Aira mengerjapkan mata, hal pertama yang ia sadari ialah saat ini ia berada di ruangan yang serba putih. Bau khas obat-obatan menyeruak memenuhi rongga hidung.
Tangannya terangkat, berniat memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut. Tapi tunggu...Apa yang terjadi?Aira mencoba mengingat-ingat semuanya, hingga perlahan-lahan potong-potong memory sebelum dirinya jatuh pingsan mulai terkumpul.Helaan nafas berat serta hembusan yang sedikit kasar, mulai terdengar dari bibir pucatnya.Beberapa menit kemudian, seorang wanita berpakaian serba putih masuk. Membawa serta makanan juga segelas minum dan juga beberapa obat. Mungkin untuk Aira konsumsi.Wanita itu meletakan nampan yang dibawanya di atas sebuah nakas yang berada tak jauh dari ranjang tempat Aira berbaring."Syukurlah, Bu'Aira sudah sadar!" sapanya sembari menyunggingkan senyum.Aira membalas senyumannya, dengan senyum yang sama." Suster, saya kenapa ada di sini?" Tanyanya dengan suara parau."Dan apa suster tahu dimana putri saya? Tadi saya bermimpi buruk, putri saya kayla dia...." Imbuh Aira.Bibirnya sedikit bergetar, bulir bening menggenang di pelupuk matanya. Kalimat yang disampaikannya pun menggantung tanpa sanggup melanjutkannya lagi.Suster itu tampak menunduk resah, sembari memainkan jemarinya. Mungkin sebaiknya memang aira lebih dini kembali menyadarinya. Toh lambat laun kenyataan ini harus wanita malang itu hadapi."I-itu bukan mimpi, Bu! Maafkan saya yang lancang berkata jujur, tapi putri ibu memang sempat dioperasi, namun operasinya gagal, jadi Kayla tidak dapat tertolong." Terang perawat tersebut.Degg...'omong kosong macam apa ini?' Pikir Aira."Sus!" Aira berusaha menggapai tangan suster itu. Ia mengharapkan jawaban berbeda namun,"maafkan kami, Bu!" cuma itu yang dapat Suster itu ucapkan. Wajahnya terus menunduk tanpa berani menatap Aira, yang sudah pasti hancur luluh lantak mendapati kenyataan ini.Jiwa wanitanya ikut menjerit, menyaksikan kemalangan yang menimpa Aira. Terlebih ketika menanyakan keberadaan suaminya pada wanita paruh baya yang adalah tetangga Aira, yang datang menjenguk Aira, setelah pihak rumah sakit menelpon berdasarkan panggilan terakhir di telepon genggam milik Aira.Pihak rumah sakit ingin mengkonfirmasi perihal musibah yang menimpa Aira ke keluarganya. Namun, dipanggilan terakhir Aira justru nomor Bu'Rita tetangganya.Dan wanita paruh baya itu segera datang dan menceritakan keadaan yang terjadi dalam keluarga Aira.Suaminya sudah lama berselingkuh dengan wanita pilihan ibunya, yang adalah wanita dari keluarga kaya, dan kemarin adalah acara lamarannya. Dan suaminya sampai saat ini tidak dapat di hubungi.Membayangkannya saja sakit, apalagi jika berada diposisi Aira, suster itu tidak yakin akan sanggup.Aira mencoba turun dari ranjang, berusaha menguatkan diri sendiri, sebab tak ada yang bisa memberikan itu untuknya. Kaylanya sangat berarti baginya. Jika berita itu memang benar tak mungkin dirinya hanya bisa duduk di tempat ini sembari meraung. Menangis meratapi nasib yang tiada gunanya.Sementara entah diruangan mana, putrinya sedang terbujur kaku menunggu kehadirannya. Dan kehadiran Ayahnya yang saat ini sedang memadu kasih dengan calon istri barunya."Bu, Ibu mau kemana?" tanya Suster mencoba membantu dengan memegangi kedua bahu wanita malang itu."Aku ingin menemui putriku, dia membutuhkanku." Jawabnya dengan suara bergetar dan airmata yang bersimbah membasahi wajah pucatnya."Tapi Ibu belum sepenuhnya