Hilda dan Tamara sedang duduk di teras samping rumah. Mereka sedang membicarakan sesuatu yang sangat rahasia.
"Mommy, bagaimana ini?" tanya Tamara kepada Hilda. Terlihat wajah ber-make up itu sangat gelisah.
"Sebaiknya kita pikirkan bagaimana caranya agar Ariana tidak jadi mengusir kita," jawab Hilda berbisik.
Langit malam tanpa bintang menjadi saksi perbincangan rahasia ibu dan anak ini. Bahkan hembusan angin malam yang dingin itu tidak menyurutkan kedua orang itu untuk masuk ke dalam rumah.
"Begini saja Ariana sudah sangat marah. Bagaimana kalau dia tahu kita yang menyebabkan dia keguguran sampai tiga kali," gerutu Tamara dengan menghentakan kaki.
"Diam kamu! Bagaimana kalau ada yang mendengar?" ujar Hilda menutup mulut Tamara dengan dua tangannya.
Wanita itu pun mengangguk. Dia sering berbuat bodoh dan membuat Hilda kesal.
"Tapi, itu 'kan benar. Mommy sudah membuat dia kehilangan bayinya. Bahkan sampai tiga kali!" bisik Tamara dengan memasang wajah kesal, karena kena omelan sang ibu.
"Mommy terpaksa melakukan hal itu. Bagaimana kalau dia punya ahli waris dan semua harta itu diberikan pada anaknya nanti? Kamu mau hidup menggelandang di hari tua nanti!" bentak Hilda dengan mata yang membelalak dan tatapan tajam.
"Mommy tidak perlu memelototi aku seperti itu!" teriak Tamara marah bercampur kesal. Dia paling tidak suka jika ada yang memperlakukan dirinya demikian
"Itu karena kamu bodoh, Tamara!" pekik Hilda dengan tangan kanan meremas lengan Tamara, karena gemas akan kebodohan anaknya.
Tamara mengaduh dan melepaskan tangan Hilda. Terlihat jelas bekas tanda merah di tangannya, dia pun mengusap-usap sambil meringis.
"Bukannya akan lebih bagus kalau aku punya keponakan yang lucu," kata Tamara dengan bibir yang mengerucut.
Tanpa mereka sadari kalau Ariana sejak tadi mendengarkan ucapan mereka berdua. Air mata Ariana jatuh membasahi pipi. Dia teringat kembali akan kejadian beberapa tahun yang lalu. Ariana hamil dan mengalami keguguran saat usia calon bayinya memasuki 4 bulan karena tertabrak motor. Dia pertama kali hamil saat usia pernikahannya dengan Enzo memasuki tahun ke-3. Kebahagiaan yang mereka rasakan itu hanya berlangsung selama 1 bulan. Betapa sedihnya Ariana dan Enzo saat tahu bayi mereka tidak bisa diselamatkan.
Ariana dan Enzo kembali melakukan program kehamilan, dua tahun pasca keguguran. Di kehamilan yang kedua itu awalnya juga berjalan lancar. Usia kandungan Ariana memasuki minggu ke-7, dia mengalami pendarahan hebat. Dia dan dokter kandungan yang memantau pun tidak mengerti kenapa hal ini bisa terjadi. Akhirnya, Ariana kembali harus kehilangan sang buah hati.
Kemudian, beberapa minggu yang lalu, Ariana kembali mendapat kabar gembira. Dia akhirnya bisa mengandung kembali. Saat dia cek usia kehamilan, ternyata sudah 6 minggu. Lagi-lagi dia harus mengalami keguguran karena jatuh dari anak tangga. Betapa hancur hati Ariana yang sudah 3 kali kehilangan buah cintanya bersama Enzo.
