Seharusnya Leon mengendalikan situasi. Menggoda Natasha dengan ciuman dan sentuhannya. Tapi sialnya Leon tidak memprediksi reaksi tubuhnya. Pria itu jadi begitu menginginkan Natasha. Gairah liar yang muncul dalam tubuhnya membuat tubuh bagian bawahnya mulai mendesak.
Namun sebelum Leon melanjutkan cumbuannya, Natasha mendorongnya. Sehingga ciuman mereka terlepas. Wanita itu melayangkan tamparan ke pipi kiri Leon dengan begitu keras. Membuat pria itu bisa merasakan pipinya berdenyut panas karena tamparan Natasha.
“Apakah bagimu sangat menyenangkan memainkan permainan ini?” geram Natasha.
Leon tersenyum sinis. Kemudian dia menoleh melihat Natasha. Pria itu hendak membalas ucapan Natasha. Tapi seketika kerongkongannya kering saat tatapannya tertuju pada mata Natasha. Pasalnya mata hijau wanita itu diselimuti air mata.
“Sangat menyenangkan. Bukankah kau dulu juga sangat suka permainan ‘menyakiti orang lain dengan kata-kata’? Sedangkan aku, lebih suka tindakan daripada kata-kata.” Leon berusaha tidak mempedulikan air mata wanita itu.
“Aku katakan padamu, Bocah balon. Aku bukanlah barang yang bisa kau miliki saat kau menginginkannya. Karena itu jangan lagi menganggap aku adalah milikmu.” Natasha mengepalkan kedua tangannya berusaha mengendalikan emosinya. Wanita itu tidak pernah sekacau ini. Biasanya dia bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Tapi berhadapan dengan Leon, seakan kemampuannya lenyap.
“Bagaimana jika aku tidak mau? Apa yang akan kau lakukan, Natasha?” tantang Leon.
“Aku akan melaporkanmu atas tuduhan pelecehan. Aku tidak akan segan, Bocah balon. Kamu sudah menancapkan cakarmu di punggung singa betina, maka kau akan tahu akibatnya.” Ancam Natasha dengan suara dingin.
“Singa betina? Aku suka dengan perumpamaan itu, Natasha. Kau memang cocok mendapatkan julukan singa betina. Mulut menyembunyikan taring yang sangat berbahaya. Aku jadi penasaran bagaimana rasanya bercinta denganmu di atas ranjang. Apakah kau juga akan liar saat aku mencumbumu?”
“Kau…”
Natasha melayangkan tangannya untuk menampar Leon kembali. Namun kali ini Leon berhasil menahan tangan wanita itu.
“Kau bisa menamparku satu kali, tapi tidak untuk kedua kalinya, Natasha.”
“Lepaskan tanganku.” Natasha meronta berusaha membebaskan tangannya dari cengkraman Leon.
“Memohonlah padaku. Aku akan melepaskan tanganmu.”
“Tidak akan.” Natasha melayangkan tatapan tajamnya kearah Leon.
“Mana mungkin wanita dengan harga diri tinggi mau memohon pada orang lain. Benar bukan, Natasha? Tapi apa kau tahu, aku tidak masalah jika harus menggenggam tanganmu semalaman. Aku bahkan berpikir akan menarikmu pergi ke rumahku. Apa kau tahu apa yang kupikirkan, Natasha?”
“Aku tidak peduli dan tidak mau tahu. Aku akan berteriak meminta tolong agar polisi datang menangkapmu.”
“Laporkan saja. Aku yakin mereka akan takut padaku.”
“Apa kau sedang mencoba menggertakku? Kau pikir aku anak kecil yang akan percaya pada kata-katamu?” ucap Natasha tidak percaya.
“Apa aku perlu membuktikannya?”
Natasha terdiam. Dia tidak ingin membuat masalah ini menjadi besar. Wanita itu hanya ingin terlepas dari Leon.
“Aku… aku mohon lepaskan tanganku.” Natasha membuat muka merasa harga dirinya jatuh dari tempat yang tinggi.
“Kau belum menyebutkan namaku. Apakah kau tidak pernah diajari memohon dengan benar?”
Wanita itu memejamkan matanya menahan amarah dalam dirinya. Dia ingin kabur dari Leon secepat mungkin. Akhirnya dia membuka matanya dan bersiap melakukan sesuatu yang sangat tidak disukainya.
“Aku mohon lepaskan tanganku, Leon.”
“Itu baru anak baik.” Sesuai dengan janjinya, Leon melepaskan tangannya.
