Tangannya terangkat dan perlahan mengelus perut yang sudah tidak ada isinya itu. Hatinya bagaikan teriris-iris. Luka yang semula menganga, kini semakin menganga.
"Aku memang adalah ibu yang tidak becus!" air matanya perlahan mulai menetes dan membasahi wajah pucatnya.Bagaimana tidak, ia bahkan tidak mengetahui kalau dirinya tengah mengandung. Dia tidak menyadarinya karena beberapa waktu belakangan ini, dirinya sibuk mengurusi Kayla."Suster, berapa usianya?""Janin ibu berusia 6 Minggu!" Aira yang mendengarnya hanya tertunduk sedih. Namun, ia segera teringat akan kondisi Kayla saat ini."Suster, sudah berapa lama aku berada disini?""Ibu sudah terbaring seharian dan sekarang sudah masuk hari baru!"terang suster itu.Aira yang mendengarnya, tersentak dan kaget. Ia ingin segera turun dari tempat tidur, dan menuju ruang ICU untuk menjenguk purti kecilnya, harapan satu-satunya untuk tetap bertahan hidup."Sus, tolong cabut infusnya. Aku baik-baik saja!"ujar Aira."Baiklah, tapi Ibu harus minum obat yang sudah diresepkan secara teratur!" ujar sang perawat itu sambil melepaskan jarum infus dari tangan Aira. Airapun segera mengangguk mengiyakan.Aira segera bergegas pergi tanpa mempedulikan rasa sakitnya dan juga peringatan dari perawat yang sedang bersamanya saat ini.Namun,"Putri ibu sudah dioperasi!" Seru sang suster yang membuat Aira menghentikan langkahnya. Seperti ada pelangi yang tiba-tiba melintas di hatinya. Ia merasa jauh lebih baik setelah mendengar berita itu." Benarkah, Sus? Tapi bayarannya...." Aira kembali terdiam."Sudah lunas Bu, jadi ibu tidak perlu memikirkan itu lagi." ujar Suster cantik itu, sembari tersenyum manis ke arah Aira."Tapi siapa yang melunasinya suster?"Aira mengernyit heran, sebab iya yakin tidak mungkin Ivan pelakunya."Orang tua dari anak yang tadi Bu'Aira selamatkan dari terjatuh di tangga!" Terang Suster sembari menatap wajah bingung, namun bahagia Aira."Kalua boleh tahu, siapa nama orang tuanya yahh, Sus? Biar aku bisa berterimakasih." Tukas Aira."Gak tahu tuh, Bu. Oh ya, terus ini ada titipan buat ibu, aku taruh di sini yahh!?" Ujar sang suster cantik itu sembari meraih tas selempangan milik Aira, untuk meletakkan amplop berwarna coklat, entah apa isinya."Ohh iya, makasih Sus!" ujar Aira dan berlalu pergi.Di sepanjang koridor menuju ruang ICU, Aira terus berfikir, siapa gerangan yang sudah melunasi biaya operasi Kayla putrinya." Ahh... Siapapun kamu, makasih yahh, semoga anakmu tetap sehat, Tuhan berkati kamu dengan berkat-berkat yang melimpah. Amin!" Aira mengulas senyum bahagia.Dengan langkah bahagia ia menuju ke ruangan anaknya. "Ohh, Bu'Aira... Silahkan masuk, Kayla sudah menanti ibu didalam sana." Sapa seorang dokter muda yang berpapasan dengan aira di koridor itu."Baiklah Dok, makasih yahh!" Ucap Aira sumringah.Sejenak ia melupakan tentang janin yang tidak bisa ia jaga dengan baik, sehingga ia harus kehilangannya. Kini ia fokus pada putri cantiknya yang sedang tersenyum manis, mengetahui kedatangannya."Mami... ila kangen, mami dali mana ajah sih, lama banget tau!" ucap putri cantiknya.Air matanya berguguran, ia bahagia mendengar anaknya tidak menangis lagi menahan rasa sakit seperti hari-hari kemarin."Maafin mami sayang, ila kangen sama mami yahh? Baiklah, biar mami peluk gadis