"Ada mayat! Tolong, ada mayat!" teriak seorang nelayan dan membuat terkejut orang yang tidak jauh dari bibir pantai.
"Mana?" Banyak orang berbondong-bondong menghampiri nelayan itu.
Mereka melihat ada perempuan dengan luka yang sangat parah di sekujur tubuhnya. Mayat itu berada di tepi pantai, karena tersapu oleh ombak.
"Cepat hubungi 911, kita laporkan temuan mayat ini!" titah seseorang.
Sekitar 30 menit datang ambulance dan polisi. Mereka mengevakuasi mayat temuan itu, dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
"Dia masih hidup!" pekik tim medis agak terkejut begitu memeriksa keadaan nadi Ariana.
"Apa? Cepat selamatkan nyawanya!" Beberapa dokter langsung memasukan ke ruang operasi.
"Apa ada kartu identitas milik korban?" tanya salah seorang polisi yang ikut ke rumah sakit.
"Tidak ada, Pak. Korban hanya memakai kalung ini saja yang bisa jadi bahan identifikasi. Kecuali jika korban selamat, baru bisa di ajukan pertanyaan tentang identitas dia," jawab tim medis.
***
"Dokter bagaimana keadaannya?" tanya laki-laki berjas hitam itu.
"Dia berhasil diselamatkan. Hanya saja dia harus menjalani operasi plastik untuk memulihkan kembali wajahnya, yang hancur," jawab dokter yang baru keluar dari ruangan operasi.
"Bisa lihat hasil data pemeriksaan milik korban itu?" Laki-laki yang berprofesi sebagai polisi itu berharap kasus ini bisa dia tangani.
"Ikutlah ke ruangan aku!" ajak si dokter.
Operasi pun berjalan sangat lama karena banyak luka dalam dan robekan pada tubuhnya. Wajahnya juga sebagian besar kena luka bakar jadi sulit di ambil gambarnya. Hanya lewat sidik jari tangan kiri yang masih ada kemungkinan karena telapak tangan kanan juga ikut melepuh.
"Apa dia korban kecelakaan atau percobaan pembunuhan?" tanya dokter melirik ke arah polisi.
"Tidak tahu. Belum ada laporan yang kehilangan keluarga atau telah terjadi kecelakaan di suatu tempat," jawab laki-laki muda itu.
***
Ariana merasakan badannya sakit semua. Dia membuka matanya secara perlahan dan ruang asing baginya. Ariana tahu kalau sekarang sedang berada di rumah sakit. Tangannya dibalut dengan perban.
"Anda sudah sadar?" tanya seorang perawat yang kebetulan masuk untuk melakukan pemeriksaan.
"Ini di rumah sakit mana?" tanya Ariana dengan lirih dan mata yang baru terbuka sedikit.
"Sekarang Anda sedang berada di Hospital Angel Wings," jawab perawat itu.
Tidak lama kemudian ada dokter yang datang ke ruangan itu. Dia langsung melakukan pengecekan terhadap Ariana, terutama bagian kepala.
"Syukurlah operasi kemarin berhasil, tinggal pemulihan saja. Anda harus memperhatikan kesehatan mulai saat ini," kata dokter itu lagi.
Pintu ruangan itu tiba-tiba dibuka dengan kasar oleh seorang laki-laki berseragam polisi. Napasnya terengah-engah dan kening mengeluarkan keringat.
"Katanya korban sudah sadar!" teriak polisi muda itu.
"Xavier, jangan buat kegaduhan di rumah sakit!" bentak dokter pada polisi yang baru datang itu.
"Maaf. Aku merasa sangat senang saat mendengar korban sudah siuman," kata laki-laki yang bernama Xavier.
Xavier mendekati brankar tempat Ariana berbaring. Lalu dia memperkenalkan dirinya yang seorang polisi di negara bagian Louisiana.
"Apakah Anda masih bisa mengingat siapa diri Anda?" tanya Xavier dengan menatap intens kepada wanita yang sedang berbaring di atas ranjang pasien.
"Iya. Saya masih ingat siapa identitas saya," jawab Ariana dengan suara yang pelan.
"Bagus. Apa Anda sanggup berbicara atau bercerita apa yang sudah terjadi? Kenapa Anda bisa mengalami ini semua?" tanya Xavier sambil mengeluarkan perekam suara dari saku jasnya.
