Adrian pun berusaha untuk bersikap biasa saja dan tetap tenang dalam situasi ini.
Dia sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini."Iya benar, aku adalah suaminya Clara. Memangnya ada apa?" Adrian bertanya dengan santai.Tidak terlihat ketakutan di wajahnya, karena dia tahu betul siapa orang yang berhadapan dengannya saat ini.Dia adalah mantan tunangannya Clara yaitu Daniel.Pemuda yang berselingkuh dan menghamili wanita lain sehingga membuat Baron menikahkan Adrian dengan Clara.Alasan yang membuat Adrian sendiri bersyukur karena bisa mendapatkan wanita yang dicintainya, meskipun dengan cara yang seperti itu.Daniel pun tersenyum miring dan berjalan lebih dekat ke arah Adrian.Dia menatap Adrian dari atas sampai bawah, memperhatikannya dengan tatapan yang mengejek."Aku tidak menyangka kalau selera Clara ternyata berubah, ya? Dia memilih pria yang rendahan dan miskin!" ucapnya sambil melakukan gerakan mengibas di pundak kiri Adrian.Seperti membuang sebuah kotoran dan debu.Adrian pun balas menatap tajam pada pria sombong itu."Memangnya kenapa? Setidaknya aku lebih jauh lebih gentle daripada kau yang tidak bertanggung jawab sama sekali! Apa kau pantas disebut seorang pria?!" Adrian pun balik menekan Daniel.Dulu saat awal menikah dengan Clara, Adrian memang sedikit malu dan takut apabila nanti berjumpa dengan mantan tunangan istrinya itu, karena pasti akan dihina dan diremehkan seperti saat ini.Tapi sekarang semuanya sudah berubah, dia sudah mendapatkan kembali apa yang menjadi miliknya.Jadi sekarang Adrian tidak merasa khawatir lagi, apalagi Daniel hanyalah seorang karyawan Bank.Mudah saja bagi Adrian untuk menyaingi kekayaannya, malah sekarang justru Daniel seorang pemuda biasa di mata Adrian.Mendapatkan jawaban berani seperti itu dari Adrian, membuat Daniel mengatupkan rahangnya karena kesal."Lihat saja! Aku yakin kalau kalian tidak akan bertahan lama! Karena aku sangat yakin sekali kalau Clara masih mencintaiku! Terbuktikan sampai saat ini kalian bahkan belum mempunyai anak!" dia sengaja memanasi Adrian.Bagi seorang yang sudah menikah hal itu pastilah masalah yang sensitif.Karena semua orang yang menikah pasti akan menginginkan keturunan.Adrian masih tetap diam mendengarkan Daniel bicara dulu sesukanya.Pemuda bermata coklat itu pun melanjutkan, "Mungkin kalau aku meminta Clara kembali bersamaku, dia akan dengan sukarela dan akan menendangmu dari hidupnya!" tutur Daniel percaya diri.Adrian pun tersenyum miring, "Omong kosong! Teruslah bermimpi, Pak!" dia pun tidak mau kalah.Daniel pun tertawa terbahak lalu melipat kedua tangannya di depan dada."Kau lihat dirimu! Seorang pria miskin dan tidak jelas asal usulnya! Semua orang juga pasti bisa menilai kalau kau tidak pantas menjadi suami Clara!" dia merasa kurang puas menginjak harga diri Adrian.Adrian mengepalkan tangannya erat dan dengan susah payah menahan emosinya, apalagi saat ini mereka berada di tempat umum.Kalau dia membuat masalah, nanti bisa berimbas pada keluarga mertuanya dan Adrian tidak mau kalau Baron menyalahkannya, meskipun pria angkuh itu yang memulai duluan.Adrian mencoba meredam emosinya dan akan membalas Daniel pada waktu yang tepat nanti."Kita lihat saja nanti! Aku akan membuktikan padamu kalau akulah yang terbaik untuknya!" jawab Adrian berani.Setelah itu dia melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana.Tidak ada gunanya meladeni pria seperti itu, apalagi Adrian tidak punya banyak waktu."Huh! Percaya diri sekali kau!" ujarnya menatap remeh Adrian yang sudah menjauh.Daniel heran melihat sikap Adrian yang terlihat tidak terpengaruh pada semua ucapannya, hal itu semakin membuatnya kesal.Dia masih berharap suatu saat nanti Clara mau kembali padanya, tidak peduli saat ini dia sudah punya wanita lain.Adrian pun menghampiri salah satu konter ponsel dengan merk yang cukup terkenal.Meskipun pegawai disana menawarkan ponsel dengan harga mahal dan keluaran terbaru, tapi Adrian tidak tertarik meskipun dia memiliki uang untuk membelinya.Setelah