No one can change the past, but everyone has the power to change the future.
* * * * *
Pemandangan sungai Moskva dan Sparrow Hill yang dapat dilihat di Sky Lounge sangat indah. Sayangnya Natasha yang duduk untuk menikmati makan malam sama sekali tidak menikmati pemandangan itu. Bahkan ucapan pria yang duduk di hadapannya tidak didengarkan olehnya. Pikiran Natasha masih tertuju pada Leon. Tindakan kurang ajar pria itu membuat pikiran Natasha kacau. Terutama reaksi tubuhnya terhadap ciuman Leon.
Selama ini Natasha tidak pernah merasakan gairah liar seperti itu. Bahkan saat tunangannya – Viktor Gerevoy – menciumnya, Natasha tidak merasakan hal itu. Dia bertanya-tanya apa yang terjadi pada tubuhnya.
“Natasha. Nat, kau mendengarku?” panggilan dari Viktor menarik Natasha dari lamunannya.
“Maafkan aku, Viktor. Ada sesuatu yang sedang aku pikirkan. Apa yang kau katakan tadi?” tanya Natasha.
“Aku bertanya kapan kau memiliki waktu senggang? Aku ingin mengajakmu bertemu dengan ibuku.” Ucap Viktor.
“Bertemu dengan ibumu? Viktor, bukankah kita sudah membicarakan ini? Ini diluar kesepakatan yang pernah kita setujui. Aku menjadi tunanganmu hanya untuk sementara. Aku tidak akan mengubah status tunangan ini menjadi pernikahan. Kau tahu benar aku tidak menginginkan hal itu.” Suara Natasha berubah dingin.
“Aku tahu. Itu hanya pertemuan biasa, Nat. Bukan hal yang penting. Mom hanya ingin bertemu denganmu. Apakah kau mau menemuinya?” pinta Viktor.
Natasha menghela nafas berat. Natasha tidak pernah menduga akan membuat kesepakatan dengan Viktor. Pertama kali bertemu dengan Viktor, dia tidak tertarik sama sekali dengannya sama seperti dia tidak pernah tertarik pada pria manapun. Namun ketika Viktor menemukan dirinya dalam titik terlemah, pria itu memberikan penawaran. Menjalin hubungan yang menguntungkan kedua belah pihak. Natasha bisa melanjutkan kuliahnya dan Viktor bisa menjalani harinya dengan tenang tanpa harus di ganggu ibunya yang terus khawatir padanya karena masih belum memiliki kekasih.
“Baiklah. Aku akan menemuinya. Tapi aku tidak ingin bertanggung jawab jika ada pembicaraan tentang pernikahan. Kau yang harus menanganinya. Kau beritahu saja waktu dan tempatnya.” Ucap Natasha melanjutkan makan malamnya.
“Tenang saja. Aku akan menangani pembicaraan tentang pernikahan itu. Aku akan mengirimkan pesan padamu jika Mom sudah menentukan tempatnya. Bagaimana dengan kuliahmu? Kudengar kau menjadi asisten dosen.”
Seketika tubuh Natasha menegang. Pasalnya mendengar kata ‘asisten dosen’ membuat wanita itu teringat pada Leon. Tubuhnya kembali bereaksi aneh saat mengingat ciuman Leon.
“Nat, apa kau baik-baik saja? Wajahmu tampak pucat.” Cemas Viktor.
Natasha menggelengkan kepalanya. “Aku tidak apa-apa. Aku memang menjadi asisten dosen dan mengajar manajemen bisnis.”
“Aku jadi penasaran bagaimana menjadi mahasiswamu, Natasha. Kupikir aku akan takut karena kau terlalu galak.” Viktor terkekeh.
“Daripada kata ‘galak’ kupikir kata ‘tegas’ lebih cocok menggambarkan Miss Vasilkov.”
Suara seorang pria membuat tubuh Natasha membeku di kursinya. Pasalnya dia mengenal suara itu dan wanita itu tidak ingin mendengarnya. Tiba-tiba seseorang menarik kursi di samping Natasha dan duduk disamping wanita itu.
“Kau siapa?” tanya Viktor tampak bingung.
“Aku adalah Leonid Lazarev. Salah satu mahasiswa di kelas Miss Vasilkov. Benar bukan, Miss Vasilkov?” perhatian Leon teralihkan pada wanita di sampingnya.
“Apa yang kau…” Ucapan dingin Natasha terhenti saat wanita itu merasakan sesuatu.
Tubuh wanita itu menegang. Tangannya terkepal di atas meja saat merasakan tangan Leon dengan kurang ajar menyusup di balik gaun malamnya dan mengelus pahanya. Sialnya tubuhnya bergetar saat tangan hangat Leon melakukan itu.