Ariana pun menceritakan hari kejadian naas itu. Dia bahkan meminta tolong untuk menemukan Andrew.
"Sepertinya ini adalah percobaan pembunuhan terhadap Anda. Apa ada seseorang atau kelompok yang menjadi musuh Anda?" tanya Xavier sambil merekam pembicaraan mereka.
"Aku tidak bisa menuduh seseorang tanpa bukti. Bisa-bisa nanti aku dilaporkan balik," jawab Ariana dan Xavier membenarkan.
Setelah pembicaraan mereka selesai, Ariana meminta tolong pada seorang perawat untuk menghubungi sahabatnya, Oliver. Bagi Ariana saat ini hanya dia, orang yang bisa dipercaya.
***
"Aku yakin kalau ini semua adalah ulah keluarga suamimu!" geram Oliver setelah mendengarkan cerita yang sudah dialami oleh Ariana.
"Kamu bisa cari bukti akan keterlibatan mereka atas kecelakaan yang menimpa diriku?" tanya Ariana dengan tatapan mata memohon.
"Ya, akan aku cari bukti-bukti keterlibatan mereka. Mereka itu harus membayar semua ini," jawab Oliver dengan geram.
"Ariana, aku sudah menghubungi seorang dokter operasi plastik hebat kenalanku. Dia bersedia menangani kamu," kata Olivia yang sejak tadi sibuk bernegosiasi lewat telepon.
"Terima kasih Olivia," kata Ariana dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu jangan sungkan begini kepada kami. Kita ini sudah tumbuh besar bersamaan sejak bayi. Kita bukannya sudah menganggap sebagai sahabat sekaligus saudara," ucap Olivia sambil meneteskan air matanya.
"Ya, kamu benar."
"Aku berjanji akan membuat mereka menyesal!" desis Oliver dengan tangan yang terkepal.
***
Ariana dibawa ke rumah sakit yang ada di negara bagian Arizona tempat dokter Giovanni berada. Dokter hebat yang kini hidupnya mengasingkan diri dari hiruk pikuk kemegahan kota-kota besar di Amerika.
Dokter itu merasa simpati akan hal yang sudah menimpa Ariana. Pria paruh baya itu teringat akan putrinya dulu yang dikhianati oleh kekasih dan sahabat baiknya. Hal ini membuat gadis itu memilih bunuh diri karena merasa tertekan oleh orang-orang di sekitar dia. Kematian putrinya ini malah membuat sang istri depresi dan mengharuskan mereka mengasingkan diri dari kumpulan banyak orang.
"Apa kamu bersedia menolong aku juga, Ariana?" Giovanni menatap Ariana dengan tatapan matanya yang lembut.
"Apa itu dokter?" Ariana berharap dia juga bisa membantu dokter yang baik hati menurutnya ini.
"Jadilah putriku, dan kembalikan senyuman dari istriku," kata Giovanni dengan nada memohon.
"Menjadi putri Anda?" Ariana membeo dengan tatapan tidak percaya.
"Ya, jadilah Alice White, putri dari Giovanni White. Lalu, kamu bisa balas dendam pada orang yang sudah menghancurkan keluargaku dan dirimu itu," ucap Giovanni dengan penuh penekanan.
Ariana pun diam sejenak. Dia memikirkan dulu masak-masak. Kira-kira apa yang akan terjadi kedepannya, jika dia menjadi orang yang bernama Alice White itu. Oliva dan Oliver setuju dan akan membantu dalam drama identitas baru Ariana nanti.
"Baiklah. Ariana Brown sudah mati dan kini yang ada adalah Alice White," kata Ariana dan langsung disambut pelukan oleh Giovanni.
"Selamat datang, putriku."
***
Dua tahun kemudian ….
Setelah beberapa kali menjalani operasi plastik dan belajar tentang diri Alice White. Ariana kini sudah menjadi sosok yang sempurna. Gaya bicara, kebiasaan, dan wajahnya sudah mirip dengan Alice yang asli.
Galena White, istri dari Giovanni White juga sudah sembuh dari depresinya. Dia sudah bisa tersenyum kembali. Hari-hari mereka bertiga diisi dengan canda tawa dan bahagia. Ariana menemukan kembali arti keluarga yang sudah sangat lama hilang. Kedua orang tuanya dulu meninggal saat masih duduk di bangku sekolah dasar, sehingga dia dirawat oleh kakeknya.
