Sakit, perih dan luka yang kucoba untuk kututup selama ini, menganga kembali, rasanya air mata ini sudah cukup deras mengalir karena lisan dari Fitri, semakin aku diam, dia semakin merajalela ingin menyakiti bahkan sekarang ingin menghancurkanku, aku Nuri Afrida, terlalu berharga untuk disakiti dan dihancurkan seperti itu, kali ini aku tidak akan tinggal diam, perlakuan Fitri terhadapku sungguh di luar batas kesabaran, aku ingin rasa sakit yang selama ini ia berikan kepadaku, ia juga merasakan, sudah cukup air mata ini mengalir akibat perlakuannya, aku menyeka kembali air mata ini dan menguatkan hatiku agar tidak menangis lagi dan berusaha untuk tegar dan kuat untuk membalaskan setiap detail perbuatan Fitri terhadap diriku.
"Kamu kenapa menangis lagi Nur, katakan pada abang, siapa yang menyakitimu, abang tidak rela jika calon istri abang sedih." Bang Riki ternyata sudah berdiri di depanku, ingin rasanya aku tendang saja lelaki ini. "Pergilah dari hadapan Nur, Bang." "Kenapa Nur, apakah Nur belum yakin pada kesungguhan hati Bang Riki?""Pergi dari hadapan Nur," ucapku lagi dengan tangan gemetaran, aku sudah muak dengan lelaki yang ingin menghancurkan hidupku ini. "Nur, Abang ber–""Pergi dari hadapanku!" Ahirnya aku berteriak pada lelaki kardus itu.Rasanya kesabaran ini sudah habis, kini semua orang memandang kepadaku, Bang Riki yang diteriaki jadi salah tingkah, wajahnya memerah, dan langsung pergi, Maya ingin mendatangi meja kerjaku tapi aku memberi kode padanya kalau aku sedang tidak ingin diganggu. Kembali mata ini berembun, kuseka kembali dengan ujung jilbabku, Maya memandangku dengan rasa iba. "Cerita padaku Nur, sekarang." Maya datang ke meja kerjaku saat jam pulang kantor, spontan aku memeluk Maya, tubuhku bergetar karena isakan tangis. "May, ya Allah, aku tidak menyangka jika Fitri sejahat itu padaku.""Kita bicara di cafe dalgona sekarang, kamu tau sendiri kan, tembok kantor ini ada kupingnya, ayo bereskan barangmu, kita ke cafe sekarang." Benar kata Maya, jika di kantor ini banyak biang gosip, jadi untuk membicarakan masalah Fitri lebih baik keluar dari kantor ini karena itu lebih aman, dengan cepat aku menutup laptop yang sebelumnya sudah aku matikan terlebih dahulu dan membereskan meja kerja lalu mengikuti langkah kaki Maya menuju dalgona cafe, jarak antara dalgona cafe dan kantor tidak begitu jauh, kami cukup memakai jasa becak dayung untuk menuju kesana, setelah memesan dua cup cappucino dan french fries, kini Maya menatapku seolah-olah mengatakan agar aku menceritakan semuanya tanpa terkecuali."Ternyata semua perkataan Bang Riki itu palsu, May.""Palsu?"" Iya, tadi siang aku merasa haus sedangkan minuman di meja kerjaku sudah habis jadi aku memutuskan untuk ke pantry mengambil minum, sebelum aku masuk ke dalam pantry, aku mendengar Bang Ricky berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon,"ucapku sambil menahan nafas menik mata ini kembali berkaca, Maya menyadari situasi emosiku yang sedang tidak stabil, ia berpindah posisi duduk disampingku, Maya mengelus pundakku untuk menguatkan. " Menangislah Nur, jika itu membuatmu lega, aku di sini bersedia untuk menunggumu sampai engkau siap menceritakan semuanya kepadaku. " Ya