Kini dia tahu kalau semua kejadian itu adalah ulah mertua, yang tidak menginginkan adanya penerus. Ariana sangat marah dan ingin membalas semua kejahatan mertua dan adik iparnya ini. Ingin rasanya dia memasukan kedua orang itu ke dalam penjara. Namun, dia tidak punya bukti apa pun.
"Aku akan menuntut balas kepada kalian! Berani-beraninya kalian melakukan hal ini kepadaku!" gumam Ariana, kemudian berlalu dari sana.
Masalah keguguran dia yang pertama sudah terlalu lama kejadiannya. Begitu juga saat ini, dia tidak punya rekaman video atau audio. Tidak ada cctv di teras halaman samping, adanya rekaman cctv yang mengarah ke sana. Namun, tidak akan terlihat gerak bibir Hilda dan Tamara.
***
Ariana pun menghubungi Olivia, kembaran Oliver. Sahabat baiknya itu merupakan seorang dokter ahli jantung. Ariana lalu menceritakan apa yang baru saja dia lihat dan dengar.
"Kumpulkan saksi yang bisa menguatkan kamu atas kejahatan yang dilakukan oleh Hilda dan Tamara. Misal suruh mereka menulis keseharian mereka beberapa waktu yang lalu, dengan jujur. Siapa tahu ada diantara mereka menuliskan sesuatu yang sangat penting bagi kamu."
"Benar juga, aku akan interogasi mereka."
"Kamu juga harus berhati-hati terhadap mereka. Bisa saja mereka juga akan mencelakai kamu."
"Iya. Terima kasih atas perhatian kamu ini. Hanya kamu dan Oliver yang benar-benar sayang sama aku dengan tulus."
"Sampai kapan pun aku dan Oliver akan selalu menyayangi kamu."
Ariana akan memulai pembalasan untuk keluarga suaminya. Dia sudah membulatkan tekad untuk membuat orang-orang itu merasakan kesakitan seperti yang dia pernah rasakan.
***
Saat sarapan Ariana tidak menghiraukan keberadaan suami, mertua, dan adik iparnya di meja makan. Dia makan dengan tenang meski ada 3 pasang mata yang terus memperhatikan dirinya.
"Honey, aku ingin—"
"Aku sudah menyuruh pengacara untuk mengurus perceraian kita," potong Ariana lalu memasukan makanannya ke dalam mulut.
"Apa tidak ada maaf bagiku?" tanya Enzo dengan menatap sendu.
"Sudah berapa lama kamu dan Caroline menjalin hubungan?" Ariana malah balik bertanya tanpa menghiraukan perkataan suaminya.
"Belum lama ini. Karena aku ingin punya keturunan, Honey," jawab Enzo dengan lembut.
Hilda dan Tamara menatap Ariana dengan intens dan diam. Keduanya sedang menikmati sarapan hari terakhir di rumah mewah milik Ariana. Mereka juga mulai merutuki kebodohan Enzo. Gara-gara dirinya mereka ikut menjadi korban.
Senyum lebar dan penuh ejekan terlukis di wajah Ariana. Dia lalu melemparkan beberapa foto Enzo dengan Caroline, ke depan suaminya.
Mata Enzo terbelalak saat melihat foto-foto dirinya bersama Caroline dari beberapa tahun yang lalu. Lidah dia terasa kelu dan tidak bisa bicara. Matanya menatap Ariana dengan ketakutan.
"Belum lama? Iya, benar juga, sih. Baru tiga tahun sedangkan kamu dan aku sudah menjalin hubungan sudah sebelas tahun. Aku rasa ini sudah cukup lama, ya. Jadi, pastinya bosan dan ingin mengakhiri ini semua," kata Ariana mengejek Enzo.
"Honey …." Enzo sudah tidak bisa mengelak lagi.
"Aku harap kedepannya kita tidak akan pernah saling berhubungan lagi," ujar Ariana sambil berdiri, kemudian meninggalkan ruang makan.