cantik ini." Ucap Aira sembari menghampiri putrinya yang sedang duduk di atas pembaringannya. Dengan dikelilingi alat-alat medis, khas ruang ICU."Kakak geser dikit, biar mami bisa duduk!" Ucapan Aira keluar dengan airmata yang tidak dapat di bendung lagi."Ila sudah mau punya adek ya mam?" Ucap gadis kecil itu, dengan wajah dan mata berbinar binar. Menggambarkan betapa bahagianya dia, mendengar dirinya dipanggil kakak, yang artinya dia akan segera memiliki adik, pikirnya.Aira tertegun sebentar kala menatap wajah kecil mungil yang sedang bahagia menanti jawaban darinya."Tadinya... tapi sekarang Tuhan sudah ambil kembali adeknya, kata Tuhan, biar mami bisa fokus ngurusin kakak. Nanti, Tuhan gantikan dengan adek baru." Terang Aira dengan airmata yang mengalir bak sungai yang menuruni wajahnya.Memiliki putri yang cantik dan pintar seperti Kayla membuatnya merasa nyaman menumpahkan isi hatinya, karena dia yakin putri kecilnya ini akan sangat memahami apa yang dia katakan.Dan benar saja,"jangan sedih mam, ila tahu mami sedih, tapi mami yang selalu bilang kan, semua yang Tuhan buat itu baik. Kita gak boleh belsyukul saat senang ajah, tapi saat susahpun halus belsyukul. Jadi mami jangan belsedih yahh, mami kan masih punya ila." Ucap gadis kecil itu dengan bahasa anak-anaknya yang selalu terdengar menggemaskan di rungu Aira, namun berbeda dengan hari ini. Kata-kata itu terdengar sangat menyakitkan hati."Sudah, mami stop nangisnya! Mami halus janji, mami gak akan menangis lagi! ila pengen mami terus telsenyum, kalena ila suka mami waktu telsenyum, mami cantik sekali." Kayla terus berusaha menghibur Aira yang sedang hancur hatinya. Anak dengan pemikiran yang melampaui usianya. Kini Aira menyadari, bahwa selama ini Kayla lah, kekuatannya dan semangat hidupnya.Ia bertekad, tidak akan menangis, demi senyuman diwajah putrinya. Ia kemudian memaksakan senyumnya." Maafin mami sayang, mami janji gak akan nangis lagi. Ila cepetan sembuh dong, biar kita bisa jalan-jalan lagi. Hanya berdua. Gimana, ila suka gak?" Tanya Aira sembari mengelus pucuk kepala gadis kecilnya itu."Ila suka mam! Mami ingat janjinya yahh, mami halus selalu telsenyum untuk ila!""Mami janji Sayang!" ujar Aira sembari terus mengelus pucuk kepala anak gadisnya penuh sayang."Mami ila ngantuk, ila sedikit capek! Tolong peluk ila, yang kuat mam, ila ingin melasakan dipeluk mami elat-elat." Pinta gadis kecil itu, dengan binar mata cantiknya yang membuat Aira merasa gemas."Ohhh tentu saja, mami akan peluk ila erat-erat. Seperti ini yahh!?" Ujar Aira yang semakin mengeratkan pelukannya, sembari mendaratkan kecupan-kecupan hangat di puncak kepala Kayla."Iya mam, makasih ya. I love you mami!" Ujar gadis kecil itu, lalu memejamkan mata. "I love you too Sayang!" Balas Aira.Aira yang terus memeluk gadis kecilnya itu, kini lebih bersemangat dan tersenyum bahagia, sembari menyenandungkan lagu 'Que Sera sera' lagu kesukaan Kayla.Detik dan menitpun berlalu, sudah sejak sejam yang lalu aira memeluk gadis kecilnya itu. Tubuh yang tadinya hangat, mulai terasa semakin dingin."Ehh, kok? Ila, sayang! Kamu kedinginan yahh, kok badan kamu dingin sayang? Mami tutup pake selimut yahh!"ucapan panik Aira.Aira berinisiatif untuk membangunkan anaknya, namun setelah menggoyangkan Tubuh