Baron dan Cindy saling pandang setelah mendengar ucapan Adrian barusan.
"Hahahaha!"Tiba-tiba tawa keduanya pecah. Adrian jadi bingung melihat mereka malah tertawa seperti itu."Kamu itu cuma tukang kebun! Tau apa kamu tentang perusahaan! Sudah, pergi sana! Kembali bekerja!" Baron mengusir Adrian dari hadapannya."Tapi, Tuan. Sa-""Sudah pergi sana! Kamu itu hanya menambah beban saja!" kali ini Cindy tidak ingin kalah saing dalam menghinanya.Mereka pikir percuma saja mendengarkan Adrian. Apapun yang dia katakan tidak akan bisa membantu menyelesaikan masalah mereka.Mereka tahu kalau Adrian tidak punya uang, jadi untuk apa buang-buang waktu meladeni si tukang kebun.Adrian pun tidak jadi mengutarakan niatnya untuk membantu mertuanya. Jadi dia kembali keluar menuju taman belakang.'Lagipula mana mungkin mereka percaya kalau aku bilang punya uang!' pikirnya lagi.Adrian masih menahan diri sambil memikirkan bagaimana caranya membantu mertuanya. Siapa tahu mereka akan bersikap lebih baik padanya. Setidaknya menghargai kalau dia adalah suami dari anak mereka.Clara baru saja keluar dari kamarnya dan turun dari tangga. Dia yang melihat mamanya menangis segera menghampiri mereka."Ada apa, Pa? Ma? Kenapa mama menangis?" tanya Clara heran."Maafkan Papa, Sayang. Papa gagal dalam mengelola perusahaan kita. Papa kalah dan semua uang perusahaan yang tersisa sudah dibawa kabur oleh rekan bisnis Papa," akunya dengan kepala tertunduk lesu.Dia merasa malu dan gagal sebagai seorang ayah.Clara hanya bisa menghembuskan napas dengan berat.Padahal dulu dia juga bekerja tapi Papanya melarang dan berniat untuk menyiapkannya sebagai penerus perusahaan mereka, tapi sekarang perusahaan itu terancam bangkrut.Clara tampak berpikir sejenak untuk mencari jalan keluar."Bagaimana kalau kita meminta bantuan dari Paman Bryan?" ujarnya memberi usul.Kakak Papanya itu terbilang cukup sukses dan lebih kaya dibandingkan Baron."Siapa tahu Paman bisa meminjamkan dana darurat untuk mengembalikan perusahaan Papa agar stabil!" sambungnya lagi.Sebenarnya Baron tadi juga berpikir seperti itu tapi dia malu kalau harus berhutang pada orang lain.Rasa gengsi dan harga diri yang tinggi, membuatnya segan untuk berhutang meskipun pada saudaranya sendiri."Aku tidak mau meminjam uang padanya! Bisa malu aku dan digosipkan oleh seluruh keluarga kita!" tolaknya langsung.Tapi Cindy merasa kalau Clara benar, mereka tidak punya pilihan lain."Tapi, Pa! Siapa lagi yang akan membantu kita! Rumah ini juga sudah Papa gadaikan di Bank. kita tidak punya apa-apa lagi sebagai jaminan!" Cindy kembali mengingatkan suaminya.Baron tetap pada pendiriannya dan memutuskan, "Papa akan menjual mobil yang baru saja kita beli, Ma. Papa rasa itu akan cukup untuk sementara waktu," jelasnya."Apa? Tapi, Pa! Mama baru saja pamer pada teman-teman Mama! Mama malu kalau sampai mobil itu dijual!" rengek Cindy tidak terima dengan keputusan suaminya."Lalu aku harus bagaimana? Kita harus bisa mempertahankan perusahaan yang sudah aku bangun dengan susah payah!" Baron sudah kehabisan akal untuk menyelamatkan perusahaannya.Mereka semua hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Ternyata dari tadi Adrian mencuri dengar semua pembicaraan mereka.Akhirnya terlintas di kepala Adrian sebuah ide dan dia bisa memanfaatkan hal itu.'Aku bisa membantu mereka!' batinnya yakin.Siangnya…Adrian akan membuktikan ucapannya. Meskipun hanya tukang kebun, tapi dia yakin