Share

9|| Kemarahan Elang

Elang tetap tenang, meskipun sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak ingin membahas masalah ini lebih lama. "Tidak ada ruang untuk menolak, Audrey. Ini soal kesepakatan antara kau dan aku, yang wajib kita lakukan."

Audrey terdiam sejenak, merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Tidak ada jalan keluar dari situasi ini, dan meskipun hatinya menolak, ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan lain.

"Baiklah." Jawaban Audrey membuat Elang segera memberi bulpoint agar gadis itu segera bertanda tangan.

"Sekarang kau boleh pergi." Usir Elang dengan mengibas-ngibaskan tangannya lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

Audrey segera keluar tanpa berucap apapun dengan tangan memegang dokumen itu.

Audrey berjeringkit terkejut, saat baru saja membuka pintu. Sosok pelayan yang tadinya mengantarnya ternyata menunggunya. "Maafkan saya, Nyonya." Ucap pelayan itu saat tidak sengaja mengejutkan majikannya.

Audrey tersenyum. "Tidak masalah, boleh antarkan aku ke kamar?" Pinta Audrey yang jujur saja ia masih bingung dengan letak ruangan mansion ini.

Pelayan itu segera mengangguk dengan sopan. "Tentu, Nyonya. Mari saya antar." Jawabnya dengan suara lembut sambil mempersilahkan Audrey untuk mengikuti langkahnya.

Sepanjang perjalanan menuju kamar, Audrey terdiam, masih terngiang-ngiang dengan apa yang baru saja terjadi. Tanda tangannya yang baru saja dituangkan di atas kertas itu terasa berat. Hatinya campur aduk, merasa terjebak dalam situasi yang tidak diinginkannya.

Sesampainya di depan kamar, pelayan itu membukakan pintu. "Jika Nyonya membutuhkan sesuatu, saya selalu siap membantu." Pamit pelayan itu lalu membungkukkan badannya dengan sopan.

Audrey mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum masuk ke kamarnya. Begitu pintu tertutup, Audrey duduk di tepi ranjang, memandangi dokumen di tangannya. Ia menghela napas panjang, merasa semakin jauh dari bayangan pernikahan yang ia impikan.

Audrey memandang dokumen itu, namun tiba-tiba tersenyum tipis. "Namun tidak masalah, aku mendapat uang pesangon. Itu bisa digunakan untuk biaya pendidikan alsa danbeberapa anak panti." Ucapnya mencoba merasa lebih baik.

Setelahnya ia memencet tombol yang berada dimeja nakas disamping tempat tidurnya. "Aku minta tolong, untuk makan malamnya diantar ke kamarku saja." Ucap Audrey pada sosok pelayan yang menerima panggilan darinya.

Audrey menutup telepon dan kembali menatap dokumen di tangannya. Meski situasi yang ia hadapi jauh dari impiannya, setidaknya ada sesuatu yang bisa ia peroleh untuk masa depan adik-adiknya.

Beberapa saat kemudian, ketukan terdengar dari pintu. "Makan malam sudah tiba, Nyonya." Suara pelayan terdengar dari luar.

"Masuk saja." Jawab Audrey.

Pelayan itu masuk dengan mendorong troli makanan yang tertata rapi. "Apakah ada yang Nyonya butuhkan lagi?" tanyanya dengan sopan.

Audrey menggeleng pelan. "Tidak, terima kasih. Itu saja."

Setelah pelayan keluar, Audrey duduk di meja kecil di samping jendela. Ia menatap makanan di depannya, namun pikirannya masih dipenuhi dengan berbagai hal. Meskipun tidak ada selera makan yang besar, Audrey mulai menyuapkan makanan dengan perlahan, mencoba menenangkan dirinya.

^^^

Gelapnya malam sudah menyingsir tergantikan dengan cerahnya sinar matahari. Audrey dipagi hari sudah menyibukkan diri dengan menyiram bunga-bunga yang berada ditaman mansion itu, membuat suasana hati Audrey menjadi semakin baik.

Pagi yang cerah dan segar memberikan Audrey sedikit ketenangan. Setiap tetes air yang jatuh dari alat siramnya ke bunga-bunga di taman mansion memberikan rasa damai di hatinya. Meskipun banyak hal yang tak terduga telah terjadi dalam hidupnya, merawat bunga-bunga ini membuatnya merasa terkoneksi dengan sesuatu yang sederhana namun indah.

Ia menyapukan pandangannya ke seluruh taman, menikmati hijaunya dedaunan dan warna-warni bunga yang mekar. Suasana pagi yang tenang dan cahaya matahari yang lembut membangkitkan rasa syukur kecil di dalam hatinya.

Saat Audrey sibuk dengan rutinitas menyiram tanaman, terdengar suara langkah kaki mendekat. Audrey menoleh dan melihat Grett, kepala pelayanmmansion itu, menghampirinya. "Nyonya, Tuan Elang meminta Anda untuk sarapan bersama di ruang makan." Ujar Grett dengan hormat.

Audrey terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Baik, aku akan segera ke sana." Jawabnya lembut sebelum menyimpan alat siram dan berjalan menuju ruang makan, sedikit penasaran dengan apa yang akan terjadi hari ini.

Audrey menatap Elang. "Selamat pagi, kak. Ada apa?" Tanya Audrey merasa heran.

Elang yang menunduk sibuk pada tablet ditangannya mendongak. "Duduklah, setelah sarapan, kita akan berbicara." Setelahnya para pelayan mulai menata makanan yang menggunggah selera.

Audrey menurut dan duduk di hadapan Elang, sambil memperhatikan pelayan yang menata makanan dengan teliti. Ada perasaan aneh yang menyelip di hatinya, penasaran tentang apa yang ingin dibicarakan oleh Elang. Meskipun hubungan mereka baru saja dimulai dengan perjanjian kontrak, Audrey merasa sedikit gugup.

Elang mengambil beberapa suapan makanan tanpa berbicara, seolah-olah tidak ada yang mendesak. Audrey merasa suasana ini agak canggung, namun dia tetap tenang.

Setelah beberapa menit dalam keheningan, Elang meletakkan garpunya dan menatap Audrey. "Oh ya, kau dari mana tadi?" Tanyanya pada Audrey karena melihat gadis itu yang baru saja dari lantai 1, sedangkan kamar mereka terletak dilantai 2.

Audrey mengerut kening heran, namun tetap menjawab. "Menyiram bunga ditaman."

Brak

Suara pukulan dimeja membuat Audrey terjengkat terkejut, lalu menatap Elang yang tiba-tiba saja menatapnya dengan tatapan marah. "Jangan pernah kau menginjakkan kakimu ketaman itu lagi! Apalagi dengan menyiram bunga-bunga itu, Kau tidak pantas!" Bentak Elang dengan suara penuh amarah, lalu segera bangkit meninggalkan meja makan.

Audrey mengusap dadanya terkejut dengan mata berkaca-kaca. "Kami sudah selesai sarapan, segera bereskan ini. Terima kasih." Ucap Audrey pada beberapa pelayan yang berada didapur mengintip arah meja makan.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status