Adrian hanya tersenyum melihat Baron yang masih saja kebingungan.
Dia pun mengatakan hal yang akan membuat mertuanya itu tidak memikirkan lagi dari mana uang itu datang."Mungkin itu adalah uang transferan dari hadiah sesuai yang petugas itu katakan, Tuan. Tuan sedang bernasib baik. Uang itu bisa digunakan untuk membantu keuangan perusahaan saat ini!" ucapnya terlihat sangat yakin.Baron menganggukkan kepalanya tanda setuju."Benar juga, ya? Kenapa aku tidak berpikir kesana. Terserahlah ini uang dari siapa! Toh, aku mendapatkannya dengan cara yang bukan ilegal! Hahaha!" Baron malah tertawa senang karena sudah mendapatkan rezeki nomplok.Dia tidak jadi menjual mobilnya dan sekarang rekeningnya sudah terisi.Apalagi yang harus dia pikirkan.Justru yang dia harus pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar perusahaannya kembali bangkit dan mereka tidak jadi jatuh miskin.Mau ditaruh di mana wajahnya kalau sampai mereka terusir dari rumah ini. Bisa-bisa Baron tidak akan lagi berani untuk sekedar mengangkat wajahnya kalau nanti bertemu dengan orang-orang.Sudah pasti akan mendapatkan penghinaan dari keluarga mereka.Tentu Baron tidak ingin itu terjadi.Harga diri dan nama baiknya tidak boleh tercoreng.Cindy yang baru saja keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga, dia sangat khawatir dengan raut wajah cemas melihat suaminya sudah pulang ke rumah."Bagaimana, Pa? Apa sudah dapat uangnya?" wanita dengan lipstik merah menyala itu langsung bertanya setelah menghampiri suaminya."Tentu, Ma! Dan aku mendapatkan uangnya secara percuma dan mobil kita tidak jadi dijual!" jawabnya dengan penuh semangat."Benarkah? Kok bisa, Pa? Apa yang sebenarnya terjadi?" Cindy jadi bingung mendengar penjelasan dari Baron."Itu tidak penting, Ma! Sekarang itu jauh lebih penting adalah perusahaan kita. Sudah Papa mau kembali ke kantor! Ada yang harus Papa urus secepatnya!" ucapnya sambil memasang kembali jasnya.Wajah Cindy yang tadi cemberut berubah menjadi ceria dan berbinar bahagia mengetahui kalau mereka tidak jadi jatuh miskin."Oke, Pa! Mama lega akhirnya kita tidak jadi bangkrut!" ujarnya bertepuk tangan girang.Dia bahkan tidak memperdulikan Adrian yang berdiri disana.Sudah biasa baginya menganggap menantunya itu seperti tidak ada."Adrian! Mana kunci mobilnya? Ingat ya, kamu itu sopir sementara jangan merasa itu adalah mobilmu!" ucap Baron ketus."Ini, Tuan!"Adrian menyerahkan kunci mobil itu dengan lesu.Ternyata kebaikannya sama sekali tidak dianggap dan Baron tetap bersikap seperti itu padanya.Dia tidak bisa membantah karena masih harus bersabar sedikit lagi.Cindy yang malas melihat Adrian, memilih mengantarkan suaminya ke pintu depan.Adrian ingin kembali ke taman belakang, mengecek kembali pekerjaannya apakah masih ada yang belum selesai.Saat sedang serius bekerja, suara seseorang yang cukup dia kenal membuatnya menghentikan aktivitas itu."Wah, lihat suamimu itu! Dia sangat rajin!" pujinya tapi dengan nada mengejek.Adrian pun menoleh dan melihat Clara sedang bersama kakak sepupunya yang bernama Ronald.Dia adalah anak dari pamannya Clara, yaitu kakak dari Papanya.Pemuda yang selisih lebih tua tiga tahun dari Adrian itu, menatapnya dari atas sampai bawah.Dia memang jarang sekali ke rumah ini dan hanya bertemu dengan Adrian beberapa kali.Itu pun hanya sebentar karena Adrian lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah untuk bekerja daripada berkumpul bersama keluarga istrinya itu."Sudahlah, Ron. Jangan ganggu dia! Biarkan saja dia menyelesaikan pekerjaannya," ucap Clara dengan ekspresi yang datar.Andrian mendengar itu, dia tahu Clara selalu membela dirinya. Meskipun tidak terlalu menunjukkan pada semua orang.Lalu Ronald pun tersenyum miring, "Dia memang cocok jadi tukang kebun!" ujarnya dengan angkuh.Dia memang selalu bersikap seperti itu dan menyombongkan apa yang dia miliki.Karena saat ini dialah yang memimpin perusahaan Papanya