Share

Bab 5

Penulis: Cutegurl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di Shycon Group, saat ini Mona sedang merasakan pening yang luar biasa. Kalau bukan karena Ansel, dia sudah mendapatkan dana untuk perusahaannya dari Riko saat ini.

Saat hampir waktu pulang kerja, Defi, sang sekretaris Mona masuk kedalam ruangannya.

Dia kemudian meletakkan sebuah amplop diatas meja Mona.

“Apa ini?” tanya Mona. Keningnya berkerut membuka amplop tersebut.

“Surat ini dikirimkan oleh seseorang bernama Wina. Katanya, bossnya meminta dia untuk memberikannya kepada Anda,” jawab Defi.

“Bossnya?” Mona mengerutkan kening. Siapa orang yang mengirimkan surat ini? Perusahaannya saat ini sedang bermasalah, jadi tidak mungkin ada perusahaan yang mau bekerja sama dengannya.

“Oke, kamu boleh keluar!”

Setelah Defi keluar, Mona segera membuka surat itu. Dan matanya melihat ada sebuah cek, membuat jantungnya berdebar keras tak karuan.

3 miliar! Tulisan di atas cek itu adalah 3 miliar! Mona sangat terkejut, tapi dengan cek ini, dia bisa menyelesaikan masalah perusahaannya.

Mona seperti mendapatkan bintang jatuh, kalau tidak ada cek ini, apa yang harus dia katakan pada dewan direksi nanti.

Mona kemeudian melihat nama di atas cek tersebut.

Wina. Siapa dia? Mona tak mengenalnya. Dan sepertinya Wina ini adalah seorang asisten. Lalu siapa bossnya?

Saat memikirkan itu, Mona teringat dengan Riko. Satu-satunya orang yang bisa membantunya saat ini adalah Riko. Jadi, pasti Riko yang memberikan cek ini.

Memikirkannya membuat hati Mona serasa hangat. Tak menyangka kalau orang yang membantunya disaat-saat terakhir adalah Riko. Padahal tadi dia sudah pesimis karena halangan dari Ansel, suaminya.

“Padahal resikonya sangat tinggi, tapi kamu melakukannya untukku?”

Mona tersenyum lembut. Sebelumnya ia tak memiliki rasa apapun pada Riko, tapi kali ini perasaannya jadi tersentuh.

Tok-tok.

Pintu ruangan Mona diketuk dari luar. Defi masuk dengan terburu-buru.

“Ada apa?” tanya Mona.

“Saya barusan mendapat telepon dari perusahaan pusat, katanya Kak Mona disuruh untuk menemui ketua dewan,” jelas Defi.

“Bukankah rapatnya dimulai jam sembilan malam nanti? Sekarang bahkan belum jam tujuh,” ujar Mona heran. Tapi dia segera paham, pasti ini tentang masalah pendanaan.

Shycon group dan Sheazi Group yang Mona dan juga sepupunya pimpin, adalah perusahaan terbaik dalam keluarga Hartono. Dan Kakeknya sebagai ketua akan mengundurkan diri, sebab ingin beristirahat di waktu tuanya. Dan dia akan mencari ketua pengganti.

Walaupun Shycon lebih unggul dari Sheazi, tapi Kakek sangat menyukai sepupu laki-lakinya.

“Oke, aku akan bersiap-siap,” ujar Mona. Dia tahu, dengan adanya masalah keuangan di perusahaan yang dipimpinnya saat ini, Kakeknya pasti ingin mempermalukan dia.

“Tapi, Kak. Katanya, ketua juga menyuruhmu untuk membawa tentara itu ke sana,” kata Defi, sedikit enggan menyampaikannya.

“Apa? Untuk apa menyuruh dia kesana?” Mona jadi semakin yakin, kalau kali ini rencana mereka adalah untuk mempermalukan dirinya.

***

Sebuah mobil hitam melaju di tengah jalan. Dan mobil yang biasa-biasa saja itu dikemudikan oleh Ansel.

Mona meneleponnya dan meminta Ansel untuk menjemput Lidia untuk pergi rapat bertemu dengan Kakek, karena ini adalah perintah Kakek ketua.

Lidia menggantikan Dante Hartono untuk ikut kali ini. Pakaiannya serba mewah dan juga glamor. Bahkan didalam mobil ia juga sibuk menata penampilannya, mengabaikan Ansel yang mengemudi.

