"Menjauh Bang, jangan sampai aku teriak!"
"Tenang Nur, tenang, oke, Abang mundur, baik, Abang keluar ruangan ya, tapi ingat Nur, Bang Riki tidak main-main, Abang serius mau melamar Nur." Setelah berkata seperti itu, Bang Riki segera keluar ruangan, aku memastikan lelaki aneh itu telah keluar ruangan lalu meneguk air yang ada di atas meja kerjaku, deru jantung ini sudah tidak beraturan, apakah memang benar bang Riki ingin melamarku, bekal makanan yang baru beberapa sendok aku makan masih tersisa banyak, hilang sudah selera makanku, satu persatu karyawan sudah mulai kembali ke ruangan, tepat sepuluh menit lagi jam makan siang berakhir, Bang Riki kembali datang. "Makan Nur, ini masih anget, kasihan calon istrimu makan makanan yang sudah dingin, ini juga ada milo hangat," ujarnya lalu balik ke ruangan kerjanya, beberapa karyawan yang sudah kembali sempat melirik, aku hanya menunduk, apakah Bang Riki menunjukkan keseriusannya, kalau diperlakukan romantis seperti ini, lama-lama aku bisa meleleh, tapi kuper tebal lagi imanku, kuingat lagi kalau lelaki itu penganut s*x bebas, kembali aku menggeleng kuat. Kebab yang tergeletak di meja begitu menggoda, makanan itu tidak berdosa dan sepertinya memanggilku untuk segera aku lahap, waktu istirahat tersisa 8 menit lagi, tanpa menunggu lama segera aku memakannya, lalu meneguk milo yang masih hangat, sangat nikmat, apalagi ruangan ini begitu dingin oleh air conditioner. "May, Bang Riki mendekatimu?" Kaget, tiba-tiba Maya sudah berdiri di depan meja kerjaku. "May, sini, aku mau cerita bentar." Maya menarik kursinya agar mendekat ke meja kerjaku. "Iya May, entah kenapa ia menunjukkan keseriusannya, aku juga heran dengan sikapnya.""Tapi, kemarin dia jalan sama Fitri? Apa itu tidak mengganggumu, sebaiknya pikirkan lagi Nur, jangan sampai karena kebelet menikah siapa pun jadi.""Ya nggak lah May.""Kau tertarik sama, Bang Riki?" "Sempat sih May, cuma setelah tau boroknya, aku mundur alon-alon, bisa makan ati aku punya laki kayak gitu, tadi dia bilang mau berubah, entahlah May, sempat deg-deg an juga aku.""Kalau sempat deg-deg an, berarti kau masih ada rasa suka.""May, gimana ya, suka sih enggak cuma tadi, ih--ngeri kali aku May, Bang Riki kek mau nerkam aku, selama ini ga ada laki-laki yang begitu sama aku, wajarlah aku deg-deg an.""Ya udah sholat istikharah Nur, siapa tau Riki berubah.""Pasti, pasti berubah." Bang Riki sudah berdiri di depan kami. "Bang Riki, Nuri ini wanita baik-baik, janganlah main-main sama dia, masih banyak perempuan gatal diluar sana yang bisa Abang gombalin, tapi jangan Nur." Maya membelaku, ada perasaan hangat di hati, Maya, terima-kasih."Maka dari itulah, aku ingin serius sama Nuri, karena dia wanita baik-baik, kalau perempuan gatal ngapain aku jadikan istri, setiap orang punya masa lalu, masa laluku pernah tidur dengan beberapa wanita, aku akui itu salah, kini, aku ingin berubah agar bisa mempersunting Nur," ucap Bang Riki dengan serius, ya Allah, andai dia tidak memiliki masa lalu tidur dengan beberapa wanita apalagi ia pernah bermesum dengan Fitri, mungkin aku langsung mengiyakan, tapi, masa lalu Bang Riki teramat sulit untuk aku terima. "Bang Riki, bukannya Nur jual mahal, tapi Nur tidak bisa menjadi calon atau kandidat yang Bang Riki katakan, masih banyak wanita baik yang lain, tolong jangan Nur.""Bang Riki orang yang pantang untuk menyerah, Nur pikirkan saja dulu, niat ini tulus dari hati yang paling dalam, di zaman sekarang ini, susah untuk mencari wanita seperti Nur, Abang tidak ingin seperti membeli kucing dalam karung, Nur wanita yang baik dan sholeha, ya sudah, jam istirahat telah selesai, nanti sore jika diizinkan, Abang ingin mengantar Nur pulang, sekalian mau silaturahmi sama ibunya Nur." Telah berucap seperti itu bang Ricky keluar dari ruangan kerjaku dan kembali ke ruangannya jujur saat ia berkata seperti itu ada getaran yang aku rasakan tetapi aku kembali mengingat lagi tentang masa lalu nya yang sulit untuk aku terima, mungkin benar apa yang Maya katakan aku harus salat istikharah untuk meminta petunjuk."Nur, sepertinya Bang Riki serius loh itu, ya ampun Nur, kamu yang dilamar aku yang deg-deg an, gentleman sekali Bang Riki itu.""Lelaki gentleman itu tidak tidur dengan banyak wanita, May.""Iya, benar juga apa yang kamu katakan, sekarang minta petunjuk saja sama Allah," ucap Maya lalu kembali ke meja kerjanya. Aku hanya berdoa kepada Allah semoga hatiku tidak luluh dan terlena oleh rayuan Bang Riki, karena dari lubuk hati yang paling dalam aku tidak bisa menerima masa lalunya. Walaupun ada desiran hangat di hati ini saat ia meyakinkanku bahwa dia ingin berubah dan serius denganku, biarlah aku serahkan kepada Allah, semoga Allah memberi petunjuk padaku dan memberiku kekuatan iman dan semoga Allah memberiku jodoh yang terbaik. Kembali aku melanjutkan pekerjaanku, satu jam berlalu, tenggorokan ini terasa kering, air putih di meja sudah habis, segera aku mengambil air mineral sebentar di pantry, karena mengerjakan laporan dalam keadaan haus sungguh membuat fokus menjadi pecah. "Iya Sayang, tadi aku udah berusaha menggombal perawan tua itu, walaupun rasanya ingin muntah." Aku menghentikan langkahku, jantungku berdebar dengan kencang, Bang Riki sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. "Mana mungkin aku pakai hati, heii—dia bukan tipeku, yang penting setelah mendapatkan perawannya dan memfoto dirinya ketika tidak mengenakan sehelai benangpun, aku meninggalkannya, biar dia stres kan, sesuai permintaan kamu." Ya Allah, sama siapa Bang Riki berbicara dan siapa yang ia maksud, perawan tua? Menggombal? Itu sudah pasti aku yang dimaksud, kutajamkan lagi pendengaranku untuk mendengar pembicaraannya lebih lanjut walaupun detak jantungku bertalu-talu."Iya Sayang, iya, akan aku lakukan apa yang kamu inginkan asalkan kita bisa seperti tadi malam, aku begitu tergila-gila dengan punyamu yang sempit dan menjepit, walaupun sudah menikah, engkau pandai merawat diri, hahaha jelas bedalah dengan Nur, kamu bagaikan bintang korea dan Nur bagaikan nenek, pakaiannya, duh—ya ampun, jadul banget."Allahu Akbar! Allahuakbar!Pandangan ini memburam, fix, pasti yang berbicara dengan Bang Riki di telepon itu adalah Fitri, berarti Fitri berencana untuk menghancurkan masa depanku, Ya Allah! Aku tidak menyangka jika teman sedari kecil tega berbuat kejam dan keji kepadaku, aku mengira dia hanya membully dan menjatuhkan mentalku saja. Tetapi ternyata tidak, dia ingin merusakku secara keseluruhan, lahir dan batin. Sungguh aku benar-benar tidak menyangka, jika sudah begini, apakah aku harus diam memaafkan? Tidak! tidak akan! Mata ini memanas, ternyata orang disekitarku itu jahat dan kejam seperti bina*ang, jahat sekali kau Fitri, apa salahku padamu, bukankah hidupmu sudah sempurna, mengapa kau tega ingin menghancurkan diriku yang tidak berdaya ini, tungkai kakiku terasa lemas, cepat aku berpegangan pada tembok agar tidak jatuh, sebelum Bang Riki tahu jika aku telah menguping pembicaraannya dengan Fitri, aku harus segera pergi, dengan terseok tungkai kaki ini melangkah dan kembali masuk ke dalam ruangan kerja, berulang kali aku harus menghapus lajunya air mata yang tanpa bisa aku bendung lagi.Sakit, perih dan luka yang kucoba untuk kututup selama ini, menganga kembali, rasanya air mata ini sudah cukup deras mengalir karena lisan dari Fitri, semakin aku diam, dia semakin merajalela ingin menyakiti bahkan sekarang ingin menghancurkanku, aku Nuri Afrida, terlalu berharga untuk disakiti dan dihancurkan seperti itu, kali ini aku tidak akan tinggal diam, perlakuan Fitri terhadapku