Clara heran melihat Adrian yang bengong.
Dia pun melambaikan tangannya ke kiri dan kanan di depan wajah Adrian."Hei! Adrian? Kamu kenapa?"Adrian yang terkesiap pun kembali sadar.Matanya mengerjap beberapa kali sebelum tersadar sepenuhnya.Rupanya tadi dia melamun dan membayangkan saat memeluk dan mencium Clara.Wajahnya pun memerah karena mengingat itu.Seandainya dia punya keberanian untuk melakukannya.Tapi Adrian takut Clara akan marah atau malah menamparnya.Dia tidak ingin wanita cantik di hadapannya ini membencinya karena hal sepele.'Semoga saja dia tidak berpikir yang aneh tentangku!' pinta Adrian dalam hati."Ma-maaf, Clara. Terima kasih sudah mendukungku!" ucapnya gugup dengan mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Oh, oke. Aku masuk dulu," ujar Clara dengan ekspresi yang kembali datar.Adrian pun menghembuskan napas lega karena hampir saja membuatnya malu.Dia menatap tubuh belakang Clara sampai menghilang di balik pintu kamarnya.Adrian sangat berharap suatu saat nanti mereka bisa lebih akrab lagi dan Adrian benar-benar bisa memeluk istrinya itu dalam keadaan sadar."Kapan kamu bisa menerimaku?" desahnya pelan.Tak ingin larut dalam keadaan, Adrian memutuskan untuk segera turun karena siang sudah hampir beranjak pergi menuju sore, dia pun kembali melakukan rutinitasnya seperti biasa untuk merawat tanaman yang ada di sekeliling rumah itu.Sementara itu dari lantai atas, Clara memperhatikan Adrian dari balik jendela kamarnya.Malamnya…Setelah makan malam dan beristirahat sebentar.Baron pun memanggil Clara untuk mengajaknya bicara tentang perusahaan miliknya."Ada apa, Pa?" tanya anak perempuan satu-satunya itu."Ada yang ingin Papa minta darimu. Kamu tahu kan sekarang perusahaan Papa sedang dalam proses kembali ke awal, Papa ingin kamu bekerja di perusahaan untuk membantu Papa. Bagaimana?" ungkapnya dengan mimik wajah yang serius.Setelah seharian memperbaiki dan menyusun ulang agenda perusahaan, membuat Baron berpikir untuk meminta bantuan Clara."Maksudnya aku bekerja bersama Papa?" tanya wanita bermata coklat terang itu memastikan lagi."Iya benar, Nak. Kamu bisa kan? Papa butuh orang yang bisa dipercaya untuk mengelola perusahaan kita," jelasnya lagi.Clara pun tampak berpikir sejenak, lalu mengatakan jawabannya dengan yakin."Baiklah, Pa. Clara mau ikut Papa mengurus perusahaan. Lagipula Clara juga bosan di rumah terus seharian," jawabnya dengan tersenyum.Mendengar itu wajah Baron langsung berbinar senang dengan mata yang lebar."Benarkah? Apa kamu yakin, Nak? Papa tidak memaksamu loh! Ini hanya pertanyaan biasa dan kesukarelaan dari hatimu saja," ucap Baron merasa senang.Tapi walaupun Clara tidak mau, dia tidak akan memaksa putrinya untuk mengikuti kemauannya."Iya benar sekali, Pa!" jawabannya dengan bersemangat.Besok paginya…Clara terlihat memakai pakaian yang rapi dengan memadukan blouse berwarna peach dengan rok berwarna coklat muda lengkap dengan blazer berwarna putih susu, sangat cocok di tubuhnya.Setelah sarapan bersama, Clara pun segera bersiap untuk pergi ke kantor."Mama senang kamu bisa bekerja bersama Papamu, setidaknya kamu bisa ada kegiatan lagi setelah sekian lama," ujar