bisa membantu keluarga istrinya itu.Sekarang dia sudah kembali menjadi Tuan Nata pemilik perusahaan penjualan mobil mewah. Di mana anak cabang perusahaannya sudah tersebar di pelosok negeri.Adrian masih harus bersembunyi dan akan mengungkap jati dirinya disaat yang tepat.Baron sudah bersiap untuk pergi ke showroom mobil yang kemarin dia datangi.Baron berencana menjual kembali mobil itu, meskipun akan kehilangan sedikit uangnya tapi tidak masalah.Yang penting dia bisa mendapatkan dana darurat secepatnya."Adrian!" pekiknya lantang."Iya, Tuan!" sahut Adrian yang baru saja selesai bekerja."Kamu yang bawa mobil! Buat dirimu berguna kali ini!" Baron melempar kunci mobil itu ke arahnya.Adrian menangkap dengan sigap, kalau tidak pasti sudah mengenai wajahnya.Bisa lecet wajah tampan dengan jambang dan kumis tipis itu.Kalau bukan tukang kebun, mungkin para wanita di luar sana sudah mengantri untuk jadi istrinya.Seperti saat dulu, sewaktu Adrian dikejar banyak wanita cantik setiap kali bepergian kemanapun.Adrian menggelengkan kepalanya mencoba mengusir bayangan masa lalunya. Sekarang ada hal penting yang harus dia lakukan.Saat ini dia mengikuti Baron menuju halaman depan.Pak Mario dengan cepat membuka pintu gerbang saat Tuannya masuk ke dalam mobil.Dalam waktu setengah jam, mereka akhirnya sampai ke tempat penjualan mobil itu.Sebelum masuk Baron berpesan pada Adrian,"Jangan pergi kemanapun! Tunggu aku sampai selesai. Mengerti kamu!" titahnya.Adrian hanya menjawab dengan anggukan sambil tersenyum.Baron pun menemui petugas di sana dan menjelaskan apa niatnya datang kemari.Sementara itu Adrian melihat sekeliling.Dia mencari celah, bagaimana caranya agar Baron tidak curiga nantinya.Setelah Baron sudah sedikit sibuk dan lengah. Barulah Adrian pergi ke meja tempat Manager tempat itu."Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" ucapnya ramah lalu berdiri dari duduknya."Siang, Pak. Saya mau minta tolong sedikit," jawab Adrian tersenyum.Pria berumur tiga puluhan itu memindai penampilan Adrian dari atas sampai bawah.Dia menilai Adrian pastikan orang miskin dan tidak punya uang dan dia juga ragu kalau Adrian kemari ingin membeli mobil di sini."Maaf, soal apa ya, Pak?" raut wajahnya terlihat datar, bahkan terkesan cuek.Adrian hanya menjawab dengan senyuman.Sebentar lagi pria ini akan tersenyum dan menjabat tangannya erat."Tolong tolak pengembalian mobil pria yang di sana. Dan berikan nomor rekeningnya. Saya ingin mentransfer sejumlah uang dengan kartu milik saya. Apa Anda bisa membantu saya?" tanya Adrian memastikan lagi.Pria itu bengong sesaat lalu kembali tersadar."Maaf, Pak. Apa Anda bercanda? Anda terlihat tidak punya uang banyak," ujarnya tanpa basa basi lagi.Adrian tetap santai dan mengeluarkan kartu miliknya dari dompet usang itu."Saya akan memakai ini. Tapi kamu jangan beritahukan hal ini padanya. Saya akan memberi kalian uang tip!" pinta Adrian lagi.Pria itu awalnya ragu dan menatap Adrian jijik karena penampilannya, bahkan dia melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir manyun, tapi dia akhirnya tetap menerima kartu itu."Pak, anda jangan coba-coba menipu saya! Apa ini kartu mainan?" ucapnya dengan kekehan geli mengejek Adrian.Dia membolak balik kartu itu karena desainnya berbeda dengan kartu yang biasa dia terima."Sudah cepat lakukan saja perintahku!" perintah Adrian tidak sabar."Paling juga saldonya kosong!" gumamnya pelan tapi Adrian masih bisa