mungilnya perlahan, dia baru menyadari bahwa anaknya ini sudah tidak bernyawa, namun ia berusaha menepis pikiran itu."Dok, Dokter! Tolong periksa anak saya Dokter, ini kenapa badannya dingin kek gini, Dok?!" Teriak Aira yang semakin panik.Mendengar hal itu, para Dokter dan Perawat yang ada disitu, segera berlarian ke arah mereka dan meminta Aira untuk memberi ruang agar mereka dapat memeriksanya.Setelah beberapa menit mereka melakukan pemeriksaan,"maaf Bu'Aira, Kayla sudah pergi sejak sejam yang lalu!" tutur sang dokter pelan pada Aira yang terlihat sedang berada dalam kekalutan.Aira menarik nafas yang terasa begitu sesak, "bagaimana bisa Dok, anak saya tadi baik-baik saja. Lagian, bukannya Kayla sudah di operasi yah?!" Ujar Aira sedikit meninggikan suara, untuk menutupi rasa takutnya."Oh iya Bu, karena ibu kemarin juga ngalamin musibah, jadi kami belum sempat bilang, kalau operasi Kayla kemarin gagal. Karena kondisinya yang sudah sangat parah, dan maafkan kami tidak memberitahu anda karena ini permintaan putri anda Bu'Aira!" Dalam satu tarikan nafas, Dokter itu mengatakan hal yang membuat Aira terperangah tak berdaya.Ucapan sang Dokter, seperti pedang bermata dua yang menghujam jantungnya. Betapa tidak, barusan ia tersenyum bahkan tertawa dengan Kayla. Namun sekarang, Segala sesuatu terjadi begitu cepat.Bak kilatan petir yang cepat, namun sangat menyakitkan ketika terkena kilatan cahaya itu.Air matanya seperti enggan untuk menetes. Aira menatap wajah mungil yang beberapa saat lalu tersenyum lebar padanya, kini terbaring kaku di ranjang rumah sakit. Ia menatapnya lekat-lekat, sembari kilasan kenangan sejak mengandung hingga melahirkan Kayla serta momen-momen kebersamaan mereka mulai terlintas satu persatu di kepalanya."Nak, tega kamu sama mami!! Mami baru kehilangan adekmu, kamu harusnya disini nemenin mami sayang!" Lirih Aira dengan suara bergetar dan tangan yang menahan dadanya yang terasa begitu sesak."Ila kembali!! mami gak sanggup sayang, tolong jangan tinggalkan mami. Kayla!" Suara Aira bahkan seperti tercekat, tidak mampu keluar.Tubuh lemah itu tidak mampu menahan rasa sakit yang begitu menghimpit dirinya, hingga bahkan bernafas pun terasa begitu sulit.Aira hanya tertegun, menatap wajah mungil putrinya dengan hati yang jelas menolak kenyataan ini.Suaminya, putrinya, bahkan janin yang belum ia sadari keberadaannya, telah dengan kejam meninggalkannya tanpa belas kasihan."Apa salahku Tuhan? Mengapa Kau ambil semangat hidupku?, satu-satunya cahaya yang menerangi jalanku." Ucap Aira dengan airmata yang mulai menetes namun bersamaan dengan itu, tubuhnya ambruk dan segalanya menjadi gelap.Aira mengerjapkan mata, hal pertama yang ia sadari ialah saat ini ia berada di ruangan yang serba putih. Bau khas obat-obatan menyeruak memenuhi rongga hidung.Tangannya terangkat, berniat memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut. Tapi tunggu...Apa yang terjadi?Aira mencoba mengingat-ingat semuanya, hingga perlahan-lahan potong-potong memory sebelum dirinya jatuh pingsan mulai terkumpul.Helaan nafas berat serta hembusan yang sedikit kasar, mulai terdengar dari bibir pucatnya.Beberapa menit kemudian, seorang wanita berpakaian serba putih masuk. Membawa serta makanan juga segelas minum dan juga beberapa obat. Mungkin untuk Aira konsumsi.Wanita itu meletakan nampan yang dibawanya di atas sebuah nakas yang berada tak jauh dari ranjang tempat Aira berbaring."Syukurlah, Bu'Aira sudah sadar!" sapanya sembari menyunggingkan senyum.Aira membalas senyumannya, dengan senyum yang sama." Suster, saya kenapa ada di sini?" Tanyanya dengan suara parau."Dan apa suster tahu dimana putri saya? T
