"Bang, ngapain kita kesini?" Nur terlihat panik. "Emang kenapa Sayang, kan kita sudah suami istri, lagian aku ingin bersantai sejenak dan kamu juga bisa istirahat." Pipi Nur memanas saat Raihan memanggilnya dengan kata 'sayang'"Di rumah kan kita bisa istirahat.""Apa kamu yakin bisa bersantai di kamar saat ada mertua? Rasa tidak nyaman pasti ada sayang, kita menginap semalam dua malam disini, kamu tenangkan pikiran dan aku juga ingin istirahat, suamimu ini lelah, sayang." Masih asing bagi Nur mendengar kata Mertua, istri dan suami sehingga membuat Nur tertunduk malu. Nur mengikuti langkah kaki Raihan yang berjalan masuk ke arah lobby hotel, tangan kiri Raihan membawa tas Nur dan tangan kanannya menyeret koper kecil milik lelaki itu. Raihan berbicara sebentar dengan resepsionis dengan menunjukkan kode booking hotel melalui ponselnya, tidak berapa lama resepsionis memberi dua card pada Raihan. "Ayo Sayang,"ucap Raihan lembut, Nur kembali tertunduk malu karena Raihan memanggilnya
Raihan tersenyum tipis sekaligus semakin gemas dengan istrinya yang terlihat tersipu, ia hanya menggoda saja, tapi jika Nur yang menginginkan dia pun siap. "Kamu hari ini bersantai saja ya Sayang, jangan capek-capek.""Tapi Nur hendak ke kantor Bang, sekalian mau mengajukan surat cuti.""Di kantor ada Rizki, abang khawatir Nur.""Bang Rizki itu baik Bang, dia cuma belok, lagian dia sudah menerima jika Nur sama Abang."Raihan tampak berpikir sebentar. "Tapi kamu tetap jaga jarak dengan Rkzky ya Sayang, abang serius khawatir karena orang seperti itu kadang bisa berbuat nekat dan tak terduga. "Iya Bang, insya Allah semuanya baik-baik saja, Nur bisa jaga diri.""Ya sudah setelah ini Abang antar ke kantor ya, pulangnya abang jemput."Setelah Sarapan, Raihan mengantarkan Nur ke kantornya lalu ia pun pergi ke rumah sakit jiwa tempat di mana Fitri berada. "Saya mau bertemu suster Santi, apakah dia ada?""Silahkan duduk dulu Pak, saya akan memanggil suster Santi," ucap salah satu perawat l
"Centil kali kau Dek, bikin abang tidak tahan lagi," ucap Sumanto dengan nafas naik turun, Fitri memberikan kecup jauh pada lelaki setengah tua, tingkah Fitri mampu menggelitik sukma Sumanto yang memang sudah lama menduda semenjak kematian istrinya tiga tahun yang lalu, mendapatkan gratisan di tengah ekonomi sulit seperti ini bagai mendapat durian runtuh, apalagi Fitri cantik dan masih muda bagi Sumanto, urusan dia gila, tidak masalah yang penting hasratnya terpenuhi. Malam Pun tiba, sedari tadi Sumanto sudah mondar mandir mencari waktu yang pas, jam sembilan malam ke atas baru suasana agak lengah dan Sumanto berjalan perlahan menuju kamar Fitri. "Abang lama sekali, Fitri sudah tak sabar ingin merasakan dekapan tubuh gagah abang," ucap Fitri pelan hampir seperti berbisik saat melihat lelaki tua kerempeng tapi dengan mengada-ngada Fitri mengatakan kalau tubuh lelaki itu gagah, kalau masalah merayu dan menjebak lelaki hidung belang, Fitri lah yang paling jago, definisi buaya betina b
Tamu sudah tampak mengantri ingin salaman dengan kedua mempelai, jarak Fitri semakin dekat dan kini dia sudah berdiri di atas pelaminan dan masih mengantri dengan beberapa tamu lagi, hingga tibalah saatnya Fitri, dengan cepat wanita yang sedang memakai cadar itu merogoh saku gamis yang tertutup jilbab panjang. Dor. Dor. Dor. "Matilah kau, pelakor syariah!""Ya Allah, Nur!" Semua orang berlarian kesana dan kemari saat mendengar suara tembakan, pihak EO dan security segera mengamankan Fitri, pesta pernikahan yang tadinya berlangsung begitu romantis dan damai kini menjadi ricuh. *****Malam sebelum resepsi. "Kenapa Nur memandang wajah abang terus?""Nur bahagia bang bisa menjadi istri, abang.""Pasti dong Sayang, karena abang juga bahagia bisa menjadi suami Nur, insya allah till jannah, Sayang.""Jangan bilang seperti itu, Bang.""Amin,tapi kalau Nur dipanggil duluan sama Allah, bagaimana Bang?" "Loh, kenapa Nur berkata seperti itu?""Yah … kan kita tidak tau takdir seseorang Ba
