Siapa yang mengirim pesan saat tengah malam begini, apakah itu sebuah ancaman yang serius atau hanya sekedar orang iseng, jika Nur terus diam, orang itu akan semakin sering menekan atau meneror, Nur harus ambil tindakan, untuk saat ini orang pertama yang hendak ia hubungi itu adalah Raihan, biar bagaimanapun lelaki yang akan menikah dengannya itu harus tau isi pesan yang barusan ia terima, agar bisa segera dilacak nomornya tapi karena mengingat saat ini sudah lewat tengah malam Nur mengurungkan niatnya karena takut mengganggu jam istirahat Raihan, Nur juga sadar diri, sekuat tenaga Nur mencoba mengabaikan agar dia juga bisa segera tidur, sulit memang, di saat suasana hati sedang berduka dan trauma akan peristiwa pembunuhan ibunya pas di depan matanya, kini ia mendapat teror, Nur mencoba menguatkan hatinya. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbarAsyhadu allaa ilaaha illallah, Asyhadu allaa ilaaha illallahAsyhadu anna muhammadar rosuulullah, Asyhadu anna muhammadar ro
"Bang, ngapain kita kesini?" Nur terlihat panik. "Emang kenapa Sayang, kan kita sudah suami istri, lagian aku ingin bersantai sejenak dan kamu juga bisa istirahat." Pipi Nur memanas saat Raihan memanggilnya dengan kata 'sayang'"Di rumah kan kita bisa istirahat.""Apa kamu yakin bisa bersantai di kamar saat ada mertua? Rasa tidak nyaman pasti ada sayang, kita menginap semalam dua malam disini, kamu tenangkan pikiran dan aku juga ingin istirahat, suamimu ini lelah, sayang." Masih asing bagi Nur mendengar kata Mertua, istri dan suami sehingga membuat Nur tertunduk malu. Nur mengikuti langkah kaki Raihan yang berjalan masuk ke arah lobby hotel, tangan kiri Raihan membawa tas Nur dan tangan kanannya menyeret koper kecil milik lelaki itu. Raihan berbicara sebentar dengan resepsionis dengan menunjukkan kode booking hotel melalui ponselnya, tidak berapa lama resepsionis memberi dua card pada Raihan. "Ayo Sayang,"ucap Raihan lembut, Nur kembali tertunduk malu karena Raihan memanggilnya
Raihan tersenyum tipis sekaligus semakin gemas dengan istrinya yang terlihat tersipu, ia hanya menggoda saja, tapi jika Nur yang menginginkan dia pun siap. "Kamu hari ini bersantai saja ya Sayang, jangan capek-capek.""Tapi Nur hendak ke kantor Bang, sekalian mau mengajukan surat cuti.""Di kantor ada Rizki, abang khawatir Nur.""Bang Rizki itu baik Bang, dia cuma belok, lagian dia sudah menerima jika Nur sama Abang."Raihan tampak berpikir sebentar. "Tapi kamu tetap jaga jarak dengan Rkzky ya Sayang, abang serius khawatir karena orang seperti itu kadang bisa berbuat nekat dan tak terduga. "Iya Bang, insya Allah semuanya baik-baik saja, Nur bisa jaga diri.""Ya sudah setelah ini Abang antar ke kantor ya, pulangnya abang jemput."Setelah Sarapan, Raihan mengantarkan Nur ke kantornya lalu ia pun pergi ke rumah sakit jiwa tempat di mana Fitri berada. "Saya mau bertemu suster Santi, apakah dia ada?""Silahkan duduk dulu Pak, saya akan memanggil suster Santi," ucap salah satu perawat l
