It is easy for one person to put another person down.
But it is difficult for one to see oneself.
Because in reality we are also not as good as other people.
* * * * *
Sepanjang pelajaran berlangsung Leon terus saja mengamati Natasha. Membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Hingga pelajaran berakhir, Leon bisa melihat Natasha bergegas membereskan barang-barangnya. Leon yakin wanita itu tidak ingin dirinya menahan Natasha di kelas seperti yang dilakukannya kemarin.
Leon menyunggingkan senyuman. “Jadi kau berusaha menghindariku, Moy lev? Sayangnya tidak semudah itu.”
Leon mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. Terdengar Ivan dari ujung telepon.
“Singa betinaku sudah keluar dari kelas. Jadi kau bisa menjalankan tugasmu, Ivan.” Perintah Leon.
“Baik, Tuan muda.” Jawab Ivan dengan patuh.
Leon memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas sebelum akhirnya bergegas pergi. Bibirnya menyunggingkan senyuman lebar.
“Kau akan segera masuk dalam perangkapku, Moy lev.” Gumam Leon bergegas berjalan keluar.
* * * * *
Natasha berjalan cepat menjauh dari ruang kelas di mana Leon berada. Dia sengaja menghindari Leon karena tidak ingin pria itu bertindak seenaknya sendiri terhadapnya lagi. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat seorang pria mengenakan setelan hitam berhenti di hadapannya. Menghentikan langkah Natasha. Pria itu lebih tinggi dari Natasha. Wajahnya terlihat tampan tapi terkesan dingin.
“Miss Vasilkov.” Panggil pria itu dengan sangat sopan.
Natasha mengerutkan dahinya menatap pria itu. “Kau siapa? Bagaimana bisa kau mengetahui namaku? Aku sama sekali tidak mengenalmu."
“Anda memang tidak mengenal saya, Miss Vasilkov. Saya akan memperkenalkan diri saya. Nama saya Ivan. Saya datang untuk mengantarkan anda pada seseorang.”
“Seseorang? Siapa dia?” bingung Natasha.
“Tuan muda saya ingin bertemu dengan anda.”
“Tuan muda? Siapa tuan mudamu? Dan untuk apa dia ingin bertemu denganku?” tanya Natasha kebingungan.
Wajah pria berusia tiga puluh tahun itu tampak begitu tenang. “Ada sesuatu yang ingin dibicarakannya dengan anda.”
“Aku tidak peduli siapa tuan mudamu. Aku tidak punya waktu untuk bertemu dengannya. Kau hanya akan membuang-buang waktuku yang sangat berharga.”
“Kau tidak punya waktu atau karena kau menghindariku, Moy lev?”
Pertanyaan itu membuat tubuh Natasha menegang. Pasalnya suara itu tidak berasal dari Ivan. Melainkan berasal dari belakangnya. Dan Natasha tahu benar panggilan itu.
Sial! Aku sudah berusaha menghindarinya, tapi dia masih juga bisa mengejarku. Rencana apa lagi yang dia gunakan? Gerutu Natasha dalam hati.
Saat wanita itu berbalik, dia terkejut melihat Leon berdiri membawa buket bunga David Austin Juliet Rose di tangannya. Seketika Natasha mengalami déjà vu. Dia teringat masa lalunya ketika Leon mengungkapkan perasaannya empat tahun yang lalu.
Seketika semua orang berkerumun. Karena mereka sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh Leon. Pria berdiri di hadapan wanita dengan membawa bunga di tangannya sudah tidak diragukan lagi dia akan menyatakan perasaannya pada Natasha.
“Kau belum menjawab pertanyaanku, Moy lev. Kau tidak punya waktu atau karena kau menghindariku?” tanya Leon sekali lagi.
“Dua-duanya. Aku tidak punya waktu untukmu dan aku juga ingin menghindarimu. Jadi sebaiknya kau tidak menggangguku lagi, Leon.” Jawab Natasha dengan sangat tenang.
“Bagaimana bisa kau begitu kejam dengan seseorang yang sangat mencintaimu, Moy lev?” Leon terlihat tampak begitu sedih.
Natasha yakin pria itu sedang berakting untuk mendapatkan simpati dari banyak orang. Natasha memiliki firasat buruk tentang hal ini. Dia yakin Leon sengaja melakukannya.
“Hentikan sandiwaramu, Leon. Sebenarnya apa yang kau rencanakan kali ini?”
