Share

8 || Kontrak Pernikahan

"Sebentar, Nyonya." Nick terlihat menekan tombol yang berada dimeja sofa ruang tamu. Hingga kedatangan wanita paruh baya yang berlari mendekati mereka. "Selamat siang, Tuan Nick. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayan yang memakai seragam maid dengan simbol berbentuk hewan dengan warna emas di dadanya.

Nick hanya mengangguk. "Ini adalah istri dari Tuan Elang, Nyonya Audrey. Mulai saat ini dia akan menjadi Nyonya rumah ini, kau paham Gret?" Jelas Nick pada Grett- Kepala pelayan dimansion Elang.

Pelayan yang dipanggil Grett itu mengangguk sopan. "Selamat datang, Nyonya di mansion ini. Mari saya antarkan ke kamar anda."

"Terima kasih, Grett." jawab Audrey dengan suara lembut, meski dalam hatinya masih merasa canggung berada di lingkungan baru ini.

Grett segera memimpin jalan menuju lift mansion yang tampak elegan. Setiap sudut rumah ini memancarkan kemewahan, namun juga memberi perasaan dingin dan jauh dari kehangatan.

Setelah beberapa menit, mereka tiba di depan pintu besar yang terbuat dari kayu gelap yang kokoh. Grett membuka pintu, memperlihatkan sebuah kamar luas dengan dekorasi elegan dan mewah. Tempat tidur besar dengan seprai sutra, jendela besar yang menghadap taman bunga, dan perabotan mahal mengisi ruangan tersebut.

"Ini kamar Anda, Nyonya. Jika Anda membutuhkan sesuatu, silahkan menekan tombol pada meja nakas disamping tempat tidur." Kata Grett sebelum mundur melangkah keluar lalu meninggalkan Audrey sendirian di kamar itu.

Audrey menghela napas panjang dan melangkah masuk, merasa sedikit terintimidasi oleh suasana ruangan yang begitu mewah. Di satu sisi, ia merasa bersyukur atas kehidupan barunya, tapi di sisi lain, ia merasa terasing dan sendirian.

Audrey berjalan menuju jendela, menatap keluar, mencoba menenangkan dirinya dan menerima kenyataan bahwa inilah hidupnya sekarang. Setelahnya ia berganti pakaian yang sudah ia bawa dari panti asuhan.

^^^

Setelah seharian yang melelahkan, Audrey akhirnya tertidur di kasur empuk kamar barunya, membiarkan tubuhnya yang letih tenggelam dalam kenyamanan. Meskipun fisiknya terasa remuk, pikirannya terus berputar, memikirkan perubahan besar dalam hidupnya yang baru dimulai.

Langit di luar jendela mulai gelap, dan lampu-lampu di taman mansion mulai menyala, memperlihatkan pemandangan indah dari balik kaca. Namun, semua itu terasa jauh dari jangkauannya. Audrey merasa asing di tempat yang baru ini, meskipun segalanya terlihat begitu mewah.

Pikirannya mulai melayang kembali ke panti asuhan, ke wajah-wajah ceria anak-anak yang selalu membuat harinya penuh tawa. Dia merindukan kebersamaan itu, kebebasan tanpa beban yang dulu ia rasakan. Sekarang, semuanya terasa berat.

"Apakah ini pilihan yang benar?" Gumamnya pelan, berusaha menenangkan diri.

Audrey memejamkan matanya, berharap rasa lelah fisik dan emosionalnya akan segera terlepas dengan tidur yang nyenyak. Namun, perasaan hampa dan kegelisahan terus menghantui hatinya, membuatnya sulit untuk benar-benar beristirahat.

Tiba-tiba saja bunyi ketukan pintu membuat Audrey segera membuka matanya, lalu membuka pelan pintu.

Dibalik pintu, terdapat sosok pelayan yang tidak Audrey kenali. "Selamat malam nyonya. Saya diutus Tuan, untuk mengantar nyonya ke ruang kerjanya." Pesan singkat itu membuat Audrey segera membersihkan tubuhnya singkat lalu mengikuti langkah pelayan itu menuju ruangan kerja Elang dengan penuh rasa penasaran.

Audrey mengikuti pelayan itu dengan langkah pelan, hatinya diliputi rasa penasaran sekaligus gugup. Ruangan yang tampak besar dan megah itu berada di lantai dua di mansion, pintunya terbuat dari kayu mahoni dengan ukiran elegan yang menambah kesan otoritas.

Pelayan itu berhenti di depan pintu, lalu mengetuk dengan ringan sebelum membukanya perlahan. "Silakan masuk, Nyonya." ujarnya sambil memberi isyarat agar Audrey masuk.

Audrey melangkah masuk, jantungnya berdebar. Di balik meja kerja besar itu, duduklah Elang Benedict Loues, suaminya, dengan ekspresi serius dan fokus pada dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja. Dia mengangkat wajahnya saat menyadari kehadiran Audrey.

"Pakaian apa yang kau kenakan ini?" Ujar Elang dengan raut wajah yang tetap datar namun nada suaranya yang terdengar merendahkan.

Belum juga Audrey menjawab. "Sudahlah, lupakan saja. Silakan duduk." Ucap Elang datar dengan mengibaskan tangan.

Audrey duduk di kursi yang berada di depan meja Elang, merasakan suasana hening juga canggung. Ia menunggu, namun mencoba mengulas senyum manis seolah melupakan perkataan pedas yang Elang lontarkan. "Ada apa, kak?" tanya Audrey dengan suara pelan, meski rasa penasaran membanjiri pikirannya.

"Baca dokumen itu, lalu tandatangani." Ujar Elang dengan menujuk sebuah dokumen yang berada didepan Audrey.

Audrey mengerut kening heran, namun tetap mengambil dokumen itu. Lalu membacanya dengan cermat.

Raut wajahAudrey sontak berubah. "Maksud kakak, kita akan menikah kontrak yang hanya berjalan selama 2 tahun?" Tanya Audrey memastikan

Elang yang sibuk pada computer didepannya menghela nafas. "Sesuai dengan isi berkas itu, Audrey." Ujarnya lalu mulai fokus kembali dengan computer didepannya. "Dan juga, kau tidak bisa menolak." Sambung Elang membuat gadis didepannya itu melayangkan tatapan tidak terima.

Audrey menatap Elang dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. "Jadi, ini alasan sebenarnya?" gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan ruangan. Ia memandang dokumen di tangannya, merasa bingung dan kecewa.

"Aku pikir kita menikah untuk... alasan yang berbeda. " lanjut Audrey, suaranya sedikit bergetar.

Elang menghentikan pekerjaannya dan menatap Audrey sejenak, kemudian berkata dengan nada tegas, "Ini sudah diputuskan, Audrey. Tidak ada yang berubah, dan seperti yang tertulis, kontrak ini hanya berlangsung selama dua tahun. Setelah itu, kita akan berpisah."

Perkataan Elang membuat perasaan Audrey semakin bergejolak. "Dan kakak pikir aku tidak akan keberatan dengan ini?" tanyanya, menuntut penjelasan lebih lanjut.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status