"Centil kali kau Dek, bikin abang tidak tahan lagi," ucap Sumanto dengan nafas naik turun, Fitri memberikan kecup jauh pada lelaki setengah tua, tingkah Fitri mampu menggelitik sukma Sumanto yang memang sudah lama menduda semenjak kematian istrinya tiga tahun yang lalu, mendapatkan gratisan di tengah ekonomi sulit seperti ini bagai mendapat durian runtuh, apalagi Fitri cantik dan masih muda bagi Sumanto, urusan dia gila, tidak masalah yang penting hasratnya terpenuhi. Malam Pun tiba, sedari tadi Sumanto sudah mondar mandir mencari waktu yang pas, jam sembilan malam ke atas baru suasana agak lengah dan Sumanto berjalan perlahan menuju kamar Fitri. "Abang lama sekali, Fitri sudah tak sabar ingin merasakan dekapan tubuh gagah abang," ucap Fitri pelan hampir seperti berbisik saat melihat lelaki tua kerempeng tapi dengan mengada-ngada Fitri mengatakan kalau tubuh lelaki itu gagah, kalau masalah merayu dan menjebak lelaki hidung belang, Fitri lah yang paling jago, definisi buaya betina b
Tamu sudah tampak mengantri ingin salaman dengan kedua mempelai, jarak Fitri semakin dekat dan kini dia sudah berdiri di atas pelaminan dan masih mengantri dengan beberapa tamu lagi, hingga tibalah saatnya Fitri, dengan cepat wanita yang sedang memakai cadar itu merogoh saku gamis yang tertutup jilbab panjang. Dor. Dor. Dor. "Matilah kau, pelakor syariah!""Ya Allah, Nur!" Semua orang berlarian kesana dan kemari saat mendengar suara tembakan, pihak EO dan security segera mengamankan Fitri, pesta pernikahan yang tadinya berlangsung begitu romantis dan damai kini menjadi ricuh. *****Malam sebelum resepsi. "Kenapa Nur memandang wajah abang terus?""Nur bahagia bang bisa menjadi istri, abang.""Pasti dong Sayang, karena abang juga bahagia bisa menjadi suami Nur, insya allah till jannah, Sayang.""Jangan bilang seperti itu, Bang.""Amin,tapi kalau Nur dipanggil duluan sama Allah, bagaimana Bang?" "Loh, kenapa Nur berkata seperti itu?""Yah … kan kita tidak tau takdir seseorang Ba
"Kamu siapa? Dan ada perlu, apa?" Setelah menatap sebentar, Raihan menundukkan pandangannya karena tidak ingin menatap lawan jenis yang bukan muhrimnya terlalu lama. "Saya, Nabila, Abang. anaknya–Bu Hajjah Ema–salah satu anggota DPRD di kota ini," ucap wanita yang bernama Nabila tersebut. "Oh, iya, saya Raihan. Maaf, saya sedang sibuk," ucap Raihan dengan sopan, karena memang ia ingin mulai bekerja setelah selama dua bulan ia hanya berdiam diri meratapi kesedihannya setelah kepergian 'Nur'. "Nanti, bolehkah kita makan siang, bareng?" tanya wanita itu sambil berjalan ragu-ragu mendekat ke arah Raihan. "Maaf, saya sedang sibuk," ucap Raihan kalem sambil matanya berusaha fokus pada layar laptopnya, wanita yang bernama Nabila itu memberengut, lalu keluar dari ruangan kerja Raihan. "Mah, lelaki itu dingin sekali, bahkan dia tak menoleh pada Nabila, padahal Nabila sudah berhijab seperti yang Mamah usulkan," ucap Nabila berbicara melalui sambungan telepon pada ibunya. "Sabar Nabila, Ra
"Apa engkau yakin hendak pergi ke desa Asam Rawa?" tanya Umi Maryani sambil menatap iba pada Raihan. "Insya Allah Umi, terlalu sakit jika terus berada di tempat ini, bayang-bayang Nur semakin membuat Raihan semakin tersiksa.""Bagaimana dengan bisnis yang sudah kau rintis?""Kaki tangan Raihan banyak, Mi, lagian sekarang semua serba canggih, memantau pekerjaan bisa dimana saja, lagian Raihan juga capek dengan segala pendekatan anak dari teman-teman Umi, yang terakhir Raihan difitnah melecehkan, dan ada lagi, sms misterius, Raihan akan mengganti nomor biar tidak diganggu lagi.""Maafkan Umi telah merekomendasikan beberapa anak temanya Umi, cuma pengen lihat kamu move on dan tidak terpuruk lagi, Umi cuma takut kejiwaan terganggu," ucap Umi Maryani dengan sangat hati, Raihan hanya mesem. "Insya Allah enggak Umi, Raihan cuma ingin menenangkan hati sementara waktu sambil melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia jika bermanfaat bagi sesama, siapa tau denga