melihat beberapa pilihan, dia memutuskan membeli ponsel biasa dengan kisaran harga tiga jutaan saja.Dia rasa itu cukup untuk seorang karyawan biasa. Sesuai dengan keinginan awalnya.Setelah selesai dengan semua urusannya, Adrian pun bergegas pulang.Apalagi tadi pagi Baron sudah berpesan untuk secepatnya kembali ke rumah, karena dia masih mempunyai rutinitas pekerjaan yang harus diurusnya.Rumah Keluarga Baron…Dengan langkah percaya diri Adrian masuk ke dalam rumah.Dia mencari keberadaan Cindy ataupun Clara, istrinya itu untuk memberitahukan berita penting.Dia pun melihat Cindy dan juga Clara sedang mengobrol di taman belakang dekat kolam renang."Ma, Adrian sudah pulang!" ujar Clara memberitahu Mamanya.Dia terlihat tidak sabar meskipun tidak mengatakannya langsung."Nyonya dan Clara! Aku punya berita baik!" tutur Adrian tersenyum."Hmmm, apa?!" tanya Cindy tetap ketus dengan bibir maju."Aku sudah mendapatkan pekerjaan di showroom mobil One Car. Mulai besok Adrian sudah bisa kerja!" Adrian terlihat sangat bersemangat mengatakan itu.Clara langsung tersenyum tipis mendengar itu, sementara Cindy terlihat biasa saja, seolah itu bukan hal yang penting."Selamat ya! Semoga pekerjaannya berjalan lancar!" ucapnya memberi selamat."Terima kasih, Clara!" Adrian sangat senang mendengar hal itu.Mereka jarang berkomunikasi, tapi sekarang Adrian senang karena Clara selalu bersikap baik padanya."Halah! Paling juga jadi karyawan biasa! Bagian bersih-bersih ya? Tidak usah pamer! Kalau kamu jadi Ceo showroom itu baru aku tepuk tangan!" cibir Mama mertuanya itu dengan nada mengejek."Tidak, Nyonya. Adrian bertugas sebagai marketing bagian penjualan. Gajinya juga lumayan," jelasnya percaya diri.Adrian ingin sekali mengatakan kalau dialah pemilik tempat itu, tapi itu tidak mungkin, belum saatnya mereka tahu siapa dia sebenarnya. Jadi Adrian masih harus bersabar lagi."Mama, jangan begitu. Setidaknya Adrian sudah berusaha, tidak mudah mencari pekerjaan saat ini," Clara membela suaminya."Ikh! Kenapa kamu membelanya? Nanti dia malah tambah besar kepala! Apa yang kamu bawa?" tanya Cindy dengan penuh selidik.Matanya tertuju pada paper bag kecil yang ditenteng Adrian."Oh, ini? Ini ponsel baru, Nyonya. Aku baru saja membelinya tadi," jelas Adrian dan memperlihatkan kotak ponsel yang masih belum dibuka."Uang darimana kamu?!"Cindy tahu Adrian tidak punya uang, kalaupun ada, uangnya pasti tidak akan cukup untuk membeli ponsel."Hmm, ini dapat pinjaman dari atasan, Nyonya. Untuk memudahkan Adrian saat bekerja nanti," jelasnya dengan asal.Dia lupa memikirkan hal itu, seharusnya dia tahu kalau Cindy pasti heran darimana dia bisa membeli ponsel itu."Oh! Ponsel murah juga! Yah, cocoklah untukmu!" ucapnya kembali acuh."Mama!" Clara kembali mengingatkan."Mulai besok Adrian izin pergi bekerja, Nyonya. Jadi untuk pekerjaan di rumah ini Adrian tidak bisa lagi mengerjakannya," ucap Adrian meminta pengertian Cindy.Tidak mungkin dia masih merangkap jadi tukang kebun rumah ini lagi."Enak saja! Lalu siapa yang akan mengurus tanamanku?! Kamu tetap harus merawat semuanya seperti biasa!" wanita itu tidak mau tahu."Tapi, Nyonya. Saya ka-""Tidak ada tapi-tapian! Sekarang cepat kamu siram taman di depan! Selesaikan semua pekerjaanmu!" titahnya dengan mata yang melotot."Mama, tapi Adrian baru saja pulang. Biarkan dia istirahat dulu," Clara sedikit tidak tega."Tidak apa-apa, Clara. Aku ganti baju dulu," ucap Adrian tersenyum.Adrian pun masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaian yang lebih santai.Dia memakai kaos oblong berwarna abu muda yang sangat pas di tubuh nya juga memakai celana pendek selutut berwarna khaki.Saat keluar dari kamar, dia tidak sengaja berpapasan dengan Clara yang ingin masuk ke dalam kamarnya."Hmm, aku senang kamu sudah bekerja. Semangat ya! Semoga lancar!" ujar istrinya dengan senyuman tipis.Adrian yang mendengar itu, merasakan tubuhnya mendadak seperti tersengat listrik.Seolah mendapatkan kekuatan dari orang yang dia cintai.Adrian pun