pulih paska kuretasi.""Aku tidak peduli. Jika memang setelah ini, nyawa pun ingin meninggalkan raga yang tak berguna ini, aku malah bersyukur. Sebab semuanya sudah tega meninggalkanku. Bahkan janin yang bahkan aku belum sempat menyadari kehadirannya didalam rahimku!" Balas Aira dengan wajah sendu.Aira kemudian berlalu begitu saja, setelah melepaskan pegangan tangan Suster di kedua bahunya.Berjalan tertatih sembari membuka pintu. Sementara di belakangnya, Suster berusaha mengejar.Saat pintu kamar Aira terbuka, seorang wanita paruh baya berdiri hendak masuk. Ia menatap prihatin pada Aira yang kembali meneteskan airmata kala menatap dirinya.Tangannya bergetar, merentang dan segera membawa Aira ke dalam pelukannya. Wanita itu ialah Bu'Rita tetangganya yang di telepon pihak Rumah Sakit tadi, saat Aira jatuh pingsan."Yang sabar nak, Tuhan memberikan ujian karena Dia tahu kamu mampu melewatinya! Jadi kamu harus kuat. Kayla, sudah tidak akan merasakan sakit lagi!" Ucap wanita paruh baya itu berusaha menenangkan Aira.Bukannya merasa tenang, perkataan wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya ini bak sebuah belati tajam yang menyayat luka Aira hingga terkoyak dan berdarah-darah.Bibir Aira kelu, saat ini ia hanya ingin menemui putrinya, melihat dan menciumi wajah cantiknya yang kini tak dapat lagi menyunggingkan senyum untuknya."Sus, tolong antarkan kami!" Ucap Bu'Rita pada suster yang saat ini sudah membantunya memapah tubuh ringkih Aira. Mereka lalu pergi ke tempat penyimpanan jenazah yang akan segera dimandikan.Meski tungkainya terasa tak mampu membawanya melangkah, Aira menguatkan diri sebab tak ingin hal seperti sebelumnya, ia alami lagi.Aira ingin melihat putrinya, menciumnya dan membisikkan kata-kata agar anak gadisnya itu pergi dengan tenang. Aira yakin, meskipun tidak dapat menjawab, tapi Kaylanya pasti dapat mendengar.Tiba di ruang jenazah, Aira segera memeluk tubuh putrinya yang sudah tidak mampu bergerak dan melayangkan ciuman di kedua pipinya, seperti biasa.Tangis Aira kembali pecah. Ternyata janjinya dalam hati untuk lebih tegar dan janjinya pada putrinya untuk tetap tersenyum, tidak mampu ia tunaikan.Kayla nya adalah sumber kekuatannya. Namun, sekarang gadis kecilnya itu meninggalkannya, dan ia harus bagaimana?"Sayang, napa kamu ninggalin mami! Kalau mami ada salah, mami minta maaf! Mami janji akan menjaga ila lebih baik lagi. Tolong kembalilah! Mami harus bagaimana tanpa ila!"Lirih Aira berucap seraya menciumi pucuk kepala Kayla, mampu membuat hati Bu'Rita dan semua yang ada disitu perih, tatkala ikut merasakan kepedihan hati seorang ibu yang meratapi kepergian buah hatinya.***Tiga hari berlalu, Ivan yang sejak beberapa hari ini merasakan cemas, entah mengapa, ia terus meneteskan air mata tanpa sebab."Ada apa ini, kenapa hatiku terasa begitu sakit dan sesak, airmata terus ajah keluar. Apa ada yang salah dengan mataku?" gumam Ivan sambil berdiri didepan cermin dan menatap dirinya yang gelisah."Kamu kenapa mas?" tanya wanita yang kini bergelar calon istri ivan."Kamu berapa hari ini kek gelisah dan banyak melamun. Apa kamu menyesal udah ngelamar aku, hmm?" Selena mencebik."Kamu kok ngomong gitu?" ujar Ivan sembari berjalan menuju Selena yang sedang berada di tepi ranjang kamar hotel yang mereka tempati selama beberapa hari ini, untuk merayakan pertunangan mereka."Ya habisnya, kamu seperti sedikit aneh, gak kayak biasanya." Ujar Selena dengan wajah cemberut."Aku udah kirim suratnya sesuai permintaan kamu sayang, jangan ngambek gitu dong!" Bujuk ivan."Eh, serius, Mas?" Ivan hanya mengangguk dan tersenyum pada Selena." Makasih yah Mas, kamu emang yang terbaik!" ucap Selena sembari bergelayut manja ditubuh Ivan, dan merekapun melanjutkan aktivitas panas mereka yang sudah tiga hari belakangan ini mereka lakukan.Sementara Ivan berusaha mengalihkan perasaan sedih dan sesak tanpa sebabnya dengan melanjutkan aktivitas panasnya dengan selena, Aira yang sejak Kayla dimakamkan berusaha menekan rasa sakit di dada dan berusaha tetap tegar menghadapi rasa sakit kehilangan kedua anaknya dan pengkhianatan suaminya, terus saja meneteskan airmata tanpa henti-hentinya.Tak ada suara, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Hanya linangan airmata bak sungai yang mengalir di waktu hujan.Dunianya seperti hancur berkeping-keping. Tidak ada tempat bersandar, kecuali pada Tuhan dan para tetangga yang peduli pada musibah yang menimpanya.Aira sendiri tidak memiliki keluarga untuk bersandar, ia merupakan gadis panti asuhan.Tetangga adalah keluarganya, mengingat perlakuan buruk suami dan keluarganya padanya. Beruntung Aira merupakan pribadi yang baik dan humbel, yang membuat dirinya diterima dengan baik oleh tetangga sekitar sejak ia pertama kali tinggal di rumahnya ini bersama ivan. Dan Ivan suaminya, sampai saat ini tidak dapat dihubungi."Bu'Aira, kok Pak Ivan dan keluarganya gak datang sejak pemakaman Kayla sampe sekarang, emang gak dikasih tahu yah?" tanya seorang ibu yang merupakan tetangga mereka. Yang sejak awal membantu mengurus segala keperluan."Mas'Ivan gak bisa di hubungin, Bu! Aku udah coba beberapa hari ini, tapi tetap ajah gak bisa, mungkin nomornya sudah diganti kali yah! Keluarganya, ibu dan adik-adiknya lagi keluar negeri. Aku lihat postingan mereka di I*******m. Aku dah ngirim pesan DM, tapi gak ada balasan." Aira menghembuskan nafas kasar. "Tapi, Ya sudah gak papa, aku bersyukur karena teman-teman kantornya masih peduli pada kayla, pas dengar berita nya kemarin dari salah satu temen Mas'Ivan yang aku kabari. Karena mereka yang ngebiayain semua ini, Bu!" Terang Aira dengan suara parau."Ya udah, kita bersyukur ajah yah, Tuhan punya rencana disetiap apa yang terjadi dalam kehidupan ini. Dan rencananya, selalu indah pada waktunya. Sabar yahh Bu'Aira!" Ucap salah satu ibu menguatkan hati aira.Tiba-tiba, "permisi ... permisi ...!" terdengar suara seorang pria dari luar pintu rumah Aira.Aira segera keluar dan menemui pria itu yang ternyata adalah petugas dari kantor pengadilan agama."Ibu Aira yahh?" tanya petugas tersebut."Iyah, ada apa yaah Pak?""Maaf bu, ini ada surat untuk ibu. Tolong di baca dan segera di tandatangani, biar saya bisa membawanya kembali."Aira yang segera tahu apa isi dari surat itu, memutuskan tidak ingin membacanya lagi, ia segera menandatangani surat-surat itu, dan mengembalikannya."Terimakasih pak, ada lagi yang bisa saya bantu?" Tanya Aira seperti tidak peduli dengan apa yang baru saja ia lakukan, yang membuat petugas itu merasa sedikit bingung dan tidak percaya."Tidak bu, makasih yah! Saya permisi!!" Ucap petugas itu yang seketika merasa kasihan pada Aira, namun tidak dapat melakukan apa-apa.Sebab dia sudah mendengar dari bisik-bisik tetangga disekitar situ bahwa, Aira baru kehilangan putrinya dan yang ia lakukan saat ini, adalah mengantarkan surat cerai, yang sudah pasti akan membuat wanita itu semakin terpuruk."Iyah Pak, sama-sama!"