"Alice, kamu sudah pintar memasak sekarang!" Giovanni mencicipi masakan yang sudah dibuat oleh Alice.
"Benar, Sayang. Putri kita selain cantik dia juga pandai memasak," puji Galena diiringi senyum lebar yang memperlihatkan deretan giginya.
"Alice, kapan Oliver akan menjemput kamu?" tanya Giovanni sambil memakan pasta miliknya.
"Lusa katanya, Dad. Jadi, hari ini aku akan bersenang-senang dengan Mommy dan Daddy!" seru Alice sambil tersenyum manis dan mengedip-ngedipkan matanya lucu. Hal ini membuat kedua orang tua itu ikut tertawa karena tingkah Alice.
"Baiklah, ayo kita senang-senang dan jalan-jalan ke pusat kota!" ajak Alice dan membuat sambutan dari kedua orang paruh baya itu.
'Sebelum aku menjalankan misi. Aku ingin menikmati hidup normal seperti ini. Meski hanya sebentar saja,' batin Alice.
***
Alice menginjakan kakinya kembali di tanah kelahirannya. Kini, dia sudah menjadi sosok wanita pebisnis ulung. Uang modal yang dia terima dari Dokter Giovanni berhasil dia kembangkan. Selama dua tahun ini, Alice sukses di bidang perhotelan dan restoran. Dia membeli hotel dan restoran yang sudah bangkrut dengan harga murah. Lalu, dia renovasi, dikelola dengan manajemen yang sudah handal dan melakukan promosi besar-besaran. Memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya agar mereka merasa puas. Setelah berhasil di negara bagian Arizona, sekarang dia mengembangkan usahanya merambah ke bidang produksi barang rumah tangga. Dia mengincar perusahaan PT. Graham yang memproduksi barang-barang furniture. Selain membuat produk, dia juga membeli sedikit sahamnya.Alice mengajukan ingin bekerja sama terlebih dahulu kepada perusahaan itu, untuk mendesain barang khusus untuk hotel dan restoran miliknya. Hari ini rencananya dia akan bertemu dengan CEO dari perusahaan itu. Dia adalah Alejandro Grey, a
Bab 6 Tubuh Alice membeku saat Enzo berdiri di depannya. Kedua netra mereka saling bersirobok. Dalam hati Alice terus mengucapkan mantra untuk membuat dirinya tetap kuat dan tenang. Dia sekarang adalah Alice White dan bukan Ariana Brown. "Kenalkan, Enzo Grey," kata laki-laki itu mengulurkan tangannya ke arah Alice, dengan diiringi senyum hangatnya. Caroline yang berdiri di samping Enzo melotot ke arah perempuan yang datang bersama adik ipar. Dia tidak suka padanya, karena penampilan Alice itu memperlihatkan lekuk tubuh yang indah. Gaun yang dipakai juga merupakan keluaran terbaru dari merk terkenal. "Alice White," balas Alice sambil menerima uluran tangan dari mantan suami Ariana. Alice bersorak dalam hati saat melihat ada pancaran marah dan cemburu dari kedua mata milik Carolin. Entah kenapa dirinya merasa sangat senang dan puas. Wanita itu ingin membuat mantan sahabatnya merasakan rasa sakit karena pengkhianatan oleh laki-laki yang dicintai. Alejandro terlihat tidak suka saat E
Bab 7 Alice menemui Oliver dan Olivia, mereka berjanji untuk membicarakan langkah-langkah yang akan dia lakukan agar secepatnya bisa mendekati Hilda dan Enzo. Orang ketiga itu makan siang bersama di apartemen milik Alice. "Jangan-jangan nanti kamu jatuh cinta beneran ke Alejandro," kata Oliver sambil tertawa terbahak. Alice mendelikkan mata dan mencebikkan mulutnya. Dia merasa menyesal karena sudah menceritakan apa yang sudah dia lakukan dengan mantan adik ipar, kemarin. "Setahu aku, Alejandro belum pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bahkan banyak yang menduga kalau dia menyimpang. Tapi, tidak ada yang tahu siapa yang menjadi kekasihnya," ujar Olivia. Usia Alejandro terpaut 2 tahun dari Ariana dan Enzo. Laki-laki itu merupakan adik kelas mereka. Hanya saja memiliki postur tubuh yang tinggi, sehingga sering di sangka senior atau lebih tua dari kedua orang itu. Ditambah orangnya pendiam dan jarang tersenyum. "Hei, saat ini aku adalah Alice White. Jadi, aku akan bertind