Segera Natasha melangkah pergi meninggalkan Leon. Dia membuka pintu area toilet.
“Sampai jumpa besok, Moy lev.”
Natasha tidak peduli dengan ucapan Leon. Dia bahkan tidak peduli dengan panggilan khusus yang diucapkan Leon. Moy lev memiliki artinya ‘Singaku’. Sepertinya Leon sudah menentukan panggilan khusus untuk wanita itu.
* * * * *
Mobil Viktor berhenti di depan gedung apartemen Natasha. Dia melihat tunangannya jauh lebih pendiam setelah Leon mengacaukan acara makan malam mereka. Viktor yakin ada sesuatu di antara Natasha dan Leon. Tapi seperti yang dikenalnya, Natasha sangat tertutup. Membuat Viktor tidak bisa mengetahui lebih banyak lagi.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Viktor.
“Tentu saja.”
“Soal laki-laki bernama Leon tadi…”
Natasha memotong ucapan Viktor. “Maafkan aku memotong ucapanmu, Viktor.Tapi aku tidak ingin membahas apapun tentang dia. Ingat perjanjian kita, tidak mengurusi masalah pribadi masing-masing.”
Ekspresi wajah Viktor berubah sedih karena dia masih saja tidak bisa membuka hati wanita itu. “Aku tahu. Aku hanya mengkhawatirkanmu.”
“Terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku baik-baik saja. Aku bisa mengatasi masalah leon sendirian.”
Viktor menghela nafas berat. “Baiklah jika kau berkata seperti itu. Aku akan mengirimkan waktu dan lokasinya saat kau akan bertemu dengan Mom.”
Natasha menganggukkan kepalanya. “Selamat malam, Viktor.”
“Selamat malam, Natasha.” Viktor melambaikan tangan ke arah pria itu.
Wanita itu membuka pintu mobil dan berjalan keluar. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang untuk menatap Viktor. Wanita itu terus berjalan hingga masuk ke dalam gedung apartemennya.
Dari kejauhan, Leon yang duduk di atas mobil sport silvernya. Bibirnya menyunggingkan senyuman saat sebuah rencana yang sudah disusun muncul dalam kepalanya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
“Apa kau sudah menyiapkan segalanya, Ivan?” tanya Leon saat telpon itu mulai tersambung.
“Sudah, Tuan muda. Persis seperti yang anda katakan.”
“Baguslah. Aku akan mulai melancarkan rencananya besok setelah kuliah selesai.” Jelas Leon.
“Baik, Tuan muda.”
Setelah memasukkan kembali ponsel itu ke saku jaketnya, Leon mulai menghidupkan mesinnya.
“Tidurlah yang nyenyak malam ini, Natasha. Karena percayalah besok tidak ada lagi ‘tidur nyenyak’ untukmu.”
* * * * *
It is easy for one person to put another person down. But it is difficult for one to see oneself. Because in reality we are also not as good as other people. * * * * * Sepanjang pelajaran berlangsung Leon terus saja mengamati Natasha. Membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Hingga pelajaran berakhir, Leon bisa melihat Natasha bergegas membereskan barang-barangnya. Leon yakin wanita itu tidak ingin dirinya menahan Natasha di kelas seperti yang dilakukannya kemarin. Leon menyunggingkan senyuman. “Jadi kau berusaha menghindariku, Moy lev
Hate is the root of evil. It works by taking all the good in you. Create a grudge in the heart. Makes someone a different person. Encouraging him to hurt others. * * * * * Di klub malam Aurora, Leon menghempaskan tubuhnya di salah satu kursi. Di hadapannya terlihat Gavin sedang duduk sembari menikmati segelas wiski di tangannya. Pria dengan rambut coklat gelap itu mengamati sahabatnya. Leon menuangkan botol wiski ke gelas yang sudah diberi es batu. Pria itu menyesap minuman itu dengan senyuman di wajahnya. “Kau terlihat dalam mood yang bagus. Kau tidak berhenti tersenyum sejak datang ta
Tangan Galina yang hendak menggoreskan ujung cutter yang tajam ke wajah Natasha terhenti. Seseorang memegang pergelangan tangan wanita itu.“Siapa yang berani menghentikanku?” tanya Galina kesal. Namun saat mendongak nafas wanita itu tercekat. Pasalnya dia melihat Leon yang sedang menatapnya dengan tajam. Bahkan Galina sampai merinding merasakan tatapan membunuh dari Leon.“Aku yang berani menghentikanmu.” Ucap Leon dengan nada dingin.“Leon.” Panggil Galina dengan suara lemah.“Kau ingin menyakiti wanita yang aku sukai? Apa kau bosan hidup, HUH?”Galina memejamkan matanya karena takut mendengar bentakan Leon.