Sebuah koper besar dan satunya lagi sedikit kecil telah teronggok didepan rumah. Pemiliknya sedang berpamitan dengan tetangga sekitar."Bu!" Aira tidak mampu melanjutkan kata-katanya kala menatap wajah Bu'Rita. Sosok yang selama ini banyak berjasa dalam kehidupannya.Bu'Rita dahulu memiliki anak perempuan yang jika masih hidup, ia seumuran Aira. Namun, ia harus meninggal dalam sebuah kecelakaan. Oleh sebab itu, kehadiran Aira seperti mengganti tempat yang kosong itu.Kini mereka harus berpisah dengan alasan yang Aira sembunyikan. Aira tidak ingin, para tetangga terus mengasihani dirinya yang terus saja ditimpa kemalangan. Hingga ia berdalih, akan pergi menenangkan diri di tempat dimana ia dibesarkan, yakni panti asuhan."Anak ibu kuat yah, salam untuk ibu panti. Jangan lupa main kesini, ibu kangen kalau lama gak ketemu." Suara bergetar, disertai tatapan sendu kedua mata tua itu, mampu meremukkan hati Aira. Sebab ia tahu, mereka mungkin tidak akan berjumpa dalam waktu yang lama."Iyah
RK yang segera mengingat wanita yang sedang menyiram bunga di bawah sana terus memperhatikannya. Semua yang Aira lakukan tak lolos dari tatapan mata amber milik sang penguasa Mension mewah itu."Donny, cari tahu, sejak kapan wanita itu bekerja disini. Aku tidak pernah melihatnya sebelum hari ini. Apakah dia baru disini?" Ucap RK ingin memastikan apa yang sedang ia pikirkan."Baik tuan, aku akan segera mencari tahu informasi tentang dirinya." Ujar Donny dan segera meninggalkan tuannya untuk mencari informasi lengkap tentang Aira.Sementara itu, Ivan yang mulai resah dan gelisah dengan keputusannya, diam-diam mencari tahu kabar tentang Aira dan putrinya yang ditinggalkan dalam keadaan kritis menunggu operasi di rumah sakit.Drrtt...drrrttt...Getaran handphone di atas nakas samping tempat tidur, membuat seorang yang sedang tertidur pulas, harus terbangun dari tidurnya."Hhmm, ada apa?" Jawab orang itu dengan suara serak, khas bangun tidur."Bu, ibu dimana? Ibu tolong chek Kayla sudah ke
"Ohh, bukan siapa-siapa!" Jawab RK singkat.'lagian wanita yang aku temui di rumah sakit, kesulitan untuk membayar uang operasi anaknya. Kalau itu adalah dirinya, dia pasti saat itu lagi berbahagia dengan uang milyaran rupiah yang dipinjam suaminya, jadi mereka tidak mungkin orang yang sama. Mungkin hanya kebetulan, ia hanya sedikit mirip dengan wanita malang itu.' batin RK.RK dan Donny sangat membenci Ivan karena tindakan yang dia lakukan dalam menyelewengkan dana perusahaan dengan dalih meminjam uang. Setelah mereka mengetahui hal itu, Ivan disuruh harus menggantinya segera. Hal ini yang membuat Ivan kelabakan hingga mengambil langkah menyerahkan rumahnya pada pihak perusahaan. Karena dirasa kurang, akhirnya Aira yang digunakan untuk menutupi sisanya.Tujuan RK menyetujui perihal tawaran Ivan tentang istrinya yang akan diserahkan sebagai ganti untuk menutupi sebagian hutangnya, tidak lain untuk menyiksa wanita itu.Karena menurut RK, wanita semuanya sama, Ivan bisa terlilit hutang