Cindy sambil menyiapkan tas kerja suaminya."Iya, Ma. Clara juga senang bisa bekerja lagi. Semoga Clara bisa membuat Papa bangga nanti," ucapnya sedikit was-was."Tentu saja! Kamu kan cantik dan pintar. Klien dan investor pasti akan dengan senang hati datang ke perusahaan kita! Hahaha!" tawa Cindy renyah.Dia memang selalu membanggakan anaknya yang cantik itu pada semua orang, sayang nasibnya kurang beruntung."Semoga saja, Ma!" jawabnya pelan.Baron yang sudah siap pun menghampiri mereka."Hari ini kamu berangkat sendiri ya? Kamu bisa pakai mobil lama Papa!" ucapnya tiba-tiba."Oke, Pa. Papa duluan saja ya? Clara mau mampir dulu ke suatu tempat,"Mendengar itu, Cindy pun langsung melayangkan protes."Loh? Kenapa tidak bareng dengan Papa saja?" Cindy merasa keberatan.Apalagi mereka hanya punya dua mobil di rumah ini setelah Baron membeli yang baru kemarin."Mama kalau pergi keluar naik taksi saja ya! Biarlah Clara memakai mobil sendiri. Itu akan terlihat bagus untuknya! Mama jangan protes!" ucap Baron santai.Cindy pun memanyunkan bibirnya mendengar itu.Dia jadi tidak bisa memamerkan mobil baru mereka pada teman-teman arisannya nanti."Iya! Mama tahu!" jawabnya bersungut-sungut.Clara hanya menggelengkan kepala melihat tingkah orang tuanya."Ya sudah Papa pergi dulu!"Baron pun melangkah ke depan pintu, dan Cindy pun mengantar suaminya.Tak lama setelah itu Adrian pun turun dari kamarnya.Clara sempat terkesima melihat penampilan Adrian hari ini.Dia terlihat jauh lebih rapi dari hari-hari sebelumnya.Adrian memakai kemeja biru tua dengan celana kain hitam lengkap dengan sepatu yang mengkilap.Dia terlihat lebih gagah dan tampan dari biasanya.Clara sampai tidak berkedip saat melihat Adrian berjalan ke arahnya."Pagi, Clara. Hari ini adalah hari pertamaku. Doakan lancar ya?" ucap Adrian penuh harap.Meskipun dia tidak yakin Clara mau peduli padanya tapi dia tetap akan berusaha menarik perhatian dan simpati istrinya itu."I-iya!" jawab Clara sedikit terbata.Dia mencoba mengalihkan rasa kagumnya dengan merapikan rambutnya yang tergerai sebahu."Kalau begitu aku pergi dulu!" ucap Adrian pamit."Hmm, apa kamu naik taksi?" tanya Clara ragu.Adrian pun menghentikan langkahnya dan kembali menoleh ke arah Clara."Iya, benar. Ada apa?" tanya Adrian heran."Ikutlah denganku. Hari ini aku bekerja di perusahaan Papa, jadi sekalian saja kita berangkat bareng. Nanti kamu yang bawa mobil karena lokasinya lebih dekat ke tempatmu bekerja," jelasnya sambil bangkit berdiri.Adrian tentu terkejut mendengar itu, pantas saja pagi ini Clara terlihat lebih cantik dari biasanya.Rasanya Adrian sedikit cemburu melihat istrinya itu nanti ditatap oleh banyak orang.Adrian merasa tidak rela!."Benarkah? Kenapa tiba-tiba sekali?" tanya Adrian berani."Papa yang memintaku. Ayo, nanti terlambat!"Clara pun berjalan lebih dulu melewati Adrian yang masih bengong dan mencerna ucapan Clara barusan.'Seharusnya aku tidak membiarkanmu bekerja!' batin Adrian protes.Tapi dia tidak mungkin tiba-tiba marah dan meminta Baron membatalkan rencananya, dia akan mencari cara nanti.Adrian pun bergegas keluar sebelum Clara menunggunya."Loh? Mau kemana kamu?!" tanya