dan dengan posisi yang tinggi seperti itu, Ronald dengan senang hati menghina Adrian, suami dari adik sepupunya yang tidak berguna di mata keluarga mereka.Cindy pun datang menghampiri mereka setelah mengantar Baron pergi ke kantor."Kenapa kalian disini? Ayo, kita mengobrol di dalam saja! Jangan pedulikan dia!" Cindy memegang lengan anaknya untuk pergi dari sana dengan wajah cemberut ke arah Adrian.Adria pun berpura-pura tidak mendengar mereka dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Dia sudah terbiasa mendengar Mama mertuanya bicara ketus padanya, jadi dia harus selalu bersikap cuek kalau sudah diperlakukan seperti itu."Tunggu dulu, Tante. Aku rasa aku bisa membantu suami Clara ini," gumamnya sambil memegang dagu dengan tangan kanannya.Cindy dan Clara pun saling pandang tidak mengerti, karena tumben sekali Ronald mau bersikap baik dan peduli dengan Adrian."Adrian, apa kamu tidak bosan berada di rumah ini dan menganggur?" tanya Ronald tiba-tiba.Adrian pun langsung menoleh ke arahnya.'Yang benar saja? Apa dia buta?!' batin Adrian tidak terima."Maksudnya? Aku kan sedang bekerja, Kak! Setiap hari!" jawab Adrian tidak ingin kalah.Dia memang terlihat pengangguran di mata orang lain, meskipun hampir semua pekerjaan yang ringan maupun berat dia lakukan di rumah ini.Ronald pun tersenyum, "Clara bilang kalau kamu ingin mencari pekerjaan, kan? Jadi, aku akan memberikan penawaran menarik untukmu," ucapnya penuh arti.Clara yang merasa kecolongan, langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.Dia tidak ingin Adrian jadi besar kepala setelah mengetahui hal itu.Padahal dia tadi sengaja mengatakan hal itu karena sudah bercerita panjang lebar pada sepupunya kalau saat ini Papanya sedang dalam masalah di perusahaannya. Dan berniat untuk meminta bantuannya.Meskipun Clara tidak berani mengatakan kalau mereka bangkrut, karena takut Papanya akan marah.Jadi dia hanya mengatakan kalau saat ini Adrian yang butuh pekerjaan untuk mengalihkan pembicaraannya tadi saat bersama Ronald.Adrian pun meletakkan gunting tanaman besar itu ke tanah.Lalu berjalan menghampiri Ronald dan juga Clara yang sedang berdiri di depan pintu.Adrian tersenyum senang, "Benarkah itu, Kak? Apa kamu akan memberikanku pekerjaan di perusahaanmu? Kalau begitu, aku akan sangat berterima kasih!" ucap Adrian dengan wajah sumringah.Cindy yang mendengar itu pun menjadi tidak suka dan mengajukan protes pada Ronald."Ron, untuk apa memberikan pekerjaannya padanya! Biarkan saja dia disini! Lagipula dia itu pemuda yang tidak jelas! Mana bisa dia bekerja di perusahaanmu. Yang ada nanti dia malah membuat malu keluarga kami!" Cindy mencoba mempengaruhi keponakan suaminya itu.Clara merasa usahanya sia-sia tapi dia pun mendadak tenang setelah mendengar Ronald kembali bicara."Dia bisa kok, Tante! Dia masih muda dan kuat! Sangat cocok!" ujarnya dengan yakin sambil menatap Adrian serius.Cindy pun mencebikkan bibirnya karena Ronald tidak mau mendengarkan ucapannya.Adrian yang tidak enak melihat mereka malah berdebat, memberanikan diri untuk kembali bicara."Bolehkan aku bekerja? Aku janji akan memberikan semua gajiku kepada Clara! Aku akan membelikan apa saja untuknya!" ucap Adrian percaya diri.Tentu saja dia bisa melakukan itu karena Adrian sengaja menjadikan pekerjaannya itu hanya sebagai tameng untuk menutupi kekayaannya.Jadi kalau Adrian nanti bekerja, dia bisa membelikan Clara apa saja untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami."Terserah kamu saja! Tapi semua tergantung keputusan dari Papa!" putusnya mengalah.Adrian senang Cindy akhirnya mengijinkannya."Lalu aku akan bekerja di bagian apa, Kak?" tanya Adrian antusias.Ronald melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Adrian dengan seringai jahat."Kamu akan bekerja sebagai Cleaning Service!""APA?!!!"Cindy dan Clara terkejut mendengar itu.Cindy malah tertawa mengejek Adrian, sementara Clara diam