sungguh di luar batas kesabaran, aku ingin rasa sakit yang selama ini ia berikan kepadaku, ia juga merasakan, sudah cukup air mata ini mengalir akibat perlakuannya, aku menyeka kembali air mata ini dan menguatkan hatiku agar tidak menangis lagi dan berusaha untuk tegar dan kuat untuk membalaskan setiap detail perbuatan Fitri terhadap diriku. "Kamu kenapa menangis lagi Nur, katakan pada abang, siapa yang menyakitimu, abang tidak rela jika calon istri abang sedih." Bang Riki ternyata sudah berdiri di depanku, ingin rasanya aku tendang saja lelaki ini. "Pergilah dari hadapan Nur, Bang." "Kenapa Nur, ap
Cepat aku kembali mengenakan jilbab yang jatuh begitu saja di lantai teras rumahku. Fitri mencoba menarik kembali. "Astaghfirullah, lepaskan Fit," ucapku sambil memegangi jilbabku karena takut lepas kembali, rambut bagian depanku sudah terlihat.""Makanya balikkan! Kau ga tau itu khusus dibelikan Bang Riki untukku." Kakiku sudah siap untuk menendang Fitri, tapi kulihat Bang Raihan sudah pulang dari Masjid, aku urung menendang betina di depanku ini, ada rencana lain yang ingin kujalankan. "Lepaskan Fitri, ya Allah! Jangan tarik jilbabku!" Sengaja aku berteriak dengan kencang agar Bang Raihan tau kelakuan istri dajalnya. " Apanya kau Nur, teriak kayak orang gila!"Astaghfirullah Fitri, auratku terlihat gara-gara kau menarik jilbabku, ya Allah ... lepaskan Fit." Kembali aku berteriak. "Fitri! Lepaskan!" Fitri kaget karena suaminya sudah berdiri di depannya. "Ba–Bang, sudah pulang dari mesjid Bang," ucapnya gagap. "Ada apa ini, kenapa kalian berantem." " Untung Abang datang cepat
"Mak, Nur berangkat dulu ya, tadi, udah Nur gorengkan telur dadar, Mak makanlah dulu, nanti jam 10, Wak Biah nganter catering, tak perlulah lagi Mak masak, jangan sampe telat makan, nanti asam lambung Mak, kumat lagi.""Iya Nur, hati-hati ya, semoga Allah selalu melindungimu, Nur.""Amin, Mak juga ya." Setelah salim sama Mamak, dengan sedikit tergesa aku melangkah ke depan karena ojek online sudah menunggu, semenjak ada kejadian maling motor salah satu warga, jadi, Kepling (kepala lingkungan) melarang pedagang dan ojek online masuk ke dalam area gang bambu runcing, sampai batas waktu yang tidak ditentukan, jadilah kami yang tidak memiliki kendaraan agak sedikit repot berjalan ke depan jika mau memesan ojek online. "Nur, tunggu!" Aku tau itu suara Fitri, semakin kupercepat langkah kaki ini, tidak aku pedulikan, sudah ku siapkan mental dan hatiku untuk berhadapan dengannya nanti saat dikantor, jika wanita itu mencari gara-gara, tekadku sudah bulat untuk melawan. "Budek! Pel*cur!"De
"Calon istri Abang, mau kemana?" Riki memanggilku saat hendak keluar gerbang, lelaki itu barusan memarkirkan mobilnya. Aku tidak memperdulikan ucapan kadal itu, terus aku melangkah lalu naik ke becak motor yang biasa mangkal tidak jauh dari kantor menuju kantor polisi terdekat, setelah membuat laporan dengan memberikan bukti video, lalu tim penyidik membuat surat agar aku melakukan visum di rumah sakit sebagai alat bukti penyidikan. Bagian wajah merupakan salah satu bagian yang rentan mengalami cedera apabila terkena trauma tertentu. Benturan atau tamparan yang cukup keras dapat menyebabkan cedera atau kerusakan pada jaringan tubuh. Kerusakan ini tergantung dari seberapa kuat trauma tersebut, Fitri cukup keras menamparku hingga meninggalkan memar di bagian pipi. Tepat jam setengah jam dua belas siang urusanku selesai, tinggal menunggu surat panggilan yang akan ditujukan pada Fitri, kemungkinan ia tidak akan bisa mengelak, karena aku memiliki bukti yang sangat kuat, Maya juga tadi m