Ivan yang mendengar hal itu terperangah tak percaya, "a-apa, ibu ngomong apa tadi? jaringan disini agak kurang bagus, Ivan tidak bisa dengar apa yang ibu bilang tadi!" kelit Ivan dengan tubuh yang gemetar karena hal yang baru saja ia dengar. Dalam hatinya Ivan berharap bahwa ia sudah salah mendengar."Kamu gak salah dengar, Van! Kayla memang sudah gak ada dan Aira ibunya, sudah dibawah pergi. Kata Bu'RT sih, dia kembali ke panti asuhan, untuk nenangin diri. Sepertinya dia udah berbohong sama tetangga sekitar, kali aja dia malu kan?!" Ketus Dewi ibunya Ivan."Kok ibu ngomongnya gitu, jahat banget. Aira seperti itu, mesti untuk jaga nama baik Ivan, Bu!" Lirih Ivan merasa sedih karena kehilangan putrinya dan Aira yang harus memikul beban berat akibat perbuatannya sendiri."Mana bisa gitu, Van? Ibu yakin dia malu untuk ngakuin kalo dia itu udah jadi pembantu sekarang di rumah mantan majikan kamu itu, jadi sok-sok bilang mau nenangin diri, halahh!" suara nyaring khas ibu-ibu penggosip, dit
'lahh, ibu mau ke panti, gimana ini!?' batin Aira."Ehm, beneran, Sekarang ibu mau ke panti?" Aira kalang kabut memikirkan alasan apa yang harus ia gunakan, agar Bu'Rita membatalkan niatnya."Iyaa, ini lagi tunggu Taxi pesanan ibu. Kamu lagi di Panti kan?" balas Bu'Rita yang membuat Aira semakin panik.Aira tidak menyangka, kebohongannya akan terbongkar secepat ini. Terlebih lagi pada Bu'Rita, ada rasa sedih di hatinya, kalau harus jujur tentang semuanya. Bukan karena malu, namun ia tidak ingin membebani mereka yang sudah dengan tulus menyayangi dan membantunya selama ini."Bu ...!" lirih Aira."Ada apa, Ai?" tanya wanita paruh baya itu pelan, sebab mendengar panggilan itu."Ibu Maafkan Aira! Aira sudah bohong sama ibu." Aira menghela nafas dalam-dalam dan membuangnya kasar. "Aira terpaksa, Bu! Aira tidak ingin terus dikasihani karena nasib malang yang terus menerus menimpa Aira!" Suasana sedikit hening, namun menit kemudian, "Ibu sudah tahu nak, tapi sepertinya yang ibu dengar ini a
Aira tidak mampu menahan tawanya, memikirkan ternyata Tuan yang dia anggap genit selama ini sebenarnya bukanlah Tuan, melainkan salah satu anak buah dari Tuannya. Dia terus mengerjakan pekerjaannya dengan sesekali tersenyum menahan tawa karena kesalah pahamannya selama ini. Dia bahkan menolak mentah-mentah dalam hati, statement yang disampaikan teman sesama ARTnya, kalau Tuan mereka adalah pribadi yang super dalam segala hal. Super dingin, super jahat dan yang paling digilai kaum hawa yakni super tampan. "Gila, untung ajah, saat mereka ngomong, aku hanya menjadi pendengar setia tanpa tanggapan apapun. Waduhh, bisa bahaya!" ujarnya sembari terkekeh geli tak habis pikir dengan kebodohannya."Donny, kenapa dia terus saja tertawa, apa dia sudah tidak waras, karena mengerjakan kekacauan yang kau buat, hmm?" Ujar RK sembari berdiri dari balik jendela kamarnya di lantai dua Mension itu."Bisa jadi, dia belum tahu , ada hukuman yang lebih parah lagi yang sedang menantinya. Mungkin, habis i