Bagi Lidia, Ansel hanyalah seorang menantu tak berguna. Kalau bukan karena kepepet dan sulit mencari taksi, Lidia tidak akan mau satu mobil dengan Ansel.

Setelah menata riasannya, Lidia kemudian melirik Ansel yang duduk di depan. Penampilan menantunya ini sangat sederhana, dan juga baju yang dipakainya hanya kemeja biasa. Dan itu kembali memancing emosi Lidia.

“Heh, Ansel! Kamu ini gak punya uang ya, buat beli jas? Lihat pakaianmu! Tukang kebun saja lebih tahu cara berpakaian daripada kamu!” hina Lidia dengan mata melotot kesal.

Lidia terus menghina Ansel, tapi Ansel tetap diam, karena dia tahu sifat mertuanya seperti apa.

Ansel yang terus diam, dan fokus dengan kemudinya, membuat Lidia lebih kesal. “Apa kamu gak bisa mengemudi? Kenapa jalannya kayak gerobak gini? Jangan sampai terlambat dan merusak citra anakku, lebih cepat lagi!!” kata Lidia berteriak, sembari menepuk kursi.

Ansel tersenyum kecil. “Oke, Ma,” jawabnya. Lalu ia mengganti gigi mobil, dan menginjak gas sekencang mungkin, membuat Lidia terhuyung ke belakang. Bahkan berkata pun ia tak punya kesempatan.

Saat mereka tiba ditempat acara, Lidia langsung keluar dari mobil, dan muntah-muntah.

Mona yang baru tiba terkejut melihat mamanya muntah seperti itu.

“Mama kenapa?” tanyanya khawatir.

Lidia tak sempat memjawab karena kembali muntah. Mona menatap Ansel sangat marah.

“Apa yang kamu lakukan pada mamaku?” teriak Mona dengan mata yang melotot.

“Mungkin mabuk perjalanan, sebentar lagi juga sembuh,” jawab Ansel acuh tak acuh.

Mendengar jawaban Ansel, amarah Mona sedikit surut.

Lidia menahan rasa mualnya, menatap Ansel sangat marah. Tapi rapat akan segera dimulai, dan ia tak ingin buang-buang waktu.

Mereka terus berjalan, tapi saat di pintu masuk, Ansel ditahan oleh penjaga.

“Yang boleh masuk ke dalam hanya para pemegang saham. Orang asing dilarang masuk!” kata penjaga tersebut dengan tegas.

“Dia suamiku,” kata Mona, terdengar sangat terpaksa.

“Oh, si tentara itu sudah kembali? Apa dia sudah jadi veteran, atau ganti pekerjaan?” suara seorang laki-laki yang baru turun dari dalam mobil, dengan ekspresi bercanda dan juga meledek terdengar.

“Rapat malam ini hanya untuk keluarga Hartono, kenapa orang luar bisa datang kemari?” sambungnya bertanya.

Ansel mengerutkan keningnya. Dia mengenali pria yang berdiri didepannya ini. Dia adalah Rionaldo Hartono. Cucu pertama keluarga Hartono. Mereka pernah bertemu di pernikahan Ansel dulu.

“Bukan urusanmu, lagipula kakek yang menyuruhnya untuk datang,” kata Mona tak senang. Bagaimanapun juga, Ansel adalah suaminya

“Kamu yakin kakek yang menyuruhnya datang?” tanya Rio tak percaya. Dia memperhatikan penampilan Ansel dari atas sampai bawah.

“Apa karena perusahaanmu sudah mau bangkrut, jadi kamu tidak bisa memberikan orang gak berguna ini jas, supaya dia terlihat sedikit baik?” tanya Rio mengejek.

Melihat kemeja yang Ansel pakai, membuat Mona langsung tertunduk menahan amarah. Kenapa pria ini tak membeli jas sebelum datang kemari? Memang berniat untuk mempermalukannya, ya?

Bagaimana mau membantu perusahaannya, kalau membeli jas saja tak bisa. Mengingat omong kosong Ansel tadi siang, membuat Mona jadi semakin kesal.

“Kamu tenang saja, perusahaan istriku tidak akan bangkrut,” jawab Ansel santai

Mendengar perkataan Ansel, Rio tertawa. “Yakin sekali, kau, tentara rendahan,” hinanya. Uang 3 miliar sangatlah besar, dan tak ada satupun orang yang mau membantu Mona, jadi Rio sangat yakin kalau perusahaan Mona akan hancur, dan dia yang akan menjadi ketua perusahaan menggantikan kakek.

