“Cepat sekali kamu menjalankan rencana itu?” tanya Briana saat siang itu bertemu dengan Dharu untuk makan siang bersama.“Bukti sudah ada, untuk apa ditunda?” Dharu membalas sambil tersenyum puas. Dia makan dengan tenang sambil membayangkan Farhan yang mungkin sedang panik karena masalah yang terjadi.Briana takkan mengasihani Farhan, apalagi setelah tahu bagaimana Farhan menjebaknya tak hanya sekali. Dia tak mau menaruh rasa empati ke orang yang sudah menghancurkan masa depannya, hanya untuk kepentingan diri sendiri.“Apa Farhan menghubungimu?” tanya Briana sambil menikmati makan siangnya.“Tidak, mungkin belum karena dia masih panik dengan yang terjadi di perusahaannya,” jawab Dharu, “aku bahkan sudah mengirim bukti manipulasinya ke para pemegang saham agar mereka ikut bertindak dalam kasus ini.”Briana benar-benar tak menyangka jika Dharu akan bergerak secepat ini.“Apa pun yang terjadi nanti, di saat ada kesempatan untuk menjatuhkannya, jangan pernah kasihan atau memikirkan yang l
“Apa kamu mau menjelaskan sesuatu?” tanya Dharu saat bertemu dengan Farhan.Dharu sengaja menemui Farhan untuk meminta penjelasan, hanya agar Farhan tidak curiga soal dirinya yang berada di balik kericuhan yang terjadi di perusahaan Farhan.Farhan menelan ludah susah payah mendengar pertanyaan Dharu. Tentu saja dia gelagapan dan panik karena taruhannya perusahaan itu jika sampai dia ketahuan berbuat curang.“Aku bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ini semua kesalahan teknis dari bagian pabrik. Kami sedang mencari tahu kenapa ada kelalaian seperti ini,” ujar Farhan mencoba menjelaskan meski raut panik terpampang nyata di wajahnya.Dharu menatap Farhan yang sedang bicara. Meski tanpa bicara, tapi tatapan matanya cukup membuat orang menjadi tak nyaman.“Aku akan segera mengurus masalah ini. Beri waktu sebentar dan semua akan baik-baik saja,” ucap Farhan begitu panik karena Dharu hanya diam.“Baiklah.” Dharu menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkannya.Farhan terlihat le
“Farhan sangat panik saat menemuiku tadi,” ucap Dharu ketika berada di kamar bersama Briana.“Bagaimana ekspresi wajahnya?” tanya Briana santai. Dia menyesap kopi setelah selesai bicara.Dharu mengingat bagaimana paniknya Farhan tadi, hingga kemudian menjelaskan, “Takut dan cemas, sepertinya dia panik karena akan kehilangan perusahaannya.”Briana mengangguk-angguk lalu membayangkan bagaimana kepanikan Farhan saat ini.“Besok ada rapat pemegang saham, aku yakin posisi Farhan terancam karena masalah ini,” ujar Dharu lagi sambil menatap Briana yang sedang menyesap kopi.Briana menyesap kopi sambil berpikir, hingga tersenyum tipis tersirat di wajah setelah dirinya selesai minum. Briana menoleh Dharu, melihat suaminya itu sudah menatap dirinya.“Dia sangat membanggakan Litta yang bisa membuatnya naik jabatan, kita lihat saja, bagaimana mereka nanti setelah semua yang mereka miliki hilang,” ujar Briana.“Aku akan ikut menikmatinya,” balas Dharu sambil menatap acara televisi.“Oh ya, ada sat
Pagi itu Farhan baru saja keluar dari kamar, tapi kali ini dia mengunci pintu kamar.“Kamu mau ke kantor?” tanya Mirna saat melihat putranya itu keluar kamar.“Ya,” jawab Farhan.Mirna melirik ke kamar, tak biasanya Farhan mengunci pintu.“Kenapa pintunya dikunci? Gimana Litta?” tanya Mirna.Farhan memberikan kunci kamar ke Mirna, lalu berkata, “Aku sedang emosi dan dia terus memberontak. Biarkan dia tetap di kamar, beri saja makanan tapi jangan biarkan dia keluar.”Mirna cukup terkejut mendengar ucapan Farhan, sejak kapan putranya jadi kasar seperti itu, bahkan sangat kejam dengan mengurung Litta, padahal dulu tak pernah melakukan itu saat bersama Briana.“Ma, Mama mendengarkan apa yang aku katakan, kan? Aku tidak mau dia menimbulkan masalah lain,” ujar Farhan saat melihat Mirna melamun.“Iya, Mama dengar,” balas Mirna tak ingin membuat Farhan semakin emosi.Farhan pun pergi ke kantor setelah menyerahkan kunci ke Mirna.Mirna memandang ke pintu kamar Farhan, hingga berpikir apakah Fa
