Share

Bab 3

Penulis: Cutegurl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-03 22:22:43

BUK!

Riko terpental ke belakang, wajahnya penuh darah. Pukulan keras dari Ansel mengenai tepat sasaran, membuat hidung Riko patah dan mengeluarkan darah segar.

“ANSEL!!”

Mona dan Lidia menjerit panik melihat apa yang dilakukan Ansel. Di sudut ruangan, Defi menutup mulutnya, tak percaya pria yang selama ini dianggap rendah bisa bertindak seberani ini.

Nasib perusahaan Keluarga Hartono kini benar-benar di ujung tanduk.

Riko, berusaha bangkit, menatap Ansel dengan penuh kebencian. “Berani-beraninya kamu memukulku dengan tangan kotormu itu!” bentaknya, sambil menahan darah yang terus mengalir dari hidungnya.

Ansel, dengan sorot mata dingin, menatap balik. “Kenapa aku harus takut pada orang seperti dirimu?” balasnya dengan suara yang tak bergetar sedikit pun, seolah Riko tak lebih dari seekor lalat baginya.

Mona, panik, segera mengambil tisu dan memberikannya kepada Riko. “Pak Riko, maafkan suami saya. Dia tak seharusnya melakukan ini,” katanya, mencoba menenangkan situasi. Apa pun harus dilakukannya agar perusahaan tetap selamat.

“Suami sampahmu ini sudah benar-benar keterlaluan, Mona! Kamu harus segera menceraikannya! Kalau tidak, aku tidak akan membantu perusahaanmu!” ancam Riko, membuat Mona bergetar ketakutan. Tanpa dukungan Riko, perusahaan yang dibangunnya akan hancur.

“Pak Riko, saya mohon, jangan lakukan itu. Saya sangat butuh bantuan Anda,” pinta Mona, suaranya gemetar.

“Ceraikan anjing ini, maka aku akan membantu!” balas Riko kasar, mengabaikan kepanikan yang meliputi ruangan.

Mona terdiam, menoleh pada Ansel yang tetap berdiri tegak. Sorot matanya penuh keyakinan, memberi isyarat bahwa dia tahu siapa sebenarnya Ansel.

“Kamu tidak perlu memohon padanya, Mona! Aku yang akan membantu keuangan perusahaanmu!” Ansel berseru lantang, suaranya memenuhi ruangan, menciptakan ketegangan yang menyesakkan.

Riko tertawa terbahak-bahak, mencemooh. “Kamu? Tentara rendahan sepertimu mau membantu Mona? Jangan mimpi!” hina Riko dengan tawa yang meremehkan.

“Berapa, sih, gajimu? Paling cukup buat makanmu sendiri!” lanjutnya, memandang Ansel dengan jijik, seolah kehadirannya saja sudah cukup untuk mencemari udara di sekelilingnya.

“Ansel! Sudah! Jangan banyak omong! Turuti saja perkataan Nak Riko, supaya kita bisa hidup tenang. Aku pastikan kamu mendapatkan sedikit bagian nanti, untuk biaya hidupmu,” kata Lidia, suaranya bergetar, lebih khawatir daripada Mona.

Ansel tetap tenang. “Aku tidak main-main! Aku tidak akan menceraikan istriku, dan aku juga akan membantunya!” Ansel mencetuskan dengan tegas, sorot matanya penuh kemarahan yang tertahan. Riko, dengan segala kesombongannya, benar-benar membuatnya muak.

Ansel, yang semula hanya pulang untuk memulihkan cedera, kini dihadapkan pada kenyataan yang lebih pahit. Dia harus menghadapi orang seperti Riko, yang sama sekali tidak tahu diri.

“Kamu sangat percaya diri, ya? Dengan apa kamu membantu perusahaan Mona? Gajimu pas-pasan!” Riko mengejek lagi, semakin menjadi-jadi.

“Aku akan menandatangani kontrak kerja sama dengan Candarana Group besok! Keuntungannya miliaran!” pamer Riko, bangga.

Mona tahu, perusahaan Candarana Group adalah salah satu perusahaan terbesar. Wajar jika Riko begitu bangga. Mendengar nama besar itu, sejenak keyakinan Mona goyah.

