Cindy dan Clara terkejut mendengar itu.
Cindy malah tertawa mengejek Adrian, sementara Clara diam saja dengan ekspresi yang tidak terbaca.Bagi Adrian, tentu saja tidak terima dengan penawaran Ronald.'Sial! Ternyata dia sengaja mempermainkanku?!' batin Adrian kesal.Meskipun begitu Adrian tetap berusaha bersikap biasa aja dan menanggapi dengan senyuman."Terima kasih sebelumnya, Kak. Tapi maaf, sepertinya aku tidak bisa menerima pekerjaan itu," tolak Adrian yang secara halus."Benarkah? Sayang sekali ckckck!" jawab Ronald pura-pura peduli.Padahal dari awal dia memang tidak suka pada Adrian. Dia sengaja menawarkan pekerjaan yang paling rendah agar lebih leluasa menghina Adrian.Tentu dia tidak peduli dengan perasaan Clara, keluarga mereka semua tahu kalau Clara terpaksa menikah dengannya untuk menutupi malu.Cindy yang mendengar itu malah semakin mengompori untuk memperkeruh keadaan."Halah! Pekerjaan itu memang cocok untuk pria sepertimu! Tidak usah sok jual mahal dan pilih-pilih deh! Masih bagus Ronald mau membantumu!" ujarnya ketus dengan memasang wajah jutek."Mama!" protes Clara tidak suka."Kenapa? Memang itu kenyataan kan, Sayang? Jadi untuk apa kamu membelanya! Tidak perlu bekerja Adrian! Kamu nanti malah membuat kami malu saja!" ucapnya lalu pergi dari sana.Setelah melihat Mamanya pergi, Clara pun berinisiatif untuk membawa Ronald meninggalkan Adrian, agar pembicaraan ini tidak semakin berlarut-larut dan melebar ke mana-mana.Karena percuma saja dilanjutkan, dia juga tidak ingin Adrian bekerja sebagai service dan juga yakin kalau Papanya pasti tidak akan mengijinkan hal itu."Ayo, Ron. Kita mengobrol di depan saja. Katanya kamu tidak punya banyak waktu kan? Ayo, cepat!" ujarnya sambil menarik tangan sepupunya itu.Dia juga menatap Adrian sekilas dengan rasa bersalah."Baiklah. Pikirkan itu, Adrian!" ucap Ronald sebelum dia pergi.Adrian hanya menjawab dengan senyuman tipis.'Dalam mimpi! Aku tidak mau bekerja padamu!' hati Adrian memaki.Adrian pun memutuskan untuk melanjutkan kembali pekerjaannya yang belum selesai.Sambil bekerja dia pun mulai berpikir, bagaimana caranya agar dia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi.Bukan hanya sekedar menjadi tukang kebun di rumah ini atau bekerja sebagai Cleaning service di perusahaannya Ronald."Apa aku tanya pada Joseph saja?! Hmmm," gumamnya seorang diri.Besok Paginya…Adrian bangun pagi-pagi sekali untuk pergi mencari pekerjaan.Dia juga sudah bersiap dengan pakaian yang lebih rapi dari biasanya.Pria dengan bulu halus di sekitar rahangnya itu, memakai kemeja warna abu dengan celana kain warna hitam lengkap dengan sepatu kets yang sudah terlihat sedikit usang.Meskipun penampilannya sederhana tapi dia cukup terlihat lebih tampan hari ini.Clara yang melihat Adrian sudah rapi sedikit terkesima karena jarang sekali melihat Adrian seperti itu.'Mau kemana dia?' batinnya penasaran.Saat melihat Baron yang sedang duduk bersantai di sofa sambil memainkan ponselnya, Adrian pun memberanikan diri untuk meminta izin padanya."Selamat pagi, Tuan. Bolehkah hari ini saya izin pergi sebentar?" tanya Adrian sopan dengan senyuman manisnya.Baron pun memperhatikan Adrian dari atas kepala sampai ujung kaki."Mau ke mana kamu? Pergi pagi begini?" alis pria itu terlihat berkerut."Aku ingin mencari pekerjaan, Tuan. Sesuai dengan permintaanku kemarin. Aku rasa lebih cepat lebih baik agar segera mendapatkan pekerjaan baru," jelasnya singkat.Baron pun mulai berpikir sejenak. Dia rasa tidak ada salahnya kalau Adrian bekerja.Lagipula itu tidak akan mengubah apapun, karena sebentar lagi juga Adrian akan bercerai dengan anaknya."Ya, sudah kalau begitu. Silahkan pergi, tapi jangan lama-lama! Kamu masih ada pekerjaan rumah ini!" ucapnya mengingatkan kembali tugas Adrian."Baik. Terima kasih, Tuan. Saya janji setelah selesai, saya akan cepat pulang ke rumah!" ucapnya yakin.'Yes! Akhirnya aku bisa juga pergi dari rumah ini!' hati Adrian bersorak senang.Clara yang dari tadi berdiri di balik tembok, diam-diam mencuri dengar pembicaraan mereka, dia pun menjadi tertegun."Apa dia benar-benar serius untuk mencari pekerjaan? Semoga saja dia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik," gumamnya pelan.Dengan sedikit menampilkan senyuman tipis yang terlihat samar.Adrian pun pergi menggunakan taksi menuju