Allah, engkau maha baik, mengirim orang sebaik Maya. " Ternyata Bang Ricky sedang berbicara dengan Fitri saat itu, dari percakapan mereka aku dapat menyimpulkan, bahwa semua sikap dan perkataan Bang Riki semua atas suruhan Fitri, karena Fitri ingin menghancurkan masa depanku, jadi Bang Ricky berusaha merayuku agar aku masuk ke dalam pelukannya dan mengambil keperawanan yang selama ini kujaga."" Astaghfirullahaladzim. " Maya menutup mulutnya dengan kedua tangan dengan ekspresi kaget. "Bukan hanya itu May, ternyata mereka mempunyai rencana yang lebih busuk, Bang Riki ingin mengambil gambarku yang tanpa busana dan mengirim ke situs jual diri, semua itu atas permintaan Fitri!" Tangisku kembali pecah, kenapa ada orang sejahat itu padaku. " Nur, tenang Nur, seharusnya kamu bersyukur mengetahui semua ini dengan cepat, Allah menunjukkan kebusukan mereka sebelum semuanya terlambat, berarti Allah sangat menyayangi dan melindungimu Nur, agar kamu bisa berhati-hati kepada mereka, sudah Nur jangan menangis, hapus air matamu, untuk sekarang kamu harus memikirkan kedepan bagaimana menghadapi mereka berdua, kamu tidak bisa seperti ini terus Nur kamu harus bertindak tegas pada Fitri. ""Aku juga sudah memikirkan itu May, tapi sekarang biarlah aku menghabiskan rasa sedihku ini, aku juga manusia yang mempunyai rasa sakit, sedih dan kecewa, aku berpikir ternyata ada lelaki yang mau melamarku walaupun belum tentu aku terima, di umurku yang 30 tahun, aku baru merasakan dilamar, tapi setelah mendapati kenyataan bahwa semua hanya pura-pura dan Bang Riki berkata ingin muntah, sakit rasanya May, apakah aku sehina dan sejelek itu.""Ya Allah Nur, kamu itu begitu berharga, Nur. Allah sedang mempersiapkan yang terbaik untukmu, Allah begitu sayang padamu Nur sehingga hal yang tidak baik cepat ditunjukkan Allah, air matamu terlalu berharga untuk menangisi dua manusia itu yang hampir selevel dengan iblis itu."Maya mengelus pundakku lagi, semua yang Maya katakan benar, Nuri yang dulu harus dibakar alias berubah, Nuri yang hanya diam menye-menye saat dibully oleh Fitri harus segera berubah dan mengambil sikap, wanita itu tidak akan berubah jika orang yang dibullynya diam dan lemah, buktinya tadi saat aku mengancam ingin memberitahu kelakuannya kepada suaminya dengan cara menscreenshot percakapan kami Melalui aplikasi chatting, akhirnya Fitri tidak berkutik, senyumku sedikit mengembang, kini aku sudah tahu cara membalas Fitri, Aku tidak akan diam syukur-syukur kalau mereka bercerai karena wanita yang tabiatnya begitu busuk tidak pantas mendapatkan pendamping yang sopan dan alim seperti Bang Raihan. "May, aku tidak ingin lagi harga diriku diinjak-injak oleh Fitri, sudah waktunya bangkit dari kubur," ucapku dengan menatap dingin lurus ke depan ala-ala Suzana. "Nur, serem ah, tapi aku setuju sama mu Nur, dari kapan hari aku sudah geram sama mu, bisa sesabar itu menghadapi Fitri yang sok kecantikan itu.""Tapi kan Fitri emang cantik.""Cantik dari mana? Modal pake baju minim kayak kekurangan bahan, kalau bicara sama jantan suaranya sok mendayu, heran, kok bisa dapat laki yang sholeh begitu, biasanya laki model lakinya memilih yang bercadar atau penampilan kayak kau Nur.""Kadang