Aira tersentak kaget, kala mendengar suara dingin sedingin suhu dikutub utara yang membuatnya membeku di tempat."Kamu tuli yah? berdiri kamu!" bentakan itu membuat Aira merasakan sekujur tubuhnya gemetar. "Ya Tuhanku, tolong aku!" gumam Aira sambil berdiri dari tempat duduknya tadi. Tak lupa ia membawa serta makanan dan minuman yang tergeletak di atas rumput taman itu, yang belum terjamah sama sekali oleh dirinya.Aira segera berbalik dan seperti biasa, ia menunduk sedalam-dalamnya, tidak berani menatap sosok gagah yang sedang berdiri dihadapannya."Apa yang kamu lakukan disini?" tanya RK dengan raut wajah datarnya. Aira tidak mengeluarkan sepatah katapun, ia hanya mengangkat wadah berisi coklat serta sebuah sandwich yang masih terbungkus rapi dengan wrapping paper, menunjukkannya pada RK."Maafkan aku tuan, aku tidak bermaksud me ...," belum selesai Aira berbicara, "aku tanya apa yang kau lakukan disini, malam-malam seperti ini?!" sela RK dengan nada sedikit meninggi.Moodnya yang s
Aira sangat terkejut dengan apa yang dirinya dengar, dia tidak pernah menyangka kalau RK melakukan semua ini. Meskipun dalam hatinya, dia tahu pasti bahwa RK bukanlah seseorang yang akan memilihnya, tanpa tahu latarbelakang dirinya, namun dengan menjadikan Selena, putri CEO PT.Bintang Laut itu seorang tukang kebun, itu out of mind banget, pikirnya. "Kamu kenal dia, Mas?" tanya Aira pelan. "Musuh istriku, adalah musuhku!" jawab RK singkat, namun membuat Aira terperangah. "Udahh, lupakan Dia, nanti besok aku akan memperkenalkan Nyonya Mension ini secara resmi pada semua Pekerjaku, termasuk si siapa namanya tadi?" "Selena, Mas!" "Iyah, Dia!" ucap RK sembari tersenyum semanis madu pada Aira yang masih bingung dengan apa yang sudah diperbuat suaminya ini. Ada rasa bahagia yang perlahan merayapi hati Aira, namun bersamaan dengan itu, ada rasa takut dan cemas jika sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya karena hal ini. Aira memandang RK lekat-lekat, perlahan tangannya terangkat dan
Aira terkejut dengan sosok yang sedang berdiri kikuk dihadapannya. Wanita itu terlihat tertunduk sedalam-dalamnya karena takut pada Aira. Namun, Aira yang masih tidak dapat mencerna hal ini semakin bingung. Selena bisa berada satu atap dengan dirinya adalah satu keanehan, ditambah dengan tingkahnya yang menurut Aira sedikit aneh, tidak seperti Selena yang Ia kenal. "Ma-maafkan saya nyonya, saya sedikit merasa pusing, jadi kesini untuk mengambil Air. Saya tidak akan melakukannya lagi. Permisi!" jawabannya membuat Aira segera mencubit tangannya sendiri. "Mami gak lagi mimpi kok, sini menunduk!" ucap Brian sembari menarik tangan Aira agar menunduk ke arahnya. Brian melayangkan sebuah kecupan hangat, di Pipi ibunya. "Kan? Berasa gak?" tanya Bri sembari terkekeh geli, karena senang bisa menggoda sang Mami. "Idih, anak Mami genit banget sii!" "Saya permisi Nyonya!" "Selena tunggu!" Aira mengeryitkan kening, karena wanita itu terlihat bingung dengan panggilannya. "Bu' Aira, saya
Setelah menjawab panggilan Bent, dalam sekejap wajah sumringah RK hilang entah kemana. Kini tampilan dingin dengan sorot mata yang tajam, seperti mampu melihat hingga ke kedalam jiwa seseorang. Aira yang paham dengan sikap itu, tidak ingin bertanya. Dirinya takut akan salah berucap, dan pria bengis disebelahnya ini akan marah. Ya, meskipun telah resmi menjadi istri pria dingin itu, Aira masih tetap saja menganggap dirinya Bossnya yang dingin dan sangat ditakuti seluruh pekerja di Mension mewah yang sekarang sudah menjadi miliknya juga. Aira hanya terdiam dan meraih tangan suaminya untuk di pegang erat-erat, sambil terus menatap jalanan yang mulai dipenuhi cahaya lampu jalan, sebab malam mulai perlahan menyapa mereka. Brian yang mengetahui ayahnya sedang dalam mode yang tidak boleh diganggu, hanya terdiam ditempatnya duduk. "Bri, Mami pangku yahh?" Bujuk Aira, sebab Brian sangat membenci di pangku karena merasa dirinya sudah besar. Namun, pria kecil itu tahu kegelisahan hati ibun