Aira segera keluar dan menemui pria itu yang ternyata adalah petugas dari kantor pengadilan agama."Ibu Aira yahh?" tanya petugas tersebut."Iyah, ada apa yaah Pak?""Maaf bu, ini ada surat untuk ibu. Tolong di baca dan segera di tandatangani, biar saya bisa membawanya kembali."Aira yang segera tahu apa isi dari surat itu, memutuskan tidak ingin membacanya lagi, ia segera menandatangani surat-surat itu, dan mengembalikannya."Terimakasih pak, ada lagi yang bisa saya bantu?" Tanya Aira seperti tidak peduli dengan apa yang baru saja ia lakukan, yang membuat petugas itu merasa sedikit bingung dan tidak percaya."Tidak bu, makasih yah! Saya permisi!!" Ucap petugas itu yang seketika merasa kasihan pada Aira, namun tidak dapat melakukan apa-apa.Sebab dia sudah mendengar dari bisik-bisik tetangga disekitar situ bahwa, Aira baru kehilangan putrinya dan yang ia lakukan saat ini, adalah mengantarkan surat cerai, yang sudah pasti akan membuat wanita itu semakin terpuruk."Iyah Pak, sama-sama!"
Sebuah koper besar dan satunya lagi sedikit kecil telah teronggok didepan rumah. Pemiliknya sedang berpamitan dengan tetangga sekitar."Bu!" Aira tidak mampu melanjutkan kata-katanya kala menatap wajah Bu'Rita. Sosok yang selama ini banyak berjasa dalam kehidupannya.Bu'Rita dahulu memiliki anak perempuan yang jika masih hidup, ia seumuran Aira. Namun, ia harus meninggal dalam sebuah kecelakaan. Oleh sebab itu, kehadiran Aira seperti mengganti tempat yang kosong itu.Kini mereka harus berpisah dengan alasan yang Aira sembunyikan. Aira tidak ingin, para tetangga terus mengasihani dirinya yang terus saja ditimpa kemalangan. Hingga ia berdalih, akan pergi menenangkan diri di tempat dimana ia dibesarkan, yakni panti asuhan."Anak ibu kuat yah, salam untuk ibu panti. Jangan lupa main kesini, ibu kangen kalau lama gak ketemu." Suara bergetar, disertai tatapan sendu kedua mata tua itu, mampu meremukkan hati Aira. Sebab ia tahu, mereka mungkin tidak akan berjumpa dalam waktu yang lama."Iyah
RK yang segera mengingat wanita yang sedang menyiram bunga di bawah sana terus memperhatikannya. Semua yang Aira lakukan tak lolos dari tatapan mata amber milik sang penguasa Mension mewah itu."Donny, cari tahu, sejak kapan wanita itu bekerja disini. Aku tidak pernah melihatnya sebelum hari ini. Apakah dia baru disini?" Ucap RK ingin memastikan apa yang sedang ia pikirkan."Baik tuan, aku akan segera mencari tahu informasi tentang dirinya." Ujar Donny dan segera meninggalkan tuannya untuk mencari informasi lengkap tentang Aira.Sementara itu, Ivan yang mulai resah dan gelisah dengan keputusannya, diam-diam mencari tahu kabar tentang Aira dan putrinya yang ditinggalkan dalam keadaan kritis menunggu operasi di rumah sakit.Drrtt...drrrttt...Getaran handphone di atas nakas samping tempat tidur, membuat seorang yang sedang tertidur pulas, harus terbangun dari tidurnya."Hhmm, ada apa?" Jawab orang itu dengan suara serak, khas bangun tidur."Bu, ibu dimana? Ibu tolong chek Kayla sudah ke