ya Nur, ada niat di hati …." Aku tidak berani mengungkapkan keinginanku, tidak mungkin aku mengatakan pada Maya kalau aku ingin Bang Raihan, aku takut Maya malah berpikiran yang tidak-tidak tentangku. Fitri sudah berzinah, bukankah wanita yang sudah berzinah memang sudah sepantasnya diceraikan, kecuali Bang Raihan mau ikhlas memaafkan, tapi sungguh sangat disayangkan jika mempertahankan wanita seperti itu. "Niat apa Nur?""Niat ingin pulang May, ini sudah mau magrib, sebaiknya kita sholat dulu baru pulang, BTW, terima-kasih sudah mau menjadi teman curhatku May.""Nur, kamu sudah aku anggap seperti adikku sendiri, aku sedih melihat kamu ditindas terus sama Fitri tanpa perlawanan, ga kebayang ternyata kalian sudah menjadi teman sedari zaman sekolah, sebenarnya apa motif Fitri melakukan hal seperti itu." "Aku juga tidak tau May, padahal aku sudah berusaha baik padanya."Setelah melaksanakan sholat magrib di masjid di sekitar cafe tersebut, aku dan Maya Pulang ke rumah masing-masing, tepat jam 07.30 malam aku baru sampai di rumah. "Heh, Dodol, mana barang belanjaan tadi pagi, sengaja kau pulang di lama-lamakan ya, agar bisa menghindar dari aku, kau fikir aku lupa? Ayo cepat kembalikan, mumpung Bang Raihan lagi di Masjid," ucap Fitri dengan wajah judesnya. "Maaf, barang apa ya, sorry saya sedang tidak ingin diganggu.""Oon! Ga usah banyak gaya kau, ga cocok kau bersikap sok elegant begitu hahaha, ayo cepat kembalikan." Aku menghela nafas berat, tidak aku pedulikan suara Fitri yang terus memangil namaku, tungkai kaki ini terus melangkah masuk ke dalam rumah. Fitri semakin geram, ia berlari mengejarku lalu menarik jilbabku hingga terlepas.Cepat aku kembali mengenakan jilbab yang jatuh begitu saja di lantai teras rumahku. Fitri mencoba menarik kembali. "Astaghfirullah, lepaskan Fit," ucapku sambil memegangi jilbabku karena takut lepas kembali, rambut bagian depanku sudah terlihat.""Makanya balikkan! Kau ga tau itu khusus dibelikan Bang Riki untukku." Kakiku sudah siap untuk menendang Fitri, tapi kulihat Bang Raihan sudah pulang dari Masjid, aku urung menendang betina di depanku ini, ada rencana lain yang ingin kujalankan. "Lepaskan Fitri, ya Allah! Jangan tarik jilbabku!" Sengaja aku berteriak dengan kencang agar Bang Raihan tau kelakuan istri dajalnya. " Apanya kau Nur, teriak kayak orang gila!"Astaghfirullah Fitri, auratku terlihat gara-gara kau menarik jilbabku, ya Allah ... lepaskan Fit." Kembali aku berteriak. "Fitri! Lepaskan!" Fitri kaget karena suaminya sudah berdiri di depannya. "Ba–Bang, sudah pulang dari mesjid Bang," ucapnya gagap. "Ada apa ini, kenapa kalian berantem." " Untung Abang datang cepat
"Mak, Nur berangkat dulu ya, tadi, udah Nur gorengkan telur dadar, Mak makanlah dulu, nanti jam 10, Wak Biah nganter catering, tak perlulah lagi Mak masak, jangan sampe telat makan, nanti asam lambung Mak, kumat lagi.""Iya Nur, hati-hati ya, semoga Allah selalu melindungimu, Nur.""Amin, Mak juga ya." Setelah salim sama Mamak, dengan sedikit tergesa aku melangkah ke depan karena ojek online sudah menunggu, semenjak ada kejadian maling motor salah satu warga, jadi, Kepling (kepala lingkungan) melarang pedagang dan ojek online masuk ke dalam area gang bambu runcing, sampai batas waktu yang tidak ditentukan, jadilah kami yang tidak memiliki kendaraan agak sedikit repot berjalan ke depan jika mau memesan ojek online. "Nur, tunggu!" Aku tau itu suara Fitri, semakin kupercepat langkah kaki ini, tidak aku pedulikan, sudah ku siapkan mental dan hatiku untuk berhadapan dengannya nanti saat dikantor, jika wanita itu mencari gara-gara, tekadku sudah bulat untuk melawan. "Budek! Pel*cur!"De