mendengarnya.Pria itu mulai mencoba dan mengikuti sesuai permintaan Adrian. Meskipun dengan raut wajah terpaksa."Silahkan masukkan kode pinnya, Pak!" ucapnya dengan kening berkerut heran karena ternyata kartu itu berfungsi.Adrian menekan sederet angka yang masih dihafalnya dengan baik. Dan ternyata Joseph tidak merubah nomor pinnya.Transaksi berhasil!Pria itu sampai melongo tidak percaya. Dia sampai mengecek berulang kali untuk memastikan kalau matanya tidak salah lihat.'Aduh mati aku! Ternyata dia orang kaya! Aku bisa dipecat dari showroom ini!' hatinya kalut.Pria itu mendadak gelisah dan gugup menyesali sikapnya yang kurang sopan pada pelanggan."Maafkan atas sikap kurang ajar saya, Pak. Ini kartunya saya kembalikan," ucapnya sambil menahan malu karena sudah meremehkan Adrian."Lain kali lebih teliti!"Adrian tersenyum puas karena berhasil membuat pria itu menundukkan kepalanya dan meminta maaf berulang kali.Sementara itu Baron menunggu keputusan dari pihak showroom ini saat dia mengembalikan mobil yang baru sehari dibelinya.Petugas pria itu akhirnya datang dan duduk di depannya."Ok, Pak. Uangnya sudah kami transferkan ke nomor rekening Bapak. Nanti bisa dicek. Dan juga Bapak tetap bisa membawa pulang mobilnya," jelasnya tersenyum sopan.Baron masih lambat menerima ucapan pria itu dan tidak mengerti maksudnya."Apa? Kenapa bisa begitu? Saya tidak paham," tuturnya bingung.Petugas itu tersenyum dan kembali menjawab, "Anda mendapatkan hadiah, Pak. Itu saja. Terima kasih sudah membeli mobil di showroom kami, Pak. Jangan lupa kembali lagi lain waktu," ucapnya tersenyum.Baron hanya bisa menganga tidak mengerti."Tapi kok bisa? Maksudnya mobil saya tetap menjadi milik saya?" tanyanya sekali lagi."Benar, Pak. Anda sudah bisa membawanya pulang kembali ke rumah," jelasnya lagi.Baron masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.Adrian menghampiri Baron dan mengajaknya pulang."Tuan, Mari kita pulang!" ucapnya sambil menunjukkan kunci mobil itu."Eh, o-oke!" Baron sampai terbata menjawab Adrian.Setelah pulang ke rumah. Baron langsung mengecek saldo rekeningnya. Dan benar saja, ada uang sebesar tiga ratus juta terpampang nyata di sana.Pria itu sampai menghitung dan mengecek angkanya berulang kali."Ke-kenapa bisa sebanyak ini?" ucapnya tidak percaya.Adrian hanya tersenyum melihat Baron yang masih saja kebingungan.Dia pun mengatakan hal yang akan membuat mertuanya itu tidak memikirkan lagi dari mana uang itu datang."Mungkin itu adalah uang transferan dari hadiah sesuai yang petugas itu katakan, Tuan. Tuan sedang bernasib baik. Uang itu bisa digunakan untuk membantu keuangan perusahaan saat ini!" ucapnya terlihat sangat yakin.Baron menganggukkan kepalanya tanda setuju."Benar juga, ya? Kenapa aku tidak berpikir kesana. Terserahlah ini uang dari siapa! Toh, aku mendapatkannya dengan cara yang bukan ilegal! Hahaha!" Baron malah tertawa senang karena sudah mendapatkan rezeki nomplok.Dia tidak jadi menjual mobilnya dan sekarang rekeningnya sudah terisi.Apalagi yang harus dia pikirkan.Justru yang dia harus pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar perusahaannya kembali bangkit dan mereka tidak jadi jatuh miskin.Mau ditaruh di mana wajahnya kalau sampai mereka terusir dari rumah ini. Bisa-bisa Baron tidak akan lagi berani un