Dharu masih menunggu jawaban Briana, tapi dalam hatinya takkan memaksa jika memang Briana masih menolak.Namun, siapa sangka jika apa yang dipikirkan Dharu berbeda dari apa yang dilakukan Briana. Istrinya itu melepas ikatan dasi Dharu, lantas meloloskan dari kerah.“Sepertinya kita harus mandi lagi setelah ini,” ucap Briana lantas memandang Dharu.Dharu tersenyum mendengar ucapan Briana, hingga dia kembali memagut bibir istrinya itu.Mereka kembali saling menautkan bibir, bahkan Dharu berjalan maju sampai membuat Briana mundur. Keduanya mengarah ke ranjang, sampai akhirnya jatuh bersamaan di atas kasur.“Sudah sangat lama aku tak pernah melakukannya,” ucap Briana saat Dharu mengukungnya.“Aku malah belum pernah melakukannya sama sekali,” balas Dharu.Briana langsung mengulum bibir mendengar balasan Dharu. Dia sendiri sudah lupa kapan terakhir kali Farhan menyentuhnya karena pria itu sibuk berselingkuh.“Kita lakukan pelan-pelan,” bisik Dharu.Keduanya pun kembali saling memancing gair
Farhan begitu tertekan karena para pemegang saham memintanya mundur karena sudah memanipulasi barang sampai membuat banyak customer komplain bahkan demo.“Tidak ada alasan lagi untuk bertahan. Andai kamu bisa memperbaiki semua, tapi kepercayaan pelanggan dipertaruhkan.”“Kami yakin, mereka takkan pernah mau bekerjasama lagi, selama kamu masih memimpin.”“Lebih baik kamu mengundurkan diri. Semua bukti sudah ada, bahkan saksi pun ada. Kamu mau mengelak seperti apa lagi jika sudah memanipulasi bahan?” Farhan mendapat cecaran dari para petinggi perusahaan. Para pemegang saham lain juga tidak memberikan dukungan kepadanya karena ada bukti kuat yang menunjukkan jika semua itu terjadi karena kesalahan Farhan.Farhan mengepalkan telapak tangan erat. Ternyata penanggung jawab pabrik yang dipercayainya, malah membocorkan perintahnya soal manipulasi bahan. Kini dia harus menghadapi petinggi perusahaan dengan jabatan sebagai taruhannya.“Aku bisa menyelesaikan ini. Tidak bisakah kalian memberiku
“Iya baik. Terima kasih.”Dharu baru saja menerima panggilan dari salah satu pemegang saham perusahaan Farhan. Dia mendapat informasi kalau Farhan dipaksa mundur dari jabatan karena kesalahan yang dibuat.“Bagaimana?” tanya Dika yang berada di ruangan Dharu.“Tinggal menunggu dia memohon,” jawab Dharu.Pemegang saham mengatakan jika semua denda kerjasama dan biaya ganti rugi akan dibebankan ke Farhan sebagai pelaku manipulasi.Dharu mengincar rumah Farhan agar bisa digunakan untuk membalas perbuatan Farhan dan keluarga ke Briana.“Ini bukan karma instan, tapi karma yang direncanakan,” ucap Dika karena puas segala usaha yang diupayakan olehnya berjalan dengan mulus.“Ada kalanya kita harus ikut campur, kan? Apalagi ini demi orang yang kita sayangi,” balas Dharu lega karena bisa membantu membalas dendam sakit hati Briana, juga sakit hatinya sebab Farhan sudah mengambil Briana darinya.Dika mengangguk-angguk mendengar ucapan Dharu, lalu kembali berkata, “Kita rayakan.”Di perusahaan Bria
Farhan pulang setelah dirinya diminta mundur dari jabatannya. Saat sampai di rumah, dia melihat Mirna yang sedang mengompres kening.“Ada apa ini?” tanya Farhan sambil memandang sang mama.Mirna dan pembantu langsung menatap Farhan, Mirna terkejut karena putranya itu sudah pulang lebih awal.“Kenapa kamu pulang lebih awal?” tanya Mirna sambil menegakkan badan.Farhan melihat memar di kening sang mama. Dia pun duduk di sofa sambil terus memperhatikan.“Ada masalah di perusahaan,” jawab Farhan belum berani mengatakan jika dirinya mundur dari jabatan.Mirna masih meringis menahan sakit di kening, hingga Farhan bertanya.“Ada apa dengan kening Mama?” tanya Farhan yang penasaran.Mirna menatap Farhan yang penasaran. Dirinya tak bisa menutupi jika Litta kabur karena pastinya Farhan akan tahu.“Ini semua karena ulah Litta. Dia membekap mama lalu mendorong sampai mama jatuh membentur sofa kemudian dia kabur,” jawab Mirna agak hati-hati.“Apa?” Farhan sangat terkejut mendengar jawaban Mirna.F
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun