Share

Bab 10

Ucapan Yanisa memang terdengar sangat lembut. Namun, dia sebenarnya sedang menyiratkan Natalie untuk tahu diri karena ada beberapa hal yang sudah tidak berhubungan dengannya lagi.

Natalie merasa sangat muak setelah mendengar suara Yanisa yang sok lembut. Enam tahun yang lalu, Yanisa juga berpura-pura polos di hadapannya seperti ini. Apa Yanisa tidak lelah bersandiwara selama ini?

“Mau kasih aku hadiah?” Natalie tersenyum tipis dan menjawab, “Boleh! Aku lumayan suka sama semua pakaian di toko ini. Kamu belikan saja semuanya. Aku akan pilih pelan-pelan di rumah nanti.”

Yanisa tidak menyangka Natalie akan bersikap begitu tidak tahu malu. Apa wanita jalang ini benar-benar tidak malu untuk menerima barang pembeliannya? Natalie berani menyuruhnya membeli semua pakaian di toko ini? Harga termurah pakaian di toko ini paling tidak mencapai puluhan juta. Apa Natalie layak mendapat hadiah semahal itu? Konyol sekali!

Yanisa sangat ingin meluapkan amarahnya. Namun, dia hanya menatap Natalie dengan berpura-pura terkejut dan berkata, “Natalie, kenapa kamu berubah menjadi begini ....”

Melihat situasi ini, Tiffany langsung berseru, “Kamu benar-benar nggak tahu malu! Yanisa sudah begitu baik hati ingin menjagamu, tapi kamu malah nggak tahu diri. Kamu mau dia memberimu semua pakaian di toko ini? Heh! Jangan mimpi di siang bolong! Sepertinya kamu sudah gila karena terlalu mata duitan!”

Natalie sama sekali tidak berminat untuk meladeni Tiffany yang terlihat bagaikan anjing gila. Dia hanya menatap Tiffany, lalu berkata dengan dingin, “Aku penasaran banget. Kenapa kamu begitu yakin ... aku nggak punya uang?”

“Kamu ....” Tiffany langsung terdiam begitu mendengar ucapan Natalie.

Natalie melirik Tiffany, lalu melirik Yanisa lagi. Pada akhirnya, dia berbalik dan menyerahkan selembar kartu kepada karyawan toko.

“Tolong totalkan,” ujar Natalie. Ucapannya yang acuh tak acuh itu terdengar sangat mendominasi.

Karyawan toko pun terpaku di tempat. Dia melirik kartu yang disodorkan Natalie dan tidak tahu harus menerimanya atau tidak. Untungnya, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang berkata, “Aku akan hadiahkan gaun itu untuknya”

Setelah mendengar suara itu, Natalie pun menoleh ke arah datangnya suara.

Seorang pria yang berperawakan tinggi dan tegap, serta memiliki wajah yang tampan berjalan masuk ke toko. Pria itu memiliki sepasang mata berwarna biru muda yang sangat memikat. Dia lumayan putih dan berambut hitam. Sangat jelas bahwa dia adalah anak blasteran.

Namun, Natalie tidak mengenalnya. Kenapa pria ini ingin menghadiahkan gaun ini untuknya?

Pria itu menatap Natalie yang sedang mengamatinya, lalu menghampiri Natalie dan sambil tersenyum tipis.

“Bungkuskanlah gaun yang dipilihnya. Biar aku saja yang bayar.” Seusai berbicara, pria itu pun menyerahkan selembar kartu kepada karyawan toko.

Begitu melihat kartu itu, karyawan toko langsung tercengang dan buru-buru menjawab, “Baik. Aku akan membungkusnya sekarang juga.”

Tidak sampai semenit kemudian, gaun merah muda yang dipilih Natalie sudah selesai dibungkus dan diserahkan padanya. Karyawan toko bersikap sangat hormat terhadap pria itu. Dia juga tidak berhenti berdiri di samping untuk menunggu perintah pria itu.

Pria itu melirik Yanisa dan Tiffany, lalu memberi perintah pada karyawan toko, “Masih ada pelanggan lain di toko. Kalian layanilah pelanggan dengan baik.”

Seusai berbicara, pria itu mengangguk pada Natalie dan berkata, “Bu Natalie, namaku Liam Hartono. Senang berkenalan denganmu.”

Liam Hartono? Natalie tahu jelas dirinya tidak mengenal pria ini. Namun, entah kenapa nama pria ini lumayan familier. Dia sepertinya pernah mendengarnya.

“Terima kasih kamu sudah menolong ibuku sebelumnya.”

“Nggak usah sungkan.”