Cindy dan Clara terkejut mendengar itu.Cindy malah tertawa mengejek Adrian, sementara Clara diam saja dengan ekspresi yang tidak terbaca.Bagi Adrian, tentu saja tidak terima dengan penawaran Ronald.'Sial! Ternyata dia sengaja mempermainkanku?!' batin Adrian kesal.Meskipun begitu Adrian tetap berusaha bersikap biasa aja dan menanggapi dengan senyuman."Terima kasih sebelumnya, Kak. Tapi maaf, sepertinya aku tidak bisa menerima pekerjaan itu," tolak Adrian yang secara halus."Benarkah? Sayang sekali ckckck!" jawab Ronald pura-pura peduli.Padahal dari awal dia memang tidak suka pada Adrian. Dia sengaja menawarkan pekerjaan yang paling rendah agar lebih leluasa menghina Adrian.Tentu dia tidak peduli dengan perasaan Clara, keluarga mereka semua tahu kalau Clara terpaksa menikah dengannya untuk menutupi malu.Cindy yang mendengar itu malah semakin mengompori untuk memperkeruh keadaan."Halah! Pekerjaan itu memang cocok untuk pria sepertimu! Tidak usah sok jual mahal dan pilih-pilih de
Adrian pun berusaha untuk bersikap biasa saja dan tetap tenang dalam situasi ini.Dia sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini."Iya benar, aku adalah suaminya Clara. Memangnya ada apa?" Adrian bertanya dengan santai.Tidak terlihat ketakutan di wajahnya, karena dia tahu betul siapa orang yang berhadapan dengannya saat ini.Dia adalah mantan tunangannya Clara yaitu Daniel.Pemuda yang berselingkuh dan menghamili wanita lain sehingga membuat Baron menikahkan Adrian dengan Clara.Alasan yang membuat Adrian sendiri bersyukur karena bisa mendapatkan wanita yang dicintainya, meskipun dengan cara yang seperti itu.Daniel pun tersenyum miring dan berjalan lebih dekat ke arah Adrian.Dia menatap Adrian dari atas sampai bawah, memperhatikannya dengan tatapan yang mengejek."Aku tidak menyangka kalau selera Clara ternyata berubah, ya? Dia memilih pria yang rendahan dan miskin!" ucapnya sambil melakukan gerakan mengibas di pundak kiri Adrian.Seperti membuang sebuah kotoran dan debu.Adrian pun
Clara heran melihat Adrian yang bengong.Dia pun melambaikan tangannya ke kiri dan kanan di depan wajah Adrian."Hei! Adrian? Kamu kenapa?"Adrian yang terkesiap pun kembali sadar.Matanya mengerjap beberapa kali sebelum tersadar sepenuhnya.Rupanya tadi dia melamun dan membayangkan saat memeluk dan mencium Clara.Wajahnya pun memerah karena mengingat itu.Seandainya dia punya keberanian untuk melakukannya.Tapi Adrian takut Clara akan marah atau malah menamparnya.Dia tidak ingin wanita cantik di hadapannya ini membencinya karena hal sepele.'Semoga saja dia tidak berpikir yang aneh tentangku!' pinta Adrian dalam hati."Ma-maaf, Clara. Terima kasih sudah mendukungku!" ucapnya gugup dengan mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Oh, oke. Aku masuk dulu," ujar Clara dengan ekspresi yang kembali datar.Adrian pun menghembuskan napas lega karena hampir saja membuatnya malu.Dia menatap tubuh belakang Clara sampai menghilang di balik pintu kamarny
Clara pun menggelengkan kepalanya karena terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia merasa Adrian terlalu berambisi untuk membuktikan ucapannya."Adrian, kamu kerja saja dulu dengan baik dan benar. Gunakanlah kesempatan yang Papa dan Mama berikan untukmu! Tidak perlu memikirkan soal aku, kamu paham kan?" ucap Clara dengan ekspresi yang tidak terbaca.Adrian pun mengatupkan mulutnya karena tidak menyangka Clara akan mengucapkan hal itu.Ternyata istrinya itu belum bisa menerima dia sepenuhnya.Sikap baik Clara padanya memang karena sifat gadis itu yang baik, bukan karena simpati padanya.Andrian pun juga merasa ini terlalu cepat dan mungkin bisa membuat mereka semua terkejut, jadi dia akan pelan-pelan bergerak.Karena tidak mungkin juga Adrian langsung membeli mobil ataupun menunjukkan kalau mempunyai uang, sedangkan dia baru saja bekerja.Adrian pun tetap memasang senyuman manisnya."Iya, aku minta maaf. Maksudnya aku akan membelikanmu mobil setelah aku bekerja keras dan men