showroom, tempat Baron membeli mobil kemarin.Yang mana showroom itu sudah menjadi miliknya alias cabang dari perusahaannya, karena asistennya yaitu Joseph sudah membeli tempat itu.Setelah sampai di sana, dia pun meminta karyawan itu untuk menelepon Joseph dan mengatakan kalau dia ingin bertemu dengannya.Meskipun awalnya karyawan itu ragu, tapi Adrian terus berusaha meyakinkannya, kalau Joseph pasti tidak akan menolak.Setelah itu petugas di sana menelpon Joseph sesuai permintaan Adrian.Dia pun menunggu beberapa menit sebelum asistennya itu datang.Lalu sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap, terparkir di halaman depan.Keluarlah sosok tubuh tinggi berbadan tegap yang memakai kemeja putih serta setelan jas yang rapi.Pria itu berjalan memasuki area itu.Joseph langsung menghampiri Adrian."Selamat pagi, Tuan. Ada apa repot-repot menelpon saya memakai telepon lain? Tuan kan bisa membeli ponsel yang baru?" tanya Joseph heran."Aku tidak sempat untuk membelinya, karena tidak memiliki waktu banyak untuk keluar rumah!" jawab Adrian dengan mendesah pelan."Apa Tuan sudah siap kembali ke perusahaan?" tanya Josep penuh harap.Dia pikir kalau Adrian menemuinya karena ingin kembali pada kehidupan lamanya."Tidak, bukan itu. Aku ingin kamu memberikanku pekerjaan di tempat ini. Karena aku sedang mencari pekerjaan yang baru. Itu adalah alasanku bisa keluar dari rumah mertuaku," jelasnya singkat."Apa? Untuk apa, Tuan? Kenapa tidak langsung saja menjadi pimpinan di sini?" Joseph heran dengan keputusan Tuannya."Tidak, Jo. Belum bisa. Aku juga masih menyembunyikan identitasku pada semua orang. Jadi saat ini aku hanya akan menjadikan karyawan biasa. Bisakah kamu membantuku mengurusnya?"Adrian memberitahu alasannya meskipun belum semuanya.Joseph tampak berpikir sejenak lalu menjawab dengan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Saya akan mengurusnya! Mari ikut dengan saya, Tuan!"Setelah itu Adrian dan Joseph langsung menemui Manajer di tempat itu.Dan dengan segala kekuasaan yang mereka miliki akhirnya manajer itu pun mengetahui kalau Adrian adalah pemilik yang baru tempat itu.Mereka memintanya untuk merahasiakan hal itu pada semua orang.Mulai besok Adrian pun bisa langsung bekerja di sana.Adrian akhirnya bisa bernapas lega karena saat pulang nanti bisa memberikan kabar gembira ini pada istrinya yaitu Clara.Sebelum pulang ke rumah Joseph menitipkan pesan kepada Adrian untuk menghubunginya.Dia pun memberikan ponselnya pada Adrian."Ini, Tuan. Gunakanlah ponsel ini, kalau ada apa-apa, Tuan bisa menghubungi saya!" ucapnya sambil menyerahkan ponsel mahal itu.Adrian yang melihat ponsel itu terlalu mewah untuknya, jadi dia pun menolaknya."Tidak, Jo. Ini terlalu bagus. Setelah dari sini aku akan menbeli ponsel yang biasa saja. Tenanglah!" ucapnya tersenyum."Baiklah kalau begitu, Tuan. Apa Tuan ingin saya antar kesana?""No! Aku akan berangkat sendiri. Kamu kembalilah!" titahnya tegas."Baik, Tuan!" jawabnya patuh.Setelah dari dari sana Adrian memutuskan untuk tidak pulang ke rumah, tapi dia ingin langsung membeli ponsel baru mumpung sekalian sedang ada waktu.Walaupun nanti keluarga istrinya akan bertanya, tapi dia akan menjawab kalau ini adalah kebutuhan pekerjaan.Tentu mereka tidak akan banyak bertanya lagi, apalagi dia akan membeli ponsel yang biasa saja. Supaya mereka tidak curiga.Saat sampai di pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kota itu, tiba-tiba seseorang yang lewat di samping Adrian, menghentikan langkahnya.Dia pun mengatakan sesuatu yang sangat penting."Wah! Siapa ini? Apa kamu suami Clara?"Adrian sontak menoleh dan terkejut melihat orang yang ada di depannya.Adrian pun berusaha untuk bersikap biasa saja dan tetap tenang dalam situasi ini.Dia sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini."Iya benar, aku adalah suaminya Clara. Memangnya ada apa?" Adrian bertanya dengan santai.Tidak terlihat ketakutan di wajahnya, karena dia tahu betul siapa orang yang berhadapan dengannya saat ini.Dia adalah mantan tunangannya Clara yaitu Daniel.Pemuda yang berselingkuh dan menghamili wanita lain sehingga membuat Baron menikahkan Adrian dengan Clara.Alasan yang membuat Adrian sendiri bersyukur karena bisa mendapatkan wanita yang dicintainya, meskipun dengan cara yang seperti itu.Daniel pun tersenyum miring dan berjalan lebih dekat ke arah Adrian.Dia menatap Adrian dari atas sampai bawah, memperhatikannya dengan tatapan yang mengejek."Aku tidak menyangka kalau selera Clara ternyata berubah, ya? Dia memilih pria yang rendahan dan miskin!" ucapnya sambil melakukan gerakan mengibas di pundak kiri Adrian.Seperti membuang sebuah kotoran dan debu.Adrian pun