Refleks RK menghadang pria yang menyapa Aira itu. Pria dengan tampilan awut-awutan, rambut yang diikat ke belakang, tanda tak pernah dipotong. Wajah yang kusam dan tubuh yang kurus, menjelaskan betapa memprihatinkannya, keadaan pria itu. "Ai ... Tolong maafin Mas, kita pulang yukk! Mas kangen Ai," ucap pria itu yang adalah Ivan, mantan suami Aira, sambil berusaha meraih tangan Aira dari balik tubuh RK yang menjulang tinggi dihadapannya. "Jangan berfikir untuk menyentuh tangannya, atau aku akan mematahkan tanganmu!" ketus RK. "Menyingkir kau, aku hanya ingin bicara dengan istriku," ucap Ivan penuh percaya diri. RK mengeraskan rahangnya, tatapan membunuh, dirinya tujukan pada Ivan. Rasanya, jika tidak ada istri dan anaknya saat ini, mungkin Ivan sudah pergi bertemu putrinya Kayla sekarang. Aira tahu, RK sedang dalam kemarahan yang jika Ivan melanjutkan dramanya, maka dirinya akan berakhir tragis. "Mas, aku mau pulang," ucap Aira sembari meraih tangan RK dan memberikan Bri padany
"Apa ...?" RK menatap istri yang sangat dirindukan ini dengan tatapan sendu. "Sayang, ini aku suamimu, tolong jangan lupakan aku, Ai!" ucap RK sembari meraih tangan Aira, dan mengecupnya dalam-dalam, sambil menutup mata, meresapi kebahagiaan yang datang, namun hanya setengah. "Mas ...!" ucap Aira lembut sambil mengusap rambut coklat yang sudah terlihat besar karena tidak dipotong itu, dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana aku bisa melupakan, satu-satunya alasan aku bertahan dan kembali kesini. Dirimu dan Bri lah kekuatan dan alasanku. Aku cinta kamu, Mas!" ucap Aira sembari mengecup tangan suaminya. "Maafkan aku, aku hanya bercanda!" tambah Aira. RK terdiam cukup lama dan segera memeluk Aira erat-erat. "Tidak masalah sayang, asalkan itu hanya tipuan, aku tidak akan mempedulikannya, sebab aku sedang sangat bahagia karena dapat mendengar suara istriku dan tatapan sayang darinya seperti saat ini." RK tak henti-hentinya menciumi tangan pasien wanita itu yang adalah istrinya. "Ming
Pesan singkat disertai foto itu, membuat Andi kebingungan. Disisi lain, anak dalam kandungan Tantri yang terancam meninggal sebab sudah memasuki bulan ke 8, sedangkan diseberang sana sedang terjadi sesuatu yang membuat Andi mematung ditempatnya berdiri. "Apa ini, Mah?" Andi meremas rambutnya kuat-kuat. Dia berjalan gontai dan terduduk di kursi-kursi taman, yang berada dekat dengan parkiran. "Selena ... Dimana kamu, Nak! Papa bingung harus bagaimana," lirih Andi sembari menunduk. "Maaf Tuan, apa yang harus saya lakukan?" ucap salah satu orang kepercayaannya yang masih belum memahami apa yang dilihat Andi di handphonenya, sehingga dirinya bereaksi seperti ini. "Tolong, hubungi siapa saja yang ada dirumah, tolong selamatkan istriku, tolong!" Andi memohon untuk istri yang tadi telah Ia abaikan. Seluruh tubuhnya bergetar, bagaikan kilatan petir yang menyambar dengan kecepatannya beberapa detik, namun mampu menghancurkan. Dirinya menerima kiriman pesan dari istrinya yang mengatakan,
