Share

Bab 9

Tidak pulang lagi? Setelah mendengar ucapan Yanisa, Natalie bertanya, “Tempat ini sangat menarik, mana mungkin aku nggak pulang? Apa ... kamu merasa kecewa atas kepulanganku?”

Ucapan yang sangat terus terang itu langsung membuat Yasmine tertegun. Kemudian, dia menatap Natalie dan menyadari rasa tidak senang Natalie. Namun, dia tetap berkata dengan sok polos, “Natalie, kok gitu sih ngomongnya? Waktu kamu tertimpa masalah, lalu pergi ke luar negeri tanpa berhubungan dengan kami lagi selama ini, aku selalu mengkhawatirkanmu.”

Berhubung Natalie masih tidak berbicara, Yanisa lanjut berkata dengan lebih santai, “Bagaimanapun juga, kita ini sahabat terbaik.”

Setelah mendengar ucapan Yanisa, Tiffany pun berbisik, “Yanisa, dia itu wanita nggak tahu malu yang diusir dari Keluarga Kurniawan?”

Meskipun suara Tiffany sangat kecil, Natalie tetap dapat mendengar ucapannya dengan jelas.

Di sisi lain, karyawan toko yang mendengar percakapan ini dapat menilai bahwa Yanisa tidak menyukai Natalie. Dia pun makin merendahkan Natalie.

“Sahabat?” Natalie mengulangi kata itu, lalu menatap Yanisa dengan penuh arti dan bertanya, “Sejak kapan kita jadi sahabat? Ibumu sudah menikah dengan ayahku dan kamu juga sudah ganti marga. Kalau bertemu denganku, bukannya kamu seharusnya memanggilku kakak?”

Yanisa pun terdiam.

Sementara itu, karyawan toko yang awalnya merendahkan Natalie tidak berhenti melirik Yanisa dan Natalie dengan penasaran.

Melihat Yanisa yang tidak dapat menyambung ucapan Natalie dan menunjukkan ekspresi yang agak malu, Tiffany pun segera menyalahkan Natalie.

“Cih, siapa yang melakukan hal memalukan hingga membuat ayahnya masuk rumah sakit karena terlalu marah? Setelah memancing amarah publik, dia juga diusir dari rumah. Kalau itu aku, mana mungkin aku berani pulang. Lebih baik aku mati di luar sana,” ujar Tiffany sambil merangkul lengan Yanisa.

Kemudian, Tiffany memberi perintah pada karyawan itu, “Kenapa masih bengong? Cepat bungkus gaun itu!”

Karyawan toko itu segera mematuhi perintah Tiffany dan langsung mengabaikan Natalie. Setelah mengambil gaun itu dan melewati Natalie, dia sengaja berkata, “Nona, Nona Yanisa itu member VIP toko kami. Biarpun kamu yang duluan menyukai gaun ini, Nona Yanisa tetap punya hak untuk duluan membelinya kalau mau.”

Tiffany juga ikut mengejek, “Apa kamu masih mengira dirimu itu putri keluarga kaya? Memangnya kamu masih punya kemampuan seperti itu? Asal kamu tahu, gaun ini bukan barang murahan yang dijual di jalanan. Harganya 376 juta, yang mana sudah bisa membiayai kebutuhan hidupmu entah berapa lama. Memangnya kamu mampu membelinya?”

Setelah itu, Tiffany mengeluarkan selembar kartu dan lanjut berkata, “Yanisa, aku akan hadiahkan gaun ini padamu.”

Karyawan itu buru-buru menerima kartu Tiffany dengan gembira. Kemudian, dia melirik Natalie dan berkata dengan pura-pura menyesal, “Nona, gaun ini sudah jadi milik Nona Yanisa. Kalau kamu memang mau beli gaun, pilih saja gaun lain. Gaun kami hanya dipakai orang dari komunitas kalangan atas Kota Burka.”

Tiffany mendengus, lalu menunggu Natalie melarikan diri dengan malu di depan umum.

Sementara itu, Yanisa masih menatap Natalie. Begitu melihat wajah itu, dia merasa sangat kesal dan agak marah. Dia tidak mengerti kenapa Natalie masih bisa kembali dengan keadaan baik-baik saja. Selain Itu, enam tahun sudah berlalu, tetapi Natalie malah bertambah cantik. Terutama sepasang matanya yang memikat itu.

Kenapa Natalie tiba-tiba muncul lagi di Kota Burka setelah 6 tahun? Apa yang ingin dilakukannya?