Bab 8 Hilda dan Tamara merasa sangat senang saat Alice mengajak mereka berbelanja. Mereka sibuk memilih baju keluaran terbaru dari perancang busana terkenal di dunia. Senyum bahagia selalu menghiasi wajah keduanya yang dikasih make up seharga ratusan dollar. "Alice, mommy ingin membeli gaun yang ini," ucap Hilda dengan sedikit rayuan. Wanita paruh baya itu memutar badannya sambil melihat ke arah cermin. Gaun dengan harga ribuan dollar itu sangat bagus dan terlihat cocok di tubuh ibunya Alejandro. Meski Hilda sudah berusia di atas 50 tahun, tetapi dia masih terlihat seperti berusia 40 tahunan. "Cocok sekali baju itu untukmu, Mommy! Kalau mau boleh ambil, biar aku yang bayar nanti," ujar Alice dengan senyum cantiknya memuji wanita itu. "Oh, terima kasih, Alice. Kamu memang wanita terbaik dan pantas untuk putraku," kata Hilda sambil memeluk tubuh Alice dengan lembut. M Melihat hal itu membuat Tamara tidak mau kalah dengan sang ibu. Perempuan itu pun merayu Alice agar mau membelikan
Bab 9 "Ale," lirih Alice. "Iya, ada apa?" tanya Alejandro sambil menahan tubuh wanita itu karena terlihat bergetar. "Aku takut," jawab Alice yang kini bisa memutarkan kepalanya menghadap ke arah sang kekasih. Terlihat wajahnya yang pucat dengan bibir bergetar. Tatapan mata yang tersirat akan ketakutan. "Tenang, kamu jangan takut terjatuh, karena aku akan memeluk tubuhmu. Jika kamu takut cukup pejamkan mata dan bayangkan saja taman bunga yang indah," lanjut Alejandro tepat di samping telinga kanan Alice agar bisa didengar semua ucapannya. Alice menuruti semua ucapan Alejandro. Bahkan dia tidak sadar saat sky boat miliknya sudah sampai di dekat pelabuhan kecil. Pasangan itu turun dengan cara yang romantis di mata Hilda. Di mana Alejandro menggendong Alice dengan ala bridal style. "Ale, ada apa dengan Alice?" tanya Hilda dengan raut wajah penuh kecemasan. Sebenarnya Alice sudah merasa baik dan ketakutannya juga hilang saat calon suami dia membawa dirinya turun dari sky boat . Wan
Bab 10 Sudah satu minggu berlalu setelah mereka pulang dari liburan bersama. Sikap Alejandro kepada Alice semakin posesif. Bahkan dia ingin agar hubungan mereka segera bisa bersatu dalam ikatan pernikahan. "Alice, izinkan aku menemui kedua orang tuamu," kata Alejandro ketika mereka makan malam bersama di apartemen wanita itu. Alice berpikir apa hubungan dirinya dengan Alejandro terlalu cepat atau malah bagus untuk memperlancar tujuan dia. Wanita itu tidak mau kalau sampai salah strategi, dia harus bisa membalas semua kejahatan mantan suami, mertua, dan adik iparnya. "Akan aku tanyakan dulu, apa mommy dan daddy punya waktu," balas Alice sambil tersenyum manis kepada laki-laki yang kini duduk di depannya. "Ya, aku harap mereka punya waktu luang. Sungguh aku ingin secepatnya bisa menikahimu," ucap Alejandro dengan tatapan penuh damba kepada sang kekasih. Setelah mereka makan malam, dilanjutkan dengan menonton film bersama. Di pertengahan pemutaran film terjadi adegan panas dan itu m