Namun, Ansel tak terpengaruh sedikit pun. Dia menatap Riko dengan tajam. “Hanya itu?” ucapnya dingin, menghapus senyum puas di bibir Riko, seolah apa yang dikatakan Riko hanyalah lelucon murahan.

“Apa maksudmu?” tanya Riko kesal, merasa harga dirinya terinjak-injak.

“Kamu yakin perusahaan sebesar itu mau bekerja sama denganmu setelah melihat sikapmu? Setelah tahu betapa busuknya dirimu?” Ansel menantangnya, suaranya tetap tenang, tapi mengintimidasi, membuat suasana semakin menegangkan.

“Tentu saja! Aku sudah mendapatkan kepercayaan mereka! Besok kami tanda tangan kontrak!” Riko merespons, suaranya mulai goyah, terpancing emosi. Keyakinannya mulai tergoyahkan oleh tatapan dingin Ansel yang menusuk.

“Jangan mengalihkan pembicaraan! Ceraikan Mona!” Riko kembali menekan, mencoba mengendalikan situasi yang mulai lepas dari tangannya.

Ansel tertawa, suara rendahnya penuh ejekan. “Kamu terlalu naif, Riko.” Dia merogoh dompet di saku celananya, mengeluarkan sebuah kartu, dan memperlihatkannya kepada Riko.

Mata Riko menyipit, memperhatikan kartu tersebut. Saat dia mencoba memahami apa arti kartu itu, wajahnya berubah pucat. Simbol elang berwarna emas yang menghiasi kartu itu, simbol yang tak asing baginya, namun entah mengapa terasa begitu mengancam.

“Ini adalah kartu yang bisa menyelamatkan perusahaan istriku,” ujar Ansel dengan tegas, penuh keyakinan. Suaranya tak bergetar sedikit pun, menunjukkan betapa dia menguasai keadaan.

Riko terdiam seribu bahasa, mencoba mencari tahu apa maksud Ansel. Bagaimana bisa kartu itu ada di tangan Ansel? Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik sosok pria yang selama ini diremehkan?

Ansel melangkah maju, mendekati Riko, menatap lurus ke matanya. “Kamu tahu, dengan kartu ini, aku bisa membuatmu menyesal selamanya,” bisiknya pelan, namun sarat ancaman. Setiap kata yang keluar dari mulutnya mengandung kekuatan yang tak bisa dianggap remeh.

Mata Riko tak bisa berpaling dari kartu hitam dengan gambar elang emas itu. Tatapannya beralih ke pergelangan tangan kanan Ansel, di mana ada sebuah tato kecil bergambar elang dengan beberapa kode di bawahnya. Tato yang menjadi penanda kekuatan dan status yang selama ini disembunyikan.

Riko terhuyung mundur. ‘Tidak mungkin! Tidak mungkin tentara rendahan ini memiliki sesuatu yang begitu penting!’ pikirnya. Tatapan Ansel, yang penuh keyakinan dan kekuasaan, membuatnya meragukan semua yang selama ini dipercayanya.

Ansel tersenyum menang, melihat Riko kehilangan kata-kata. “Sudah cukup, Riko. Aku yang akan menyelamatkan perusahaan Mona. Kamu tidak perlu campur tangan,” ucapnya, nada suaranya tetap tenang namun mengandung ancaman yang jelas. Setiap gerakannya mencerminkan dominasi yang tak terbantahkan.

“Sudah! Akhiri omong kosong ini! Riko, tolong bantu perusahaan Mona. Kami sangat membutuhkan pertolonganmu,” ucap Lidia, mencoba membujuk Riko sekali lagi, meskipun pandangannya mulai ragu.

Riko, meskipun masih dalam kebimbangan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa Ansel hanyalah seorang prajurit biasa. Namun, tatapan mata Ansel yang penuh misteri membuatnya kembali ragu.

“Ma, bukankah aku sudah bilang kalau aku nggak akan menceraikan Mona dan aku akan membantunya? Tolong percayalah padaku!” pinta Ansel, kali ini suaranya lebih lembut, mencoba meyakinkan ibu mertuanya yang masih ragu akan kemampuannya.

Namun, Lidia menatap Ansel dengan kemarahan yang membara. “Jangan bicara omong kosong lagi! Aku muak! Keluar dari rumah ini!” bentaknya, tak mampu lagi menahan emosinya.