“A-apa yang kau lakukan di sini?” Natasha menahan dirinya untuk tidak menusukkan pisau ke tangan Leon.
“Makan malam. Bukankah itu yang dilakukan orang-orang di sini?” Leon mengatakannya dengan wajah polos. Membuat orang lain tidak tahu apa yang dilakukan tangan nakal pria itu di bawah meja.
“Lalu mengapa kau tidak duduk di…” Lagi-lagi ucapan Natasha terputus akibat ulah tangan Leon. Pasalnya tangan Leon menyentuh bagian paling sensitif pada tubuhnya. Membuat seluruh tubuhnya gemetar akibat gairah yang ditimbulkan pria itu.
Viktor mengamati wajah Natasha merona merah. “Ada apa, Natasha? Apakah kau merasa sakit?”
Tanpa diketahui orang lain, Leon tersenyum penuh kemenangan. Dia berhasil membuat wanita di sampingnya tidak berkutik karena ulah tangannya.
Natasha menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, Viktor. Aku tidak sakit. Aku harus ke toilet sebentar. Permisi.”
Leon melihat Natasha berdiri dan bergegas pergi menjauh. Salah satu sudut bibir Leon terangkat melihat reaksi Natasha.
Kau tidak akan bisa pergi dariku, Natasha.
“Sayang sekali. Sepertinya aku harus mencari tempat lain. Permisi.” Ucap Leon beranjak pergi.
Tanpa diketahui oleh Viktor, Leon mengikuti Natasha menuju toilet wanita. Dia membuka pintu dan berjalan masuk. Pria itu mengunci pintu area toilet wanita. Tidak ada siapapun di dalam toilet kecuali Natasha.
“Ini toilet wanita. Beraninya kau masuk kemari.” Natasha yang berdiri di depan wastafel menatap tajam ke arah Leon.
“Mengapa aku tidak berani. Aku sudah mengatur tidak akan ada seorangpun yang masuk kemari.”
Seketika Natasha melotot kaget. Dia melangkah mundur saat Leon menghampirinya. “Kau… Sebenarnya apa maumu, Bocah Balon?”
Saat tubuh Natasha menabrak dinding, Leon pun menyudutkannya. Dia menarik kedua tangan Natasha dan menguncinya di atas kepala wanita itu. Bibirnya menyunggingkan senyuman.
“Bukankah aku sudah mengatakan padamu apa mauku? Sudah kukatakan kau adalah milikku, Natasha. Tapi kau berani pergi bersama pria lain. Sepertinya aku harus menghukummu.”
Leon menunduk untuk mencium bibir Natasha secara paksa. Mendorong wanita itu untuk membuka dirinya untuk Leon. Namun Natasha dengan gigih menutup mulutnya. Leon mendorong kakinya di sela kedua kaki Natasha membuat wanita itu terkesiap. Kemudian dia merasakan satu tangan Leon yang lainnya menyusup ke dalam gaun. Mengangkatnya hingga tangan Leon menyentuh salah satu payudara Natasha. Seketika wanita itu terkesiap sehingga memberikan celah bagi Leon untuk mencium Natasha lebih dalam lagi.
Kau adalah milikku, Natasha. Tidak akan kubiarkan pria lain menyentuhmu. Kau akan lihat jika kau hanya akan bereaksi padaku saja.
* * * * *
Seharusnya Leon mengendalikan situasi. Menggoda Natasha dengan ciuman dan sentuhannya. Tapi sialnya Leon tidak memprediksi reaksi tubuhnya. Pria itu jadi begitu menginginkan Natasha. Gairah liar yang muncul dalam tubuhnya membuat tubuh bagian bawahnya mulai mendesak.Namun sebelum Leon melanjutkan cumbuannya, Natasha mendorongnya. Sehingga ciuman mereka terlepas. Wanita itu melayangkan tamparan ke pipi kiri Leon dengan begitu keras. Membuat pria itu bisa merasakan pipinya berdenyut panas karena tamparan Natasha.“Apakah bagimu sangat menyenangkan memainkan permainan ini?” geram Natasha.Leon tersenyum sinis. Kemudian dia menoleh melihat Natasha. Pr
It is easy for one person to put another person down. But it is difficult for one to see oneself. Because in reality we are also not as good as other people. * * * * * Sepanjang pelajaran berlangsung Leon terus saja mengamati Natasha. Membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Hingga pelajaran berakhir, Leon bisa melihat Natasha bergegas membereskan barang-barangnya. Leon yakin wanita itu tidak ingin dirinya menahan Natasha di kelas seperti yang dilakukannya kemarin. Leon menyunggingkan senyuman. “Jadi kau berusaha menghindariku, Moy lev
Hate is the root of evil. It works by taking all the good in you. Create a grudge in the heart. Makes someone a different person. Encouraging him to hurt others. * * * * * Di klub malam Aurora, Leon menghempaskan tubuhnya di salah satu kursi. Di hadapannya terlihat Gavin sedang duduk sembari menikmati segelas wiski di tangannya. Pria dengan rambut coklat gelap itu mengamati sahabatnya. Leon menuangkan botol wiski ke gelas yang sudah diberi es batu. Pria itu menyesap minuman itu dengan senyuman di wajahnya. “Kau terlihat dalam mood yang bagus. Kau tidak berhenti tersenyum sejak datang ta
Tangan Galina yang hendak menggoreskan ujung cutter yang tajam ke wajah Natasha terhenti. Seseorang memegang pergelangan tangan wanita itu.“Siapa yang berani menghentikanku?” tanya Galina kesal. Namun saat mendongak nafas wanita itu tercekat. Pasalnya dia melihat Leon yang sedang menatapnya dengan tajam. Bahkan Galina sampai merinding merasakan tatapan membunuh dari Leon.“Aku yang berani menghentikanmu.” Ucap Leon dengan nada dingin.“Leon.” Panggil Galina dengan suara lemah.“Kau ingin menyakiti wanita yang aku sukai? Apa kau bosan hidup, HUH?”Galina memejamkan matanya karena takut mendengar bentakan Leon.