saja dengan ekspresi yang tidak terbaca.Bagi Adrian, tentu saja tidak terima dengan penawaran Ronald.'Sial! Ternyata dia sengaja mempermainkanku?!' batin Adrian kesal.Meskipun begitu Adrian tetap berusaha bersikap biasa aja dan menanggapi dengan senyuman."Terima kasih sebelumnya, Kak. Tapi maaf, sepertinya aku tidak bisa menerima pekerjaan itu," tolak Adrian yang secara halus."Benarkah? Sayang sekali ckckck!" jawab Ronald pura-pura peduli.Padahal dari awal dia memang tidak suka pada Adrian. Dia sengaja menawarkan pekerjaan yang paling rendah agar lebih leluasa menghina Adrian.Tentu dia tidak peduli dengan perasaan Clara, keluarga mereka semua tahu kalau Clara terpaksa menikah dengannya untuk menutupi malu.Cindy yang mendengar itu malah semakin mengompori untuk memperkeruh keadaan."Halah! Pekerjaan itu memang cocok untuk pria sepertimu! Tidak usah sok jual mahal dan pilih-pilih de
Adrian pun berusaha untuk bersikap biasa saja dan tetap tenang dalam situasi ini.Dia sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini."Iya benar, aku adalah suaminya Clara. Memangnya ada apa?" Adrian bertanya dengan santai.Tidak terlihat ketakutan di wajahnya, karena dia tahu betul siapa orang yang berhadapan dengannya saat ini.Dia adalah mantan tunangannya Clara yaitu Daniel.Pemuda yang berselingkuh dan menghamili wanita lain sehingga membuat Baron menikahkan Adrian dengan Clara.Alasan yang membuat Adrian sendiri bersyukur karena bisa mendapatkan wanita yang dicintainya, meskipun dengan cara yang seperti itu.Daniel pun tersenyum miring dan berjalan lebih dekat ke arah Adrian.Dia menatap Adrian dari atas sampai bawah, memperhatikannya dengan tatapan yang mengejek."Aku tidak menyangka kalau selera Clara ternyata berubah, ya? Dia memilih pria yang rendahan dan miskin!" ucapnya sambil melakukan gerakan mengibas di pundak kiri Adrian.Seperti membuang sebuah kotoran dan debu.Adrian pun
Clara heran melihat Adrian yang bengong.Dia pun melambaikan tangannya ke kiri dan kanan di depan wajah Adrian."Hei! Adrian? Kamu kenapa?"Adrian yang terkesiap pun kembali sadar.Matanya mengerjap beberapa kali sebelum tersadar sepenuhnya.Rupanya tadi dia melamun dan membayangkan saat memeluk dan mencium Clara.Wajahnya pun memerah karena mengingat itu.Seandainya dia punya keberanian untuk melakukannya.Tapi Adrian takut Clara akan marah atau malah menamparnya.Dia tidak ingin wanita cantik di hadapannya ini membencinya karena hal sepele.'Semoga saja dia tidak berpikir yang aneh tentangku!' pinta Adrian dalam hati."Ma-maaf, Clara. Terima kasih sudah mendukungku!" ucapnya gugup dengan mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Oh, oke. Aku masuk dulu," ujar Clara dengan ekspresi yang kembali datar.Adrian pun menghembuskan napas lega karena hampir saja membuatnya malu.Dia menatap tubuh belakang Clara sampai menghilang di balik pintu kamarny
Clara pun menggelengkan kepalanya karena terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia merasa Adrian terlalu berambisi untuk membuktikan ucapannya."Adrian, kamu kerja saja dulu dengan baik dan benar. Gunakanlah kesempatan yang Papa dan Mama berikan untukmu! Tidak perlu memikirkan soal aku, kamu paham kan?" ucap Clara dengan ekspresi yang tidak terbaca.Adrian pun mengatupkan mulutnya karena tidak menyangka Clara akan mengucapkan hal itu.Ternyata istrinya itu belum bisa menerima dia sepenuhnya.Sikap baik Clara padanya memang karena sifat gadis itu yang baik, bukan karena simpati padanya.Andrian pun juga merasa ini terlalu cepat dan mungkin bisa membuat mereka semua terkejut, jadi dia akan pelan-pelan bergerak.Karena tidak mungkin juga Adrian langsung membeli mobil ataupun menunjukkan kalau mempunyai uang, sedangkan dia baru saja bekerja.Adrian pun tetap memasang senyuman manisnya."Iya, aku minta maaf. Maksudnya aku akan membelikanmu mobil setelah aku bekerja keras dan men
