Share

Bab 5

Di Shycon Group, saat ini Mona sedang merasakan pening yang luar biasa. Kalau bukan karena Ansel, dia sudah mendapatkan dana untuk perusahaannya dari Riko saat ini.

Saat hampir waktu pulang kerja, Defi, sang sekretaris Mona masuk kedalam ruangannya.

Dia kemudian meletakkan sebuah amplop diatas meja Mona.

“Apa ini?” tanya Mona. Keningnya berkerut membuka amplop tersebut.

“Surat ini dikirimkan oleh seseorang bernama Wina. Katanya, bossnya meminta dia untuk memberikannya kepada Anda,” jawab Defi.

“Bossnya?” Mona mengerutkan kening. Siapa orang yang mengirimkan surat ini? Perusahaannya saat ini sedang bermasalah, jadi tidak mungkin ada perusahaan yang mau bekerja sama dengannya.

“Oke, kamu boleh keluar!”

Setelah Defi keluar, Mona segera membuka surat itu. Dan matanya melihat ada sebuah cek, membuat jantungnya berdebar keras tak karuan.

3 miliar! Tulisan di atas cek itu adalah 3 miliar! Mona sangat terkejut, tapi dengan cek ini, dia bisa menyelesaikan masalah perusahaannya.

Mona seperti mendapatkan bintang jatuh, kalau tidak ada cek ini, apa yang harus dia katakan pada dewan direksi nanti.

Mona kemeudian melihat nama di atas cek tersebut.

Wina. Siapa dia? Mona tak mengenalnya. Dan sepertinya Wina ini adalah seorang asisten. Lalu siapa bossnya?

Saat memikirkan itu, Mona teringat dengan Riko. Satu-satunya orang yang bisa membantunya saat ini adalah Riko. Jadi, pasti Riko yang memberikan cek ini.

Memikirkannya membuat hati Mona serasa hangat. Tak menyangka kalau orang yang membantunya disaat-saat terakhir adalah Riko. Padahal tadi dia sudah pesimis karena halangan dari Ansel, suaminya.

“Padahal resikonya sangat tinggi, tapi kamu melakukannya untukku?”

Mona tersenyum lembut. Sebelumnya ia tak memiliki rasa apapun pada Riko, tapi kali ini perasaannya jadi tersentuh.

Tok-tok.

Pintu ruangan Mona diketuk dari luar. Defi masuk dengan terburu-buru.

“Ada apa?” tanya Mona.

“Saya barusan mendapat telepon dari perusahaan pusat, katanya Kak Mona disuruh untuk menemui ketua dewan,” jelas Defi.

“Bukankah rapatnya dimulai jam sembilan malam nanti? Sekarang bahkan belum jam tujuh,” ujar Mona heran. Tapi dia segera paham, pasti ini tentang masalah pendanaan.

Shycon group dan Sheazi Group yang Mona dan juga sepupunya pimpin, adalah perusahaan terbaik dalam keluarga Hartono. Dan Kakeknya sebagai ketua akan mengundurkan diri, sebab ingin beristirahat di waktu tuanya. Dan dia akan mencari ketua pengganti.

Walaupun Shycon lebih unggul dari Sheazi, tapi Kakek sangat menyukai sepupu laki-lakinya.

“Oke, aku akan bersiap-siap,” ujar Mona. Dia tahu, dengan adanya masalah keuangan di perusahaan yang dipimpinnya saat ini, Kakeknya pasti ingin mempermalukan dia.

“Tapi, Kak. Katanya, ketua juga menyuruhmu untuk membawa tentara itu ke sana,” kata Defi, sedikit enggan menyampaikannya.

“Apa? Untuk apa menyuruh dia kesana?” Mona jadi semakin yakin, kalau kali ini rencana mereka adalah untuk mempermalukan dirinya.

***

Sebuah mobil hitam melaju di tengah jalan. Dan mobil yang biasa-biasa saja itu dikemudikan oleh Ansel.

Mona meneleponnya dan meminta Ansel untuk menjemput Lidia untuk pergi rapat bertemu dengan Kakek, karena ini adalah perintah Kakek ketua.

Lidia menggantikan Dante Hartono untuk ikut kali ini. Pakaiannya serba mewah dan juga glamor. Bahkan didalam mobil ia juga sibuk menata penampilannya, mengabaikan Ansel yang mengemudi.

Bagi Lidia, Ansel hanyalah seorang menantu tak berguna. Kalau bukan karena kepepet dan sulit mencari taksi, Lidia tidak akan mau satu mobil dengan Ansel.

Setelah menata riasannya, Lidia kemudian melirik Ansel yang duduk di depan. Penampilan menantunya ini sangat sederhana, dan juga baju yang dipakainya hanya kemeja biasa. Dan itu kembali memancing emosi Lidia.