“Ya, masalah perusahaan sudah diselesaikan,” ujar Ansel ringan.

“Sudah diselesaikan?” tanya Rio tak percaya.

Sedangkan Mona hanya diam saja. Bagaimana Ansel tahu, kalau perusahaannya telah diselamatkan? Sedangkan uang 3 miliar itu bukan darinya.

Awalnya Rio sangat percaya diri kalau dipertemuan kali ini, ia bisa mempermalukan sepupunya. Tapi sepertinya rencana tersebut akan gagal.

“Ternyata enak juga jadi wanita,” ujar Rio. Dia melirik tubuh Mona. “Tinggal berbaring dengan boss besar, uang masuk ke rekeningmu,” sambungnya yang membakar emosi Ansel.

Bab terkait

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 6

    “Rio! Apa maksudmu?!” teriak Mona marah. “Tidak mungkin kamu tidak mengerti dengan apa—“ Belum sempat Rio melanjutkan perkataannya, sebuah tamparan yang sangat keras melayang ke pipinya. “Kurang ajar! Beraninya kamu menamparku!!” teriak Rio marah memegang wajahnya, dia menatap Ansel tak percaya, karena tak menyangka pria yang dia anggap sampah itu berani menamparnya. Ansel acuh, dia bahkan mengangkat lengannya lagi, dan melayangkan pukalan untuk yang kedua kalinya. Rio berteriak kesakitan, melayangkan tangannya kepada Ansel. Tapi Ansel menahannya dan malah memelintir tangan Rio, hingga pekikan kesakitan semakin menggema keras. Rio berteriak kepada penjaga. “Apa yang kalian lihat! Cepat bantu aku! Hajar sampah ini!” Ansel kemudian menoleh kearah penjaga itu, menatap keduanya dengan tajam. Tubuh mereka bergetar ketakutan saat melihat tatapan Ansel, hingga terjatuh ke lantai. Mona terdiam melihat apa yang dilakukan oleh suaminya. Perasaan hangat muncul di hatinya. Kemudi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 7

    Semuanya tak tahan melihat Ansel yang begitu percaya diri berkata seperti itu pada Kakek. Padahal dia hanya tentara rendahan yang beruntung bisa masuk dalam keluarga Hartono sebagai suaminya Mona. "Heh tentara rendahan! Kamu punya rasa percaya diri yang berlebihan! Perusahaan Mona baru saja mengalami masalah pendanaan yang rumit, jadi pasti sangat sulit baginya untuk bisa ikut pada tender kali ini!" Rio yang masih memiliki dendam menyahuti dengan kalimat sarkas. Lidia dan Mona tercengang, menatap Ansel tak percaya. Kenapa Ansel harus mengatakan hal seperti itu di saat seperti ini? Apakah dia bermaksud membuat mereka malu? Jika iya, bagi mereka itu keterlaluan! Tapi sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, Mona sangat berharap kalau ucapan Ansel akan terwujud. Hanya saja, menurutnya, harapan semacam itu seperti buih di lautan. Terlihat banyak tapi tak mampu diraihnya. Selama ini Kakek lebih menyayangi Rio sebagai cucu laki-lakinya. Kali ini pun, bukan tak mungkin, laki-laki tua itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 8

    Besok paginya, Ansel hendak pergi ke Candarana Group. Tapi dia tidak memiliki jas yang layak dipakai oleh seorang direktur seperti direktur kebanyakan. Karena itu dia menelepon Wina dan menyuruhnya menyiapkan sebuah jas. Tapi karena terlalu mendadak, akhirnya Wina mengusulkan Ansel untuk datang ke butik yang sudah Wina pilihkan. Dan Ansel juga setuju. Lagi pula, butik itu disponsori langsung oleh Candarana group. Ansel tiba di butik yang Wina maksud. Butik tersebut terlihat sangat besar dan juga mewah. Ansel tahu, kalau harga pakaian di butik ini sangat mahal, dan itu sesuai juga dengan kualitasnya. Tapi saat dia baru menginjakkan kakinya masuk ke dalam butik itu, dia mendengar seseorang memanggilnya. Ansel menoleh dan keningnya berkerut. Yang memanggilnya itu adalah seorang gadis cantik dengan tinggi semampai, mamakai heels yang cukup tinggi, sedang berjalan ke arahnya. Ansel butuh waktu beberapa detik untuk mengenali siapa gadis tersebut. Namanya Jelita, teman SMA-nya A

