Linar berjalan cepat melintasi bagian rumah hingga memasuki kamarnya tanpa peduli pada orang-orang di belakangnya.Linar membalik tubuhnya, kepalanya berputar menatap punggungnya dari cermin tinggi yang menempel di lemari pakaiannya. Sudah setengah resleting yang terbuka. Butuh usaha lebih keras bagi ujung jemarinya untuk menarik resleting hingga bawah dan melucutinya.Sambil menahan napas, akhirnya resleting berhasil diturunkan hingga ujung. ketika suara deritan pintu membuatnya menoleh ke arah luar. Menajamkan telinga untuk menangkap suara apa pun itu. Beberapa saat menunggu dan hanya kesunyian di tengah kamarnya yang remang, Linar pun kembali bergelut dengan melucuti dress andalannya."Mah?" hanya sang mamah yang terbiasa membuka pintu kamar tanpa mengetuk lebih dulu. Namun tak ada sautanNamun, telinganya tak salah dengar ketika suara langkah kaki terdengar lebih jelas dari sebelumnya. Linar pun menarik tangannya, membiarkan dress yang terpasang terlalu longgar, melangkah dengan
“Dasar wanita culas! Perusak rumah tangga orang!”Linar tercengang memaku, wajahnya masih miring ke samping karena karena hentakan yang terdengar nyaring di telinganya menghadirkan rasa panas menjalar ke seluruh wajahnya berkat tamparan tadi, dan dari ujung matanya Linar bisa melihat para sahabatnya tercengang ditempat, menontonnya.Rasa marah dan tak terima menyergap dan membuat Linar menoleh dan melotot yang ternyata seorang wanita paruh baya dengan penampilan mewah.“Siapa anda?”“Tante! Hentikan!” penggal Dean geram.“Tante? Oh, kamu memang bisa melakukannya semua cepat sesuai rencana kamu, ya rasanya baru kemarin kamu panggil saya, Mamah dan meminang anak perempuan saya! Dan sekarang apa? Tanpa kompromi kamu menceraikan anak saya tanpa melibatkan kami mertua kamu, kamu mencoreng nama baik kamu! Dan sekarang kamu sudah menikah lagi, dasar bajingan, kamu!”“Dan Tante, tahu alasan yang dilakukan oleh Dera itu fatal dan sejak awal hubungan kami sudah salah dan saya akan memperbaiki k
Linar menggeleng pelan, meragu yang dikira akan membantah, hingga Dean menghentikannya dengan cara memangut bibir Linar dan menghisapnya kuat, bagian bawah tubuhnya mendesak, memberitahu Linar betapa dia sangat merindu dan menginginkan Linar."Kalau kamu nggak naik ke atas bersamaku, maka malam pengantin kita akan terjadi di balkon ini," Geramnya dengan suara paraudan terengah-engah.Linar tidak tahu seberapa mabuknya Dean jadi dia tak mau mengambil resiko yang akan mempermalukannya untuk seumur hidup."Kamu ngomong apa sih, Mas. Jangan di sini. Ayo kita ke kamar!" Desahnya pasrah dan lelah karena sekarang dia benar-benar ingin beristirahat setelah lelah memasang wajah menikah dan setuju dengan semua ini meski dia juga tahu tak ada hal lain yang bisa dia lakukan.Mereka melewati para tamu mencari mami Dean yang ternyata sudah dibawa Tante Ambar ke kamarnya hingga yang tersisa hanya mamah Linar.Dean memberitahu mamanya kalau mereka ingin istirahat di kamar. Sang mama' mengangguk dan
Saat miliknya mulai memasuki tubuh Linar yang bergetar hebat, tubuh Dean sendiri juga terlihat tegang dan wajahnya mengernyit seperti orang kesakitan sedangkan bibirnya mengeluarkan suara geraman nikmat.Dean langsung bergerak ketika miliknya memenuhi milik Linar yang langsung melengkungkan punggungnya karena kenikmatan. Bibir Linar mendesahkan nama Dean dengan serak dan tanpa henti hingga Dean terlihat benar-benar puas.Beberapa kali kepala Linar terangkat dan menggeleng saat bibirnya menjerit akibat sodokan Dean yang makin lama makin kuat dan cepat. Tangannya mencengkeram seprei yang sudah terlepas dan kini terlihat sangat berantakan.Rambut Linar sudah basah oleh keringat, tubuhnya licin dan berkilat, begitu juga Dean yang terus bergerak meski Linar sedang tergulung oleh kenikmatan dan orgasme yang diberikan olehnya. Dean sendiri seperti ingin cepat-cepat mendapatkan orgamesnya sendiri hingga gerakannya jadi kalut dan tak beraturan dengan wajah yang terlihat tersiksa dan napas yang