Baru juga Ariana berjalan beberapa langkah, dia membalikkan badannya dan berkata dengan tegas, "Aku harap hari ini kalian semua sudah meninggalkan rumah aku ini!"
Terlihat jelas pancaran kebencian dari sorot mata ketiga orang itu. Namun, Ariana tidak mau ambil pusing dengan itu, karena dia juga sama bencinya kepada mereka.
***
Ariana pergi ke kantor diantarkan oleh supir pribadi. Dia biasanya selalu pergi ke mana-mana seorang diri. Namun, saat ini kesehatannya masih dalam proses pemulihan. Jadi, tidak boleh terlalu capek.
"Andrew kamu bisa istirahat di ruang karyawan jika bosan menunggu aku kerja nanti," kata Ariana sambil membalas pesan dari Oliver.
"Kalau bisa, izinkan saya duduk di dekat pintu ruang kerja Anda, Madam. Daddy berpesan agar aku selalu berada di dekat Madam," ucap Andrew.
"Baiklah. Terserah kamu saja," balas Ariana sambil melihat ke arah luar jendela.
Tiba-tiba ada kendaraan yang melaju berlawanan arah. Andrew sudah membunyikan klakson beberapa kali kalau kendaraan itu sudah salah jalur karena melawan arah. Namun, mobil itu tidak ada niatan untuk ke jalur yang seharusnya.
"Sial!" umpat Andrew sambil banting setir.
"Ada apa Andrew?" tanya Ariana sambil berpegangan pada sandaran kursi di depannya.
"Ada yang mencoba berbuat buruk, Madam. Mobil barusan berpapasan dengan kita itu melaju berlawanan arah," jawab Andrew.
"Berhati-hatilah!" titah Ariana.
Tidak lama kemudian si kuda besi yang tadi hampir menabrak, kini menyalip mobil Ariana dari arah belakang dan membuat Andrew terkejut. Dia pun banting setir lagi untuk menghindari tabrakan. Akan tetapi, kali ini laju kendaraannya tidak bisa dikuasai oleh Andrew.
"Madam, keadaan gawat. Bisakah Anda melompat ke luar!" teriak Andrew sambil mencoba mengendalikan setir dan remnya.
"Kenapa?" tanya Ariana panik.
"Remnya blong!" jawab Andrew dengan nada bicara yang agak meninggi.
"Oh, Tuhan. Bagaimana bisa ini terjadi?" lirih Ariana.
"Sial! Madam tidak akan sempat!" teriak Andrew lagi.
Ariana pun membuka sabuk pengamannya. Belum juga membuka pintu mobil, kendaraan itu sudah jatuh ke jurang yang di bawahnya ada laut. Mobil yang ditumpangi oleh Ariana dan Andrew jatuh ke dalam laut dan meledak karena banyak terumbu karang di sana.