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 9

    Setelah mengatakan kalimat itu, Ansel langsung berjalan keluar menuju mobilnya, ia tak berminat sedikitpun memikirkan tentang apa yang akan dialami oleh pelayan arogan itu setelah ini.Seperti kucing bertemu anjing. Pelayan arogan tersebut menjadi ciut seketika. Namun sebelum benar-benar masuk ke dalam mobilnya, samar-samar, Ansel mendengar suara tamparan, dan juga suara rintih meminta maaf dari pelayan tadi.Ansel meletakkan paper bag yang berisi setelan jasnya tadi di jok samping kemudi. Kemudian ia menuju ke kantor pusat Candarana group, dengan mobil rongsok yang diberikan oleh Mona, untuk mencari pekerjaan.Kantor pusat Candarana group terletak di tengah kota. Dan itu adalah kawasan bisnis terbaik di seluruh kota. Gedungnya bertingkat hingga puluhan meter, membuatnya jadi tampak mengagumkan.Mobil Ansel yang sekilas tampak seperti mobil rongsokan itu diminta berhenti saat dia tiba di gerbang. Dua orang satpam yang berjaga langsung menghampirinya. Kedua satpam itu merasa kalau mob

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 10~

    "Presdir? Jadi dia… Pak Direktur?" gumam salah satu satpam. Saat tersadar kembali dengan situasi saat ini, langsung saja kaki kedua satpam tersebut terasa lemas. Keduanya sampai bersimpuh di atas aspal itu. Tak mereka hiraukan rasa sakit yang menyiksa. Membayangkan kalau mereka akan kehilangan pekerjaan jika tak berlutut, membuat rasa sakit itu langsung sirna. "Presdir ... Presdir! Ma-maafkan kami. Kami benar-benar kurang ajar dan bersalah. Kami benar-benar tidak tahu jika Anda adalah direktur baru perusahaan ini! Mohon maafkan kami, Presdir!" Ansel melihat mereka dengan raut wajah datar. Tak ia hiraukan ocehan kedua pria itu. Melihat raut wajah Ansel yang tak dapat dibaca, kedua satpam itu semakin ketakutan. Entah kenapa, raut wajah direktur baru tersebut mampu membuat keduanya gemetar. Jika tak takut akan membuat malu, keduanya mungkin sudah buang air kecil didalam celana. Ansel melihat ke arah kedua satpam yang gemetar itu. Ia ingin menghukum keduanya, tapi saat dia ingat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 11

    “Kamu harus berlutut di hadapanku dan mengatakan dengan lantang kalau kamu menyesal karena dulu pernah menolakku. Itu syaratnya.” “Apa?!” “Ya, itu syaratnya. Dan kamu harus melakukannya di hadapan pacarku itu. Kalau kamu menolak, aku akan meminta pacarku itu untuk tak menerimamu. Hahaha…” Tawa Jelita terdengar jahat seperti tawa tokoh antagonis di film-film sinetron. Ansel mulai muak melihatnya. Rasanya menjijikkan karena berada di ruang yang sama dengan wanita ini. Ting! Pintu lift terbuka. Ansel dan Jelita keluar. Di depan mereka rupanya sudah ada seorang laki-laki muda yang berdiri dan menyambut Jelita. Ansel membuang muka saat melihat kedua orang itu berciuman dengan santainya, bahkan tak lekas berhenti tapi lanjut berciuman dan semakin lama semakin panas. Ansel mendengus. Dua orang ini benar-benar cari gara-gara dengannya! "Kenapa kamu lama banget? Pak direktur yang baru katanya sebentar lagi akan sampai. Jadi, aku nggak bisa mengawasi wawancara. Dan kamu harus mengikuti w