Clara heran melihat Adrian yang bengong.Dia pun melambaikan tangannya ke kiri dan kanan di depan wajah Adrian."Hei! Adrian? Kamu kenapa?"Adrian yang terkesiap pun kembali sadar.Matanya mengerjap beberapa kali sebelum tersadar sepenuhnya.Rupanya tadi dia melamun dan membayangkan saat memeluk dan mencium Clara.Wajahnya pun memerah karena mengingat itu.Seandainya dia punya keberanian untuk melakukannya.Tapi Adrian takut Clara akan marah atau malah menamparnya.Dia tidak ingin wanita cantik di hadapannya ini membencinya karena hal sepele.'Semoga saja dia tidak berpikir yang aneh tentangku!' pinta Adrian dalam hati."Ma-maaf, Clara. Terima kasih sudah mendukungku!" ucapnya gugup dengan mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Oh, oke. Aku masuk dulu," ujar Clara dengan ekspresi yang kembali datar.Adrian pun menghembuskan napas lega karena hampir saja membuatnya malu.Dia menatap tubuh belakang Clara sampai menghilang di balik pintu kamarny
Clara pun menggelengkan kepalanya karena terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia merasa Adrian terlalu berambisi untuk membuktikan ucapannya."Adrian, kamu kerja saja dulu dengan baik dan benar. Gunakanlah kesempatan yang Papa dan Mama berikan untukmu! Tidak perlu memikirkan soal aku, kamu paham kan?" ucap Clara dengan ekspresi yang tidak terbaca.Adrian pun mengatupkan mulutnya karena tidak menyangka Clara akan mengucapkan hal itu.Ternyata istrinya itu belum bisa menerima dia sepenuhnya.Sikap baik Clara padanya memang karena sifat gadis itu yang baik, bukan karena simpati padanya.Andrian pun juga merasa ini terlalu cepat dan mungkin bisa membuat mereka semua terkejut, jadi dia akan pelan-pelan bergerak.Karena tidak mungkin juga Adrian langsung membeli mobil ataupun menunjukkan kalau mempunyai uang, sedangkan dia baru saja bekerja.Adrian pun tetap memasang senyuman manisnya."Iya, aku minta maaf. Maksudnya aku akan membelikanmu mobil setelah aku bekerja keras dan men
Adrian pun terkejut dan juga bingung harus berbuat apa."Dari mana kamu tahu tentang hal itu?" tanya Adrian memberanikan diri.Lalu Gio pun tersenyum jahat dan mengatakan hal yang membuat Adrian semakin terperanjat."Tentu saja aku tahu! Karena mantan dari istrimu itu adalah temanku! Daniel, mantan tunangan Clara adalah temanku! Dia yang memberitahuku hal itu!" jelasnya dengan gaya yang angkuh.Iya, tentu saja Andrian tidak bisa menebak hal itu.Jadi dia benar-benar merasa kecolongan.Adrian pun mengatupkan rahangnya karena kesal. Seharusnya dari awal dia tidak melayani pria di hadapannya ini yang bermulut besar.Bayu pun tidak mau kalah dan berkata, "Oh, jadi ini orangnya? Kenapa Clara bisa menikah dengannya? Seleranya benar-benar sungguh rendah!" lagi-lagi pria itu menghina Adrian.Bimo yang tidak tahan melihat mereka pun berusaha untuk membuat suasana menjadi lebih baik."Sudahlah! Untuk apa diperdebatkan. Itu kan masalah pribadi, kita tidak perlu ikut campur! Sekarang ini kita ada
Gio pun memutar otak untuk mencari cara, bagaimana membuat Adrian menderita."Hmm, aku rasa mulai dari hal kecil dulu!" gumamnya tersenyum culas.Gio bukannya sibuk bekerja tapi malah sibuk memikirkan orang lain.Benar-benar tidak patut ditiru!.Lalu Gio pun melihat Bimo dan Adrian yang sedang berada di salah satu sudut ruangan.Di mana Bimo sedang memperkenalkan apa-apa saja bagian yang ada di tempat kerja mereka.Mereka berdua terlihat sangat serius sekali, jadi Gio akan menggunakan kesempatan ini untuk melancarkan aksinya.Gio pun menatap sekeliling dan memastikan bahwa tidak ada orang yang memperhatikannya saat ini.Gio mulai dari hal yang kecil dulu, dia mengambil sesuatu dari dalam laci dan dengan cepat memasukkan ke dalam saku celananya."Nah, setelah ini aku yakin kamu pasti akan dibenci banyak orang!" gumamnya seorang diri.Sudah selesai melakukan itu, dia pun kembali untuk fokus bekerja.Siangnya…Jam makan siang selesai, semua karyawan pun kembali memulai aktivitas mereka.