"Ohh, bukan siapa-siapa!" Jawab RK singkat.'lagian wanita yang aku temui di rumah sakit, kesulitan untuk membayar uang operasi anaknya. Kalau itu adalah dirinya, dia pasti saat itu lagi berbahagia dengan uang milyaran rupiah yang dipinjam suaminya, jadi mereka tidak mungkin orang yang sama. Mungkin hanya kebetulan, ia hanya sedikit mirip dengan wanita malang itu.' batin RK.RK dan Donny sangat membenci Ivan karena tindakan yang dia lakukan dalam menyelewengkan dana perusahaan dengan dalih meminjam uang. Setelah mereka mengetahui hal itu, Ivan disuruh harus menggantinya segera. Hal ini yang membuat Ivan kelabakan hingga mengambil langkah menyerahkan rumahnya pada pihak perusahaan. Karena dirasa kurang, akhirnya Aira yang digunakan untuk menutupi sisanya.Tujuan RK menyetujui perihal tawaran Ivan tentang istrinya yang akan diserahkan sebagai ganti untuk menutupi sebagian hutangnya, tidak lain untuk menyiksa wanita itu.Karena menurut RK, wanita semuanya sama, Ivan bisa terlilit hutang
Ivan yang mendengar hal itu terperangah tak percaya, "a-apa, ibu ngomong apa tadi? jaringan disini agak kurang bagus, Ivan tidak bisa dengar apa yang ibu bilang tadi!" kelit Ivan dengan tubuh yang gemetar karena hal yang baru saja ia dengar. Dalam hatinya Ivan berharap bahwa ia sudah salah mendengar."Kamu gak salah dengar, Van! Kayla memang sudah gak ada dan Aira ibunya, sudah dibawah pergi. Kata Bu'RT sih, dia kembali ke panti asuhan, untuk nenangin diri. Sepertinya dia udah berbohong sama tetangga sekitar, kali aja dia malu kan?!" Ketus Dewi ibunya Ivan."Kok ibu ngomongnya gitu, jahat banget. Aira seperti itu, mesti untuk jaga nama baik Ivan, Bu!" Lirih Ivan merasa sedih karena kehilangan putrinya dan Aira yang harus memikul beban berat akibat perbuatannya sendiri."Mana bisa gitu, Van? Ibu yakin dia malu untuk ngakuin kalo dia itu udah jadi pembantu sekarang di rumah mantan majikan kamu itu, jadi sok-sok bilang mau nenangin diri, halahh!" suara nyaring khas ibu-ibu penggosip, dit
'lahh, ibu mau ke panti, gimana ini!?' batin Aira."Ehm, beneran, Sekarang ibu mau ke panti?" Aira kalang kabut memikirkan alasan apa yang harus ia gunakan, agar Bu'Rita membatalkan niatnya."Iyaa, ini lagi tunggu Taxi pesanan ibu. Kamu lagi di Panti kan?" balas Bu'Rita yang membuat Aira semakin panik.Aira tidak menyangka, kebohongannya akan terbongkar secepat ini. Terlebih lagi pada Bu'Rita, ada rasa sedih di hatinya, kalau harus jujur tentang semuanya. Bukan karena malu, namun ia tidak ingin membebani mereka yang sudah dengan tulus menyayangi dan membantunya selama ini."Bu ...!" lirih Aira."Ada apa, Ai?" tanya wanita paruh baya itu pelan, sebab mendengar panggilan itu."Ibu Maafkan Aira! Aira sudah bohong sama ibu." Aira menghela nafas dalam-dalam dan membuangnya kasar. "Aira terpaksa, Bu! Aira tidak ingin terus dikasihani karena nasib malang yang terus menerus menimpa Aira!" Suasana sedikit hening, namun menit kemudian, "Ibu sudah tahu nak, tapi sepertinya yang ibu dengar ini a