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 12

    Ansel menatap Thomas dengan tajam. “Bukankah tadi kamu ingin mengatakan sesuatu padaku? Coba katakan sekarang!” Nadanya mengintimidasi, seolah-olah singa siap menerkam mangsanya. Thomas merasa seperti terjatuh ke jurang tanpa dasar, jantungnya berdebar keras.Teringat akan kata-katanya yang merendahkan Ansel, Thomas hanya bisa berharap Ansel tidak mendengar ancamannya tadi. Orang-orang di ruangan merasa heran mengapa Thomas terlihat begitu ketakutan melihat presiden direktur baru mereka. Mereka tidak tahu kejadian di depan lift yang baru saja terjadi.“Aku akan memberimu waktu untuk mengakui kesalahanmu,” ujar Ansel sambil tersenyum dingin, namun mengintimidasi. Thomas berkeringat dingin, kakinya gemetar seperti tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri.“Maafkan saya, Pak Direktur. Tadi... saya sudah lancang,” kata Thomas dengan suara gemetar, tak berani menatap mata Ansel. Dia merasa harga dirinya runtuh di hadapan semua orang.“Bukan itu yang kumaksud! Yang lain!” sanggah Ansel tega

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 13

    Setelah menyelesaikan urusannya di kantor, Ansel bergegas menemui Mona. Ia tahu bahwa istrinya itu sedang gelisah mengenai perebutan proyek Candarana Group yang sangat penting. Di ruang kerjanya, Mona terlihat bingung. Meskipun perusahaannya berhasil selamat dari kebangkrutan berkat dana misterius, jumlah itu belum cukup untuk bersaing dalam tender. Pandangannya kosong, penuh pertanyaan yang tidak terjawab. “Apa yang harus kulakukan? Bagaimana bisa memenangkan tender ini?” keluhnya. Shycon Group, perusahaan yang telah ia bangun dengan susah payah, menghadapi rintangan besar. Sementara itu, Rio duduk santai di ruangannya. Setelah pertemuan malam itu, dia mendapatkan dukungan penuh dari kakeknya. Dukungan yang dilengkapi dengan aliran dana besar yang siap digunakan. Rio tahu, kakeknya ingin Mona kalah agar kepemimpinan perusahaan beralih kepadanya. "Mona, lebih baik kamu menyerah. Kamu tidak akan bisa memenangkan proyek ini," ejek Rio, datang dengan penuh kesombongan, mendekati M

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 99

    Mona bertanya-tanya tentang berita yang dilihatnya pagi ini. Walaupun sudah beberapa jam berlalu, tapi semua masalah ini masih menjadi buah pikiran untuknya. Mona berjalan keluar kamar untuk menuju ke lantai bawah. Dia melewatkan ruang kerja Ansel dan memperhatikan keadaan sekitar. Hanya ada beberapa orang pelayan yang sedang mengerjakan tugas mereka masing-masing. Dan Mona merasa segan untuk sekadar bertanya. Tapi karena perasaan Mona yang semakin buruk, dia lalu berjalan menghampiri ruang kerja Ansel. Setelah sarapan pagi tadi, suaminya itu berada di sana bersama dengan Richard. Memang Ansel selama beberapa hari terakhir selalu bekerja di rumah. Dan itu semua karena kondisi Mona yang sudah mendekati hari melahirkan. Jadi Ansel tidak ingin meninggalkan Mona untuk pergi jauh-jauh. Mona mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendengar suara langkah mendekat, dia diam menunggu orang yang berjalan untuk membukakan pintu. Richard sedikit terkejut saat melihat Mona yang tengah berdiri

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 98

    Ansel membawa Mona ke dalam pelukannya. Dia juga mengusap-usap punggung istrinya itu untuk memberikan ketenangan. "Kamu tidak usah khawatir, Sayang. Aku tidak akan pernah membiarkan mereka mengusik hidup kita lagi!" Mata Ansel berkilat penuh tekad. Dia harus segera melayangkan sebuah peringatan keras pada orang itu. Jika tidak, seterusnya pasti Mona akan menjadi sasaran orang-orang itu dan tentu hal tersebut akan sangat menggangu istrinya. "Bagaimana kalau mereka ingin menyingkirkan aku juga?" Mona melepaskan pelukan Ansel dan bertanya dengan wajah yang sudah sembab karena menangis. Segera saja Ansel menggeleng untuk memberikan jawaban pada pertanyaan istrinya itu. "Kamu tidak perlu memikirkan apapun. Aku tidak akan pernah membiarkan mereka menyentuhmu! Tidak selama aku masih hidup!" Mona merasa sangat terharu ketika mendengar perkataan Ansel. Hatinya yang semula gelisah dan juga gundah langsung merasa aman. Mungkin karena dia sangat mempercayai Ansel. Setelah menenangkan Mona,