Kini, giliran tubuh Ansel yang bergetar. Bukan karena takut, melainkan menahan amarah yang membara. ‘Aku benar-benar bisa membantu Mona, Ma. Kenapa Mama nggak mau percaya?’

Ansel merasa frustrasi, namun tetap tak ingin membuka identitas aslinya.

Di titik ini, ponsel Ansel berdering. Nama yang tertera di layar membuat Ansel sedikit menjauh untuk menjawab panggilan tersebut. Itu adalah orang yang sangat penting, seseorang yang tidak bisa diabaikannya, dan setiap kata yang diucapkannya akan mempengaruhi banyak orang.

Bab terkait

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 4

    qAnsel menatap layar ponselnya dengan serius saat panggilan masuk. Suaranya tenang saat diangkat. "Halo?" katanya. "Ada apa, Tuan Salim?" Tuan Salim, seorang tokoh berpengaruh yang pernah menyelamatkannya dari kehancuran, adalah pamannya yang baru dia kenal setelah bertahun-tahun. Dulu, Ansel hampir mati kelaparan di hutan setelah pemakaman ibunya. Namun, Tuan Salim melihat potensi besar dalam dirinya dan membawanya masuk ke dunia militer. “Aku ingin membicarakan sesuatu penting denganmu. Apakah kamu di rumah bersama istrimu?” Tanya Tuan Salim, suaranya tenang tetapi penuh makna. “Ya, ada masalah apa?” Ansel bertanya dengan hormat. Dia selalu menghormati Tuan Salim, seorang pria yang telah memberinya kesempatan kedua. Setelah bertahun-tahun tidak tahu, Ansel akhirnya mengetahui bahwa Tuan Salim adalah kakak dari ibunya yang telah lama pergi meninggalkan keluarga untuk menikahi ayahnya. Ini adalah rahasia keluarga yang selama ini disembunyikan oleh ibunya. “Seseorang akan data

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 5

    Di Shycon Group, saat ini Mona sedang merasakan pening yang luar biasa. Kalau bukan karena Ansel, dia sudah mendapatkan dana untuk perusahaannya dari Riko saat ini. Saat hampir waktu pulang kerja, Defi, sang sekretaris Mona masuk kedalam ruangannya. Dia kemudian meletakkan sebuah amplop diatas meja Mona. “Apa ini?” tanya Mona. Keningnya berkerut membuka amplop tersebut. “Surat ini dikirimkan oleh seseorang bernama Wina. Katanya, bossnya meminta dia untuk memberikannya kepada Anda,” jawab Defi. “Bossnya?” Mona mengerutkan kening. Siapa orang yang mengirimkan surat ini? Perusahaannya saat ini sedang bermasalah, jadi tidak mungkin ada perusahaan yang mau bekerja sama dengannya. “Oke, kamu boleh keluar!” Setelah Defi keluar, Mona segera membuka surat itu. Dan matanya melihat ada sebuah cek, membuat jantungnya berdebar keras tak karuan. 3 miliar! Tulisan di atas cek itu adalah 3 miliar! Mona sangat terkejut, tapi dengan cek ini, dia bisa menyelesaikan masalah perusahaannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 6

    “Rio! Apa maksudmu?!” teriak Mona marah. “Tidak mungkin kamu tidak mengerti dengan apa—“ Belum sempat Rio melanjutkan perkataannya, sebuah tamparan yang sangat keras melayang ke pipinya. “Kurang ajar! Beraninya kamu menamparku!!” teriak Rio marah memegang wajahnya, dia menatap Ansel tak percaya, karena tak menyangka pria yang dia anggap sampah itu berani menamparnya. Ansel acuh, dia bahkan mengangkat lengannya lagi, dan melayangkan pukalan untuk yang kedua kalinya. Rio berteriak kesakitan, melayangkan tangannya kepada Ansel. Tapi Ansel menahannya dan malah memelintir tangan Rio, hingga pekikan kesakitan semakin menggema keras. Rio berteriak kepada penjaga. “Apa yang kalian lihat! Cepat bantu aku! Hajar sampah ini!” Ansel kemudian menoleh kearah penjaga itu, menatap keduanya dengan tajam. Tubuh mereka bergetar ketakutan saat melihat tatapan Ansel, hingga terjatuh ke lantai. Mona terdiam melihat apa yang dilakukan oleh suaminya. Perasaan hangat muncul di hatinya. Kemudi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 7

