"Nur, kita pulang ya," ucap Raihan lembut, lelaki itu memberi kode pada Maya agar menyuruh Nur untuk pulang apalagi matahari sangat terik pada saat itu, Raihan khawatir jika Nur jatuh sakit. "Ayo Nur, kita pulang, kau harus segera mengisi lambungmu dengan sedikit makanan agar kau tidak sakit," ucap Maya mencoba menarik tangan Nur dengan lembut. "Kalian pulang saja, aku masih ingin disini.""Nur, dirumah masih ramai orang yang melayat kamu harus menemui mereka," ucap Maya lagi. "Kita pulang ya Nur, Mamak juga pasti sedih kalau kau masih meratap seperti ini, bentuk cinta yang paling tinggi itu jika kita ikhlas merelakan kepergian orang yang kita cintai dan sayangi menghadap sang ilahi, yang mamak butuhkan saat ini hanya doamu Nur, jadi bangkitlah Nur, jangan biarkan Mamak bersedih disana melihatmu seperti ini." Kata -kata Raihan mampu menyadarkan Nur, wanita bermata sembab itu menyeka air matanya dengan kasar lalu perlahan berdiri dibantu oleh Maya. "Lihatlah Raihan begitu peduli pa
Siapa yang mengirim pesan saat tengah malam begini, apakah itu sebuah ancaman yang serius atau hanya sekedar orang iseng, jika Nur terus diam, orang itu akan semakin sering menekan atau meneror, Nur harus ambil tindakan, untuk saat ini orang pertama yang hendak ia hubungi itu adalah Raihan, biar bagaimanapun lelaki yang akan menikah dengannya itu harus tau isi pesan yang barusan ia terima, agar bisa segera dilacak nomornya tapi karena mengingat saat ini sudah lewat tengah malam Nur mengurungkan niatnya karena takut mengganggu jam istirahat Raihan, Nur juga sadar diri, sekuat tenaga Nur mencoba mengabaikan agar dia juga bisa segera tidur, sulit memang, di saat suasana hati sedang berduka dan trauma akan peristiwa pembunuhan ibunya pas di depan matanya, kini ia mendapat teror, Nur mencoba menguatkan hatinya. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbarAsyhadu allaa ilaaha illallah, Asyhadu allaa ilaaha illallahAsyhadu anna muhammadar rosuulullah, Asyhadu anna muhammadar ro
"Bang, ngapain kita kesini?" Nur terlihat panik. "Emang kenapa Sayang, kan kita sudah suami istri, lagian aku ingin bersantai sejenak dan kamu juga bisa istirahat." Pipi Nur memanas saat Raihan memanggilnya dengan kata 'sayang'"Di rumah kan kita bisa istirahat.""Apa kamu yakin bisa bersantai di kamar saat ada mertua? Rasa tidak nyaman pasti ada sayang, kita menginap semalam dua malam disini, kamu tenangkan pikiran dan aku juga ingin istirahat, suamimu ini lelah, sayang." Masih asing bagi Nur mendengar kata Mertua, istri dan suami sehingga membuat Nur tertunduk malu. Nur mengikuti langkah kaki Raihan yang berjalan masuk ke arah lobby hotel, tangan kiri Raihan membawa tas Nur dan tangan kanannya menyeret koper kecil milik lelaki itu. Raihan berbicara sebentar dengan resepsionis dengan menunjukkan kode booking hotel melalui ponselnya, tidak berapa lama resepsionis memberi dua card pada Raihan. "Ayo Sayang,"ucap Raihan lembut, Nur kembali tertunduk malu karena Raihan memanggilnya
Raihan tersenyum tipis sekaligus semakin gemas dengan istrinya yang terlihat tersipu, ia hanya menggoda saja, tapi jika Nur yang menginginkan dia pun siap. "Kamu hari ini bersantai saja ya Sayang, jangan capek-capek.""Tapi Nur hendak ke kantor Bang, sekalian mau mengajukan surat cuti.""Di kantor ada Rizki, abang khawatir Nur.""Bang Rizki itu baik Bang, dia cuma belok, lagian dia sudah menerima jika Nur sama Abang."Raihan tampak berpikir sebentar. "Tapi kamu tetap jaga jarak dengan Rkzky ya Sayang, abang serius khawatir karena orang seperti itu kadang bisa berbuat nekat dan tak terduga. "Iya Bang, insya Allah semuanya baik-baik saja, Nur bisa jaga diri.""Ya sudah setelah ini Abang antar ke kantor ya, pulangnya abang jemput."Setelah Sarapan, Raihan mengantarkan Nur ke kantornya lalu ia pun pergi ke rumah sakit jiwa tempat di mana Fitri berada. "Saya mau bertemu suster Santi, apakah dia ada?""Silahkan duduk dulu Pak, saya akan memanggil suster Santi," ucap salah satu perawat l
