan menangis. Aku tahu kamu melakukan semua ini karena dipaksa. Maaf kalau aku terlambat. Kamu dan Paman Aiman pasti sangat sengsara. Tenang saja, aku akan membantu kalian. Siapa pun yang berani menind
Saat mendekat, Yoga langsung tahu bahwa orang itu adalah Aiman. Yoga merasa sangat sedih. Dia tidak bisa membayangkan betapa menderitanya Aiman saat ini. Pakaian Aiman sangat kumal dan wajahnya tampak suram. Namun, Aiman tidak memedulikan teriknya panas matahari dan tetap berusaha mencari tempat yang pas untuk diam-diam melihat putrinya di acara pernikahan.Widi menangis. Dia bergegas menghampiri Aiman dan memanggil, "Ayah."Melihat Widi datang, Aiman langsung panik. Dia bertanya, "Widi, untuk apa kamu datang ke sini?"Widi menjawab, "Ayah, hari ini Wani menikah. Kenapa kamu nggak masuk?"Aiman berusaha menutupi kebenarannya dari Widi. Dia berucap, "Aku cukup melihatnya dari luar. Aku nggak mau merepotkan mereka."Widi bertanya lagi, "Ayah, apa Pak Irfan yang nggak mengizinkanmu masuk?"Aiman tidak menyangkalnya. Dia menjelaskan, "Widi, ini bukan salah Pak Indra. Latar belakang Ayah nggak bagus. Wani akan malu kalau aku masuk. Kalau para kerabat tahu ayah Wani itu bekas tahanan, kelak
Dirga berkata, "Oke. Kelak Kota Terlarang itu rumahmu. Aku akan segera utus orang untuk mengantar medali agung kepadamu. Sudahlah, lebih baik aku sendiri yang mengantarnya saja."Dirga merasa dirinya untung besar karena menukar medali agung yang tidak berguna dengan 2 butir pil tingkat tujuh.Satpam tertawa dan mengomentari, "Kamu nggak usah sok hebat. Mana mungkin orang sepertimu bisa mendapatkan medali agung Daruna?"Yoga mengancam, "Cepat minggir. Kalau nggak, kamu akan menanggung akibatnya."Satpam menimpali tanpa sungkan sedikit pun, "Haha. Memangnya aku akan menanggung akibat apa kalau mencegat bekas tahanan ...."Sebelum selesai bicara, Yoga langsung menampar satpam itu dengan kuat. Aiman dan Widi menjadi gugup. Semua orang tahu Irfan sangat melindungi bawahannya. Irfan pasti tidak akan melepaskan Yoga jika tahu Yoga memukul bawahannya.Aiman berkeringat dingin. Dia menyarankan, "Yoga, lebih baik kamu segera kabur ...."Yoga menghibur, "Paman Aiman, tenang saja. Apa pun yang ter
Yoga tersenyum sinis dan menatap kerumunan orang di depannya dengan dingin, lalu mengangkat kepalanya dengan ekspresi angkuh. Jubahnya yang berkibar meskipun tidak ada angin membuatnya terkesan santai, tetapi berwibawa. Aura kuat yang misterius tiba-tiba memancar dari tubuhnya, sehingga orang-orang di sekitarnya makin waspada dan mengawasi setiap gerakannya."Bimo, jangan kira kamu sudah menang karena membawa orang untuk menyerang kami.""Kami sudah mempersiapkan tempat ini sepenuhnya untuk menghadapi kemungkinan kamu datang ke sini.""Kamu ini sama saja mencari mati sendiri. Lihat saja bagaimana kami membunuhmu."Dalam sekejap, semua orang yang berada di sana menjadi sangat bersemangat dan tertawa terbahak-bahak.Saat ini, Yoga mengernyitkan alis dan mengamati sekelilingnya. Dia menyadari ada ancaman yang terus mendekat, seolah-olah memang ada yang tidak beres."Ayo mulai aktifkan formasi!" teriak seseorang dengan lantang.Sepuluh tetua dan lima jenderal itu pun langsung bergerak. Mer
"Benda berharga yang bisa diambil? Maksudnya, kami disuruh merampok?" tanya Sutrisno dengan ekspresi yang berubah, tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Benar, mana mungkin kami bisa melakukan hal seperti ini. Bukankah seharusnya kita bertarung melawan musuh?" kata Winola yang terlihat bingung dan sangat penasaran.Keduanya menatap Yoga dengan tajam karena ingin tahu dengan jawabannya.Namun, Yoga sebenarnya mengatakan itu hanya demi menyingkirkan keduanya, mana mungkin ada jawaban untuk pertanyaan mereka. Pada akhirnya, dia mengernyitkan alis dan berkata setelah berpikir sejenak, "Mungkin saja dia memperhatikan kalian, jadi ingin memberi kalian kesempatan untuk berprestasi."Mendengar perkataan itu, ekspresi Sutrisno dan Winola terlihat sangat terkejut. Kemungkinan untuk berprestasi ini bukannya mustahil.Winola langsung berkata, "Benar. Tuan Bimo pasti melihat potensi kita, jadi ingin membimbing kita."Sutrisno menambahkan, "Memang ada kemungkinannya. Kalau begitu, kita harus b