Adrian pun terkejut dan juga bingung harus berbuat apa."Dari mana kamu tahu tentang hal itu?" tanya Adrian memberanikan diri.Lalu Gio pun tersenyum jahat dan mengatakan hal yang membuat Adrian semakin terperanjat."Tentu saja aku tahu! Karena mantan dari istrimu itu adalah temanku! Daniel, mantan tunangan Clara adalah temanku! Dia yang memberitahuku hal itu!" jelasnya dengan gaya yang angkuh.Iya, tentu saja Andrian tidak bisa menebak hal itu.Jadi dia benar-benar merasa kecolongan.Adrian pun mengatupkan rahangnya karena kesal. Seharusnya dari awal dia tidak melayani pria di hadapannya ini yang bermulut besar.Bayu pun tidak mau kalah dan berkata, "Oh, jadi ini orangnya? Kenapa Clara bisa menikah dengannya? Seleranya benar-benar sungguh rendah!" lagi-lagi pria itu menghina Adrian.Bimo yang tidak tahan melihat mereka pun berusaha untuk membuat suasana menjadi lebih baik."Sudahlah! Untuk apa diperdebatkan. Itu kan masalah pribadi, kita tidak perlu ikut campur! Sekarang ini kita ada
Gio pun memutar otak untuk mencari cara, bagaimana membuat Adrian menderita."Hmm, aku rasa mulai dari hal kecil dulu!" gumamnya tersenyum culas.Gio bukannya sibuk bekerja tapi malah sibuk memikirkan orang lain.Benar-benar tidak patut ditiru!.Lalu Gio pun melihat Bimo dan Adrian yang sedang berada di salah satu sudut ruangan.Di mana Bimo sedang memperkenalkan apa-apa saja bagian yang ada di tempat kerja mereka.Mereka berdua terlihat sangat serius sekali, jadi Gio akan menggunakan kesempatan ini untuk melancarkan aksinya.Gio pun menatap sekeliling dan memastikan bahwa tidak ada orang yang memperhatikannya saat ini.Gio mulai dari hal yang kecil dulu, dia mengambil sesuatu dari dalam laci dan dengan cepat memasukkan ke dalam saku celananya."Nah, setelah ini aku yakin kamu pasti akan dibenci banyak orang!" gumamnya seorang diri.Sudah selesai melakukan itu, dia pun kembali untuk fokus bekerja.Siangnya…Jam makan siang selesai, semua karyawan pun kembali memulai aktivitas mereka.
Flashback sebelumnya…Adrian baru saja masuk ke dalam kamarnya.Sementara itu Clara juga sampai di rumah.Dia memutuskan pulang lebih dulu dari Papanya. Dia ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin pergi ke suatu tempat.Lagipula belum banyak yang dia lakukan saat ini karena masih dalam tahap pengenalan dengan perusahaan.Clara menenteng dua kantor paper bag.Dia baru saja belanja sesuatu.Cindy yang baru saja masuk ke rumah setelah dari taman belakang, melihat dengan antusias saat ada yang dibawa putrinya, langsung penasaran dengan isinya."Apa ini, Sayang? Kamu habis belanja baju?" tebaknya benar dengan mata berbinar."Iya, Ma. Tapi ini bukan untukku. Ini untuk Adrian," jawabnya sedikit pelan."Apa?! Untuk apa kamu membelikan tukang kebun itu baju?!" pekiknya tidak terima.Cindy merebut paper bag itu dari tangan Clara dan membukanya.Ada beberapa pasang pakaian kemeja dan lainnya."Apa ini, Clara? Kamu sudah mulai simpati padanya? Dia bahkan belum memberimu apapun!" Cindy melempa
Adrian berulang kali mematut diri di depan cermin.Dia ingin memastikan kalau semuanya sudah rapi dan pantas.Dia tersenyum seorang diri dan mendesah pelan."Aku jadi bersemangat untuk bekerja!" ucapnya yakin.Dia memakai baju dan semua pemberian dari Clara tadi malam.Adrian terlihat sangat tampan dan gagah.Setelah selesai bersiap, Adrian pun turun dan melihat semua keluarga istrinya sedang sarapan di meja makan.Lalu Adrian turun dari tangga dan berjalan ke arah mereka.Sontak saja Baron, Cindy dan juga Clara membelalakan mata dan melongo melihat penampilan Adrian hari ini.Adrian memilih memakai kemeja lengan panjang berwarna navy dan celana abu tua, lengkap dengan sepatu yang mengkilap.Clara bahkan sampai tidak berkedip sama sekali saat menatap Adrian yang rapi, tampan dan juga gagah secara keseluruhan. Bahkan Adrian juga merapikan jambang tipis miliknya itu. Benar-benar sangat berbeda dari penampilan A
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.