Bab 11 Alejandro melihat ada ibu, adik, dan kakak iparnya, tetapi dia diam saja. Tidak ada keinginan dia untuk menyapa mereka. Hubungan laki-laki itu dengan keluarganya memang terkesan kaku dan dingin. Ini yang membuat Ariana merasa heran dari dahulu. Bukan hanya sikap Alejandro yang dingin kepada keluarganya. Begitu juga dengan mereka yang tidak peduli, seakan-akan kalau laki-laki itu bukan dari bagian mereka. Alice diam-diam mengikuti mereka dari belakang. Dia sempatkan membeli topi dan kacamata untuk dirinya dan juga untuk Alejandro. Dengan penyamaran seadanya wanita itu mengikuti target. 'Kita sekarang seperti sedang menjadi seorang penguntit?' (Alejandro) "Mommy, baju ini sangat bagus! Cocok untuk dipakai ke acara ulang tahun perusahaan besok," kata Tamara sambil menunjukan gaun dengan model tanpa lengan, tetapi kain itu menjuntai sampai ke bawah kaki. Baju berwarna merah marun itu sangat pas di tubuh dengan bagian punggung terbuka hanya ada beberapa tali silang. "Iya, bagus
Bab 12 Kini mereka semua sedang berada di kamar hotel. Alice dengan baik hati memberikan pakaian baru untuk mereka bertiga. Wanita itu saat ini berperan sebagai orang yang sedang membantu mereka. Meski gaun mereka tidak seharga ratusan ribu dollar, bahkan setengahnya juga tidak, tapi mereka merasa senang karena sudah merasa tertolong dari memakai gaun yang sama dengan undangan tamu. "Oh, Alice. Terima kasih, Sayang. Berkat dirimu kami semua tertolong," ucap Hilda dengan senyum lebarnya. "Kebetulan saja aku membeli baju baru tadi. Niatnya untuk di simpan di apartemen Ale. Jika sewaktu-waktu kita akan pergi ke pesta atau makan malam bersama, aku sudah punya pakaian ganti," kata Alice berbohong. Selain memakai baju milik Alice, mereka juga menyewa aksesoris untuk menyempurnakan penampilan agar terlihat cantik. Hanya saja sepatu mereka tidak diganti karena tidak ada yang pas. "Aduh, Bu . Perut aku sakit lagi!" Tamara meringis sambil memegang perutnya. Terlihat jelas dia terluka sampai
Bab 31Alice mendatangi apartemen Olivia karena ada kabar dari kelanjutan hasil pemerikasaan sidik jari tempo hari. Selain itu dia juga akan memberikan kejutan untuk calon pengantin itu.Kini semua orang berkumpul di ruang tengah. Mereka duduk di sofa saling berhadapan dan hanya terhalang oleh meja."Ini data hasil laporan dari Morgan. Hasilnya sudah diketahui nama seseorang, tetapi aku tidak mengenal orang ini. Mungkin kamu mengenal dia," ucap Oliver sambil menyerahkan sebuah amplop kepada Alice.Alice pun membaca data orang yang ditemukan sidik jarinya di semua mobil milik Ariana. Nama yang tertera di sana adalah Evans Blue. Tentu saja bagi Alice nama ini terasa asing, tetapi saat melihat foto wajah orang itu, Alice merasa tidak asing."Apa kamu tahu orang itu?" tanya Oliver yang menatap ke arah Alice sejak tadi.Alice membaca data tentang orang yang bernama Evans Blue berulang kali takut ada bagian yang terlewat. Bahkan foto dirinya pun dia perhatikan baik-baik."Aku ... ragu akan i
Bab 31"Apa mommy tidak curiga kepada wanita ini? Aku merasa kalau dia itu seperti menyembunyikan sesuatu dari kita," ujar Caroline dan membuat semua orang yang ada di sana menatap dengan ekspresi terkejut."Apa maksud kamu, Caroline?" Hilda menatap tajam kepada menantunya. Terlihat jelas pancaran mata wanita itu terlihat tidak suka dengan sikap dari istri Enzo.Alice sendiri berusaha menahan diri agar jangan sampai dia melakukan sesuatu yang mencurigakan. Perempuan ini menggenggam ujung baju dengan erat untuk menenangkan dirinya.Alejandro pun menggenggam tangan Alice dengan lembut. Laki-laki ini berusaha untuk memberikan ketenangan dan kekuatan kepada sang kekasih.Caroline sejak tadi terus memperhatikan setiap gerak-gerik dari Alice. Apa pun yang dilakukan oleh wanita itu akan terus dia lihat."Ya aku bicara seperti ini bukan karena tanpa sebab. Dia itu suka ada di saat kita mengalami sesuatu yang buruk. Aku curiga kalau itu semua adalah perbuatannya," ucap Caroline dengan tatapan s