***
"Ada mayat! Tolong, ada mayat!" teriak seorang nelayan dan membuat terkejut orang yang tidak jauh dari bibir pantai."Mana?" Banyak orang berbondong-bondong menghampiri nelayan itu.Mereka melihat ada perempuan dengan luka yang sangat parah di sekujur tubuhnya. Mayat itu berada di tepi pantai, karena tersapu oleh ombak."Cepat hubungi 911, kita laporkan temuan mayat ini!" titah seseorang.Sekitar 30 menit datang ambulance dan polisi. Mereka mengevakuasi mayat temuan itu, dan membawanya ke rumah sakit terdekat."Dia masih hidup!" pekik tim medis agak terkejut begitu memeriksa keadaan nadi Ariana."Apa? Cepat selamatkan nyawanya!" Beberapa dokter langsung memasukan ke ruang operasi."Apa ada kartu identitas milik korban?" tanya salah seorang polisi yang ikut ke rumah sakit."Tidak ada, Pak. Korban hanya memakai kalung ini saja yang bisa jadi bahan identifikasi. Kecuali jika korban selamat, baru bisa di ajukan pertanyaan tentang identitas dia," jawab tim medis.***"Dokter bagaimana kead
Alice menginjakan kakinya kembali di tanah kelahirannya. Kini, dia sudah menjadi sosok wanita pebisnis ulung. Uang modal yang dia terima dari Dokter Giovanni berhasil dia kembangkan. Selama dua tahun ini, Alice sukses di bidang perhotelan dan restoran. Dia membeli hotel dan restoran yang sudah bangkrut dengan harga murah. Lalu, dia renovasi, dikelola dengan manajemen yang sudah handal dan melakukan promosi besar-besaran. Memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya agar mereka merasa puas. Setelah berhasil di negara bagian Arizona, sekarang dia mengembangkan usahanya merambah ke bidang produksi barang rumah tangga. Dia mengincar perusahaan PT. Graham yang memproduksi barang-barang furniture. Selain membuat produk, dia juga membeli sedikit sahamnya.Alice mengajukan ingin bekerja sama terlebih dahulu kepada perusahaan itu, untuk mendesain barang khusus untuk hotel dan restoran miliknya. Hari ini rencananya dia akan bertemu dengan CEO dari perusahaan itu. Dia adalah Alejandro Grey, a
Bab 6 Tubuh Alice membeku saat Enzo berdiri di depannya. Kedua netra mereka saling bersirobok. Dalam hati Alice terus mengucapkan mantra untuk membuat dirinya tetap kuat dan tenang. Dia sekarang adalah Alice White dan bukan Ariana Brown. "Kenalkan, Enzo Grey," kata laki-laki itu mengulurkan tangannya ke arah Alice, dengan diiringi senyum hangatnya. Caroline yang berdiri di samping Enzo melotot ke arah perempuan yang datang bersama adik ipar. Dia tidak suka padanya, karena penampilan Alice itu memperlihatkan lekuk tubuh yang indah. Gaun yang dipakai juga merupakan keluaran terbaru dari merk terkenal. "Alice White," balas Alice sambil menerima uluran tangan dari mantan suami Ariana. Alice bersorak dalam hati saat melihat ada pancaran marah dan cemburu dari kedua mata milik Carolin. Entah kenapa dirinya merasa sangat senang dan puas. Wanita itu ingin membuat mantan sahabatnya merasakan rasa sakit karena pengkhianatan oleh laki-laki yang dicintai. Alejandro terlihat tidak suka saat E