"Calon istri Abang, mau kemana?" Riki memanggilku saat hendak keluar gerbang, lelaki itu barusan memarkirkan mobilnya. Aku tidak memperdulikan ucapan kadal itu, terus aku melangkah lalu naik ke becak motor yang biasa mangkal tidak jauh dari kantor menuju kantor polisi terdekat, setelah membuat laporan dengan memberikan bukti video, lalu tim penyidik membuat surat agar aku melakukan visum di rumah sakit sebagai alat bukti penyidikan. Bagian wajah merupakan salah satu bagian yang rentan mengalami cedera apabila terkena trauma tertentu. Benturan atau tamparan yang cukup keras dapat menyebabkan cedera atau kerusakan pada jaringan tubuh. Kerusakan ini tergantung dari seberapa kuat trauma tersebut, Fitri cukup keras menamparku hingga meninggalkan memar di bagian pipi. Tepat jam setengah jam dua belas siang urusanku selesai, tinggal menunggu surat panggilan yang akan ditujukan pada Fitri, kemungkinan ia tidak akan bisa mengelak, karena aku memiliki bukti yang sangat kuat, Maya juga tadi m
Aku dan Maya saling pandang dan tersenyum penuh arti. "Video? Video apa lagi?" Wajah Bang Raihan memucat, Maya menyodorkan ponselnya kepada Bang Raihan. SatuDua"Astaghfirullah … Ya Allah …." Bang Raihan mengucap istighfar tanpa henti, tidak berapa lama, ia meletakkan ponsel tersebut ke meja lalu memejamkan matanya, terlihat ia memijat kepalanya dan berjalan ke arah luar. "Sport jantung tuh, lakinya si Fitri," bisik Maya. "Kasihan aku melihatnya May, lelaki sebaik dia dapat wanita seperti Fitri."."Lagian, masa sih sebelum menikah bukan diselidiki dulu bagaimana bibit, bobot dan bebetnya, main nikah aja, rasain dah tuh, dapat istri solehot.""Entahlah May, tapi waktu awal taaruf dengan Bang Raihan, Fitri sempat menutup aurat beberapa bulan, setelah menikah tidak berapa lama si Fitri kembali lagi ke jalan yang salah dengan memakai pakaian sexi.""Oh, jadi sepertinya Bang Raihan ini tertipu pada topeng si Fitri, kasihan sekali lah."" Sssttt …," ucapku pada Maya karena Bang Raiha
Tok. Tok. Tok. "Nur! Keluar Nur, ayo keluar!"Terdengar suara Fitri mengetuk pintu, ternyata wanita itu masih belum puas sehingga malam begini ia ingin mengajak ribut, males aku meladeninya segera aku matikan lampu teras, berharap wanita itu segera pergi dan membiarkanku beristirahat malam ini, tidak terdengar lagi suara ketukan pintu dan suara Fitri memanggil setelah aku mematikan lampu teras, karena yang aku ketahui, walaupun gayanya sok preman, Fitri merupakan orang yang penakut akan hal-hal yang berbau gaib, karena sudah merasa sangat lelah, aku segera membersihkan diri, sholat isya lalu beranjak untuk tidur. *****"Nur, bangun Nur, sudah jam berapa ini!"Samar terdengar suara Mamak sampai aku tersadar lalu dengan lemas bangun dari tempat tidur, ada yang beda yang aku rasakan pagi ini, kepalaku terasa berat, tulangku terasa ngilu. "Iya Mak," ucapku sambil membuka pintu dengan suara serak. "Kenapa kau Nur.""Enggak tau Mak, enggak enak badan Nur.""Ya Allah, kau demam Nur, y