"Centil kali kau Dek, bikin abang tidak tahan lagi," ucap Sumanto dengan nafas naik turun, Fitri memberikan kecup jauh pada lelaki setengah tua, tingkah Fitri mampu menggelitik sukma Sumanto yang memang sudah lama menduda semenjak kematian istrinya tiga tahun yang lalu, mendapatkan gratisan di tengah ekonomi sulit seperti ini bagai mendapat durian runtuh, apalagi Fitri cantik dan masih muda bagi Sumanto, urusan dia gila, tidak masalah yang penting hasratnya terpenuhi. Malam Pun tiba, sedari tadi Sumanto sudah mondar mandir mencari waktu yang pas, jam sembilan malam ke atas baru suasana agak lengah dan Sumanto berjalan perlahan menuju kamar Fitri. "Abang lama sekali, Fitri sudah tak sabar ingin merasakan dekapan tubuh gagah abang," ucap Fitri pelan hampir seperti berbisik saat melihat lelaki tua kerempeng tapi dengan mengada-ngada Fitri mengatakan kalau tubuh lelaki itu gagah, kalau masalah merayu dan menjebak lelaki hidung belang, Fitri lah yang paling jago, definisi buaya betina b
Tamu sudah tampak mengantri ingin salaman dengan kedua mempelai, jarak Fitri semakin dekat dan kini dia sudah berdiri di atas pelaminan dan masih mengantri dengan beberapa tamu lagi, hingga tibalah saatnya Fitri, dengan cepat wanita yang sedang memakai cadar itu merogoh saku gamis yang tertutup jilbab panjang. Dor. Dor. Dor. "Matilah kau, pelakor syariah!""Ya Allah, Nur!" Semua orang berlarian kesana dan kemari saat mendengar suara tembakan, pihak EO dan security segera mengamankan Fitri, pesta pernikahan yang tadinya berlangsung begitu romantis dan damai kini menjadi ricuh. *****Malam sebelum resepsi. "Kenapa Nur memandang wajah abang terus?""Nur bahagia bang bisa menjadi istri, abang.""Pasti dong Sayang, karena abang juga bahagia bisa menjadi suami Nur, insya allah till jannah, Sayang.""Jangan bilang seperti itu, Bang.""Amin,tapi kalau Nur dipanggil duluan sama Allah, bagaimana Bang?" "Loh, kenapa Nur berkata seperti itu?""Yah … kan kita tidak tau takdir seseorang Ba
"Kamu siapa? Dan ada perlu, apa?" Setelah menatap sebentar, Raihan menundukkan pandangannya karena tidak ingin menatap lawan jenis yang bukan muhrimnya terlalu lama. "Saya, Nabila, Abang. anaknya–Bu Hajjah Ema–salah satu anggota DPRD di kota ini," ucap wanita yang bernama Nabila tersebut. "Oh, iya, saya Raihan. Maaf, saya sedang sibuk," ucap Raihan dengan sopan, karena memang ia ingin mulai bekerja setelah selama dua bulan ia hanya berdiam diri meratapi kesedihannya setelah kepergian 'Nur'. "Nanti, bolehkah kita makan siang, bareng?" tanya wanita itu sambil berjalan ragu-ragu mendekat ke arah Raihan. "Maaf, saya sedang sibuk," ucap Raihan kalem sambil matanya berusaha fokus pada layar laptopnya, wanita yang bernama Nabila itu memberengut, lalu keluar dari ruangan kerja Raihan. "Mah, lelaki itu dingin sekali, bahkan dia tak menoleh pada Nabila, padahal Nabila sudah berhijab seperti yang Mamah usulkan," ucap Nabila berbicara melalui sambungan telepon pada ibunya. "Sabar Nabila, Ra
"Apa engkau yakin hendak pergi ke desa Asam Rawa?" tanya Umi Maryani sambil menatap iba pada Raihan. "Insya Allah Umi, terlalu sakit jika terus berada di tempat ini, bayang-bayang Nur semakin membuat Raihan semakin tersiksa.""Bagaimana dengan bisnis yang sudah kau rintis?""Kaki tangan Raihan banyak, Mi, lagian sekarang semua serba canggih, memantau pekerjaan bisa dimana saja, lagian Raihan juga capek dengan segala pendekatan anak dari teman-teman Umi, yang terakhir Raihan difitnah melecehkan, dan ada lagi, sms misterius, Raihan akan mengganti nomor biar tidak diganggu lagi.""Maafkan Umi telah merekomendasikan beberapa anak temanya Umi, cuma pengen lihat kamu move on dan tidak terpuruk lagi, Umi cuma takut kejiwaan terganggu," ucap Umi Maryani dengan sangat hati, Raihan hanya mesem. "Insya Allah enggak Umi, Raihan cuma ingin menenangkan hati sementara waktu sambil melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia jika bermanfaat bagi sesama, siapa tau denga