"Di mana Tuan Bimo sekarang?" tanya seseorang dengan segera saat Yoga memberikan perintah."Tuan Bimo selalu bertindak dengan hati-hati, teliti, dan sulit untuk ditebak. Aku juga nggak tahu dia ada di mana sekarang," jawab Yoga dengan tenang.Semua orang saling memandang dengan ekspresi tak berdaya, hanya bisa mulai bergerak.Winola bertanya, "Tuan Bimo ... kapan dia berbicara denganmu?"Sutrisno juga bertanya, "Benar. Bukankah tadi kamu selalu bersama kami?"Keduanya maju dengan ekspresi bingung dan memperhatikan Yoga. Mereka sudah bersama dengan Yoga sejak tadi, tetapi tidak terlihat sosok Bimo di sekitar."Tuan Bimo punya kemampuan transmisi suara sejauh ribuan mil, jadi wajar saja kalian nggak mendengarnya," jawab Yoga sambil menunjuk kepalanya, lalu menggelengkan kepala dengan tak berdaya. Dia merasa kedua orang ini benar-benar terlalu santai.Pada saat itu, orang-orang dari empat keluarga besar sudah berpencar dan mengelilingi Gunung Lorta. Setelah itu, mereka bergerak mendekat k
Yoga kembali menyerang. Dia langsung menghabisi dua jenderal yang tersisa. Tubuh mereka terjatuh ke tanah. Darah mengalir deras dan mewarnai tanah dengan warna merah pekat.Suasana di tempat itu berubah menjadi sangat sunyi hingga hanya keheningan yang tersisa. Semua orang menatap Yoga dengan kagum sekaligus gentar. Sorot mata mereka penuh semangat juang yang berkobar."Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!"Dalam sekejap, mereka dipenuhi semangat yang meluap-luap. Orang-orang itu berteriak dengan penuh kegembiraan. Semua Pelindung Kebenaran telah dihabisi tanpa tersisa.Menurut mereka, Bimo benar-benar mengubah situasi pertempuran dengan begitu mendominasi. Pada momen ini, semua orang merasakan tekanan yang sangat kuat darinya."Ayo, pergi ke Gunung Lorta! Hancurkan markas Pelindung Kebenaran!" Dengan hanya satu kalimat dari Yoga, semua orang di tempat itu menjadi sangat bersemangat. Mereka mengangguk penuh antusias dan percaya diri.Di mata mereka, Bimo begitu kuat h
Suasana di medan perang mendadak menjadi sangat sunyi. Tatapan dingin Yoga tertuju pada tiga jenderal yang tersisa. Ketiganya merasakan ketakutan yang luar biasa, seolah-olah mereka berdiri di tepi jurang maut.Mencabik tangan dan kaki? Apa Yoga berniat menyiksa mereka sampai mati? Pikiran ini membuat mereka makin cemas. Ketiga jenderal itu tidak lagi tenang. Mereka ingin berbicara, tetapi ketakutan mengunci mulut mereka."Dimulai dari kamu," ujar Yoga tiba-tiba sambil menunjuk salah satu dari mereka."Aku?" Jenderal yang ditunjuk itu gemetar hebat. Wajahnya pucat pasi, sementara bibirnya bergetar tanpa henti.Yoga menatapnya dengan ekspresi yang datar. Dia bertanya dengan nada penuh tekanan, "Katakan, di mana markas kalian?"Jenderal itu menjawab dengan suara penuh ketegangan, "Aku ... aku bakal kasih tahu kamu! Markas kami ada di dalam Gunung Lorta!""Kamu bisa-bisanya berkhianat? Cari mati!"Dua jenderal lainnya memelotot penuh amarah. Mereka sulit percaya bahwa salah satu dari mere