Cindy dengan mata melebar."Adrian mulai hari ini sudah bekerja, Nyonya. Bukankah semalam sudah saya beritahu?" tutur Adrian tetap sopan.Cindy tentu tidak terima, "Lalu bagaimana dengan pekerjaan di rumah ini?! Siapa yang akan menggantikanmu? Enak saja! Jangan bertingkah sesukamu ya?!" ucapnya ketus."Tapi, Nyonya. Saya kan-""Ma, biarkan Adrian bekerja. Nanti minta Pak Mario untuk melakukannya," bela Clara.Cindy mencebikkan bibirnya kesal mendengar putrinya yang terus membela suaminya."Kamu kenapa masih berdiri di situ? Kenapa belum pergi juga nanti terlambat!""Clara pergi bersama Adrian, Ma!" jawabnya singkat."Apa?! Enak benar! Biar dia pergi sendiri naik ojek atau taksi! Mama tidak mau dia membuat kamu malu!" pekiknya tidak suka."Ma, sudahlah tidak apa-apa. Lagipula kami juga searah. Ayo, Adrian!"Adrian pun langsung menerima kunci yang disodorkan Clara dan mereka pun masuk ke dalam mobil.Meskipun begitu, Cindy tidak lagi dapat mencegah mereka dan membiarkan Clara pergi bersama Adrian kali ini.Dia akan mengadu pada suaminya nanti."Awas kamu ya!"Selama perjalanan mereka berdua hanya diam dan terlihat canggung.Ini kali pertama bagi Adrian bisa satu mobil bersama istrinya.Biasanya Clara selalu pergi sendiri atau bersama Cindy.Dia tidak pernah punya kesempatan untuk bersama istrinya.Adrian memiliki ide untuk mengajak istrinya itu bicara.Apalagi saat ini mereka masih memakai mobil mertuanya, itu artinya mobil pinjaman, Adrian merasa bersalah dalam hal ini."Hmm, Clara. Aku janji akan membelikan mobil baru untukmu nanti!" ucapnya tiba-tiba."A-apa?!" jawab Clara tidak percaya.Clara pun menggelengkan kepalanya karena terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia merasa Adrian terlalu berambisi untuk membuktikan ucapannya."Adrian, kamu kerja saja dulu dengan baik dan benar. Gunakanlah kesempatan yang Papa dan Mama berikan untukmu! Tidak perlu memikirkan soal aku, kamu paham kan?" ucap Clara dengan ekspresi yang tidak terbaca.Adrian pun mengatupkan mulutnya karena tidak menyangka Clara akan mengucapkan hal itu.Ternyata istrinya itu belum bisa menerima dia sepenuhnya.Sikap baik Clara padanya memang karena sifat gadis itu yang baik, bukan karena simpati padanya.Andrian pun juga merasa ini terlalu cepat dan mungkin bisa membuat mereka semua terkejut, jadi dia akan pelan-pelan bergerak.Karena tidak mungkin juga Adrian langsung membeli mobil ataupun menunjukkan kalau mempunyai uang, sedangkan dia baru saja bekerja.Adrian pun tetap memasang senyuman manisnya."Iya, aku minta maaf. Maksudnya aku akan membelikanmu mobil setelah aku bekerja keras dan men
Adrian pun terkejut dan juga bingung harus berbuat apa."Dari mana kamu tahu tentang hal itu?" tanya Adrian memberanikan diri.Lalu Gio pun tersenyum jahat dan mengatakan hal yang membuat Adrian semakin terperanjat."Tentu saja aku tahu! Karena mantan dari istrimu itu adalah temanku! Daniel, mantan tunangan Clara adalah temanku! Dia yang memberitahuku hal itu!" jelasnya dengan gaya yang angkuh.Iya, tentu saja Andrian tidak bisa menebak hal itu.Jadi dia benar-benar merasa kecolongan.Adrian pun mengatupkan rahangnya karena kesal. Seharusnya dari awal dia tidak melayani pria di hadapannya ini yang bermulut besar.Bayu pun tidak mau kalah dan berkata, "Oh, jadi ini orangnya? Kenapa Clara bisa menikah dengannya? Seleranya benar-benar sungguh rendah!" lagi-lagi pria itu menghina Adrian.Bimo yang tidak tahan melihat mereka pun berusaha untuk membuat suasana menjadi lebih baik."Sudahlah! Untuk apa diperdebatkan. Itu kan masalah pribadi, kita tidak perlu ikut campur! Sekarang ini kita ada
