Vivian juga menyadari bahwa perhatian Harrison sedang tertuju pada Natalie. Dia segera menggandeng tangan Natalie dan berkata, “Son, dia Nattie, orang yang menolongku waktu itu. Malam ini, dia adalah tamu terhormatku. Aku senang banget kalian berdua hadir di pesta ulang tahunku.”Begitu mendengar ucapan Vivian, Harrison melirik Natalie lagi dan langsung mengamatinya secara terang-terangan. Di sisi lain, Natalie yang ditatap seperti itu merasa sangat tidak nyaman dan mengumpat dalam hati, ‘Dasar pria bajingan! Buat apa kamu menatapku seperti mau menerkamku? Apa ada yang salah dengan otakmu?’Natalie merasa bahwa Harrison yang mengamatinya secara terang-terangan di hadapan Vivian sudah cukup keterlaluan. Tak disangka, Harrison malah mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, namaku Harrison Cendana.”Natalie menatap tangan Harrison yang terulur itu sambil menggigit bibirnya. Pria ini benar-benar jago berakting! Ini bukanlah pertama kalinya mereka bertemu. Untuk apa dia bersandiwara? Cih!
Sebelumnya, seluruh perhatian Harrison tertuju pada Natalie. Kemunculan Yanisa pun membuat ekspresinya berubah menjadi dingin.Yanisa berjalan ke sisi Harrison dan menjaga sedikit jarak dengannya. Namun, dia sengaja memilih sudut yang bisa membuat orang luar melihat bahwa posisi mereka sangat dekat. Kemudian, dia melirik Natalie dan menyapa Natalie dengan lembut, “Kak.”Natalie mengamati gerak-gerik Yanisa dalam diam. Saat ini, Yanisa terlihat bagaikan orang lumpuh yang tidak dapat berdiri tegak tanpa bertumpu pada tongkat dan hampir jatuh ke pelukan Harrison. Sayangnya, Harrison sangat dingin dan sama sekali tidak peduli padanya. Meskipun Yanisa sudah bersandiwara begitu lama, Harrison tetap tidak memberikan respons apa pun.“Ckck, adikku sayang, jarang-jarang aku dengar kamu panggil aku kakak,” ujar Natalie sambil tersenyum tipis. Natalie sengaja menekankan kata adik dan melirik Harrison yang berdiri di samping. Kemampuan akting pria bajingan ini benar-benar luar biasa. Dia sama sek
Setelah mendengar ucapan Natalie, ekspresi Yanisa tiba-tiba membeku dan dia juga merasa sangat malu. Hubungannya dengan Harrison masih berada dalam keadaan yang sangat canggung. Dia selalu mencoba untuk mengembangkan hubungannya dengan Harrison, juga sangat berharap hubungan mereka diketahui orang-orang.Namun, Harrison tidak pernah menaruh sedikit pun perhatian pada Yanisa selama ini. Jika bukan karena Johan mendukungnya, dia merasa Harrison mungkin akan langsung melenyapkannya dari dunia ini.“Kak ... apaan sih! Kak Son sangat baik terhadapku. Dia bukan orang seperti itu,” ujar Yanisa dengan suara agak bergetar. Kemudian, dia diam-diam melirik Harrison. Berhubung Harrison tidak menunjukkan ekspresi apa pun, dia bisa menghadapi Natalie dengan lebih percaya diri.“Baguslah kalau begitu!” Natalie melirik Harrison, lalu berkata sambil tersenyum, “Pak Harrison, oh, salah. Aku seharusnya memanggilmu adik ipar. Adik ipar, kamu harus bersikap lebih baik terhadap ‘adikku’ ini, ya!”Harrison a
Melihat Natalie yang mengabaikan dirinya, Yanisa langsung berkata, “Tanpa perlu kuberi tahu, kamu seharusnya sudah tahu jelas seberapa tinggi status Harrison. Dia itu bukan pria yang bisa didekati wanita bereputasi buruk sepertimu. Jadi, sebaiknya kamu tahu diri!”Natalie mencuci tangannya dengan anggun, lalu mengambil selembar tisu untuk mengeringkan tangannya sebelum meremasnya menjadi bentuk bola.“Aku tahu diri kok!” Natalie memandang ke cermin dan melihat ekspresi Yanisa yang kesal. Kemudian, dia menatap lurus mata Yanisa melalui cermin dan berkata sambil tersenyum, “Tapi, kamu membuatku teringat sesuatu. Kamu sendiri tahu aku nggak menyukaimu. Kenapa kamu malah terus mendekatiku? Apa kamu memang sengaja mau menyiksa diri?”Tatapan Natalie membuat Yanisa merasa ketakutan. Namun, dia memaksakan diri untuk bersikap tenang dan lanjut berkata, “Kakakku sayang, aku melakukan semua ini demi kebaikanmu. Jangan kira karena punya dukungan Bu Vivian, kamu benar-benar bisa masuk ke komunitas