Aku dan Maya saling pandang dan tersenyum penuh arti. "Video? Video apa lagi?" Wajah Bang Raihan memucat, Maya menyodorkan ponselnya kepada Bang Raihan. SatuDua"Astaghfirullah … Ya Allah …." Bang Raihan mengucap istighfar tanpa henti, tidak berapa lama, ia meletakkan ponsel tersebut ke meja lalu memejamkan matanya, terlihat ia memijat kepalanya dan berjalan ke arah luar. "Sport jantung tuh, lakinya si Fitri," bisik Maya. "Kasihan aku melihatnya May, lelaki sebaik dia dapat wanita seperti Fitri."."Lagian, masa sih sebelum menikah bukan diselidiki dulu bagaimana bibit, bobot dan bebetnya, main nikah aja, rasain dah tuh, dapat istri solehot.""Entahlah May, tapi waktu awal taaruf dengan Bang Raihan, Fitri sempat menutup aurat beberapa bulan, setelah menikah tidak berapa lama si Fitri kembali lagi ke jalan yang salah dengan memakai pakaian sexi.""Oh, jadi sepertinya Bang Raihan ini tertipu pada topeng si Fitri, kasihan sekali lah."" Sssttt …," ucapku pada Maya karena Bang Raiha
Tok. Tok. Tok. "Nur! Keluar Nur, ayo keluar!"Terdengar suara Fitri mengetuk pintu, ternyata wanita itu masih belum puas sehingga malam begini ia ingin mengajak ribut, males aku meladeninya segera aku matikan lampu teras, berharap wanita itu segera pergi dan membiarkanku beristirahat malam ini, tidak terdengar lagi suara ketukan pintu dan suara Fitri memanggil setelah aku mematikan lampu teras, karena yang aku ketahui, walaupun gayanya sok preman, Fitri merupakan orang yang penakut akan hal-hal yang berbau gaib, karena sudah merasa sangat lelah, aku segera membersihkan diri, sholat isya lalu beranjak untuk tidur. *****"Nur, bangun Nur, sudah jam berapa ini!"Samar terdengar suara Mamak sampai aku tersadar lalu dengan lemas bangun dari tempat tidur, ada yang beda yang aku rasakan pagi ini, kepalaku terasa berat, tulangku terasa ngilu. "Iya Mak," ucapku sambil membuka pintu dengan suara serak. "Kenapa kau Nur.""Enggak tau Mak, enggak enak badan Nur.""Ya Allah, kau demam Nur, y
"Ngapain polisi mencari saya?" "Maaf Bu, saya tidak tau, sebaiknya Bu Fitri temui aja dulu, agar mengetahui maksud dan keperluan polisi tersebut," ucap satpam berkumis tebal tersebut. Fitri berlari ke arah mejanya, wanita yang sedang mengenakan rok span merah itu terlihat menghubungi seseorang. "Bang, ada polisi datang ke kantor, katanya hendak menemui Fitri, Abang dimana? Fitri takut Bang, sini temenin Fitri, Bang!" Fitri terlihat panik, aku hanya tersenyum menyaksikan dari meja kerjaku, baru di datangi saja dia sudah ketakutan seperti itu, bagaimana jika dia tau kalau aku laporkan dan nasibnya akan berakhir di balik jeruji besi, bagaimana jika pihak perusahaan tau kasus Fitri ini, bagaimana jika perusahaan tau jika Fitri dan Riki telah mesum di kamar mandi kantor, kalian akan menanggung segala resikonya. Tidak berapa lama, datang Bang Riki menghampiri Fitri dengan sedikit berlari. "Kenapa, sayang?" "Abang, Fitri takut, ada polisi di lobby." "Polisi? Ngapain?" "Tidak tau Ban
Entah apa yang lelaki itu inginkan, muak betul melihatnya. "Nur, catering yang dipesan Fitri, sudah datang, itu bagaimana? Kurir yang mengantar meminta bayaran, tapi Fitri kan tidak di kantor." Rina–salah satu rekan kerjaku bertanya padaku saat kaki ini baru saja menginjak ruangan divisi tempat aku bertugas. "Oh, iya ya, Fitri ingin merayakan atas kenaikan jabatannya, bagaimana ya …." "Bagaimana jika catering itu buat merayakan kenaikan jabatan kamu saja, Nur, bukankah itu ide yang cemerlang?"? Maya sudah berdiri di belakangku dan Rina. "Aku sedang tidak memegang uang, May. Lagian jika pun ada, lebih baik aku pakai untuk perobatan Mamak, tapi kasian juga ya, karyawan yang sudah dijanjikan oleh Fitri untuk makan siang bersama," ucapku sambil berfikir keras, aku bukannya pelit atau perhitungan, memang aku ada keinginan membawa Mamak berobat ke Penang Malaysia, untuk pemeriksaan penyakitnya untuk lebih lanjut, maka dari itu aku harus pandai dalam menabung, apalagi saat aku mengetahui