"Kamu siapa? Dan ada perlu, apa?" Setelah menatap sebentar, Raihan menundukkan pandangannya karena tidak ingin menatap lawan jenis yang bukan muhrimnya terlalu lama. "Saya, Nabila, Abang. anaknya–Bu Hajjah Ema–salah satu anggota DPRD di kota ini," ucap wanita yang bernama Nabila tersebut. "Oh, iya, saya Raihan. Maaf, saya sedang sibuk," ucap Raihan dengan sopan, karena memang ia ingin mulai bekerja setelah selama dua bulan ia hanya berdiam diri meratapi kesedihannya setelah kepergian 'Nur'. "Nanti, bolehkah kita makan siang, bareng?" tanya wanita itu sambil berjalan ragu-ragu mendekat ke arah Raihan. "Maaf, saya sedang sibuk," ucap Raihan kalem sambil matanya berusaha fokus pada layar laptopnya, wanita yang bernama Nabila itu memberengut, lalu keluar dari ruangan kerja Raihan. "Mah, lelaki itu dingin sekali, bahkan dia tak menoleh pada Nabila, padahal Nabila sudah berhijab seperti yang Mamah usulkan," ucap Nabila berbicara melalui sambungan telepon pada ibunya. "Sabar Nabila, Ra
"Apa engkau yakin hendak pergi ke desa Asam Rawa?" tanya Umi Maryani sambil menatap iba pada Raihan. "Insya Allah Umi, terlalu sakit jika terus berada di tempat ini, bayang-bayang Nur semakin membuat Raihan semakin tersiksa.""Bagaimana dengan bisnis yang sudah kau rintis?""Kaki tangan Raihan banyak, Mi, lagian sekarang semua serba canggih, memantau pekerjaan bisa dimana saja, lagian Raihan juga capek dengan segala pendekatan anak dari teman-teman Umi, yang terakhir Raihan difitnah melecehkan, dan ada lagi, sms misterius, Raihan akan mengganti nomor biar tidak diganggu lagi.""Maafkan Umi telah merekomendasikan beberapa anak temanya Umi, cuma pengen lihat kamu move on dan tidak terpuruk lagi, Umi cuma takut kejiwaan terganggu," ucap Umi Maryani dengan sangat hati, Raihan hanya mesem. "Insya Allah enggak Umi, Raihan cuma ingin menenangkan hati sementara waktu sambil melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia jika bermanfaat bagi sesama, siapa tau denga
"Tenang-tenang bapak-bapak, ibu-ibu, gadis ini adikku yang baru pulang dari Jakarta, jadi wajar saja aku menjaganya dan mengajaknya pulang, karena aku takut dia berkeliaran di kota medan ini.""Tapi ga perlu pakai memaksa kan Kak? Aku ini sudah 23tahun, bukan boneka yang harus diseret seperti itu!""Kau mau kemana rupanya Dek?" tanya seorang Bapak. "Mau ke desa Asam Rawa, dekat Rantau Bersiul.""Kenapa kau tak mau ikut kakakmu, ini?""Ada sesuatu hal yang tidak bisa saya jelaskan disini Pak, intinya saya tidak mau ikut, apalagi sedari tadi lelaki itu, matanya jelalatan melihat saya," ucap Nirmala sambil menunjuk si Rudi, lelaki itu menundukkan kepalanya semakin dalam karena kini semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan geram. "Kalau adek ini tak mau ikut dengan kalian, janganlah kalian paksa, main tarik saja kayak karung beras kalian bikin."Dengan wajah tekuk sembilan Melda dan Rudi pergi meninggalkan bandara karena merasa tidak enak, gerak gerik mereka di pantau banyak mata.
"Allahuakbar!" seru Nirmala, tidak habis pikir dengan kelakuan iparnya itu. "Bohong kau, Nirmala.""Bu, ayo cepat kita habiskan minumannya, kita kembali ke bus saja." Nirmala dan si ibu yang bernama Nek Halimah cepat menghabiskan teh mereka yang memang sudah hangat dan pas untuk diminum, setelah membayar lalu Nirmala menggandeng tangan Nek Halimah kembali masuk ke dalam bus. Tidak ia hiraukan ucapan-ucapan Melda, sesekali Nirmala hanya menarik nafas, ingin memaki, tapi ingat lagi petuah almarhum ayahnya jika kita melawan orang gila maka kita sama saja gilanya seperti orang tersebut, jika bisa menghindar ya menghindarlah kecuali kalau terdesak atau kelewat batas maka kau harus bersuara untuk membungkam suatu kemungkaran. Tidak berapa lama sang supir dan kenek juga naik ke dalam bus karena memang sudah waktunya jalan, Melda yang awalnya hendak ikut naik mengikuti Nirmala mengurungkan niatnya dan segera turun saat mesin bus dinyalakan dan kernet hendak menutup pintu bus.Bus malam anta