Bab 7 Alice menemui Oliver dan Olivia, mereka berjanji untuk membicarakan langkah-langkah yang akan dia lakukan agar secepatnya bisa mendekati Hilda dan Enzo. Orang ketiga itu makan siang bersama di apartemen milik Alice. "Jangan-jangan nanti kamu jatuh cinta beneran ke Alejandro," kata Oliver sambil tertawa terbahak. Alice mendelikkan mata dan mencebikkan mulutnya. Dia merasa menyesal karena sudah menceritakan apa yang sudah dia lakukan dengan mantan adik ipar, kemarin. "Setahu aku, Alejandro belum pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bahkan banyak yang menduga kalau dia menyimpang. Tapi, tidak ada yang tahu siapa yang menjadi kekasihnya," ujar Olivia. Usia Alejandro terpaut 2 tahun dari Ariana dan Enzo. Laki-laki itu merupakan adik kelas mereka. Hanya saja memiliki postur tubuh yang tinggi, sehingga sering di sangka senior atau lebih tua dari kedua orang itu. Ditambah orangnya pendiam dan jarang tersenyum. "Hei, saat ini aku adalah Alice White. Jadi, aku akan bertind
Bab 8 Hilda dan Tamara merasa sangat senang saat Alice mengajak mereka berbelanja. Mereka sibuk memilih baju keluaran terbaru dari perancang busana terkenal di dunia. Senyum bahagia selalu menghiasi wajah keduanya yang dikasih make up seharga ratusan dollar. "Alice, mommy ingin membeli gaun yang ini," ucap Hilda dengan sedikit rayuan. Wanita paruh baya itu memutar badannya sambil melihat ke arah cermin. Gaun dengan harga ribuan dollar itu sangat bagus dan terlihat cocok di tubuh ibunya Alejandro. Meski Hilda sudah berusia di atas 50 tahun, tetapi dia masih terlihat seperti berusia 40 tahunan. "Cocok sekali baju itu untukmu, Mommy! Kalau mau boleh ambil, biar aku yang bayar nanti," ujar Alice dengan senyum cantiknya memuji wanita itu. "Oh, terima kasih, Alice. Kamu memang wanita terbaik dan pantas untuk putraku," kata Hilda sambil memeluk tubuh Alice dengan lembut. M Melihat hal itu membuat Tamara tidak mau kalah dengan sang ibu. Perempuan itu pun merayu Alice agar mau membelikan
Bab 9 "Ale," lirih Alice. "Iya, ada apa?" tanya Alejandro sambil menahan tubuh wanita itu karena terlihat bergetar. "Aku takut," jawab Alice yang kini bisa memutarkan kepalanya menghadap ke arah sang kekasih. Terlihat wajahnya yang pucat dengan bibir bergetar. Tatapan mata yang tersirat akan ketakutan. "Tenang, kamu jangan takut terjatuh, karena aku akan memeluk tubuhmu. Jika kamu takut cukup pejamkan mata dan bayangkan saja taman bunga yang indah," lanjut Alejandro tepat di samping telinga kanan Alice agar bisa didengar semua ucapannya. Alice menuruti semua ucapan Alejandro. Bahkan dia tidak sadar saat sky boat miliknya sudah sampai di dekat pelabuhan kecil. Pasangan itu turun dengan cara yang romantis di mata Hilda. Di mana Alejandro menggendong Alice dengan ala bridal style. "Ale, ada apa dengan Alice?" tanya Hilda dengan raut wajah penuh kecemasan. Sebenarnya Alice sudah merasa baik dan ketakutannya juga hilang saat calon suami dia membawa dirinya turun dari sky boat . Wan
Bab 10 Sudah satu minggu berlalu setelah mereka pulang dari liburan bersama. Sikap Alejandro kepada Alice semakin posesif. Bahkan dia ingin agar hubungan mereka segera bisa bersatu dalam ikatan pernikahan. "Alice, izinkan aku menemui kedua orang tuamu," kata Alejandro ketika mereka makan malam bersama di apartemen wanita itu. Alice berpikir apa hubungan dirinya dengan Alejandro terlalu cepat atau malah bagus untuk memperlancar tujuan dia. Wanita itu tidak mau kalau sampai salah strategi, dia harus bisa membalas semua kejahatan mantan suami, mertua, dan adik iparnya. "Akan aku tanyakan dulu, apa mommy dan daddy punya waktu," balas Alice sambil tersenyum manis kepada laki-laki yang kini duduk di depannya. "Ya, aku harap mereka punya waktu luang. Sungguh aku ingin secepatnya bisa menikahimu," ucap Alejandro dengan tatapan penuh damba kepada sang kekasih. Setelah mereka makan malam, dilanjutkan dengan menonton film bersama. Di pertengahan pemutaran film terjadi adegan panas dan itu m