menghampiri Clara dan memeluk tubuh istrinya dengan erat.Clara heran melihat Adrian yang bengong.Dia pun melambaikan tangannya ke kiri dan kanan di depan wajah Adrian."Hei! Adrian? Kamu kenapa?"Adrian yang terkesiap pun kembali sadar.Matanya mengerjap beberapa kali sebelum tersadar sepenuhnya.Rupanya tadi dia melamun dan membayangkan saat memeluk dan mencium Clara.Wajahnya pun memerah karena mengingat itu.Seandainya dia punya keberanian untuk melakukannya.Tapi Adrian takut Clara akan marah atau malah menamparnya.Dia tidak ingin wanita cantik di hadapannya ini membencinya karena hal sepele.'Semoga saja dia tidak berpikir yang aneh tentangku!' pinta Adrian dalam hati."Ma-maaf, Clara. Terima kasih sudah mendukungku!" ucapnya gugup dengan mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Oh, oke. Aku masuk dulu," ujar Clara dengan ekspresi yang kembali datar.Adrian pun menghembuskan napas lega karena hampir saja membuatnya malu.Dia menatap tubuh belakang Clara sampai menghilang di balik pintu kamarny
Clara pun menggelengkan kepalanya karena terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia merasa Adrian terlalu berambisi untuk membuktikan ucapannya."Adrian, kamu kerja saja dulu dengan baik dan benar. Gunakanlah kesempatan yang Papa dan Mama berikan untukmu! Tidak perlu memikirkan soal aku, kamu paham kan?" ucap Clara dengan ekspresi yang tidak terbaca.Adrian pun mengatupkan mulutnya karena tidak menyangka Clara akan mengucapkan hal itu.Ternyata istrinya itu belum bisa menerima dia sepenuhnya.Sikap baik Clara padanya memang karena sifat gadis itu yang baik, bukan karena simpati padanya.Andrian pun juga merasa ini terlalu cepat dan mungkin bisa membuat mereka semua terkejut, jadi dia akan pelan-pelan bergerak.Karena tidak mungkin juga Adrian langsung membeli mobil ataupun menunjukkan kalau mempunyai uang, sedangkan dia baru saja bekerja.Adrian pun tetap memasang senyuman manisnya."Iya, aku minta maaf. Maksudnya aku akan membelikanmu mobil setelah aku bekerja keras dan men
Adrian pun terkejut dan juga bingung harus berbuat apa."Dari mana kamu tahu tentang hal itu?" tanya Adrian memberanikan diri.Lalu Gio pun tersenyum jahat dan mengatakan hal yang membuat Adrian semakin terperanjat."Tentu saja aku tahu! Karena mantan dari istrimu itu adalah temanku! Daniel, mantan tunangan Clara adalah temanku! Dia yang memberitahuku hal itu!" jelasnya dengan gaya yang angkuh.Iya, tentu saja Andrian tidak bisa menebak hal itu.Jadi dia benar-benar merasa kecolongan.Adrian pun mengatupkan rahangnya karena kesal. Seharusnya dari awal dia tidak melayani pria di hadapannya ini yang bermulut besar.Bayu pun tidak mau kalah dan berkata, "Oh, jadi ini orangnya? Kenapa Clara bisa menikah dengannya? Seleranya benar-benar sungguh rendah!" lagi-lagi pria itu menghina Adrian.Bimo yang tidak tahan melihat mereka pun berusaha untuk membuat suasana menjadi lebih baik."Sudahlah! Untuk apa diperdebatkan. Itu kan masalah pribadi, kita tidak perlu ikut campur! Sekarang ini kita ada
Gio pun memutar otak untuk mencari cara, bagaimana membuat Adrian menderita."Hmm, aku rasa mulai dari hal kecil dulu!" gumamnya tersenyum culas.Gio bukannya sibuk bekerja tapi malah sibuk memikirkan orang lain.Benar-benar tidak patut ditiru!.Lalu Gio pun melihat Bimo dan Adrian yang sedang berada di salah satu sudut ruangan.Di mana Bimo sedang memperkenalkan apa-apa saja bagian yang ada di tempat kerja mereka.Mereka berdua terlihat sangat serius sekali, jadi Gio akan menggunakan kesempatan ini untuk melancarkan aksinya.Gio pun menatap sekeliling dan memastikan bahwa tidak ada orang yang memperhatikannya saat ini.Gio mulai dari hal yang kecil dulu, dia mengambil sesuatu dari dalam laci dan dengan cepat memasukkan ke dalam saku celananya."Nah, setelah ini aku yakin kamu pasti akan dibenci banyak orang!" gumamnya seorang diri.Sudah selesai melakukan itu, dia pun kembali untuk fokus bekerja.Siangnya…Jam makan siang selesai, semua karyawan pun kembali memulai aktivitas mereka.