    Semuanya tak tahan melihat Ansel yang begitu percaya diri berkata seperti itu pada Kakek. Padahal dia hanya tentara rendahan yang beruntung bisa masuk dalam keluarga Hartono sebagai suaminya Mona. "Heh tentara rendahan! Kamu punya rasa percaya diri yang berlebihan! Perusahaan Mona baru saja mengalami masalah pendanaan yang rumit, jadi pasti sangat sulit baginya untuk bisa ikut pada tender kali ini!" Rio yang masih memiliki dendam menyahuti dengan kalimat sarkas. Lidia dan Mona tercengang, menatap Ansel tak percaya. Kenapa Ansel harus mengatakan hal seperti itu di saat seperti ini? Apakah dia bermaksud membuat mereka malu? Jika iya, bagi mereka itu keterlaluan! Tapi sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, Mona sangat berharap kalau ucapan Ansel akan terwujud. Hanya saja, menurutnya, harapan semacam itu seperti buih di lautan. Terlihat banyak tapi tak mampu diraihnya. Selama ini Kakek lebih menyayangi Rio sebagai cucu laki-lakinya. Kali ini pun, bukan tak mungkin, laki-laki tua itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 8

    Besok paginya, Ansel hendak pergi ke Candarana Group. Tapi dia tidak memiliki jas yang layak dipakai oleh seorang direktur seperti direktur kebanyakan. Karena itu dia menelepon Wina dan menyuruhnya menyiapkan sebuah jas. Tapi karena terlalu mendadak, akhirnya Wina mengusulkan Ansel untuk datang ke butik yang sudah Wina pilihkan. Dan Ansel juga setuju. Lagi pula, butik itu disponsori langsung oleh Candarana group. Ansel tiba di butik yang Wina maksud. Butik tersebut terlihat sangat besar dan juga mewah. Ansel tahu, kalau harga pakaian di butik ini sangat mahal, dan itu sesuai juga dengan kualitasnya. Tapi saat dia baru menginjakkan kakinya masuk ke dalam butik itu, dia mendengar seseorang memanggilnya. Ansel menoleh dan keningnya berkerut. Yang memanggilnya itu adalah seorang gadis cantik dengan tinggi semampai, mamakai heels yang cukup tinggi, sedang berjalan ke arahnya. Ansel butuh waktu beberapa detik untuk mengenali siapa gadis tersebut. Namanya Jelita, teman SMA-nya A

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 9

    Setelah mengatakan kalimat itu, Ansel langsung berjalan keluar menuju mobilnya, ia tak berminat sedikitpun memikirkan tentang apa yang akan dialami oleh pelayan arogan itu setelah ini.Seperti kucing bertemu anjing. Pelayan arogan tersebut menjadi ciut seketika. Namun sebelum benar-benar masuk ke dalam mobilnya, samar-samar, Ansel mendengar suara tamparan, dan juga suara rintih meminta maaf dari pelayan tadi.Ansel meletakkan paper bag yang berisi setelan jasnya tadi di jok samping kemudi. Kemudian ia menuju ke kantor pusat Candarana group, dengan mobil rongsok yang diberikan oleh Mona, untuk mencari pekerjaan.Kantor pusat Candarana group terletak di tengah kota. Dan itu adalah kawasan bisnis terbaik di seluruh kota. Gedungnya bertingkat hingga puluhan meter, membuatnya jadi tampak mengagumkan.Mobil Ansel yang sekilas tampak seperti mobil rongsokan itu diminta berhenti saat dia tiba di gerbang. Dua orang satpam yang berjaga langsung menghampirinya. Kedua satpam itu merasa kalau mob