"Tenang-tenang bapak-bapak, ibu-ibu, gadis ini adikku yang baru pulang dari Jakarta, jadi wajar saja aku menjaganya dan mengajaknya pulang, karena aku takut dia berkeliaran di kota medan ini.""Tapi ga perlu pakai memaksa kan Kak? Aku ini sudah 23tahun, bukan boneka yang harus diseret seperti itu!""Kau mau kemana rupanya Dek?" tanya seorang Bapak. "Mau ke desa Asam Rawa, dekat Rantau Bersiul.""Kenapa kau tak mau ikut kakakmu, ini?""Ada sesuatu hal yang tidak bisa saya jelaskan disini Pak, intinya saya tidak mau ikut, apalagi sedari tadi lelaki itu, matanya jelalatan melihat saya," ucap Nirmala sambil menunjuk si Rudi, lelaki itu menundukkan kepalanya semakin dalam karena kini semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan geram. "Kalau adek ini tak mau ikut dengan kalian, janganlah kalian paksa, main tarik saja kayak karung beras kalian bikin."Dengan wajah tekuk sembilan Melda dan Rudi pergi meninggalkan bandara karena merasa tidak enak, gerak gerik mereka di pantau banyak mata.
Sehari sebelum lamaran, Nirmala dan ibunya sudah kembali ke rumah mereka, jangan ditanya rasa hati Bu Herlina, doa yang ia langitkan di sepertiga malam untuk anaknya, diijabah sama Allah, kini, Roni sudah kembali ke jalan yang benar, bukan lagi secara membabi buta marah-marah tidak jelas tanpa mencari tahu masalahnya dari dua belah pihak, padahal selama ini Bu Herlina selalu berkata pada Roni agar bertabayyun dalam menyikapi masalah, mencari kejelasan tentang sesuatu masalah hingga jelas dan benar keadaannya, karena selama ini, Roni hanya mendengar kata istrinya. Bu Herlina senang jika rumah tangga anaknya akur dan Roni begitu menyayangi istrinya tapi lihat dulu istri yang bagaimana, jika mempunyai istri seperti Melda yang banyak mudharatnya dan yang lebih parahnya tega berselingkuh, memfitnah dan ingin menghabisi nyawa Nirmala, jadi lebih baik dilepas/dicerai."Nirmala, kalau bisa nanti setelah lamaran, jangan terlalu lama jaraknya ke acara pernikahan, kalau bisa lebih cepat lebih b
Roni tidak langsung pulang kerumah, tiba-tiba saja hatinya dilanda rasa curiga yang datang menyerang begitu saja, saat itu Roni masih berada di rutan, tepatnya di parkiran, pikirannya berkecamuk, ia juga heran, biasanya ia selalu percaya pada Melda, tapi tidak kali ini.Roni kembali masuk ke dalam bukan untuk menemui Melda tetapi menemui sipir untuk meminta ponsel Melda yang dititipkan di bagian loker, siapa tau dengan memeriksa ponsel Melda, ia menemukan titik terang tentang kecurigaan yang baru saja datang menghinggap. "Saya ingin mengambil ponsel istri saya," ucap Roni."Maaf Pak, semua barang napi diberikan saat napi selesai masa jabatannya, eh, apa nih, Pak? Oh iya, iya, bisa diatur Pak. Selow saja Bapak," ucap penjaga sambil senyum sumringah menerima sejumlah uang dari Roni. Kini, ponsel dengan logo apel terbelah berwarna gold itu berada di genggaman Roni, ia tidak memeriksa ponsel itu sekarang, melainkan nanti saat di rumah. Bagai disayat sembilu, bagai mendengar petir di s