Bab 30 Wajah Alice mendadak pucat saat mendengar suara Enzo. Laki-laki itu tiba-tiba saja muncul di sana. Entah sejak kapan dia berada di lantai satu ini. Senyum manis pun terukir dari bibir sensual milik Alice. Wanita itu berjalan ke arah Enzo sekitar lima langkah. "Aku haus dan tidak ada air di nakas kamar. Makanya aku pun ke dapur untuk mengambil air minum," ucap Alice dengan pelan. Enzo pun menarik tubuh Alice sampai menempel pada badannya. Laki-laki itu hendak mencium bibir sang perempuan, tetapi dengan gesit wanita itu memalingkan wajah dan memundurkan kepalanya. "Kamu jangan kurang ajar Enzo. Hanya Ale yang boleh mencium bibirku," desis Alice dengan ekspresi kesal dan marah. "Kamu sangat menggoda Alice dan membuat aku selalu diliputi rasa bergairah jika dekat dengan dirimu," aku Enzo dengan suara yang menggoda. "Sana pergi dan rayu istrimu saja!" titah Alice sambil mendorong kuat tubuh suami dari Caroline itu sampai terlepas dan agak terdorong menjauh dari dirinya. Enzo
Bab 29Hilda pulang ke rumah dengan perasaan bahagia karena Alice dan Alejandro akan menginap di sana. Mereka makan malam bersama dan seperti biasa Alice memperlihatkan keromantisan bersama Alejandro. Tentu saja ini membuat Enzo kesal dan merutuki dalam hatinya. Berbeda dengan Caroline dengan menatap penuh benci kepada calon adik iparnya itu."Mom, di mana Tamara? Sepertinya belakang ini aku jarang sekali melihat dia," tanya Alice sambil melihat ke arah Hilda."Dia sedang sibuk berbisnis dengan teman-temannya. Sudah saatnya dia bekerja mencari uang. Jangan hanya bisa meminta kepada Enzo dan Ale," jawab Hilda dengan senyum tipisnya.Sebenarnya Alice tahu apa yang sedang dilakukan oleh Tamara. Wanita itu sering mendapat laporan dari orang kepercayaannya. Namun, dia biarkan saja sampai nanti waktu yang tepat untuk menghancurkan perempuan yang sudah membuat dirinya celaka dan kehilangan bayi di dalam kandungan beberapa tahun silam."Mommy sudah selesai menghubungi orang-orang yang akan men
Bab Tamara diam-diam masuk ke kamar ibunya. Wanita itu membuka perhiasan milik Hilda. Mata yang biasanya menatap sinis, kini terbelalak saat melihat banyaknya perhiasan di dalam kotak itu."Kalau aku ambil dua atau tiga, sepertinya tidak akan ketahuan," gumam Tamara sambil memilih model-model perhiasan lama.Bukan dua atau tiga perhiasan Hilda yang dibawa oleh Tamara, melainkan sekitar lima jenis perhiasan. Diantaranya kalung, sepasang anting, dua buah cincin, dan gelang rantai. Dia pun buru-buru memasukan perhiasan curian itu ke dalam sakunya. Lalu, dia pun menyimpan kembali kotak itu ke tempat semula.Uang milik Tamara sudah habis semua dan tidak bersisa sedikit pun. Wanita itu terlalu senang berfoya-foya dengan Robin sampai lupa batas. Jutaan dollar uang yang ada di tabungan bank sudah dihabiskan oleh dirinya dengaan kekasih barunya.Hari ini Tamara akan pergi bersenang-senang bersama Robin dan beberapa teman mereka. Sekarang bagi Tamara hal yang membuatnya bahagia adalah berkumpul