Bab 11 Alejandro melihat ada ibu, adik, dan kakak iparnya, tetapi dia diam saja. Tidak ada keinginan dia untuk menyapa mereka. Hubungan laki-laki itu dengan keluarganya memang terkesan kaku dan dingin. Ini yang membuat Ariana merasa heran dari dahulu. Bukan hanya sikap Alejandro yang dingin kepada keluarganya. Begitu juga dengan mereka yang tidak peduli, seakan-akan kalau laki-laki itu bukan dari bagian mereka. Alice diam-diam mengikuti mereka dari belakang. Dia sempatkan membeli topi dan kacamata untuk dirinya dan juga untuk Alejandro. Dengan penyamaran seadanya wanita itu mengikuti target. 'Kita sekarang seperti sedang menjadi seorang penguntit?' (Alejandro) "Mommy, baju ini sangat bagus! Cocok untuk dipakai ke acara ulang tahun perusahaan besok," kata Tamara sambil menunjukan gaun dengan model tanpa lengan, tetapi kain itu menjuntai sampai ke bawah kaki. Baju berwarna merah marun itu sangat pas di tubuh dengan bagian punggung terbuka hanya ada beberapa tali silang. "Iya, bagus
Bab 31Alice mendatangi apartemen Olivia karena ada kabar dari kelanjutan hasil pemerikasaan sidik jari tempo hari. Selain itu dia juga akan memberikan kejutan untuk calon pengantin itu.Kini semua orang berkumpul di ruang tengah. Mereka duduk di sofa saling berhadapan dan hanya terhalang oleh meja."Ini data hasil laporan dari Morgan. Hasilnya sudah diketahui nama seseorang, tetapi aku tidak mengenal orang ini. Mungkin kamu mengenal dia," ucap Oliver sambil menyerahkan sebuah amplop kepada Alice.Alice pun membaca data orang yang ditemukan sidik jarinya di semua mobil milik Ariana. Nama yang tertera di sana adalah Evans Blue. Tentu saja bagi Alice nama ini terasa asing, tetapi saat melihat foto wajah orang itu, Alice merasa tidak asing."Apa kamu tahu orang itu?" tanya Oliver yang menatap ke arah Alice sejak tadi.Alice membaca data tentang orang yang bernama Evans Blue berulang kali takut ada bagian yang terlewat. Bahkan foto dirinya pun dia perhatikan baik-baik."Aku ... ragu akan i
Bab 31"Apa mommy tidak curiga kepada wanita ini? Aku merasa kalau dia itu seperti menyembunyikan sesuatu dari kita," ujar Caroline dan membuat semua orang yang ada di sana menatap dengan ekspresi terkejut."Apa maksud kamu, Caroline?" Hilda menatap tajam kepada menantunya. Terlihat jelas pancaran mata wanita itu terlihat tidak suka dengan sikap dari istri Enzo.Alice sendiri berusaha menahan diri agar jangan sampai dia melakukan sesuatu yang mencurigakan. Perempuan ini menggenggam ujung baju dengan erat untuk menenangkan dirinya.Alejandro pun menggenggam tangan Alice dengan lembut. Laki-laki ini berusaha untuk memberikan ketenangan dan kekuatan kepada sang kekasih.Caroline sejak tadi terus memperhatikan setiap gerak-gerik dari Alice. Apa pun yang dilakukan oleh wanita itu akan terus dia lihat."Ya aku bicara seperti ini bukan karena tanpa sebab. Dia itu suka ada di saat kita mengalami sesuatu yang buruk. Aku curiga kalau itu semua adalah perbuatannya," ucap Caroline dengan tatapan s