"Ngapain polisi mencari saya?" "Maaf Bu, saya tidak tau, sebaiknya Bu Fitri temui aja dulu, agar mengetahui maksud dan keperluan polisi tersebut," ucap satpam berkumis tebal tersebut. Fitri berlari ke arah mejanya, wanita yang sedang mengenakan rok span merah itu terlihat menghubungi seseorang. "Bang, ada polisi datang ke kantor, katanya hendak menemui Fitri, Abang dimana? Fitri takut Bang, sini temenin Fitri, Bang!" Fitri terlihat panik, aku hanya tersenyum menyaksikan dari meja kerjaku, baru di datangi saja dia sudah ketakutan seperti itu, bagaimana jika dia tau kalau aku laporkan dan nasibnya akan berakhir di balik jeruji besi, bagaimana jika pihak perusahaan tau kasus Fitri ini, bagaimana jika perusahaan tau jika Fitri dan Riki telah mesum di kamar mandi kantor, kalian akan menanggung segala resikonya. Tidak berapa lama, datang Bang Riki menghampiri Fitri dengan sedikit berlari. "Kenapa, sayang?" "Abang, Fitri takut, ada polisi di lobby." "Polisi? Ngapain?" "Tidak tau Ban
Entah apa yang lelaki itu inginkan, muak betul melihatnya. "Nur, catering yang dipesan Fitri, sudah datang, itu bagaimana? Kurir yang mengantar meminta bayaran, tapi Fitri kan tidak di kantor." Rina–salah satu rekan kerjaku bertanya padaku saat kaki ini baru saja menginjak ruangan divisi tempat aku bertugas. "Oh, iya ya, Fitri ingin merayakan atas kenaikan jabatannya, bagaimana ya …." "Bagaimana jika catering itu buat merayakan kenaikan jabatan kamu saja, Nur, bukankah itu ide yang cemerlang?"? Maya sudah berdiri di belakangku dan Rina. "Aku sedang tidak memegang uang, May. Lagian jika pun ada, lebih baik aku pakai untuk perobatan Mamak, tapi kasian juga ya, karyawan yang sudah dijanjikan oleh Fitri untuk makan siang bersama," ucapku sambil berfikir keras, aku bukannya pelit atau perhitungan, memang aku ada keinginan membawa Mamak berobat ke Penang Malaysia, untuk pemeriksaan penyakitnya untuk lebih lanjut, maka dari itu aku harus pandai dalam menabung, apalagi saat aku mengetahui
Hari sudah menjelang sore, Nur masih berkutat di meja kerjanya, apalagi tadi Bu Marta memberinya beberapa tabel keuangan yang harus Nur hitung dan selesai hari itu juga. "Nur, belum pulang?""Pengennya cepat pulang May, tapi ini pekerjaanku belum selesai," ucap Nur menatap Maya sambil tersenyum, lalu matanya kembali fokus pada deretan angka yang ada di layar laptopnya. "Duh, Ibu supervisor, semangat kali kerjanya, bisa-bisa nanti jadi kepala divisi, gantiin si buaya kadal.""Jangan gitu lah May.""Tapi emang pantes kok kau Nur, otakmu cerdas.""Terima-kasih ya May, kamu juga berpotensi kok May, aku doakan, secepatnya kau naik jabatan ya May.""Amin ya Allah, ya udah kalau gitu, aku pulang duluan ya Nur""Iya May, hati-hati ya."Satu persatu karyawan pun sudah meninggalkan kantor dan hanya tinggal beberapa karyawan saja yang tersisa, satu diantaranya adalah Nur. Sedangkan di tempat lain, Riki dan temanya bernama Doni menunggu tidak jauh dari kantor, sembari menunggu mereka sesekali