Aira tidak mampu menahan tawanya, memikirkan ternyata Tuan yang dia anggap genit selama ini sebenarnya bukanlah Tuan, melainkan salah satu anak buah dari Tuannya. Dia terus mengerjakan pekerjaannya dengan sesekali tersenyum menahan tawa karena kesalah pahamannya selama ini. Dia bahkan menolak mentah-mentah dalam hati, statement yang disampaikan teman sesama ARTnya, kalau Tuan mereka adalah pribadi yang super dalam segala hal. Super dingin, super jahat dan yang paling digilai kaum hawa yakni super tampan. "Gila, untung ajah, saat mereka ngomong, aku hanya menjadi pendengar setia tanpa tanggapan apapun. Waduhh, bisa bahaya!" ujarnya sembari terkekeh geli tak habis pikir dengan kebodohannya."Donny, kenapa dia terus saja tertawa, apa dia sudah tidak waras, karena mengerjakan kekacauan yang kau buat, hmm?" Ujar RK sembari berdiri dari balik jendela kamarnya di lantai dua Mension itu."Bisa jadi, dia belum tahu , ada hukuman yang lebih parah lagi yang sedang menantinya. Mungkin, habis i
Aira sangat terkejut dengan apa yang dirinya dengar, dia tidak pernah menyangka kalau RK melakukan semua ini. Meskipun dalam hatinya, dia tahu pasti bahwa RK bukanlah seseorang yang akan memilihnya, tanpa tahu latarbelakang dirinya, namun dengan menjadikan Selena, putri CEO PT.Bintang Laut itu seorang tukang kebun, itu out of mind banget, pikirnya. "Kamu kenal dia, Mas?" tanya Aira pelan. "Musuh istriku, adalah musuhku!" jawab RK singkat, namun membuat Aira terperangah. "Udahh, lupakan Dia, nanti besok aku akan memperkenalkan Nyonya Mension ini secara resmi pada semua Pekerjaku, termasuk si siapa namanya tadi?" "Selena, Mas!" "Iyah, Dia!" ucap RK sembari tersenyum semanis madu pada Aira yang masih bingung dengan apa yang sudah diperbuat suaminya ini. Ada rasa bahagia yang perlahan merayapi hati Aira, namun bersamaan dengan itu, ada rasa takut dan cemas jika sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya karena hal ini. Aira memandang RK lekat-lekat, perlahan tangannya terangkat dan
Aira terkejut dengan sosok yang sedang berdiri kikuk dihadapannya. Wanita itu terlihat tertunduk sedalam-dalamnya karena takut pada Aira. Namun, Aira yang masih tidak dapat mencerna hal ini semakin bingung. Selena bisa berada satu atap dengan dirinya adalah satu keanehan, ditambah dengan tingkahnya yang menurut Aira sedikit aneh, tidak seperti Selena yang Ia kenal. "Ma-maafkan saya nyonya, saya sedikit merasa pusing, jadi kesini untuk mengambil Air. Saya tidak akan melakukannya lagi. Permisi!" jawabannya membuat Aira segera mencubit tangannya sendiri. "Mami gak lagi mimpi kok, sini menunduk!" ucap Brian sembari menarik tangan Aira agar menunduk ke arahnya. Brian melayangkan sebuah kecupan hangat, di Pipi ibunya. "Kan? Berasa gak?" tanya Bri sembari terkekeh geli, karena senang bisa menggoda sang Mami. "Idih, anak Mami genit banget sii!" "Saya permisi Nyonya!" "Selena tunggu!" Aira mengeryitkan kening, karena wanita itu terlihat bingung dengan panggilannya. "Bu' Aira, saya