Flashback sebelumnya…Adrian baru saja masuk ke dalam kamarnya.Sementara itu Clara juga sampai di rumah.Dia memutuskan pulang lebih dulu dari Papanya. Dia ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin pergi ke suatu tempat.Lagipula belum banyak yang dia lakukan saat ini karena masih dalam tahap pengenalan dengan perusahaan.Clara menenteng dua kantor paper bag.Dia baru saja belanja sesuatu.Cindy yang baru saja masuk ke rumah setelah dari taman belakang, melihat dengan antusias saat ada yang dibawa putrinya, langsung penasaran dengan isinya."Apa ini, Sayang? Kamu habis belanja baju?" tebaknya benar dengan mata berbinar."Iya, Ma. Tapi ini bukan untukku. Ini untuk Adrian," jawabnya sedikit pelan."Apa?! Untuk apa kamu membelikan tukang kebun itu baju?!" pekiknya tidak terima.Cindy merebut paper bag itu dari tangan Clara dan membukanya.Ada beberapa pasang pakaian kemeja dan lainnya."Apa ini, Clara? Kamu sudah mulai simpati padanya? Dia bahkan belum memberimu apapun!" Cindy melempa
Adrian berulang kali mematut diri di depan cermin.Dia ingin memastikan kalau semuanya sudah rapi dan pantas.Dia tersenyum seorang diri dan mendesah pelan."Aku jadi bersemangat untuk bekerja!" ucapnya yakin.Dia memakai baju dan semua pemberian dari Clara tadi malam.Adrian terlihat sangat tampan dan gagah.Setelah selesai bersiap, Adrian pun turun dan melihat semua keluarga istrinya sedang sarapan di meja makan.Lalu Adrian turun dari tangga dan berjalan ke arah mereka.Sontak saja Baron, Cindy dan juga Clara membelalakan mata dan melongo melihat penampilan Adrian hari ini.Adrian memilih memakai kemeja lengan panjang berwarna navy dan celana abu tua, lengkap dengan sepatu yang mengkilap.Clara bahkan sampai tidak berkedip sama sekali saat menatap Adrian yang rapi, tampan dan juga gagah secara keseluruhan. Bahkan Adrian juga merapikan jambang tipis miliknya itu. Benar-benar sangat berbeda dari penampilan A
Gio melihat sekeliling untuk memastikan sekali lagi kalau tidak ada yang mendengar dia bicara."Dia berhasil menjual tiga unit mobil hari ini! Bayangkan saja, dia baru bekerja dua hari! Aku tidak percaya dia begitu hebat melobi pelanggan," ungkapnya dengan perasaan dongkol.["Wah, benarkah? Dia benar-benar akan jadi pesaing terberatmu! Lalu kenapa rencanamu kemarin bisa gagal?! Kenapa tidak buat dia langsung dipecat saja dari sana! Dengan begitu kita berdua sama-sama untung!" Daniel juga sama menggebunya dengan Gio.]Bibir Gio berdecak mendengar itu. Membuatnya kembali teringat rencana kemarin yang tidak berpengaruh sama sekali pada Adrian."Aku akan memikirkannya nanti! Kau enak tinggal bicara! Sedangkan aku harus berbuat semuanya sendirian di sini!" ujarnya menggerutu.Daniel yang sedang menghisap rokok, lalu membuangnya karena kesal mendengar Gio bicara seperti itu.["Aku belum ada waktu saat ini. Tunggu saat yang tepat aku akan datang dan membuatnya malu! Lihat saja nanti!" ucapny
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.