Bab 30 Wajah Alice mendadak pucat saat mendengar suara Enzo. Laki-laki itu tiba-tiba saja muncul di sana. Entah sejak kapan dia berada di lantai satu ini. Senyum manis pun terukir dari bibir sensual milik Alice. Wanita itu berjalan ke arah Enzo sekitar lima langkah. "Aku haus dan tidak ada air di nakas kamar. Makanya aku pun ke dapur untuk mengambil air minum," ucap Alice dengan pelan. Enzo pun menarik tubuh Alice sampai menempel pada badannya. Laki-laki itu hendak mencium bibir sang perempuan, tetapi dengan gesit wanita itu memalingkan wajah dan memundurkan kepalanya. "Kamu jangan kurang ajar Enzo. Hanya Ale yang boleh mencium bibirku," desis Alice dengan ekspresi kesal dan marah. "Kamu sangat menggoda Alice dan membuat aku selalu diliputi rasa bergairah jika dekat dengan dirimu," aku Enzo dengan suara yang menggoda. "Sana pergi dan rayu istrimu saja!" titah Alice sambil mendorong kuat tubuh suami dari Caroline itu sampai terlepas dan agak terdorong menjauh dari dirinya. Enzo
Bab 29Hilda pulang ke rumah dengan perasaan bahagia karena Alice dan Alejandro akan menginap di sana. Mereka makan malam bersama dan seperti biasa Alice memperlihatkan keromantisan bersama Alejandro. Tentu saja ini membuat Enzo kesal dan merutuki dalam hatinya. Berbeda dengan Caroline dengan menatap penuh benci kepada calon adik iparnya itu."Mom, di mana Tamara? Sepertinya belakang ini aku jarang sekali melihat dia," tanya Alice sambil melihat ke arah Hilda."Dia sedang sibuk berbisnis dengan teman-temannya. Sudah saatnya dia bekerja mencari uang. Jangan hanya bisa meminta kepada Enzo dan Ale," jawab Hilda dengan senyum tipisnya.Sebenarnya Alice tahu apa yang sedang dilakukan oleh Tamara. Wanita itu sering mendapat laporan dari orang kepercayaannya. Namun, dia biarkan saja sampai nanti waktu yang tepat untuk menghancurkan perempuan yang sudah membuat dirinya celaka dan kehilangan bayi di dalam kandungan beberapa tahun silam."Mommy sudah selesai menghubungi orang-orang yang akan men
Bab Tamara diam-diam masuk ke kamar ibunya. Wanita itu membuka perhiasan milik Hilda. Mata yang biasanya menatap sinis, kini terbelalak saat melihat banyaknya perhiasan di dalam kotak itu."Kalau aku ambil dua atau tiga, sepertinya tidak akan ketahuan," gumam Tamara sambil memilih model-model perhiasan lama.Bukan dua atau tiga perhiasan Hilda yang dibawa oleh Tamara, melainkan sekitar lima jenis perhiasan. Diantaranya kalung, sepasang anting, dua buah cincin, dan gelang rantai. Dia pun buru-buru memasukan perhiasan curian itu ke dalam sakunya. Lalu, dia pun menyimpan kembali kotak itu ke tempat semula.Uang milik Tamara sudah habis semua dan tidak bersisa sedikit pun. Wanita itu terlalu senang berfoya-foya dengan Robin sampai lupa batas. Jutaan dollar uang yang ada di tabungan bank sudah dihabiskan oleh dirinya dengaan kekasih barunya.Hari ini Tamara akan pergi bersenang-senang bersama Robin dan beberapa teman mereka. Sekarang bagi Tamara hal yang membuatnya bahagia adalah berkumpul
Bab 27Alice hanya melirik sekilas ke arah tangan Enzo. Lalu, dia memakai kembali blazer yang baru saja dibuka olehnya."Maaf, sekarang aku sedang sibuk mempersiapkan pernikahan aku dengan Ale. Tidak punya waktu luang untuk pergi berkencan ganda seperti anak remaja," sahut Alice.Mendengar ucapan Alice barusan perasaan Enzo merasa tersentil. Laki-laki itu hanya ingin bisa lebih mengenal dan sering bertemu dengan wanita yang akan menjadi adik iparnya."Maafkan aku Alice. Tadinya aku berpikir kalau kita sering bertemu akan mudah untuk saling mengenal sesama keluarga nantinya. Aku harap kedepannya kita bisa menjadi keluarga yang memiliki hubungan baik," ujar Enzo.Alice hanya diam sambil membuka beberapa gambar desain baju yang akan di-launching untuk 3 bulan yang akan datang. Bagi dia tidak perlu dengan melakukan kencan ganda pun dia sudah tahu orang seperti apa Enzo dan Caroline itu."Ya, sayangnya aku bukan orang yang suka pergi dengan orang yang jelas-jelas membenci aku. Takutnya yang