“HUUAA….” Galina melemparkan gelas ke lantai dapur rumahnya dengan rasa kesal.“Wanita sombong sialan! Bagaimana bisa wanita tidak tahu diri seperti dia mendapatkan perhatian dari Leon? Menyebalkan.” Galina menjambak rambutnya sendiri dengan kesal.“Wow! Adikku sedang marah-marah rupanya.”Tatapan Galina beralih pada pria berambut pirang yang baru saja berjalan masuk ke dapur. Pria dengan tato ular di punggung tangannya itu berjalan hati-hati melewati pecahan gelas hingga sampai di samping Galina.“Jadi katakan padaku. Siapa yang membuat adik kesayanganku ini marah seperti ini? Aku pasti akan membunuhnya.” tanya pria itu.
Seseorang mendorong tubuh Natasha hingga tubuh wanita itu terhempas ke atas ranjang. Wanita itu meringis sakit ketika punggung dan kepalanya membentur dinding. Natasha meronta berusaha membebaskan tangannya yang diikat dengan tali. Dia semakin tidak bisa bergerak karena kakinya juga diikat. “Jadi ini Natasha Vasilkov? Cantik juga.” Natasha mendongak mendengar suara itu. Dia bisa melihat pria berambut pirang yang berjalan masuk ke dalam kamar. Yang membuat Natasha melotot kaget adalah gadis yang berdiri di samping Jayden. Galina. Wanita itu tersenyum puas melihat Natasha terbaring tak berdaya di atas ranjang. “Benar, Kak. Dia yang sudah membuatku kesal. Kalau dia lenyap aku bisa memiliki Leon.” Rengek Galina memeluk lengan Jayden.
Leon melajukan mobil sport silvernya dengan kecepatan tinggi melintasi jalanan di Moskow. Di belakangnya, Gavin mengikuti gerakan luwes Leon melewati beberapa mobil dengan menggunakan mobil sport merahnya. “Bilang tidak peduli tapi giliran Natasha dalam bahaya, dia orang pertama yang bergerak menyelamatkannya. Masih tidak mau mengakui jika dia masih mencintai Natasha, Dasar bodoh!” Gumam Gavin sendirian. “Tapi yang paling bodoh adalah orang-orang yang sudah mengusik Natasha. Mereka tidak tahu sudah memancing bahaya yang sangat besar.” Gavin terkekeh geli. Mobil Leon melambat saat masuk ke dalam jalanan yang lebih kecil. Hingga akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang jauh dari kerumunan penduduk. Gavin ikut berhenti tepat di belakang Leon. Kemudian dia meliha
Di dalam sebuah kamar dengan desain minimalis bernuansa gelap terlihat Leon menindih Natasha di atas ranjangnya. Satu tangannya menahan kedua tangan wanita itu. "Lepaskan aku, Leon." Natasha meronta berusaha membebaskan dirinya. "Kenapa, Natasha? Apakah kau lebih menikmati sentuhan beberapa pria tadi?" Leon tersenyum sinis. "Brengsek! Aku bahkan tidak sudi disentuh olehmu atau para pria brengsek tadi." "Mulutmu selalu tajam, Natasha. Sama seperti empat tahun yang lalu. Tapi kau akan lihat jika hanya aku yang mampu membuatmu bereaksi. Tidak pria manapun. Bahkan tidak dengan tunanganmu." Seketika mata Natasha melotot kaget me