“HUUAA….” Galina melemparkan gelas ke lantai dapur rumahnya dengan rasa kesal.“Wanita sombong sialan! Bagaimana bisa wanita tidak tahu diri seperti dia mendapatkan perhatian dari Leon? Menyebalkan.” Galina menjambak rambutnya sendiri dengan kesal.“Wow! Adikku sedang marah-marah rupanya.”Tatapan Galina beralih pada pria berambut pirang yang baru saja berjalan masuk ke dapur. Pria dengan tato ular di punggung tangannya itu berjalan hati-hati melewati pecahan gelas hingga sampai di samping Galina.“Jadi katakan padaku. Siapa yang membuat adik kesayanganku ini marah seperti ini? Aku pasti akan membunuhnya.” tanya pria itu.
Seseorang mendorong tubuh Natasha hingga tubuh wanita itu terhempas ke atas ranjang. Wanita itu meringis sakit ketika punggung dan kepalanya membentur dinding. Natasha meronta berusaha membebaskan tangannya yang diikat dengan tali. Dia semakin tidak bisa bergerak karena kakinya juga diikat. “Jadi ini Natasha Vasilkov? Cantik juga.” Natasha mendongak mendengar suara itu. Dia bisa melihat pria berambut pirang yang berjalan masuk ke dalam kamar. Yang membuat Natasha melotot kaget adalah gadis yang berdiri di samping Jayden. Galina. Wanita itu tersenyum puas melihat Natasha terbaring tak berdaya di atas ranjang. “Benar, Kak. Dia yang sudah membuatku kesal. Kalau dia lenyap aku bisa memiliki Leon.” Rengek Galina memeluk lengan Jayden.
Leon melajukan mobil sport silvernya dengan kecepatan tinggi melintasi jalanan di Moskow. Di belakangnya, Gavin mengikuti gerakan luwes Leon melewati beberapa mobil dengan menggunakan mobil sport merahnya. “Bilang tidak peduli tapi giliran Natasha dalam bahaya, dia orang pertama yang bergerak menyelamatkannya. Masih tidak mau mengakui jika dia masih mencintai Natasha, Dasar bodoh!” Gumam Gavin sendirian. “Tapi yang paling bodoh adalah orang-orang yang sudah mengusik Natasha. Mereka tidak tahu sudah memancing bahaya yang sangat besar.” Gavin terkekeh geli. Mobil Leon melambat saat masuk ke dalam jalanan yang lebih kecil. Hingga akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang jauh dari kerumunan penduduk. Gavin ikut berhenti tepat di belakang Leon. Kemudian dia meliha
Di dalam sebuah kamar dengan desain minimalis bernuansa gelap terlihat Leon menindih Natasha di atas ranjangnya. Satu tangannya menahan kedua tangan wanita itu. "Lepaskan aku, Leon." Natasha meronta berusaha membebaskan dirinya. "Kenapa, Natasha? Apakah kau lebih menikmati sentuhan beberapa pria tadi?" Leon tersenyum sinis. "Brengsek! Aku bahkan tidak sudi disentuh olehmu atau para pria brengsek tadi." "Mulutmu selalu tajam, Natasha. Sama seperti empat tahun yang lalu. Tapi kau akan lihat jika hanya aku yang mampu membuatmu bereaksi. Tidak pria manapun. Bahkan tidak dengan tunanganmu." Seketika mata Natasha melotot kaget me
Perlahan mata Natasha terbuka saat mendengar suara-suara. Setelah kesadarannya pulih, dia mendengar orang-orang berlalu lalang di luar kamar. Saat itulah Natasha sadar jika dia berada di kamar Leon. Wanita itu pun duduk di atas ranjang. Namun seketika Natasha mengerang saat merasakan selangkangannya yang terasa sakit. Permainan liar dan kasar Leon membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. Terutama bagian selangkangannya. Dia menoleh ke samping. Dia tidak melihat Leon berbaring di sampingnya. Bahkan ketika Natasha menyentuh bantal di sampingnya terasa dingin, wanita itu yakin Leon pergi setelah mereka berhubungan badan. Natasha menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut lalu turun dari atas ranjang. Dia menguatkan dirinya untuk berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Wanita itu harus menahan rasa sakit di selangkangannya.