Setelah menjawab panggilan Bent, dalam sekejap wajah sumringah RK hilang entah kemana. Kini tampilan dingin dengan sorot mata yang tajam, seperti mampu melihat hingga ke kedalam jiwa seseorang. Aira yang paham dengan sikap itu, tidak ingin bertanya. Dirinya takut akan salah berucap, dan pria bengis disebelahnya ini akan marah. Ya, meskipun telah resmi menjadi istri pria dingin itu, Aira masih tetap saja menganggap dirinya Bossnya yang dingin dan sangat ditakuti seluruh pekerja di Mension mewah yang sekarang sudah menjadi miliknya juga. Aira hanya terdiam dan meraih tangan suaminya untuk di pegang erat-erat, sambil terus menatap jalanan yang mulai dipenuhi cahaya lampu jalan, sebab malam mulai perlahan menyapa mereka. Brian yang mengetahui ayahnya sedang dalam mode yang tidak boleh diganggu, hanya terdiam ditempatnya duduk. "Bri, Mami pangku yahh?" Bujuk Aira, sebab Brian sangat membenci di pangku karena merasa dirinya sudah besar. Namun, pria kecil itu tahu kegelisahan hati ibun
Refleks RK menghadang pria yang menyapa Aira itu. Pria dengan tampilan awut-awutan, rambut yang diikat ke belakang, tanda tak pernah dipotong. Wajah yang kusam dan tubuh yang kurus, menjelaskan betapa memprihatinkannya, keadaan pria itu. "Ai ... Tolong maafin Mas, kita pulang yukk! Mas kangen Ai," ucap pria itu yang adalah Ivan, mantan suami Aira, sambil berusaha meraih tangan Aira dari balik tubuh RK yang menjulang tinggi dihadapannya. "Jangan berfikir untuk menyentuh tangannya, atau aku akan mematahkan tanganmu!" ketus RK. "Menyingkir kau, aku hanya ingin bicara dengan istriku," ucap Ivan penuh percaya diri. RK mengeraskan rahangnya, tatapan membunuh, dirinya tujukan pada Ivan. Rasanya, jika tidak ada istri dan anaknya saat ini, mungkin Ivan sudah pergi bertemu putrinya Kayla sekarang. Aira tahu, RK sedang dalam kemarahan yang jika Ivan melanjutkan dramanya, maka dirinya akan berakhir tragis. "Mas, aku mau pulang," ucap Aira sembari meraih tangan RK dan memberikan Bri padany
"Apa ...?" RK menatap istri yang sangat dirindukan ini dengan tatapan sendu. "Sayang, ini aku suamimu, tolong jangan lupakan aku, Ai!" ucap RK sembari meraih tangan Aira, dan mengecupnya dalam-dalam, sambil menutup mata, meresapi kebahagiaan yang datang, namun hanya setengah. "Mas ...!" ucap Aira lembut sambil mengusap rambut coklat yang sudah terlihat besar karena tidak dipotong itu, dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana aku bisa melupakan, satu-satunya alasan aku bertahan dan kembali kesini. Dirimu dan Bri lah kekuatan dan alasanku. Aku cinta kamu, Mas!" ucap Aira sembari mengecup tangan suaminya. "Maafkan aku, aku hanya bercanda!" tambah Aira. RK terdiam cukup lama dan segera memeluk Aira erat-erat. "Tidak masalah sayang, asalkan itu hanya tipuan, aku tidak akan mempedulikannya, sebab aku sedang sangat bahagia karena dapat mendengar suara istriku dan tatapan sayang darinya seperti saat ini." RK tak henti-hentinya menciumi tangan pasien wanita itu yang adalah istrinya. "Ming
Pesan singkat disertai foto itu, membuat Andi kebingungan. Disisi lain, anak dalam kandungan Tantri yang terancam meninggal sebab sudah memasuki bulan ke 8, sedangkan diseberang sana sedang terjadi sesuatu yang membuat Andi mematung ditempatnya berdiri. "Apa ini, Mah?" Andi meremas rambutnya kuat-kuat. Dia berjalan gontai dan terduduk di kursi-kursi taman, yang berada dekat dengan parkiran. "Selena ... Dimana kamu, Nak! Papa bingung harus bagaimana," lirih Andi sembari menunduk. "Maaf Tuan, apa yang harus saya lakukan?" ucap salah satu orang kepercayaannya yang masih belum memahami apa yang dilihat Andi di handphonenya, sehingga dirinya bereaksi seperti ini. "Tolong, hubungi siapa saja yang ada dirumah, tolong selamatkan istriku, tolong!" Andi memohon untuk istri yang tadi telah Ia abaikan. Seluruh tubuhnya bergetar, bagaikan kilatan petir yang menyambar dengan kecepatannya beberapa detik, namun mampu menghancurkan. Dirinya menerima kiriman pesan dari istrinya yang mengatakan,