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 10~

    "Presdir? Jadi dia… Pak Direktur?" gumam salah satu satpam. Saat tersadar kembali dengan situasi saat ini, langsung saja kaki kedua satpam tersebut terasa lemas. Keduanya sampai bersimpuh di atas aspal itu. Tak mereka hiraukan rasa sakit yang menyiksa. Membayangkan kalau mereka akan kehilangan pekerjaan jika tak berlutut, membuat rasa sakit itu langsung sirna. "Presdir ... Presdir! Ma-maafkan kami. Kami benar-benar kurang ajar dan bersalah. Kami benar-benar tidak tahu jika Anda adalah direktur baru perusahaan ini! Mohon maafkan kami, Presdir!" Ansel melihat mereka dengan raut wajah datar. Tak ia hiraukan ocehan kedua pria itu. Melihat raut wajah Ansel yang tak dapat dibaca, kedua satpam itu semakin ketakutan. Entah kenapa, raut wajah direktur baru tersebut mampu membuat keduanya gemetar. Jika tak takut akan membuat malu, keduanya mungkin sudah buang air kecil didalam celana. Ansel melihat ke arah kedua satpam yang gemetar itu. Ia ingin menghukum keduanya, tapi saat dia ingat

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 11

    “Kamu harus berlutut di hadapanku dan mengatakan dengan lantang kalau kamu menyesal karena dulu pernah menolakku. Itu syaratnya.” “Apa?!” “Ya, itu syaratnya. Dan kamu harus melakukannya di hadapan pacarku itu. Kalau kamu menolak, aku akan meminta pacarku itu untuk tak menerimamu. Hahaha…” Tawa Jelita terdengar jahat seperti tawa tokoh antagonis di film-film sinetron. Ansel mulai muak melihatnya. Rasanya menjijikkan karena berada di ruang yang sama dengan wanita ini. Ting! Pintu lift terbuka. Ansel dan Jelita keluar. Di depan mereka rupanya sudah ada seorang laki-laki muda yang berdiri dan menyambut Jelita. Ansel membuang muka saat melihat kedua orang itu berciuman dengan santainya, bahkan tak lekas berhenti tapi lanjut berciuman dan semakin lama semakin panas. Ansel mendengus. Dua orang ini benar-benar cari gara-gara dengannya! "Kenapa kamu lama banget? Pak direktur yang baru katanya sebentar lagi akan sampai. Jadi, aku nggak bisa mengawasi wawancara. Dan kamu harus mengikuti w

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28

Bab terbaru

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 99

    Mona bertanya-tanya tentang berita yang dilihatnya pagi ini. Walaupun sudah beberapa jam berlalu, tapi semua masalah ini masih menjadi buah pikiran untuknya. Mona berjalan keluar kamar untuk menuju ke lantai bawah. Dia melewatkan ruang kerja Ansel dan memperhatikan keadaan sekitar. Hanya ada beberapa orang pelayan yang sedang mengerjakan tugas mereka masing-masing. Dan Mona merasa segan untuk sekadar bertanya. Tapi karena perasaan Mona yang semakin buruk, dia lalu berjalan menghampiri ruang kerja Ansel. Setelah sarapan pagi tadi, suaminya itu berada di sana bersama dengan Richard. Memang Ansel selama beberapa hari terakhir selalu bekerja di rumah. Dan itu semua karena kondisi Mona yang sudah mendekati hari melahirkan. Jadi Ansel tidak ingin meninggalkan Mona untuk pergi jauh-jauh. Mona mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendengar suara langkah mendekat, dia diam menunggu orang yang berjalan untuk membukakan pintu. Richard sedikit terkejut saat melihat Mona yang tengah berdiri

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 98

    Ansel membawa Mona ke dalam pelukannya. Dia juga mengusap-usap punggung istrinya itu untuk memberikan ketenangan. "Kamu tidak usah khawatir, Sayang. Aku tidak akan pernah membiarkan mereka mengusik hidup kita lagi!" Mata Ansel berkilat penuh tekad. Dia harus segera melayangkan sebuah peringatan keras pada orang itu. Jika tidak, seterusnya pasti Mona akan menjadi sasaran orang-orang itu dan tentu hal tersebut akan sangat menggangu istrinya. "Bagaimana kalau mereka ingin menyingkirkan aku juga?" Mona melepaskan pelukan Ansel dan bertanya dengan wajah yang sudah sembab karena menangis. Segera saja Ansel menggeleng untuk memberikan jawaban pada pertanyaan istrinya itu. "Kamu tidak perlu memikirkan apapun. Aku tidak akan pernah membiarkan mereka menyentuhmu! Tidak selama aku masih hidup!" Mona merasa sangat terharu ketika mendengar perkataan Ansel. Hatinya yang semula gelisah dan juga gundah langsung merasa aman. Mungkin karena dia sangat mempercayai Ansel. Setelah menenangkan Mona,