Adrian pun terkejut dan juga bingung harus berbuat apa."Dari mana kamu tahu tentang hal itu?" tanya Adrian memberanikan diri.Lalu Gio pun tersenyum jahat dan mengatakan hal yang membuat Adrian semakin terperanjat."Tentu saja aku tahu! Karena mantan dari istrimu itu adalah temanku! Daniel, mantan tunangan Clara adalah temanku! Dia yang memberitahuku hal itu!" jelasnya dengan gaya yang angkuh.Iya, tentu saja Andrian tidak bisa menebak hal itu.Jadi dia benar-benar merasa kecolongan.Adrian pun mengatupkan rahangnya karena kesal. Seharusnya dari awal dia tidak melayani pria di hadapannya ini yang bermulut besar.Bayu pun tidak mau kalah dan berkata, "Oh, jadi ini orangnya? Kenapa Clara bisa menikah dengannya? Seleranya benar-benar sungguh rendah!" lagi-lagi pria itu menghina Adrian.Bimo yang tidak tahan melihat mereka pun berusaha untuk membuat suasana menjadi lebih baik."Sudahlah! Untuk apa diperdebatkan. Itu kan masalah pribadi, kita tidak perlu ikut campur! Sekarang ini kita ada
Gio pun memutar otak untuk mencari cara, bagaimana membuat Adrian menderita."Hmm, aku rasa mulai dari hal kecil dulu!" gumamnya tersenyum culas.Gio bukannya sibuk bekerja tapi malah sibuk memikirkan orang lain.Benar-benar tidak patut ditiru!.Lalu Gio pun melihat Bimo dan Adrian yang sedang berada di salah satu sudut ruangan.Di mana Bimo sedang memperkenalkan apa-apa saja bagian yang ada di tempat kerja mereka.Mereka berdua terlihat sangat serius sekali, jadi Gio akan menggunakan kesempatan ini untuk melancarkan aksinya.Gio pun menatap sekeliling dan memastikan bahwa tidak ada orang yang memperhatikannya saat ini.Gio mulai dari hal yang kecil dulu, dia mengambil sesuatu dari dalam laci dan dengan cepat memasukkan ke dalam saku celananya."Nah, setelah ini aku yakin kamu pasti akan dibenci banyak orang!" gumamnya seorang diri.Sudah selesai melakukan itu, dia pun kembali untuk fokus bekerja.Siangnya…Jam makan siang selesai, semua karyawan pun kembali memulai aktivitas mereka.
Flashback sebelumnya…Adrian baru saja masuk ke dalam kamarnya.Sementara itu Clara juga sampai di rumah.Dia memutuskan pulang lebih dulu dari Papanya. Dia ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin pergi ke suatu tempat.Lagipula belum banyak yang dia lakukan saat ini karena masih dalam tahap pengenalan dengan perusahaan.Clara menenteng dua kantor paper bag.Dia baru saja belanja sesuatu.Cindy yang baru saja masuk ke rumah setelah dari taman belakang, melihat dengan antusias saat ada yang dibawa putrinya, langsung penasaran dengan isinya."Apa ini, Sayang? Kamu habis belanja baju?" tebaknya benar dengan mata berbinar."Iya, Ma. Tapi ini bukan untukku. Ini untuk Adrian," jawabnya sedikit pelan."Apa?! Untuk apa kamu membelikan tukang kebun itu baju?!" pekiknya tidak terima.Cindy merebut paper bag itu dari tangan Clara dan membukanya.Ada beberapa pasang pakaian kemeja dan lainnya."Apa ini, Clara? Kamu sudah mulai simpati padanya? Dia bahkan belum memberimu apapun!" Cindy melempa
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.