Bab 27Alice hanya melirik sekilas ke arah tangan Enzo. Lalu, dia memakai kembali blazer yang baru saja dibuka olehnya."Maaf, sekarang aku sedang sibuk mempersiapkan pernikahan aku dengan Ale. Tidak punya waktu luang untuk pergi berkencan ganda seperti anak remaja," sahut Alice.Mendengar ucapan Alice barusan perasaan Enzo merasa tersentil. Laki-laki itu hanya ingin bisa lebih mengenal dan sering bertemu dengan wanita yang akan menjadi adik iparnya."Maafkan aku Alice. Tadinya aku berpikir kalau kita sering bertemu akan mudah untuk saling mengenal sesama keluarga nantinya. Aku harap kedepannya kita bisa menjadi keluarga yang memiliki hubungan baik," ujar Enzo.Alice hanya diam sambil membuka beberapa gambar desain baju yang akan di-launching untuk 3 bulan yang akan datang. Bagi dia tidak perlu dengan melakukan kencan ganda pun dia sudah tahu orang seperti apa Enzo dan Caroline itu."Ya, sayangnya aku bukan orang yang suka pergi dengan orang yang jelas-jelas membenci aku. Takutnya yang
Bab 26Enzo mengikuti Hilda yang akan menemui orang yang tadi ditelepon olehnya. Laki-laki yang bernama Evans dan terasa tidak asing baginya nama itu.Mobil Hilda memasuki kawasan apartemen kelas menengah. Enzo berhenti di depan pintu masuk bangunan yang terdiri dari 10 lantai itu, agar tidak ketahuan oleh ibunya.Enzo memilih jalan kaki dan masuk ke sana dengan diam-diam. Lift menunjukkan lantai 7 saat berhenti, maka laki-laki itu pun naik ke sana untuk mencari tahu orang yang ditemui oleh ibunya.Saat sampai ke lantai itu tidak ada seorang pun yang bisa dia tanyai. Padahal hari masih menunjukkan pukul 18:30 petang. Senyum Enzo terukir saat melihat ada seorang perempuan muda keluar dari lift."Maaf, Nona. Di mana apartemen milik Evans?" tanya Enzo dengan ramah."Evans? Oh. Ini," jawab perempuan itu sambil menunjuk pintu di samping kanan Enzo, yang berarti sebelah kiri jika datang dari lift.Merasa ini adalah satu-satunya kesempatan dia untuk mengetahui informasi tentang lEvans, maka E
Bab 25Alice dan Alejandro menghabiskan waktu liburan bersama di kediaman George. Mereka ingin tahu siapa Chloe Ivory itu sebenarnya. Wanita yang sudah mengandung dan melahirkan Alejandro ke dunia ini."Ini adalah foto ibumu sejak masih bayi sampai dewasa," kata George sambil menyerahkan beberapa album foto yang di simpan di atas meja. Alejandro mengambil album foto yang paling atas. Potret yang tersimpan rapi di dalam sana adalah seorang bayi mungil yang lucu. Laki-laki mengusap wajah bayi perempuan itu dengan lembut. Ada getaran dalam tubuhnya saat melihat mata bening yang terpampang jelas di sana.'Mom.' Alejandro memanggil di dalam hatinya."Dia bayi yang cantik," ucap Alice dengan lirih.Air mata milik Alice pun tiba-tiba mengalir. Ada rasa rindu terhadap bayi-bayi yang pernah dia kandung dalam rahimnya. Seandainya saja mereka bisa lahir ke dunia ini, pastinya kehidupan dia akan terasa berbeda."Ya, kamu benar," balas Alejandro. Tangan kekar milik Alejandro membalik lembar album
Bab 24 Tamara pergi berlibur dengan Robin ke pantai Miami. Wanita itu benar-benar merasa sangat bahagia saat ini. Senyum lebar dan kerlingan mata cantiknya selalu menghiasi wajah dia. "Apa kamu menyukainya, Sayang?" tanya Robin sambil memeluk tubuh Tamara dari belakang. "Ya, aku sangat suka!" teriak Tamara, tapi suaranya tertelan suara deburan ombak. Angin pantai yang bertiup kencang menerbangkan rambut dan ujung kain sarung pantai mereka. Kini keduanya sedang berjalan di pinggir pantai, sesekali kali mereka terkena sapuan ombak. "Sayang, katanya akan ada pesta kembang api di kapal pesiar. Apa kamu mau ikut?" tanya Robin saat melihat iklan di layar Billboard yang ada di dekat hotel tempat mereka menginap. "Apa kamu ingin mendatangi pesta itu?" tanya Tamara balik. "Asalkan bersama denganmu, pasti akan menyenangkan," balas Robin dengan senyum tampannya yang membuat Tamara terpesona. "Baiklah kita ikut pesta itu," ucap Tamara akhirnya. Tamara harus mengeluarkan uang puluhan rib