Bisa-bisanya Yanisa terpikirkan cara seburuk ini. Tadi, Natalie sudah memperingati Yanisa. Namun, Yanisa sendiri yang bersikeras mencari masalah dengannya....Setelah Natalie kembali ke aula, Vivian yang berdiri di tengah-tengah aula langsung melambaikan tangannya ke arah Natalie.“Nattie, ini sampanye yang dipersiapkan putraku. Coba kamu cicip dulu!” ujar Vivian sambil mengambilkan segelas sampanye untuk Naomi.Natalie menyesap sampanye itu, lalu menjawab, “Emm, rasanya lumayan enak. Ini barang bagus.”Begitu mendengar pujian Natalie, Vivian pun tersenyum. Pada saat ini, Daniel berjalan mendekat dan bertanya pada Vivian, “Kok Liam belum sampai? Acaranya sudah dimulai, tapi masih belum terlihat batang hidungnya.”Saat sedang menunggu Vivian menyelesaikan percakapannya, tiba-tiba terdengar orang yang memanggilnya, “Kak ....”Begitu mendengar suara itu, tatapan Natalie pun menjadi tajam. Kemudian, dia berbalik dan menatap orang itu. Pada saat yang sama, dia sudah menyimpan kembali semua
Semua kejadian ini terjadi dengan terlalu mendadak dan di luar dugaan.Saat jatuh, Natalie menabrak piramida sampanye sehingga gelas-gelas sampanye itu jatuh ke lantai dan membasahi lantai serta gaunnya.“Nattie, kamu nggak apa-apa, ‘kan?” Vivian menaruh gelas sampanye yang dipegangnya ke tangan Daniel, lalu buru-buru menghampiri Natalie dan memapahnya berdiri.“Nattie, kenapa kamu bisa-bisa jatuh?” tanya Vivian dengan cemas. Saat melihat ada bekas luka merah di wajah Natalie, dia langsung berseru marah, “Cepat panggilkan penanggung jawab hotel ini! Aku mau tanya kenapa piramida sampanye ini bisa tiba-tiba roboh ....”Baru saja Vivian mengangkat tangannya, Natalie langsung mengulurkan tangan untuk menariknya dan menjawab, “Aku baik-baik saja.”Melihat keadaan Natalie yang menyedihkan, Vivian pun berseru dengan ekspresi muram, “Apanya yang baik-baik saja! Lihat, kamu sudah terluka! Apa masih ada bagian lain yang terasa sakit?”Natalie menggeleng pelan, lalu menatap Yanisa yang masih ter
“Ckck, tak disangka, ternyata Yanisa orang seperti itu? Sepertinya, masih ada banyak hal yang disembunyikannya.”...Kenapa situasinya menjadi seperti ini? Yanisa sangat ingin langsung berseru dan menyuruh semua orang untuk diam. Saat ini, situasinya sudah mencapai tahap yang tidak dapat dikendalikannya. Ditambah Vivian sudah bersuara, dia tidak mungkin bisa keluar dari masalah ini tanpa minta maaf.“Kak, maaf. Aku nggak nyangka akan terjadi masalah seperti ini. Waktu berbalik tadi, aku mungkin nggak sengaja menginjak gaunmu. Makanya, kamu jatuh.” Yanisa menunduk dan lanjut berkata dengan serius, “Kak, aku benar-benar nggak berniat untuk melukaimu. Dulu, kita itu teman baik. Karena ada sedikit kesalahpahaman, hubungan kita rusak. Sejak kecil, aku bahkan nggak berani membunuh semut. Mana mungkin aku tega melukaimu.”Yanisa menunjukkan ekspresi tidak berdosa, seolah-olah dia adalah gadis polos nan baik hati yang bahkan tidak berani melukai bunga maupun rumput. Setelah melihat ekspresin
Vivian menjawab sambil tersenyum, “Di dalam tasku. Waktu bantu Nattie di ruang istirahat tadi, aku melepasnya.”Seusai berbicara, Vivian pun membuka tasnya, tetapi tidak menemukan kalungnya. Dia pun bergumam, “Eh, aku jelas-jelas menaruh kalungnya dalam tas. Kenapa kalungnya tiba-tiba hilang?”Begitu mendengar ucapan Vivian, Daniel langsung mengambil tas Vivian dan memeriksanya sendiri. Selain lipstik, tidak ada benda lain lagi dalam tasnya.“Apa mungkin kamu meletakkannya di tempat lain?”“Nggak mungkin. Waktu bantu Nattie beres-beres, aku sendiri yang melepasnya dan menaruhnya dalam tas. Baru saja kami selesai beres-beres, seorang karyawan sudah datang untuk sampaikan kamu lagi menunggu kami. Jadi, kami langsung datang bersama.”Setelah menceritakan seluruh kejadiannya, Vivian berkata dengan bingung, “Dari meninggalkan ruang istirahat, tas ini nggak pernah lepas dari tanganku. Kenapa kalungnya tiba-tiba hilang?”Daniel segera menyuruh karyawan untuk pergi mencari kalung Vivian di rua