Karena kesal dengan perkataan Tantri yang menyuruh ibunya untuk menelpon Andi, Tuti gegas merampas handphone Dewi dan membantingnya."Beraninya kalian, ingin menelepon suamiku! Seharusnya kalian itu malu!" geram Tuti."Kalau begitu, kamu ajah Ti, tolong antar Tantri ke rumah sakit! Kalau sampai nanti ada apa-apa sama anakku, kamu harus tanggung jawab, karena ini adalah salahmu!" ucap Dewi sedikit menekan.Tuti yang mendengar hal itu jadi serba salah, "ehh ... Iya juga, kalau ada apa-apa sama perempuan sialan ini, pasti aku yang bakal disalahin. Apalagi, anak itu adalah anak Mas'Andi, bisa kacau nanti masalahnya." Tuti membatin, sambil menatap kasar Tantri yang sedang sangat kesakitan.Namun, sebelum Tuti mengambil keputusan, tiba-tiba terdengar suara yang sangat dirinya kenali."Tantri kamu kenapa?" ucap Andi yang baru saja muncul dari balik pintu."Mas tolongin anak kita Mas, aku kesakitan ini! Aahhh ...," lirih Tantri.Tanpa menghiraukan keberadaan istrinya, Andi gegas menggendong T
"Kakak!" Gadis cantik itu gegas menenggelamkan tubuhnya kedalam pelukan hangat pria gagah yang sedang berdiri menatapnya dengan tatapan bahagia dan rindu. "Kakak ... Aku selalu menunggumu mengunjungiku di asrama, tapi kakak sudah tidak pernah muncul lagi! Aku rindu!" gadis itu menangis tersedu-sedu. "Heyy, tenangkan dirimu! Ody sudah sangat besar, dan sangat cantik, apa ada pria nakal yang menggangu adikku disekolah?" tanya pria itu. "Tidak, mereka selalu takut pada para bodyguard rahasiku. Aku sudah seperti tuan putri lemah yang selalu di kawal 24 jam." "Ohh ya? Ayahmu pasti melakukan hal itu, untuk memastikan kau tetap aman." "Bukan ayah, tapi kau, kakak! Berhentilah membodohiku. Meskipun aku seperti ini, aku selalu mendapatkan nilai bagus, meskipun tidak pernah mendapat juara kelas," ucapnya sambil terkekeh geli. Mereka akhirnya saling menatap dan tertawa terbahak-bahak. "Ya sudahlah, kau jangan terlalu pintar. Cukup kepintaran itu dimiliki RK saja. Kalau kau bisa menaklukk
RK terpaku menatap wajah gadis dihadapannya ini. Ada desiran aneh, RK terus menatap wajah cantik itu lekat-lekat. "Kak, kakak!" Audrey sedikit mengeraskan suaranya, sebab RK menatapnya dengan tatapan yang terlihat sendu dan begitu dalam. Mendengar suara melengking itu, RK terkaget dan segera melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat. "Kann ... tanganku kesakitan, Ayoo tiup! Sakit tahu," kesal gadis itu meniup dan memijat tangannya sendiri secara perlahan. RK kemudian berbalik menatap Bent yang berada di anak tangga dua tingkat di bawah dirinya. "Sudah kubilang," ucap Bent sembari memamerkan tawa terpaksanya. RK kemudian melanjutkan langkah kakinya, meninggalkan Audrey yang kesakitan. Namun, disaat yang bersamaan Audrey tertegun, mengingat tatapan sendu sang penguasa Starlight itu. 'ada apa dengan tatapan itu? meskipun mereka tidak pernah memberitahukan semuanya padaku. Tapi aku bukan anak kecil lagi, aku tahu kau adalah kakakku, dan sebagai adikmu, aku bisa merasakan kese