Bab 26Enzo mengikuti Hilda yang akan menemui orang yang tadi ditelepon olehnya. Laki-laki yang bernama Evans dan terasa tidak asing baginya nama itu.Mobil Hilda memasuki kawasan apartemen kelas menengah. Enzo berhenti di depan pintu masuk bangunan yang terdiri dari 10 lantai itu, agar tidak ketahuan oleh ibunya.Enzo memilih jalan kaki dan masuk ke sana dengan diam-diam. Lift menunjukkan lantai 7 saat berhenti, maka laki-laki itu pun naik ke sana untuk mencari tahu orang yang ditemui oleh ibunya.Saat sampai ke lantai itu tidak ada seorang pun yang bisa dia tanyai. Padahal hari masih menunjukkan pukul 18:30 petang. Senyum Enzo terukir saat melihat ada seorang perempuan muda keluar dari lift."Maaf, Nona. Di mana apartemen milik Evans?" tanya Enzo dengan ramah."Evans? Oh. Ini," jawab perempuan itu sambil menunjuk pintu di samping kanan Enzo, yang berarti sebelah kiri jika datang dari lift.Merasa ini adalah satu-satunya kesempatan dia untuk mengetahui informasi tentang lEvans, maka E
Bab 25Alice dan Alejandro menghabiskan waktu liburan bersama di kediaman George. Mereka ingin tahu siapa Chloe Ivory itu sebenarnya. Wanita yang sudah mengandung dan melahirkan Alejandro ke dunia ini."Ini adalah foto ibumu sejak masih bayi sampai dewasa," kata George sambil menyerahkan beberapa album foto yang di simpan di atas meja. Alejandro mengambil album foto yang paling atas. Potret yang tersimpan rapi di dalam sana adalah seorang bayi mungil yang lucu. Laki-laki mengusap wajah bayi perempuan itu dengan lembut. Ada getaran dalam tubuhnya saat melihat mata bening yang terpampang jelas di sana.'Mom.' Alejandro memanggil di dalam hatinya."Dia bayi yang cantik," ucap Alice dengan lirih.Air mata milik Alice pun tiba-tiba mengalir. Ada rasa rindu terhadap bayi-bayi yang pernah dia kandung dalam rahimnya. Seandainya saja mereka bisa lahir ke dunia ini, pastinya kehidupan dia akan terasa berbeda."Ya, kamu benar," balas Alejandro. Tangan kekar milik Alejandro membalik lembar album
Bab 24 Tamara pergi berlibur dengan Robin ke pantai Miami. Wanita itu benar-benar merasa sangat bahagia saat ini. Senyum lebar dan kerlingan mata cantiknya selalu menghiasi wajah dia. "Apa kamu menyukainya, Sayang?" tanya Robin sambil memeluk tubuh Tamara dari belakang. "Ya, aku sangat suka!" teriak Tamara, tapi suaranya tertelan suara deburan ombak. Angin pantai yang bertiup kencang menerbangkan rambut dan ujung kain sarung pantai mereka. Kini keduanya sedang berjalan di pinggir pantai, sesekali kali mereka terkena sapuan ombak. "Sayang, katanya akan ada pesta kembang api di kapal pesiar. Apa kamu mau ikut?" tanya Robin saat melihat iklan di layar Billboard yang ada di dekat hotel tempat mereka menginap. "Apa kamu ingin mendatangi pesta itu?" tanya Tamara balik. "Asalkan bersama denganmu, pasti akan menyenangkan," balas Robin dengan senyum tampannya yang membuat Tamara terpesona. "Baiklah kita ikut pesta itu," ucap Tamara akhirnya. Tamara harus mengeluarkan uang puluhan rib