Flashback sebelumnya…Adrian baru saja masuk ke dalam kamarnya.Sementara itu Clara juga sampai di rumah.Dia memutuskan pulang lebih dulu dari Papanya. Dia ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin pergi ke suatu tempat.Lagipula belum banyak yang dia lakukan saat ini karena masih dalam tahap pengenalan dengan perusahaan.Clara menenteng dua kantor paper bag.Dia baru saja belanja sesuatu.Cindy yang baru saja masuk ke rumah setelah dari taman belakang, melihat dengan antusias saat ada yang dibawa putrinya, langsung penasaran dengan isinya."Apa ini, Sayang? Kamu habis belanja baju?" tebaknya benar dengan mata berbinar."Iya, Ma. Tapi ini bukan untukku. Ini untuk Adrian," jawabnya sedikit pelan."Apa?! Untuk apa kamu membelikan tukang kebun itu baju?!" pekiknya tidak terima.Cindy merebut paper bag itu dari tangan Clara dan membukanya.Ada beberapa pasang pakaian kemeja dan lainnya."Apa ini, Clara? Kamu sudah mulai simpati padanya? Dia bahkan belum memberimu apapun!" Cindy melempa
Adrian berulang kali mematut diri di depan cermin.Dia ingin memastikan kalau semuanya sudah rapi dan pantas.Dia tersenyum seorang diri dan mendesah pelan."Aku jadi bersemangat untuk bekerja!" ucapnya yakin.Dia memakai baju dan semua pemberian dari Clara tadi malam.Adrian terlihat sangat tampan dan gagah.Setelah selesai bersiap, Adrian pun turun dan melihat semua keluarga istrinya sedang sarapan di meja makan.Lalu Adrian turun dari tangga dan berjalan ke arah mereka.Sontak saja Baron, Cindy dan juga Clara membelalakan mata dan melongo melihat penampilan Adrian hari ini.Adrian memilih memakai kemeja lengan panjang berwarna navy dan celana abu tua, lengkap dengan sepatu yang mengkilap.Clara bahkan sampai tidak berkedip sama sekali saat menatap Adrian yang rapi, tampan dan juga gagah secara keseluruhan. Bahkan Adrian juga merapikan jambang tipis miliknya itu. Benar-benar sangat berbeda dari penampilan A
Gio melihat sekeliling untuk memastikan sekali lagi kalau tidak ada yang mendengar dia bicara."Dia berhasil menjual tiga unit mobil hari ini! Bayangkan saja, dia baru bekerja dua hari! Aku tidak percaya dia begitu hebat melobi pelanggan," ungkapnya dengan perasaan dongkol.["Wah, benarkah? Dia benar-benar akan jadi pesaing terberatmu! Lalu kenapa rencanamu kemarin bisa gagal?! Kenapa tidak buat dia langsung dipecat saja dari sana! Dengan begitu kita berdua sama-sama untung!" Daniel juga sama menggebunya dengan Gio.]Bibir Gio berdecak mendengar itu. Membuatnya kembali teringat rencana kemarin yang tidak berpengaruh sama sekali pada Adrian."Aku akan memikirkannya nanti! Kau enak tinggal bicara! Sedangkan aku harus berbuat semuanya sendirian di sini!" ujarnya menggerutu.Daniel yang sedang menghisap rokok, lalu membuangnya karena kesal mendengar Gio bicara seperti itu.["Aku belum ada waktu saat ini. Tunggu saat yang tepat aku akan datang dan membuatnya malu! Lihat saja nanti!" ucapny
Pria yang menguping pembicaraan Baron tadi tak lain adalah keponakannya sendiri yaitu Ronald.Ternyata dia juga berada di sana, duduk bersama rekan bisnis yang lain, tepat bersebelahan dengan meja Baron, tapi entah kenapa pria itu tidak menyadari kalau Ronald juga ada di sana.Itu karena dia terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya lepas dari cengkraman pertanyaan teman-temannya itu, sehingga melupakan keberadaan Ronald.'Oh, jadi begitu ya?' batin Ronald penasaran.Dia tersenyum penuh arti.Setelah selesai menghadiri pertemuan di hotel itu, Ronald yang memang menjabat sebagai Ceo perusahaan Papanya tentu bebas untuk pergi ke manapun.Meskipun masih saat di jam kerja.Bos, jadi bisa sesuka hati!.Lalu pria dengan tubuh tinggi tegap dan juga atletis itu segera melajukan mobil miliknya yang berwarna putih itu keluar dari parkiran hotel.Dia pun berniat untuk mencari tahu sendiri apa maksud dari ucapan Baron, karena dia begitu penasaran.Apalagi dia juga tidak tahu kalau Adrian ternyat
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.