Gio pun memutar otak untuk mencari cara, bagaimana membuat Adrian menderita."Hmm, aku rasa mulai dari hal kecil dulu!" gumamnya tersenyum culas.Gio bukannya sibuk bekerja tapi malah sibuk memikirkan orang lain.Benar-benar tidak patut ditiru!.Lalu Gio pun melihat Bimo dan Adrian yang sedang berada di salah satu sudut ruangan.Di mana Bimo sedang memperkenalkan apa-apa saja bagian yang ada di tempat kerja mereka.Mereka berdua terlihat sangat serius sekali, jadi Gio akan menggunakan kesempatan ini untuk melancarkan aksinya.Gio pun menatap sekeliling dan memastikan bahwa tidak ada orang yang memperhatikannya saat ini.Gio mulai dari hal yang kecil dulu, dia mengambil sesuatu dari dalam laci dan dengan cepat memasukkan ke dalam saku celananya."Nah, setelah ini aku yakin kamu pasti akan dibenci banyak orang!" gumamnya seorang diri.Sudah selesai melakukan itu, dia pun kembali untuk fokus bekerja.Siangnya…Jam makan siang selesai, semua karyawan pun kembali memulai aktivitas mereka.
Flashback sebelumnya…Adrian baru saja masuk ke dalam kamarnya.Sementara itu Clara juga sampai di rumah.Dia memutuskan pulang lebih dulu dari Papanya. Dia ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin pergi ke suatu tempat.Lagipula belum banyak yang dia lakukan saat ini karena masih dalam tahap pengenalan dengan perusahaan.Clara menenteng dua kantor paper bag.Dia baru saja belanja sesuatu.Cindy yang baru saja masuk ke rumah setelah dari taman belakang, melihat dengan antusias saat ada yang dibawa putrinya, langsung penasaran dengan isinya."Apa ini, Sayang? Kamu habis belanja baju?" tebaknya benar dengan mata berbinar."Iya, Ma. Tapi ini bukan untukku. Ini untuk Adrian," jawabnya sedikit pelan."Apa?! Untuk apa kamu membelikan tukang kebun itu baju?!" pekiknya tidak terima.Cindy merebut paper bag itu dari tangan Clara dan membukanya.Ada beberapa pasang pakaian kemeja dan lainnya."Apa ini, Clara? Kamu sudah mulai simpati padanya? Dia bahkan belum memberimu apapun!" Cindy melempa
Adrian berulang kali mematut diri di depan cermin.Dia ingin memastikan kalau semuanya sudah rapi dan pantas.Dia tersenyum seorang diri dan mendesah pelan."Aku jadi bersemangat untuk bekerja!" ucapnya yakin.Dia memakai baju dan semua pemberian dari Clara tadi malam.Adrian terlihat sangat tampan dan gagah.Setelah selesai bersiap, Adrian pun turun dan melihat semua keluarga istrinya sedang sarapan di meja makan.Lalu Adrian turun dari tangga dan berjalan ke arah mereka.Sontak saja Baron, Cindy dan juga Clara membelalakan mata dan melongo melihat penampilan Adrian hari ini.Adrian memilih memakai kemeja lengan panjang berwarna navy dan celana abu tua, lengkap dengan sepatu yang mengkilap.Clara bahkan sampai tidak berkedip sama sekali saat menatap Adrian yang rapi, tampan dan juga gagah secara keseluruhan. Bahkan Adrian juga merapikan jambang tipis miliknya itu. Benar-benar sangat berbeda dari penampilan A