“Apa kamu lagi senggang? Aku mau mentraktirmu minum kopi,” ujar Liam. Dia mengambil kantong berisi gaun itu dari tangan Natalie dengan penuh perhatian.

Saat ini, Natalie sudah tersadar. Ternyata, Liam adalah putranya Vivian dan Daniel.

Natalie juga teringat ucapan Vivian saat mengundangnya menghadiri pesta ulang tahun waktu itu. Vivian mengatakan dia akan mengenalkan putranya kepada Natalie di pesta ulang tahunnya nanti. Vivian juga mengatakan bahwa umur mereka sebaya dan mereka seharusnya bisa berteman. Tak disangka, Natalie malah sudah bertemu dengan Liam sebelum menghadiri pesta ulang tahun itu.

Selanjutnya, Natalie langsung mengabaikan Yanisa dan Tiffany, lalu meninggalkan toko ini bersama Liam.

Tiffany menatap kepergian Natalie dan Liam, lalu bertanya dengan kening berkerut, “Yanisa, pria itu benar-benar adalah William Henley?”

Konglomerat terkemuka di Negara Saniel dan penanggung jawab tertinggi Grup Henley adalah Daniel Henley. Semua orang tahu bahwa Daniel sangat memanjakan istrinya. Setelah menikah, mereka hanya memiliki seorang putra, yaitu William Henley yang juga merupakan calon penerus Grup Henley kelak.

Yanisa mengepalkan tangannya erat-erat. Di Kota Burka, tidak ada seorang pun yang tidak mengenal William. Apalagi, William memiliki sepasang mata biru yang sangat ikonik.

Saat berada dalam negeri, William selalu menggunakan nama Liam Hartono. Hanya ada sedikit orang yang mengetahui nama ini. Namun, Yanisa yang situasinya agak istimewa tentu saja mengetahuinya.

Yanisa tidak menyangka Liam akan muncul di hadapan Natalie, juga membelikan Natalie gaun itu. Toko ini merupakan salah satu toko yang dikelola Grup Henley. Berhubung bos sudah bersuara, mana ada orang yang berani membantahnya?

Ada begitu banyak orang di dunia ini, kenapa Natalie bisa kebetulan menolong Vivian?

Saat teringat tampang Natalie dan Liam yang meninggalkan toko dengan gembira, Yanisa merasa sangat cemburu. Dia pun bertambah marah dan mengumpat dalam hati ‘Dasar wanita jalang! Mau jadi pusat perhatian? Jangan mimpi! Nggak usah sombong dulu kamu!’

Berhubung Yanisa tidak berbicara, Tiffany pun menganggap Yanisa sudah mengiakannya. Kemudian, dia berseru marah, “Sial! Wanita jalang itu hebat banget! Sepertinya, dia masih belum jera setelah skandalnya waktu itu. Mentang-mentang cantik, dia ingin memikat semua pria?”

Ketika menyadari ekspresi Yanisa yang muram, Tiffany buru-buru berkata, “Yanisa, biarpun wanita jalang itu mampu memikat William, itu juga bukan apa-apa kok. Di seluruh Burka, orang yang paling berkuasa itu Pak Harrison! Keluarga Cendana itu keluarga terkaya dan paling berkuasa di Burka. Nggak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Pak Harrison!”

Setelah mendengar ucapan Tiffany, Yanisa mengepalkan tangannya dengan makin erat.

Tidak ada orang yang mengetahui apa sebenarnya yang sudah terjadi pada malam 6 tahun lalu. Kelak, tidak akan ada orang yang mengetahuinya juga. Harrison itu miliknya. Tidak ada seorang pun yang bisa merebut Harrison darinya. Natalie juga tidak akan mengetahui kebenarannya untuk selamanya.

Setelah menghibur diri, Yanisa mengambil gaun biru safir yang sudah dibungkus karyawan toko dengan ekspresi dingin, lalu langsung berjalan keluar dari toko.

Sementara itu, Tiffany tidak tahu kenapa Yanisa tiba-tiba bersikap seaneh ini. Setelah menggesek kartunya, dia juga segera menyusul Yanisa.

Namun, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa ada orang yang telah menyaksikan semua kejadian yang terjadi dalam toko tadi. Sejak Natalie masuk ke toko itu, Harrison yang berdiri di lantai atas sudah mengawasinya.

“Pak Harrison, itu Bu Kurniawan,” ujar Felix yang juga menyaksikan semua yang sudah terjadi.

Tatapan Harrison terlihat agak dingin. Setelah mendengar ucapan Felix, dia bertanya, “Bu Kurniawan yang mana?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status