Roni terlihat keluar dari sebuah Bank sambil menenteng tas berisi sejumlah uang, ia dikawal oleh beberapa anggota ormas kelapa burung garuda. Lelaki berdarah Batak–Melayu itu terlihat masuk ke dalam mobil fortuner berwarna dark grey menuju kediaman AKP( Ajun Komisaris Polisi) Tegar Nasution. Maksud kedatangan Roni ke tempat AKP Tegar, untuk memberi uang sogok agar istrinya– Melda dapat keluar dari jeruji besi atas kasus yang menjeratnya, tak tega rasa hati Roni melihat kondisi Melda yang semakin hari badannya semakin menyusut, kulit glowingnya kini tampak menghitam disertai munculnya beberapa flek di area pipi, padahal Roni kerap kali membawakan semua kebutuhan Melda saat berada di dalam penjara, peralatan mandi, skincare, kosmetik tapi semua nihil dan tak berhasil membuat Melda tampak cantik, yang ada semakin tak terawat dan tak sedap dipandang mata. Melda tidak serasi dengan air yang ada di rutan tersebut, apalagi di dalam rutan ia harus bekerja bahkan kerap disiksa oleh beberapa
Pov Mela. Cantik, kaya, dan mendapatkan suami tampan dan tajir plus sholeh, sudah pasti menjadi impian semua wanita, tapi stock lelaki kaya di kampungku ini amatlah sedikit maklum karena rata-rata penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan, entah kenapa, padahal daerahku ini penghasil sawit yang lumayan tinggi di sumatera ini, bahkan pabrik kelapa sawit juga ada di daerah ini, apa karena tingkat pendidikan rendah? Adapun lelaki kaya yaitu Bang Roni–abang iparku, tapi aku tidak seberuntung Kak Melda, kakak kandungku yang bisa mendapatkan lelaki kaya, banyak yang mengatakan jika wajah Kak Melda lebih cantik daripada aku, tapi, menurutku sama cantiknya. Kak Melda berubah jadi cantik juga setelah bekerja di Pekan baru, katanya dia bekerja di sebuah perusahaan eksport import minyak, tapi aku tak yakin, secara Kak Melda cuma tamatan SD. Syarat masuk perusahaan itu pasti harus mengantongi ijazah perguruan tinggi. Ah, tidak perlu aku permasalahkan dia bekerja apa di Pekanbaru sana
Dia lagi, dia lagi, batin Raihan kesal. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak suka jika aku memeluk calon suamiku, biasa aja lah melihatnya, nanti buta pulak mata kau itu karena tatapanmu kayak, setan! " Mela berbicara dengan nada judes pada Nirmala"Perasaan aku biasa saja menatapmu, kau Lah yang sinis melihatku.""Ya wajarlah aku sinis, ngapain kau dekat-dekat calon suamiku, apa selama ini kau buta, tidak bisa melihat tatapan mesra Bang Raihan padaku."Nirmala malas menanggapi Mela, wanita secantik purnama itu pun beranjak hendak pergi. "Nirmala, tunggu." Raihan mencegah. "Biarin saja dia pergi, Bang. Ada Mela disini," ujar Mela seraya bergelayut manja di lengan Raihan. "Jaga sikapmu, Mela.""Sikap apa? Sikap apa, Bang. Jangan sebut namaku Mela jika tidak bisa membuat Abang bertekuk lutut padaku!""Ya Allah!" Raihan menjerit seraya menutup wajahnya karena Mela menaburkan sesuatu ke wajahnya lalu mengenai mata. Melihat Raihan yang seperti kesakitan, cepat Nirmala berlari m
"Mela, hei! Jangan bertindak nekat, jauhkan pisau itu dari lehermu.""Enggak. Enggak mau. Sebelum Abang janji akan menikahiku, kalau perlu pakai perjanjian hitam di atas putih.""Ga mungkin Mela, menikah ga segampang itu.""Gampang kok, tinggal panggil penghulu, udah beres. ""Menikah harus dengan pasangan yang sesuai hati kita, tidak ada keterpaksaan diantara lelaki dan perempuan.""Aku ga terpaksa, aku ikhlas, Bang.""Tapi aku yang terpaksa." Mau tidak mau Raihan harus jujur, agar wanita itu mengerti, tapi yang namanya Mela, mungkin urat malunya juga sudah putus, dia malah berteriak seperti orang kesurupan. "Tidak! Tidaak! Aku akan bunuh diri sekarang.""Apalagi, cepatlah kau bunuh diri," ucap Afis dengan geram. "Diam kau, aku tidak bicara sama kau, marbot setan!""Astaghfirullah," ucap Raihan lalu mengajak Afis untuk meninggalkan tempat itu. "Bang Raihan! Bang Raihan! Baaaaanng!" Raihan terus keluar dan tidak memperdulikan Mela. Mela yang melihat Raihan keluar setelahnya mende