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 97

    Setelah selesai menemani Mona makan, Ansel bergegas membawa istrinya itu untuk pulang. Mereka tak lanjut berbelanja karena Mona yang sudah lelah. Lagipula, Ansel tahu kalau istrinya itu sudah kehilangan minat."Sedih karena tidak jadi belanja?" Ansel bertanya pada Mona. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar. Dan istrinya itu sedang bersandar duduk di sofa.Dengan segera Mona menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum lemah."Hanya sedikit menyayangkan waktu kita yang sudah terbuang sebelumnya. Memang lebih baik kalau aku mendengarkanmu!"Ansel mengusap pelan rambut Mona yang terurai. Dia juga memberikan senyuman yang menenangkan untuk istrinya tersebut."Mau belanja online saja? Atau aku menyuruh pelayan toko untuk membawa semua barang ke rumah, agar kamu bisa memilihnya?"Ansel sangat santai saat mengatakannya. Tak ada keraguan sedikitpun saat dia menyampaikan apa yang dia pikirkan untuk solusi ini. Dan tentu saja perkataan Ansel langsung mendapat gelengan kepala dari Mona."Tidak

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 96

    Ponsel mahal yang berharga belasan juta itu langsung jatuh menghantam lantai dengan sangat keras. Bahkan layarnya sampai pecah dan kini ponsel tersebut mati total. Ansel diam menikmati reaksi wanita itu. Sedikit pelajaran padanya sudah cukup. Tapi yang sebenarnya terjadi, hal yang Ansel sebut sebagai sedikit itu nyatanya sangat besar bagi orang lain. Tidak hanya membuat para investor menarik dana dari proyek yang sudah dibicarakan sebelumnya, Ansel juga memasukkan perusahaan keluarga Sudrawan ke daftar hitam perusahaannya."Ba-bagaimana mungkin?" Wanita paruh baya itu bertanya dengan nada bingung dan penuh keraguan. Tubuhnya terasa limbung dan hampir saja ia terjatuh, kalau saja anaknya yang tengah hamil tak menangkapnya segera. "Ada apa, Ma?" Si perempuan hamil bertanya penasaran saat melihat wajah ibunya yang tampak sangat pucat. "Terjadi sesuatu! Pasti terjadi kekeliruan!" Saat si wanita paruh baya berteriak karena keterkejutannya, ponsel anaknya berdering. Dan itu adalah pang

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 95

    Wanita paruh baya itu mundur beberapa langkah saat mendengar perkataan Ansel. Dalam benaknya, kini berputar-putar perkataan Ansel tentang mall ini."Mall ini milikmu?" Wanita paruh baya itu bertanya setelah berhasil mengendalikan diri dari keterkejutannya. Wanita hamil yang datang bersamanya memegangi lengan ibunya itu."Ma ... ayo kita pergi saja!" Si wanita hamil berusaha untuk membawa ibunya pergi dari sana. Dari pengamatannya, dia sedikit percaya dengan apa yang Ansel katakan tadi. Sebab para pegawai toko ini tampak sangat takut terhadap Ansel.Tapi bukannya menuruti perkataan anaknya, si wanita paruh baya itu malah menghempaskan tangan anaknya yang tengah hamil itu."Kamu jangan ikut-ikutan bodoh seperti mereka! Ingat, kita ini adalah keluarga Sudrawan yang terkaya nomor dua di kota ini! Dan mereka ..." Si wanita paruh baya menunjuk ke arah Ansel dan juga Mona. "Mereka itu hanya cucu menantu keluarga Hartono yang sudah bangkrut!"Ansel menghela napas saat melihat wanita keras ke