Karena kesal dengan perkataan Tantri yang menyuruh ibunya untuk menelpon Andi, Tuti gegas merampas handphone Dewi dan membantingnya."Beraninya kalian, ingin menelepon suamiku! Seharusnya kalian itu malu!" geram Tuti."Kalau begitu, kamu ajah Ti, tolong antar Tantri ke rumah sakit! Kalau sampai nanti ada apa-apa sama anakku, kamu harus tanggung jawab, karena ini adalah salahmu!" ucap Dewi sedikit menekan.Tuti yang mendengar hal itu jadi serba salah, "ehh ... Iya juga, kalau ada apa-apa sama perempuan sialan ini, pasti aku yang bakal disalahin. Apalagi, anak itu adalah anak Mas'Andi, bisa kacau nanti masalahnya." Tuti membatin, sambil menatap kasar Tantri yang sedang sangat kesakitan.Namun, sebelum Tuti mengambil keputusan, tiba-tiba terdengar suara yang sangat dirinya kenali."Tantri kamu kenapa?" ucap Andi yang baru saja muncul dari balik pintu."Mas tolongin anak kita Mas, aku kesakitan ini! Aahhh ...," lirih Tantri.Tanpa menghiraukan keberadaan istrinya, Andi gegas menggendong T
"Kakak!" Gadis cantik itu gegas menenggelamkan tubuhnya kedalam pelukan hangat pria gagah yang sedang berdiri menatapnya dengan tatapan bahagia dan rindu. "Kakak ... Aku selalu menunggumu mengunjungiku di asrama, tapi kakak sudah tidak pernah muncul lagi! Aku rindu!" gadis itu menangis tersedu-sedu. "Heyy, tenangkan dirimu! Ody sudah sangat besar, dan sangat cantik, apa ada pria nakal yang menggangu adikku disekolah?" tanya pria itu. "Tidak, mereka selalu takut pada para bodyguard rahasiku. Aku sudah seperti tuan putri lemah yang selalu di kawal 24 jam." "Ohh ya? Ayahmu pasti melakukan hal itu, untuk memastikan kau tetap aman." "Bukan ayah, tapi kau, kakak! Berhentilah membodohiku. Meskipun aku seperti ini, aku selalu mendapatkan nilai bagus, meskipun tidak pernah mendapat juara kelas," ucapnya sambil terkekeh geli. Mereka akhirnya saling menatap dan tertawa terbahak-bahak. "Ya sudahlah, kau jangan terlalu pintar. Cukup kepintaran itu dimiliki RK saja. Kalau kau bisa menaklukk
RK terpaku menatap wajah gadis dihadapannya ini. Ada desiran aneh, RK terus menatap wajah cantik itu lekat-lekat. "Kak, kakak!" Audrey sedikit mengeraskan suaranya, sebab RK menatapnya dengan tatapan yang terlihat sendu dan begitu dalam. Mendengar suara melengking itu, RK terkaget dan segera melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat. "Kann ... tanganku kesakitan, Ayoo tiup! Sakit tahu," kesal gadis itu meniup dan memijat tangannya sendiri secara perlahan. RK kemudian berbalik menatap Bent yang berada di anak tangga dua tingkat di bawah dirinya. "Sudah kubilang," ucap Bent sembari memamerkan tawa terpaksanya. RK kemudian melanjutkan langkah kakinya, meninggalkan Audrey yang kesakitan. Namun, disaat yang bersamaan Audrey tertegun, mengingat tatapan sendu sang penguasa Starlight itu. 'ada apa dengan tatapan itu? meskipun mereka tidak pernah memberitahukan semuanya padaku. Tapi aku bukan anak kecil lagi, aku tahu kau adalah kakakku, dan sebagai adikmu, aku bisa merasakan kese