Gio melihat sekeliling untuk memastikan sekali lagi kalau tidak ada yang mendengar dia bicara."Dia berhasil menjual tiga unit mobil hari ini! Bayangkan saja, dia baru bekerja dua hari! Aku tidak percaya dia begitu hebat melobi pelanggan," ungkapnya dengan perasaan dongkol.["Wah, benarkah? Dia benar-benar akan jadi pesaing terberatmu! Lalu kenapa rencanamu kemarin bisa gagal?! Kenapa tidak buat dia langsung dipecat saja dari sana! Dengan begitu kita berdua sama-sama untung!" Daniel juga sama menggebunya dengan Gio.]Bibir Gio berdecak mendengar itu. Membuatnya kembali teringat rencana kemarin yang tidak berpengaruh sama sekali pada Adrian."Aku akan memikirkannya nanti! Kau enak tinggal bicara! Sedangkan aku harus berbuat semuanya sendirian di sini!" ujarnya menggerutu.Daniel yang sedang menghisap rokok, lalu membuangnya karena kesal mendengar Gio bicara seperti itu.["Aku belum ada waktu saat ini. Tunggu saat yang tepat aku akan datang dan membuatnya malu! Lihat saja nanti!" ucapny
Pria yang menguping pembicaraan Baron tadi tak lain adalah keponakannya sendiri yaitu Ronald.Ternyata dia juga berada di sana, duduk bersama rekan bisnis yang lain, tepat bersebelahan dengan meja Baron, tapi entah kenapa pria itu tidak menyadari kalau Ronald juga ada di sana.Itu karena dia terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya lepas dari cengkraman pertanyaan teman-temannya itu, sehingga melupakan keberadaan Ronald.'Oh, jadi begitu ya?' batin Ronald penasaran.Dia tersenyum penuh arti.Setelah selesai menghadiri pertemuan di hotel itu, Ronald yang memang menjabat sebagai Ceo perusahaan Papanya tentu bebas untuk pergi ke manapun.Meskipun masih saat di jam kerja.Bos, jadi bisa sesuka hati!.Lalu pria dengan tubuh tinggi tegap dan juga atletis itu segera melajukan mobil miliknya yang berwarna putih itu keluar dari parkiran hotel.Dia pun berniat untuk mencari tahu sendiri apa maksud dari ucapan Baron, karena dia begitu penasaran.Apalagi dia juga tidak tahu kalau Adrian ternyat
Adrian pun memohon maaf pada calon pembeli tadi dan mengajak Ronald bicara sedikit menjauh dari orang-orang.Setelah situasinya sudah aman, barulah Adrian berani buka mulut."Apa maksudmu bicara seperti itu, Kak Ron?" tanya Adrian penasaran.'Apa dia sudah tahu tentang siapa aku sebenarnya?!' batin Adrian cemas.Karena dia tahu kalau sepupu istrinya itu bukan orang sembarangan di kota ini. Mungkin saja Ronald mencari tahu tentang dirinya selama ini.Adrian tidak pernah tahu secara detail seperti apa sosok Ronald, karena jarang sekali dia bertemu dengan keluarga istrinya, jadi dia berharap kalau dugaannya ini salah.Dia benar-benar bingung sekarang.Ronald pun tersenyum penuh kesombongan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya."Pfffttttt! Hahaha!" tawanya langsung pecah.Adrian menautkan keningnya melihat Ronald yang tiba-tiba tertawa."Ada apa, Kak? Kenapa kamu tertawa? Memangn
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.