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 94

    "Apa maksudnya? Kamu itu cuma menantu keluarga Hartono yang sudah bangkrut! Bahkan hanya seonggok sampah saja, tapi berani mengancamku?"Wanita paruh baya itu menantang Ansel dengan mata yang nyalang. Dia berlagak seperti tak kenal takut meskipun sebenarnya kakinya kini tengah gemetar karena ditatap seperti sebuah mangsa oleh Ansel. Sedangkan perempuan hamil yang bersama dengan wanita wanita paruh baya itu mencengkram lengan ibunya dengan kuat. Dia merasa takut, bahkan untuk sekadar menantang tatapan Ansel. Dan Mona... dia hanya diam melihat suaminya bertindak. Perasaan hangat yang muncul karena perlindungan suaminya, membuat perasaan Mona bertambah kuat setiap harinya. Dia benar-benar sudah jatuh dalam pesona Ansel yang tak terbantahkan."Tante, minta maaf pada istriku sekarang, atau kau benar-benar akan menyesali ini nanti?" Ansel menggandeng tangan Mona dengan jemarinya yang besar. Lengannya yang kokoh dan kuat menjadi tiang untuk Mona agar bisa berdiri dengan baik. Kakinya teras

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 93

    Ansel dan juga Mona menoleh ke arah asal suara. Seorang wanita paruh baya bersama dengan seorang perempuan hamil, tengah berdiri menatap mereka dengan pandangan meremehkan.Mona tahu siapa wanita itu. Dia ingat, kalau wanita tersebut adalah anggota keluarga kelas tiga yang berada dibawah level keluarga Hartono.Karena suasana hati Mona sedang baik saat ini, jadi dia mengabaikan wanita tersebut, dan lanjut memilih pakaian bayinya. Dia memilih pakaian bayi laki-laki, sebab dari hasil USG yang sudah dilakukan berkali-kali, bayi yang Mona kandung berjenis kelamin laki-laki.Merasa kesal karena diabaikan, wanita paruh baya itu merebut baju bayi yang Mona pilih. Dengan pandangan mata tajam, wanita itu menghina Mona lewat tatapannya."Keluarga Hartono sudah bangkrut, kamu yakin bisa membeli pakaian bayi di toko besar ini? Bukannya suamimu itu hanya seorang tentara yang sudah dipecat?" Wanita itu kini menoleh ke arah Ansel yang berdiri di samping istrinya. Tapi ketika melihat raut wajah Anse

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 92

    Ansel berusaha keras untuk melakukan yang terbaik. Dia mengurus perusahaan dengan baik, juga menemani paman Salim untuk berobat ke dokter.Rapat yang membahas tentang kepemimpinan Ansel juga sudah dilakukan. Para direksi perusahaan juga setuju untuk mengangkat Ansel menjadi pemimpin selanjutnya. Tentunya karena pengaruh Salim juga.Dan untuk merayakan hal itu, sebuah pesta yang lumayan tertutup dilakukan. Semua orang datang untuk berbagi kebahagiaan. Dan Ansel memimpin pesta itu dengan baik. Dia juga mengurusi orang-orang yang datang kesana, dan memastikan kalau mereka tidak akan membocorkan informasi tentang identitasnya.Setelah menyelesaikan rangkaian pesta yang terakhir, disinilah Ansel sekarang. Berada di kamar bersama dengan Mona."Istirahatlah, kamu pasti lelah!" Ansel membantu membuka resleting gaun Mona yang dirancang khusus untuknya. Istrinya itu terlihat lelah, tapi walaupun begitu senyuman terbaik masih terpantri jelas di wajahnya.Mona tak menjawab perkataan Ansel, dia

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 91

    Ansel pulang ke rumah setelah selesai dengan semua urusan pemakaman Danu. Mona menyambutnya dengan membawakan secangkir teh."Terima kasih," ujar Ansel, sembari menerima cangkir teh tersebut. Dia juga bergeser untuk memberikan tempat pada Mona. Mona mengangguk kecil dan diam memperhatikan raut wajah suaminya. Dia tahu kalau sekarang Ansel sedang banyak pikiran. Mona penasaran dan ingin bertanya, tapi dia memilih diam dan membiarkan Ansel merasa lebih nyaman dulu."Kamu melihat beritanya di televisi?" Ansel membuka suara saat perasaannya terasa lebih baik. Dia meletakkan cangkir teh pemberian Mona ke atas meja.Mona mengangguk menjawab pertanyaan Ansel. Dia memang melihat berita tentang kematian Danu di televisi. Bahkan nama Danu juga trending di media sosial."Semua orang menyumpahinya, bahkan setelah kematiannya. Aku tidak tahu, harus bersedih atau bahagia." Ansel menunduk menggenang saat-saat bersama dengan orangtuanya. Bagaimana dia tertawa bahagia saat membahas hal-hal random be

DMCA.com Protection Status