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 97

    Setelah selesai menemani Mona makan, Ansel bergegas membawa istrinya itu untuk pulang. Mereka tak lanjut berbelanja karena Mona yang sudah lelah. Lagipula, Ansel tahu kalau istrinya itu sudah kehilangan minat."Sedih karena tidak jadi belanja?" Ansel bertanya pada Mona. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar. Dan istrinya itu sedang bersandar duduk di sofa.Dengan segera Mona menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum lemah."Hanya sedikit menyayangkan waktu kita yang sudah terbuang sebelumnya. Memang lebih baik kalau aku mendengarkanmu!"Ansel mengusap pelan rambut Mona yang terurai. Dia juga memberikan senyuman yang menenangkan untuk istrinya tersebut."Mau belanja online saja? Atau aku menyuruh pelayan toko untuk membawa semua barang ke rumah, agar kamu bisa memilihnya?"Ansel sangat santai saat mengatakannya. Tak ada keraguan sedikitpun saat dia menyampaikan apa yang dia pikirkan untuk solusi ini. Dan tentu saja perkataan Ansel langsung mendapat gelengan kepala dari Mona."Tidak

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 96

    Ponsel mahal yang berharga belasan juta itu langsung jatuh menghantam lantai dengan sangat keras. Bahkan layarnya sampai pecah dan kini ponsel tersebut mati total. Ansel diam menikmati reaksi wanita itu. Sedikit pelajaran padanya sudah cukup. Tapi yang sebenarnya terjadi, hal yang Ansel sebut sebagai sedikit itu nyatanya sangat besar bagi orang lain. Tidak hanya membuat para investor menarik dana dari proyek yang sudah dibicarakan sebelumnya, Ansel juga memasukkan perusahaan keluarga Sudrawan ke daftar hitam perusahaannya."Ba-bagaimana mungkin?" Wanita paruh baya itu bertanya dengan nada bingung dan penuh keraguan. Tubuhnya terasa limbung dan hampir saja ia terjatuh, kalau saja anaknya yang tengah hamil tak menangkapnya segera. "Ada apa, Ma?" Si perempuan hamil bertanya penasaran saat melihat wajah ibunya yang tampak sangat pucat. "Terjadi sesuatu! Pasti terjadi kekeliruan!" Saat si wanita paruh baya berteriak karena keterkejutannya, ponsel anaknya berdering. Dan itu adalah pang

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 95

    Wanita paruh baya itu mundur beberapa langkah saat mendengar perkataan Ansel. Dalam benaknya, kini berputar-putar perkataan Ansel tentang mall ini."Mall ini milikmu?" Wanita paruh baya itu bertanya setelah berhasil mengendalikan diri dari keterkejutannya. Wanita hamil yang datang bersamanya memegangi lengan ibunya itu."Ma ... ayo kita pergi saja!" Si wanita hamil berusaha untuk membawa ibunya pergi dari sana. Dari pengamatannya, dia sedikit percaya dengan apa yang Ansel katakan tadi. Sebab para pegawai toko ini tampak sangat takut terhadap Ansel.Tapi bukannya menuruti perkataan anaknya, si wanita paruh baya itu malah menghempaskan tangan anaknya yang tengah hamil itu."Kamu jangan ikut-ikutan bodoh seperti mereka! Ingat, kita ini adalah keluarga Sudrawan yang terkaya nomor dua di kota ini! Dan mereka ..." Si wanita paruh baya menunjuk ke arah Ansel dan juga Mona. "Mereka itu hanya cucu menantu keluarga Hartono yang sudah bangkrut!"Ansel menghela napas saat melihat wanita keras ke

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 94

    "Apa maksudnya? Kamu itu cuma menantu keluarga Hartono yang sudah bangkrut! Bahkan hanya seonggok sampah saja, tapi berani mengancamku?"Wanita paruh baya itu menantang Ansel dengan mata yang nyalang. Dia berlagak seperti tak kenal takut meskipun sebenarnya kakinya kini tengah gemetar karena ditatap seperti sebuah mangsa oleh Ansel. Sedangkan perempuan hamil yang bersama dengan wanita wanita paruh baya itu mencengkram lengan ibunya dengan kuat. Dia merasa takut, bahkan untuk sekadar menantang tatapan Ansel. Dan Mona... dia hanya diam melihat suaminya bertindak. Perasaan hangat yang muncul karena perlindungan suaminya, membuat perasaan Mona bertambah kuat setiap harinya. Dia benar-benar sudah jatuh dalam pesona Ansel yang tak terbantahkan."Tante, minta maaf pada istriku sekarang, atau kau benar-benar akan menyesali ini nanti?" Ansel menggandeng tangan Mona dengan jemarinya yang besar. Lengannya yang kokoh dan kuat menjadi tiang untuk Mona agar bisa berdiri dengan baik. Kakinya teras