“Aku sama sekali tidak bersandiwara, Moy lev. Empat tahun yang lalu saat kau menolak perasaanku karena bentuk tubuhku seperti balon, aku mulai berjuang agar bisa menguruskan badanku. Aku berpikir setelah aku memiliki tubuh yang sempurna, aku ingin menyatakan perasaanku padamu lagi. Aku berharap kau bisa menerimanya. Karena itu, aku ingin memberikan bunga ini, Moy lev. Maukah kau menjadi kekasihku?”
Natasha mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat. Sekarang dia memahami apa rencana Leon. Meskipun kata-kata Leon terdengar manis, tapi pria itu sengaja menyinggung masa lalu untuk membuat Natasha terlihat buruk. Bahkan orang-orang di sekitarnya mulai berbisik-bisik menuduh Natasha sangat kejam pada Leon. Wanita itu berada dalam dua pilihan sulit. Menerima Leon sama saja membuat ucapan Leon terdengar benar. Menolak Leon sama saja menghadapi cibiran orang-orang. Tapi Natasha tidak perlu memikirkan jawabannya. Karena wanita itu memiliki pendirian yang teguh.
“Apa kau pikir dengan merekayasa kebenaran akan membuatku bisa menerimamu, Leon? Sayangnya jawabanku tetap saja seperti dulu. Aku tidak mau menjadi kekasihmu.”
Bagi Natasha lebih baik menghadapi cibiran orang dibandingkan harus takluk dalam rencana balas dendam Leon. Segera semua orang langsung mengatakan hal yang buruk pada Natasha.
“Bagaimana bisa ada wanita sekejam itu?”
“Apa dia tidak puas dengan perjuangan Leon yang sudah menguruskan badan untuknya?”
“Aku pikir dia sombong sekali. Apa dia merasa dirinya cantik karena idola kampu menyukainya.”
“Wanita bodoh. Menolak idola kampus. Apa matanya buta?”
Mata kalian yang buta. Kalian tidak tahu betapa liciknya Leon. Gumam Natasha dalam hati.
“Mengapa kau tidak mau menjadi kekasihku, Moy lev? Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau menerimaku?” Leon memasang wajah memelas.
Seharusnya dia mendapatkan penghargaan aktor terbaik. Lihat bagaimana dengan mudahnya dia mendapatkan simpati dari banyak orang. Gerutu Natasha dalam hati.
“Tidak ada yang perlu kamu lakukan, Leon. Karena sampai kapanpun aku tidak bisa menerimamu menjadi kekasihku. Sama seperti yang kukatakan empat tahun yang lalu padaku. Aku tidak percaya dengan cinta. Jadi hentikan saja usahamu yang sia-sia ini.” Natasha pun berbalik pergi meninggalkan orang-orang yang mulai menyumpahi hal yang buruk padanya.
Inilah tujuan Leon. Membuat dirinya tampak buruk di hadapan orang lain. Natasha tahu mulai besok dia akan menghadapi hari-harinya dengan sangat berat.
* * * * *
Hate is the root of evil. It works by taking all the good in you. Create a grudge in the heart. Makes someone a different person. Encouraging him to hurt others. * * * * * Di klub malam Aurora, Leon menghempaskan tubuhnya di salah satu kursi. Di hadapannya terlihat Gavin sedang duduk sembari menikmati segelas wiski di tangannya. Pria dengan rambut coklat gelap itu mengamati sahabatnya. Leon menuangkan botol wiski ke gelas yang sudah diberi es batu. Pria itu menyesap minuman itu dengan senyuman di wajahnya. “Kau terlihat dalam mood yang bagus. Kau tidak berhenti tersenyum sejak datang ta
Tangan Galina yang hendak menggoreskan ujung cutter yang tajam ke wajah Natasha terhenti. Seseorang memegang pergelangan tangan wanita itu.“Siapa yang berani menghentikanku?” tanya Galina kesal. Namun saat mendongak nafas wanita itu tercekat. Pasalnya dia melihat Leon yang sedang menatapnya dengan tajam. Bahkan Galina sampai merinding merasakan tatapan membunuh dari Leon.“Aku yang berani menghentikanmu.” Ucap Leon dengan nada dingin.“Leon.” Panggil Galina dengan suara lemah.“Kau ingin menyakiti wanita yang aku sukai? Apa kau bosan hidup, HUH?”Galina memejamkan matanya karena takut mendengar bentakan Leon.
“HUUAA….” Galina melemparkan gelas ke lantai dapur rumahnya dengan rasa kesal.“Wanita sombong sialan! Bagaimana bisa wanita tidak tahu diri seperti dia mendapatkan perhatian dari Leon? Menyebalkan.” Galina menjambak rambutnya sendiri dengan kesal.“Wow! Adikku sedang marah-marah rupanya.”Tatapan Galina beralih pada pria berambut pirang yang baru saja berjalan masuk ke dapur. Pria dengan tato ular di punggung tangannya itu berjalan hati-hati melewati pecahan gelas hingga sampai di samping Galina.“Jadi katakan padaku. Siapa yang membuat adik kesayanganku ini marah seperti ini? Aku pasti akan membunuhnya.” tanya pria itu.