Mela menghubungi nomor Raihan sambil berjalan mundur agar jaraknya jauh dengan Roni. "Bang Roni, aku bukan, Kak Melda." "Melda Sayang," ucap Roni lagi dengan parau sambil tangannya berusaha menggapai tubuh Mela. Sambungan telepon tersambung. "Bang, Bang Raihan, tolong Bang! Aku hendak di nodai Bang Roni, tolong Bang!""Posisi kamu dimana?" tanya Raihan. "Di rumahnya, tolong Bang Raihan, sepertinya Bang Roni sangat menginginkanku karena kecantikanku yang pari–"Tut tut tut sambungan telepon dimatikan, sebelum Mela menyelesaikan ucapannya. Mela mendengus kesal, lalu melemparkan Roni dengan benda apapun yang bisa ia raih. Bugh. Botol parfum milik Melda berhasil mendarat dengan indah di kening Roni, lelaki setengah mabuk itu ambruk dan tergolek di lantai. "Bang. Bang." Mela memanggil, tapi Roni tanpa reaksi, lalu ia berjalan mendekat memeriksa kondisi lelaki itu, ia meraba hidung, ternyata masih ada nafas. "Huh, pake pingsan segala, padahal kan seru tuh kalau saat aku sedang din
"Ampun Mak! Ampun!" pekik Syifa. Terdengar suara tangisan Syifa memilukan hati, Nirmala mencoba untuk menolong tapi ponselnya berdering dan nama Abdul yang tertera di layar. "Assalamualaikum Dul, kamu dimana?""Kak, Kak Nirmala, tolong aku kak.""Dul, kamu dimana?""Masih mending Pak Dedi mau sama kau Syifa, kita ini orang miskin, jangan bermimpi terlalu tinggi, Mamak saja umur 15 tahun sudah menikah." Bu Salamah masih terdengar meracau sambil sesekali terdengar suara Syifa menjerit, mulut dan tangan Bu Salamah bekerja, mulut menyakiti hati, tangan menyiksa badan gadis kecil itu. Nirmala posisinya sudah di luar, karena tadi Bu Salamah sempat mendorongnya keluar dengan penuh emosi, lalu menutup pintu dengan kasar. Dalam keadaan bimbang, harus menolong siapa, Nirmala memprioritaskan Abdul terlebih dahulu, setelahnya baru dia mengurus masalah Syifa. Dengan perasaan sedih merintih, Nirmala melangkah dengan gamang meninggalkan kediamanan Syifa. "Aku tidak tau kak, tapi, disini gelap,
"Ya Allah … apalagi ini, pelakor?""Iya, kau lah pelakor, kau tau sedang makan sama siapa?" Mela berdiri dengan mengangkat dagu sambil tangan dilipat ke dada. "Sama, Bang Raihan.""Kau tau Bang Raihan itu, siapa? Nirmala memutar bola mata malas menanggapi Mela lalu mengangkat bahu, matanya fokus menatap makanan yang terhidang, ia tidak ingin berakhir sakit, sebisa mungkin ia harus makan karena kegiatannya akan padat, apa yang Raihan katakan tadi memang benar, ia tidak boleh menzalimi tubuhnya sendiri dengan tidak menjaga kesehatan, ketika rasa lapar dibiarkan, maka penyakit akan ramah menghampiri, beda konteks jika sedang berpuasa. "Heh! Aku sedang mengajak kau bicara! Jangan diam saja, sombong kali kau jadi manusia.""Mela, apa-apaan kau? Jangan mempermalukan dirimu sendiri seperti ini, lebih baik kau pulang saja." Raihan jengah juga dengan tingkah Mela yang menunjuk-nunjuk Nirmala seolah dialah nyonya besar yang sedang berbicara pada kacungnya. "Apa Bang? Abang menyuruhku pula