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 93

    Ansel dan juga Mona menoleh ke arah asal suara. Seorang wanita paruh baya bersama dengan seorang perempuan hamil, tengah berdiri menatap mereka dengan pandangan meremehkan.Mona tahu siapa wanita itu. Dia ingat, kalau wanita tersebut adalah anggota keluarga kelas tiga yang berada dibawah level keluarga Hartono.Karena suasana hati Mona sedang baik saat ini, jadi dia mengabaikan wanita tersebut, dan lanjut memilih pakaian bayinya. Dia memilih pakaian bayi laki-laki, sebab dari hasil USG yang sudah dilakukan berkali-kali, bayi yang Mona kandung berjenis kelamin laki-laki.Merasa kesal karena diabaikan, wanita paruh baya itu merebut baju bayi yang Mona pilih. Dengan pandangan mata tajam, wanita itu menghina Mona lewat tatapannya."Keluarga Hartono sudah bangkrut, kamu yakin bisa membeli pakaian bayi di toko besar ini? Bukannya suamimu itu hanya seorang tentara yang sudah dipecat?" Wanita itu kini menoleh ke arah Ansel yang berdiri di samping istrinya. Tapi ketika melihat raut wajah Anse

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 92

    Ansel berusaha keras untuk melakukan yang terbaik. Dia mengurus perusahaan dengan baik, juga menemani paman Salim untuk berobat ke dokter.Rapat yang membahas tentang kepemimpinan Ansel juga sudah dilakukan. Para direksi perusahaan juga setuju untuk mengangkat Ansel menjadi pemimpin selanjutnya. Tentunya karena pengaruh Salim juga.Dan untuk merayakan hal itu, sebuah pesta yang lumayan tertutup dilakukan. Semua orang datang untuk berbagi kebahagiaan. Dan Ansel memimpin pesta itu dengan baik. Dia juga mengurusi orang-orang yang datang kesana, dan memastikan kalau mereka tidak akan membocorkan informasi tentang identitasnya.Setelah menyelesaikan rangkaian pesta yang terakhir, disinilah Ansel sekarang. Berada di kamar bersama dengan Mona."Istirahatlah, kamu pasti lelah!" Ansel membantu membuka resleting gaun Mona yang dirancang khusus untuknya. Istrinya itu terlihat lelah, tapi walaupun begitu senyuman terbaik masih terpantri jelas di wajahnya.Mona tak menjawab perkataan Ansel, dia

  • Pembalasan Dewa Perang    Bab 91

    Ansel pulang ke rumah setelah selesai dengan semua urusan pemakaman Danu. Mona menyambutnya dengan membawakan secangkir teh."Terima kasih," ujar Ansel, sembari menerima cangkir teh tersebut. Dia juga bergeser untuk memberikan tempat pada Mona. Mona mengangguk kecil dan diam memperhatikan raut wajah suaminya. Dia tahu kalau sekarang Ansel sedang banyak pikiran. Mona penasaran dan ingin bertanya, tapi dia memilih diam dan membiarkan Ansel merasa lebih nyaman dulu."Kamu melihat beritanya di televisi?" Ansel membuka suara saat perasaannya terasa lebih baik. Dia meletakkan cangkir teh pemberian Mona ke atas meja.Mona mengangguk menjawab pertanyaan Ansel. Dia memang melihat berita tentang kematian Danu di televisi. Bahkan nama Danu juga trending di media sosial."Semua orang menyumpahinya, bahkan setelah kematiannya. Aku tidak tahu, harus bersedih atau bahagia." Ansel menunduk menggenang saat-saat bersama dengan orangtuanya. Bagaimana dia tertawa bahagia saat membahas hal-hal random be

DMCA.com Protection Status