Share

7 || 'Bagaimana perasaanmu?'

Tatapan Audrey terus mencari, bertanya-tanya apakah ia akan segera bertemu pria yang akan menjadi suaminya. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan pemikirannya, suara lembut dari Devan membuyarkan lamunannya. "Sudah sampai, Nak. Tetaplah tenang, semuanya akan baik-baik saja."

Kepergian Devan, membuat kegugupan Audrey semakin meningkat. Hingga kedatangan sosok pria tampan yang mengenakan setelan pengantin. "Dia sangat tampan." Batin Audrey menatap sosok pria yang akan menjadi suaminya.

Audrey menarik napas dalam, mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Sosok pria tampan yang akan menjadi suaminya berdiri gagah di sampingnya, membuat kegugupan bercampur dengan kekaguman yang tak bisa ia tolak. "Apakah dia benar-benar orang yang tepat untukku?" Pikir Audrey, masih meraba perasaannya sendiri.

Suara pembawa acara mulai terdengar, memecah keheningan saat mereka akan memulai prosesi. "Baiklah, karena kedua mempelai sudah hadir. Mari kita mulai upacara pernikahan ini."

Suasana di ruangan itu menjadi khidmat. Audrey merasa semua tatapan tertuju padanya dan pria yang berdiri di sampingnya. Tangannya yang gemetar sesekali menyentuh gaunnya, mencoba menenangkan diri. Pria di sampingnya tampak tenang, tampak berbeda dengan keadaan Audrey.

Saat janji pernikahan akan dimulai, Audrey memandang sekilas ke arah pria tersebut, bertanya-tanya apakah mereka benar-benar bisa menjalani hidup bersama.

Setelah mengucap janji pernikahan, acara yang seharusnya ditutup dengan ciuman diganti dengan pelukan. Lantaran banyaknya anak-anak panti yang masih dibawah umur.

Audrey duduk disamping Elang Benedict Loues- Pria tampan yang sudah resmi menjadi suaminya.

Mereka berdiri cukup lama dengan menyambut tamu yang datang. Audrey diam-diam mengeluh, "Tamunya saja ini hanya kelurga, namun sangat banyak. Bagaimana jika mengundang tamu luar, itu pasti semakin melelahkan." Batin Audrey dengan mengulas senyum manis pada setiap tamu yang memberi mereka selamat.

Audrey berusaha menjaga senyum di wajahnya meskipun rasa lelah mulai menjalar di tubuhnya. Berdiri berjam-jam untuk menyambut tamu, meski sebagian besar adalah keluarga, ternyata lebih melelahkan dari yang ia bayangkan. Di sampingnya, Elang tampak tenang dan anggun, seolah sudah terbiasa dengan suasana seperti ini.

"Bagaimana perasaanmu?" bisik Elang tiba-tiba, tanpa menoleh padanya namun tetap tersenyum pada tamu-tamu yang datang.

Audrey terkejut, tapi dengan cepat menjawab. "Sedikit lelah, tapi aku baik-baik saja."

Elang tersenyum tipis. "Semoga kita tidak perlu melakukan ini terlalu sering."

Audrey menahan tawa kecil, merasa ada sedikit humor dalam ucapan suaminya. Ia mulai merasa lebih nyaman berada di samping Elang. Meskipun awalnya tidak yakin, perlahan-lahan ia merasa ada sesuatu yang mungkin bisa mereka bangun bersama.

Perasaannya menjadi lebih baik karena obrolan singkat dengan Elang.

Sosok wanita yang berambut pendek itu menyenggol Maudy. "Tuh lihat bagaimana sikap Elang pada Audrey. Jadi kamu tenang saja." Ujar Gea- Sahabat Maudy juga istri dari Devan.

Belum juga Maudy merespon. "Belum tentu juga, kita lihat aja perkembangan hubungan mereka bagaimana." Celetuk Sisil lalu menatap Gea dan Maudy secara bergantian. Gea yang mendengar itu mengangguk setuju. "Aku yakin El pasti berubah, seperti janjinya padaku." Batin Maudy menatap Audrey dan Elang dari tempat duduknya lalu mengelus lengan suaminya mencari ketenangan.

Setelah beberapa jam acara, akhirnya sudah di penghujung akhir. Yaitu perpisahan, Audrey tak mampu menahan tangisnya saat berpelukan dengan bunda panti. Salsa pun menangis sesenggukan hingga harus dipeluk oleh Gea karena para tetua panti yang juga merasa sedih atas perpisahan mereka dengan Audrey.

Peluan Audrey dan bunda panti terjadi cukup lama, hingga Elang menarik tubuh Audrey alu dipeluknya tubuh kecil istrinya itu. "Sudah ya, kamu bisa main kesini kok kalau merindukan mereka." Bisik Elang engan menepuk lembut kepala Audrey.

Bunda panti diam-diam merasa bahagia juga lega melihat Elang begitu perhatian dengan Audrey. Sisil yang melihat anak-anak panti yang akan menangis segera menatap sang suami. "Sayang, lakukan sesuatu agar anak-anak itu tidak menangis dan membuat kepergian Elang dan istrinya tertunda." Pintanya pada suaminya, Dio segera menyuruh bawahannya untuk mengambil mainan yang telah ia siapkan.

"Ayo anak-anak, yang ingin mainan segera berbaris rapi ya." Ucap Dio membuat semua anak-anak segera menyerbu mainan itu, meninggalkan Audrey dengan para orang dewasa. Mereka menahan tawa begitu melihat anak-anak mudah dipengaruhi oleh hal kecil.

Gea menepuk pelan bahu seorang gadis yang hanya diam berada dibelakang Audrey tanpa berminat pada mainan-mainan itu. "Apakah kamu tidak tertarik dengan mainan-mainan itu?" Tanya Gea penasaran

Salsa menatap Gea. "Tidak, Sasa mau ikut kak Audi." Gumam Salsa pelan dengan menatap punggung Audrey yang dirangkul Elang menuju mobil sedan hitam yang dihias sedemikian rupa dihias seperti mobil pengantin.

Setelahnya mobil itu melaju menjauhi pekarangan panti. Didalam mobil, mata Audrey terpejam, merasakan lelahnya hari ini. Tangisan yang ia tahan, membuat Audrey semakin merasakan perasaan sedihnya. .

Elang yang berada disamping Audrey hanya fokus dengan tablet yang ia pegang.

Mobil hitam sedan itu berhenti disebuah rumah besar- atau lebih tepatnya seperti mansion mewah. Pintu mobil disebelah Audrey terbuka. "Silakan masuk Nyonya. Tuan Elang akan langsung berangkat ke kantor." Jelas Nick- Asisten suaminya dengan setelan formal.

Audrey sontak saja menatap sang suami yang tetap fokus pada tablet ditangannya. Saat ini Elang terlihat acuh dan dingin, berbeda dengan tadi yang terlihat hangat juga perhatian. Audrey mencoba menyingkirkan pemikiran aneh itu.

Audrey menatap Elang dengan perasaan campur aduk. Mereka baru saja melakukan pernikahan, namun suaminya sibuk dengan pekerjaan kantor.

"Kamu akan pergi?" tanya Audrey pelan, mencoba menyembunyikan rasa kecewa dalam suaranya.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status