Saat ini, energi yang dilepaskan Yoga makin mengamuk. Kekuatan yang dia miliki terus meningkat dan mencapai level yang luar biasa. Kilatan petir tiba-tiba menyambar, seolah-olah merespons kekuatannya dan langsung menghantam tubuh Yoga.Suara ledakan yang menggema membuat semua orang secara refleks menutup telinga dan mata mereka. Serangan ini membuat mereka merasakan teror yang luar biasa. Bahkan tanah di bawah mereka bergetar hebat, seolah-olah seluruh gunung bergoncang.Dari kejauhan, Winola dan Sutrisno mengarahkan pandangan tajam mereka ke arah sana. Alis mereka berkerut dalam-dalam. Mereka berdua bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa."Petir itu ... kenapa rasanya seperti Yoga?" tanya Winola dengan penasaran."Apa mungkin ... ini adalah ajaran dari Tuan Bimo pada Yoga?" ujar Sutrisno yang coba menebak kemungkinan lain."Mungkin saja ...." Winola akhirnya mengangguk dan menerima kemungkinan tersebut. Bagaimanapun, Bimo adalah sosok yang sangat kuat. Bukan hal aneh jika dia mengaj
Dalam sekejap, suasana di medan perang makin tegang. Rasa gelisah makin menjalar di antara semua orang. Bagaimanapun juga, tidak ada yang ingin mati.Mereka datang ke sini hanya untuk membantu Bimo membasmi para Pelindung Kebenaran. Namun sekarang, mereka justru dihadapkan pada situasi yang begitu mencekam."Bunuh!" Para Pelindung Kebenaran makin bersemangat bertarung. Semangat juang mereka sudah makin membara. Pada saat itu, hampir semua orang bisa melihat betapa brutal dan nekatnya para Pelindung Kebenaran.Yoga memandang semua itu dengan tenang. Dia menyaksikan perubahan di medan perang. Tatapannya tajam, tetapi sikapnya tetap acuh tak acuh."Bimo, kamu mulai takut, 'kan? Ini adalah Formasi Domain Darah!""Begitu formasi ini diaktifkan, bahkan kamu yang legendaris 1.000 tahun lalu pun nggak akan mampu mengatasinya!""Formasi kuno ini diciptakan khusus untuk melawan para ahli hebat seperti dirimu. Kamu nggak akan punya peluang kali ini!"Kelima jenderal itu berbicara dengan sombong.
"Ini ... sebenarnya kekuatan tingkat apa?""Nggak mungkin, ini nggak mungkin! Apa dia benar-benar sudah melampaui tingkat kultivator jenderal?""Mana mungkin Bimo punya kekuatan seperti ini? Ini sungguh nggak masuk akal!"Kelima jenderal itu tergeletak di tanah. Mereka memandang ke atas dan menatap siluet Yoga. Tatapan mereka penuh dengan keterkejutan dan ketidakpercayaan. Namun, kenyataan yang ada tidak bisa dibantah. Dengan hanya satu serangan, Yoga telah menjatuhkan mereka semua ke tanah.Yoga perlahan mengangkat tangannya. Sambil menatap mereka dengan tatapan dingin yang menusuk, dia berseru, "Sekarang, kalau kalian nggak punya strategi cadangan, bersiaplah untuk mati!"Pada saat itu, hawa dingin perlahan menyebar ke sekeliling dan membuat suasana menjadi makin mencekam. Kelima jenderal itu menggigil hebat di tempat mereka berdiri. Aura mengerikan yang terpancar dari Yoga membuat mereka kehilangan ketenangan. Rasanya benar-benar menakutkan!Salah satu dari mereka berbicara dengan s
Tampaknya dalam sekejap, Yoga akan tercabik-cabik oleh kekuatan dahsyat itu. Namun saat berikutnya, dia perlahan mengangkat tangan.Dengan gerakan yang terlihat seperti membelah ombak, Yoga melambaikan tangannya secara vertikal. Seketika, kekuatan dahsyat keluar dari tubuhnya dan langsung merobek segala sesuatu.Formasi besar yang digunakan untuk menyerangnya sontak menjadi tidak berguna dan hancur total. Kekuatan Yoga telah mencapai tingkatan semi kultivator raja. Formasi ini sama sekali bukan ancaman baginya.Yoga membiarkan kelima jenderal itu tetap hidup hanya karena satu alasan. Dia ingin melihat apakah di sekitar mereka masih ada sisa-sisa Pelindung Kebenaran yang bersembunyi."Apa? Formasi ini bisa dihancurkan?""Nggak mungkin! Kenapa dia bisa sekuat ini?""Bimo sebelumnya nggak begitu ahli dalam menghadapi formasi. Gimana dia bisa menghancurkannya secepat ini?"Kelima jenderal itu melongo. Wajah mereka penuh keterkejutan dan rasa tidak percaya. Tatapan mereka bahkan terlihat sa