Seseorang mendorong tubuh Natasha hingga tubuh wanita itu terhempas ke atas ranjang. Wanita itu meringis sakit ketika punggung dan kepalanya membentur dinding. Natasha meronta berusaha membebaskan tangannya yang diikat dengan tali. Dia semakin tidak bisa bergerak karena kakinya juga diikat. “Jadi ini Natasha Vasilkov? Cantik juga.” Natasha mendongak mendengar suara itu. Dia bisa melihat pria berambut pirang yang berjalan masuk ke dalam kamar. Yang membuat Natasha melotot kaget adalah gadis yang berdiri di samping Jayden. Galina. Wanita itu tersenyum puas melihat Natasha terbaring tak berdaya di atas ranjang. “Benar, Kak. Dia yang sudah membuatku kesal. Kalau dia lenyap aku bisa memiliki Leon.” Rengek Galina memeluk lengan Jayden.
Leon melajukan mobil sport silvernya dengan kecepatan tinggi melintasi jalanan di Moskow. Di belakangnya, Gavin mengikuti gerakan luwes Leon melewati beberapa mobil dengan menggunakan mobil sport merahnya. “Bilang tidak peduli tapi giliran Natasha dalam bahaya, dia orang pertama yang bergerak menyelamatkannya. Masih tidak mau mengakui jika dia masih mencintai Natasha, Dasar bodoh!” Gumam Gavin sendirian. “Tapi yang paling bodoh adalah orang-orang yang sudah mengusik Natasha. Mereka tidak tahu sudah memancing bahaya yang sangat besar.” Gavin terkekeh geli. Mobil Leon melambat saat masuk ke dalam jalanan yang lebih kecil. Hingga akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang jauh dari kerumunan penduduk. Gavin ikut berhenti tepat di belakang Leon. Kemudian dia meliha
Di dalam sebuah kamar dengan desain minimalis bernuansa gelap terlihat Leon menindih Natasha di atas ranjangnya. Satu tangannya menahan kedua tangan wanita itu. "Lepaskan aku, Leon." Natasha meronta berusaha membebaskan dirinya. "Kenapa, Natasha? Apakah kau lebih menikmati sentuhan beberapa pria tadi?" Leon tersenyum sinis. "Brengsek! Aku bahkan tidak sudi disentuh olehmu atau para pria brengsek tadi." "Mulutmu selalu tajam, Natasha. Sama seperti empat tahun yang lalu. Tapi kau akan lihat jika hanya aku yang mampu membuatmu bereaksi. Tidak pria manapun. Bahkan tidak dengan tunanganmu." Seketika mata Natasha melotot kaget me
Perlahan mata Natasha terbuka saat mendengar suara-suara. Setelah kesadarannya pulih, dia mendengar orang-orang berlalu lalang di luar kamar. Saat itulah Natasha sadar jika dia berada di kamar Leon. Wanita itu pun duduk di atas ranjang. Namun seketika Natasha mengerang saat merasakan selangkangannya yang terasa sakit. Permainan liar dan kasar Leon membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. Terutama bagian selangkangannya. Dia menoleh ke samping. Dia tidak melihat Leon berbaring di sampingnya. Bahkan ketika Natasha menyentuh bantal di sampingnya terasa dingin, wanita itu yakin Leon pergi setelah mereka berhubungan badan. Natasha menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut lalu turun dari atas ranjang. Dia menguatkan dirinya untuk berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Wanita itu harus menahan rasa sakit di selangkangannya. 
“Aahhh…” Natasha mendesah di bawah guyuran air shower ketika Leon memasukkan kejantanannya ke dalam tubuhnya. Kedua tangan wanita itu bersandar pada dinding. Sementara Leon yang berada di belakang Natasha mengangkat salah satu kaki wanita itu dan mulai memompa kejantanannya dalam irama yang pelan. Pria itu menunduk untuk mendaratkan bibirnya di atas punggung Natasha. Menggigitnya kecil sehingga menciptakan tanda biru keunguan di kulit putih Natasha. “Leon, jangan mendorongnya terlalu dalam. Oouuhh…” “Mengapa, Moy lev? Apakah aku berhasil menyentuh titik sensitifmu?” bisik Leon. Natasha tidak bisa menjawab pertanyaannya Leon. Bukan karena dia tidak ingin menyetujui ucapan pria itu. Tapi karena lid