Namun, apa gunanya Yanisa mengkhawatirkan hal ini? Tidak peduli apa pun yang ingin dilakukan Natalie, dia dapat dengan mudah menghancurkan Natalie dengan mengandalkan apa yang dimilikinya saat ini.

Yanisa awalnya ingin menyaksikan Natalie keluar dari toko ini dengan tampang menyedihkan. Namun, Natalie hanya melirik gaun biru safir itu, lalu berkata sambil tersenyum, “Berhubung ada yang mau jadi orang bodoh, ya biarkan saja. Aku akan pilih baju lain.”

Sikap Natalie saat berbicara sangat acuh tak acuh. Selain itu, senyumannya juga sangat indah dan menggoda. Dia jelas-jelas berada di posisi yang dirugikan, tetapi senyumannya malah dapat membuat orang merasa bahwa dia adalah orang yang mengendalikan keseluruhan situasinya.

Karyawan toko itu juga tidak menyangka Natalie akan melontarkan kata-kata seperti itu. Dia awalnya mengira Natalie akan membuat keributan sehingga dia bisa menyuruh satpam untuk mengusirnya. Ternyata, situasinya malah sepenuhnya berbeda dari bayangannya.

“Kamu ... aku ... umm .... Kalau begitu, kamu lihat-lihat saja dulu gaun lainnya. Kalau ada yang kamu suka, katakanlah padaku. Aku akan membungkuskannya,” ujar karyawan itu. Kemudian, dia buru-buru membungkuskan gaun biru safir itu untuk Yanisa.

Natalie melirik ke sekeliling, lalu pandangannya terhenti pada sebuah gaun merah muda yang modelnya biasa-biasa saja.

“Model itu saja deh, yang size S. Terima kasih,” ucap Natalie pada karyawan toko.

Tiffany melirik gaun yang dipilih Natalie. Model gaun itu sama sekali tidak menonjol, terutama warnanya. Orang yang mengenakan gaun berwarna merah muda seperti itu sama sekali tidak bisa menonjolkan diri di pesta.

‘Wanita ini nggak ngerti cara pilih gaun, ya? Jangan-jangan, dia sengaja berkata begitu cuma demi melindungi harga dirinya?’ pikir Tiffany dalam hati.

Meskipun gaun merah mudah itu kalah jauh dari gaun biru safir Yanisa, harga termurah gaun yang dijual di toko ini juga dimulai dari puluhan juta. Orang biasa tidak mungkin mampu membeli pakaian toko ini. Tiffany mau tahu apa Natalie benar-benar mampu membeli gaun itu.

Tidak lama kemudian, karyawan toko mengambil gaun merah muda itu dan menyebutkan harganya. Harga awalnya 172 juta. Namun, karena gaun itu adalah sisa dari koleksi sebelumnya, harganya setelah diskon menjadi 132 juta.

Setelah mendengar harga gaun itu, Tiffany pun mengamati penampilan Natalie. Dia tidak percaya orang yang berpakaian begitu sederhana seperti Natalie mampu membayar uang sebesar 132 juta.

Di sisi lain, Natalie masih tetap menunjukkan ekspresi datar. Dia hanya berkata dengan santai, “Oke, tolong bungkuskan gaun itu.”

Begitu mendengar ucapan Natalie, Yanisa pun terdiam. Sementara itu, Tiffany merasa sangat terkejut. Sikap Natalie sepenuhnya berbeda dengan yang dibayangkannya. Kenapa Natalie masih bisa bersikap tenang di saat-saat seperti ini? Dari mana datangnya kepercayaan dirinya itu?

“Harga gaun ini 132 juta, bukan 1,3 juta. Uang sebanyak itu seharusnya setara dengan gajimu selama setahun, ‘kan? Jangan salahkan aku nggak mengingatkanmu. Kalau malu saja nggak apa-apa, jangan sampai kamu nggak punya uang untuk makan ke depannya!” ujar Tiffany. Kemudian, dia tersenyum pada Yanisa dan bertanya, “Yanisa, ucapanku benar, ‘kan?”

Yanisa melirik Natalie, lalu berkata dengan pelan, “Natalie, baju di toko ini nggak murah. Selama ini, Ayah bersikap sangat baik terhadapku. Setiap bulan, dia akan memberiku uang jajan sebesar ratusan juta. Kalau kamu suka baju itu, aku akan menghadiahkannya untukmu.”

Yanisa sengaja menekankan bagian Chandra memberinya uang jajan sebanyak ratusan juta. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status