“Heh, Ansel! Kamu ini gak punya uang ya, buat beli jas? Lihat pakaianmu! Tukang kebun saja lebih tahu cara berpakaian daripada kamu!” hina Lidia dengan mata melotot kesal.

Lidia terus menghina Ansel, tapi Ansel tetap diam, karena dia tahu sifat mertuanya seperti apa.

Ansel yang terus diam, dan fokus dengan kemudinya, membuat Lidia lebih kesal. “Apa kamu gak bisa mengemudi? Kenapa jalannya kayak gerobak gini? Jangan sampai terlambat dan merusak citra anakku, lebih cepat lagi!!” kata Lidia berteriak, sembari menepuk kursi.

Ansel tersenyum kecil. “Oke, Ma,” jawabnya. Lalu ia mengganti gigi mobil, dan menginjak gas sekencang mungkin, membuat Lidia terhuyung ke belakang. Bahkan berkata pun ia tak punya kesempatan.

Saat mereka tiba ditempat acara, Lidia langsung keluar dari mobil, dan muntah-muntah.

Mona yang baru tiba terkejut melihat mamanya muntah seperti itu.

“Mama kenapa?” tanyanya khawatir.

Lidia tak sempat memjawab karena kembali muntah. Mona menatap Ansel sangat marah.

“Apa yang kamu lakukan pada mamaku?” teriak Mona dengan mata yang melotot.

“Mungkin mabuk perjalanan, sebentar lagi juga sembuh,” jawab Ansel acuh tak acuh.

Mendengar jawaban Ansel, amarah Mona sedikit surut.

Lidia menahan rasa mualnya, menatap Ansel sangat marah. Tapi rapat akan segera dimulai, dan ia tak ingin buang-buang waktu.

Mereka terus berjalan, tapi saat di pintu masuk, Ansel ditahan oleh penjaga.

“Yang boleh masuk ke dalam hanya para pemegang saham. Orang asing dilarang masuk!” kata penjaga tersebut dengan tegas.

“Dia suamiku,” kata Mona, terdengar sangat terpaksa.

“Oh, si tentara itu sudah kembali? Apa dia sudah jadi veteran, atau ganti pekerjaan?” suara seorang laki-laki yang baru turun dari dalam mobil, dengan ekspresi bercanda dan juga meledek terdengar.

“Rapat malam ini hanya untuk keluarga Hartono, kenapa orang luar bisa datang kemari?” sambungnya bertanya.

Ansel mengerutkan keningnya. Dia mengenali pria yang berdiri didepannya ini. Dia adalah Rionaldo Hartono. Cucu pertama keluarga Hartono. Mereka pernah bertemu di pernikahan Ansel dulu.

“Bukan urusanmu, lagipula kakek yang menyuruhnya untuk datang,” kata Mona tak senang. Bagaimanapun juga, Ansel adalah suaminya

“Kamu yakin kakek yang menyuruhnya datang?” tanya Rio tak percaya. Dia memperhatikan penampilan Ansel dari atas sampai bawah.

“Apa karena perusahaanmu sudah mau bangkrut, jadi kamu tidak bisa memberikan orang gak berguna ini jas, supaya dia terlihat sedikit baik?” tanya Rio mengejek.

Melihat kemeja yang Ansel pakai, membuat Mona langsung tertunduk menahan amarah. Kenapa pria ini tak membeli jas sebelum datang kemari? Memang berniat untuk mempermalukannya, ya?

Bagaimana mau membantu perusahaannya, kalau membeli jas saja tak bisa. Mengingat omong kosong Ansel tadi siang, membuat Mona jadi semakin kesal.

“Kamu tenang saja, perusahaan istriku tidak akan bangkrut,” jawab Ansel santai

Mendengar perkataan Ansel, Rio tertawa. “Yakin sekali, kau, tentara rendahan,” hinanya. Uang 3 miliar sangatlah besar, dan tak ada satupun orang yang mau membantu Mona, jadi Rio sangat yakin kalau perusahaan Mona akan hancur, dan dia yang akan menjadi ketua perusahaan menggantikan kakek.

“Ya, masalah perusahaan sudah diselesaikan,” ujar Ansel ringan.

“Sudah diselesaikan?” tanya Rio tak percaya.

Sedangkan Mona hanya diam saja. Bagaimana Ansel tahu, kalau perusahaannya telah diselamatkan? Sedangkan uang 3 miliar itu bukan darinya.

Awalnya Rio sangat percaya diri kalau dipertemuan kali ini, ia bisa mempermalukan sepupunya. Tapi sepertinya rencana tersebut akan gagal.

“Ternyata enak juga jadi wanita,” ujar Rio. Dia melirik tubuh Mona. “Tinggal berbaring dengan boss besar, uang masuk ke rekeningmu,” sambungnya yang membakar emosi Ansel.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status