Dean diam, menatap lebih lekat wajah Linar yang menatapnya lurus lewat cermin."Kenapa liatnya kayak gitu, kenapa? Kamu nggak yakin bisa mengabulkan nya, ya?""Katakan. Katakan dan aku akan memutuskannya apakah aku bisa mengabulkannya atau nggak."Linar tak langsung menjawab."Aku mau punya waktu untuk mengembangkan diriku sendiri, bahkan setelah aku melahirkan nanti,”Kening Dean mengenyit tipis. Membaca apa yang ada di pikiran Linar dengan seringai di ujung bibirnya. "Beri aku waktu untuk berpikir," jawabnya kemudian.Linar tak mengangguk, tapi tatapannya yang dikunci oleh Dean sudah memberi pria itu jawaban. Selama beberapa menit yang penuh keduanya terkunci dalam pantulan di cermin, Dean tiba-tiba mengakhiri kontak tersebut dengan menurunkan wajahnya ke cekungan leher Linar.“Apa masih ada lagi?” tanya Dean berbisik.“Untuk sekarang itu aja,” saut Linar tenang."Aku menginginkanmu," bisik Dean dengan suaranya yang memberat. Mulai menghirup aroma tubuh Linar di leher dalam-dalam.M
Raif tak melepaskan pandangannya sedikit pun dari Linar yang tengah duduk di samping ranjangnya."Kursi itu nggak akan membuat kamu nyaman, Lin. Kamu duduk aja di sofa. Atau berbaring di kasur." Raif melirik kasur kecil yang disediakan khusus untuk penjaga pasien.Linar hanya menggeleng singkat. "Iya, nanti aku pindah dan tidur di kasur itu, aku lagi kirim pesan ke sahabatku yang di Jakarta, untuk membantuku."Linar bertahan meski pantatnya terasa kaku, nyaris kram karena berada di posisi yang sama selama dua jam. Dan semoga rasa pegalnya tak bertahan hingga besok. Raif mengamati lebih dalam raut wajah Linar, menangkap kernyitan di dahi dan ketidaknyamanan yang dirasakan sekaligus dengan konyolnya wanita itu berusaha sembunyikan. Satu-satunya hal yang diinginkan oleh Linar saat ini hanyalah pamit lalu pergi dari tempat ini, tetapi wanita itu bahkan tak sampai hati memaksa setelah ia menjelaskan bahwa seluruh keluarganya tengah sibuk dan ia butuh seseorang untuk menjaganya, dan ia
Linar tak menjawab, kedua matanya sibuk mengamati penampilan serta reaksi janggal Dean. Dan entah kenapa kedua kakinya masih terpancang kuat di tempatnya berdiri.Keheningan yang menegangkan membentang di udara di antara keduanya selama beberapa saat yang cukup lama. Dean mengunci pandangannya dengan keras, yang membuat Linar benar-benar kewalahan mengatur degup jantungnya.Dengan keberaniannya yang hanya setipis selembar tisu, Linar mulai mengangkat salah satu kakinya dan hendak berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri."Sayang, tolong tuangkan anggur itu untuk aku, boleh?” Dean membuat suaranya terdengar begitu menjengkelkan. Menghentikan langkah Linar yang sudah setengah perjalanan menuju kamar mandi.Linar menoleh dan melihat sisa anggur di botol lalu wajah Dean yang merah. Sulit menentukan apakah itu karena pengaruh alkohol atau pria itu memang benar-benar marah padanya. Linar mengangkat dagunya dan berkata, "Kamu bilang kamu nggak akan minum alkohol lagi, paling ng
“Kamu udah dengar Mas!” saut Linar sinis dengan keberanian yang dipaksakan.Dean menggeram dengan kemarahan yang bergemuruh. Tubuhnya bergerak naik dan menemukan wajah Linar. Salah satu tangannya yang lain menangkap rahang Linar. Menghentikan gerakan tak karuan wanita itu. Air mata membanjiri wajah wanita itu yang kedua matanya terpejam. Dan Dean benar-benar akan meremukkan wajah wanita itu, ketika seluruh tubuh Dean menegang. Oleh bentakan Linar padanya yang dikuti ringisan dan bibir yang digigit untuk menahan. “Stop! Mas Cukup!! Aw..sakit…”Dean tersadar, kedua matanya mengedip dan menyadari bahwa Linar tampak menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat. Seolah menyimpan kesakitan bercampur takut? Dan wajahnya serasa ditampar dengan keras menyadari bahwa wanita itu tengah menunjukkan reaksi menahan mual, Linar mengernyitkan dahinya terlalu dalam. Wajah Linar terlihat pucat.Cengkeraman tangan Dean di kedua tangan dan rahang istrinya melonggar. Tubuhnya bergerak naik untuk mencermat