Share

Bab 143

Author: Emilia Sebastian
“Kenapa kamu mengangguk, lalu menggeleng? Apa sebenarnya maksudmu?” tanya Abista dengan bingung.

Namun, Abista tidak tahu bahwa orang yang benar-benar merasa frustasi adalah Ranjana. Obat patuh itu memang miliknya, tetapi juga bukan miliknya. Obat patuhnya tidak bisa membuat orang bisu atau sama sekali tidak bertenaga.

Begitu teringat botol obat itu dibawa pulang oleh Kahar, Ranjana langsung menoleh ke arahnya dan berseru dalam hati, ‘Cepat katakan, ada apa ini sebenarnya? Apa ada orang yang melakukan sesuatu pada obat patuhnya? Ini ulah Syakia atau orang berpakaian hitam itu?’

Saat ini, Ranjana tidak dapat berbicara dan hanya bisa menaruh harapan pada Kahar. Namun, dia tidak menyangka bahwa Kahar sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa pun setelah melihat tatapan permintaan tolongnya.

Firasat buruk segera merayapi hati Ranjana. Apa Kahar sudah terlebih dahulu terjebak sebelum dirinya?

Untungnya, ada orang bermata tajam lain yang menyadari tatapan Ranjana.

“Kak Ranjana, kenapa kamu te
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 144

    Tepat pada saat Kahar mengangguk, Kama langsung melayangkan tinjunya pada Kahar.“Duk!” Kahar langsung jatuh ke lantai. Pada detik berikutnya, Kama langsung menghajar Kahar dengan membabi-buta.“Kenapa kalian tega berbuat begitu terhadap Syakia! Seburuk apa pun Syakia, dia nggak pernah berbuat salah pada kalian! Atas dasar apa kalian memperlakukannya seperti itu! Atas dasar apa!”Kama tidak tahu bahwa obat itu telah dirombak. Dia hanya tahu bahwa kedua adik kandungnya bekerja sama untuk meracuni adik perempuan kandung mereka. Mereka semua jelas-jelas adalah saudara kandung dan sangat dekat dulunya. Kenapa mereka bisa berselisih sampai tahap seperti ini?“Cukup! Kamu mau habisi Kahar?” bentak Damar.Kali ini, Kahar yang berbaring di lantai sama sekali tidak membalas pukulan Kama. Dia hanya membiarkan Kama meninjunya.Namun, saat ini, Kama sama sekali tidak menuruti ucapan Damar. Dia malah menoleh dan berseru ke arah Damar, “Nggak cukup!”Kemudian, Kama lanjut berkata dengan nada yang pe

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 145

    Namun, Ayu masih belum tahu bahwa yang keracunan bukan hanya Ranjana yang berbaring di tempat tidur.Setelah menyelimuti Ranjana, Abista menyuruhnya beristirahat dengan baik. Kemudian, dia dan Damar pergi ke ruang baca bersama.“Ayah, bagaimana ini? Apa aku perlu utus orang untuk pergi cari bahan obat yang bisa menawarkan racun Ranjana itu?”“Perlu. Tapi, masalah ini seharusnya nggak sesederhana yang mereka katakan,” ujar Damar dengan tenang setelah duduk.Abista terlihat bingung. Setelah menyeduh teh, dia juga duduk dan bertanya, “Apa maksud Ayah?”“Kalau itu benar-benar racun yang diracik Ranjana, dia tidak mungkin sama sekali tidak waspada.” Damar mengambil cangkir tehnya, lalu menyesapnya sebelum melanjutkan, “Sebelumnya, Panji juga pernah keracunan. Racun itu juga nggak bisa ditawarkan tabib biasa dan harus sampai Tabib Iwan yang turun tangan. Sebelum hal itu terjadi, ada 2 orang yang pernah pergi ke Kediaman Pangeran Darsuki.”Abista memikirkannya kembali, lalu segera tersadar.

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 146

    “Bukannya itu Syakia Angkola, putri kelima Adipati Pelindung Kerajaan?”“Iya, itu dia. Tapi, dia sudah bukan putri kelima Adipati Pelindung Kerajaan lagi, melainkan putri suci yang dinobatkan Yang Mulia Kaisar secara pribadi.”“Putri suci apanya. Dia itu cuma seorang biksuni.”“Kecilkan suaramu. Meski cuma biksuni, dia juga biksuni yang nggak bisa kita singgung.”“Entah apa yang dipikirkan Yang Mulia Kaisar waktu nobatkan gadis sejahat itu jadi putri suci.”“Aku rasa nggak ada salahnya. Setidaknya, di upacara doa sebelumnya, dia melakukan segalanya dengan cukup bagus.”“Apanya yang cukup bagus? Cuma wajahnya saja yang cantik. Kalau mau ngomong soal baik hati, Syakia sama sekali nggak bisa dibandingkan sama adik perempuannya itu.”“Ckck, menobatkan orang sepertinya jadi Putri Suci Pembawa Berkah benar-benar sial. Benar nggak, Abdi?”Orang yang berbicara itu menjulurkan kepalanya dari dalam kereta kuda. Dia menatap ke arah kelompok Syakia dengan ekspresi mengejek. Namun, pada saat ini, s

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 147

    “Siapa?” Abdi memutar otak sejenak, lalu membelalak dan berkata, “Jangan bilang itu ulah Panji?”“Benar! Itu memang ulahnya! Dengar-dengar, dia yang sudah mencuri, tapi nggak berani ngaku dan malah mengambinghitamkan Syakia!” Pemuda itu berdecak beberapa kali sebelum melanjutkan, “Awalnya, aku nggak percaya. Tapi, kalau dinilai dari situasi sekarang, sepertinya rumor itu benar.”Baru saja pemuda itu selesai berbicara, terdengar makian dari kereta kuda di sampingnya.“Panji benar-benar berengsek!”Dulu, Abdi sering bergaul dengan Panji dan mengira dirinya lumayan memahami Panji. Namun, setelah mendengar ucapan Panji di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan waktu itu, dia pun memiliki pemahaman baru terhadap Panji.Meskipun begitu, Abdi tetap tidak menyangka bahwa Panji bahkan tega melakukan hal seperti mencelakai mantan tunangannya. Meskipun pernikahan mereka sudah dibatalkan, Panji dan Syakia tetap adalah teman semasa kecil yang tumbuh besar bersama. Selain menghina orang, dia juga ingin

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 148

    Syakia sudah dapat menebak bahwa Damar pasti akan mencarinya hari ini. Hanya saja, dia tidak menyangka bahwa ayahnya yang selalu tenang itu juga bisa secemas ini. Begitu tiba di istana, ayahnya sudah langsung mencarinya.Shanti langsung melirik Syakia dan bertanya, “Apa perlu Guru yang hadapi dia?”“Aku tahu apa tujuannya mencariku. Guru nggak usah repot-repot,” jawab Syakia sambil tersenyum.“Oke. Kamu cuma perlu ingat apa yang Guru katakan padamu sebelumnya.”Syakia mengangguk, lalu mengikuti dayang istana berjalan keluar.Damar sedang menunggu di sebuah sudut yang tidak jauh dari aula samping. Begitu melihat Syakia keluar, dia juga tidak bergerak dan hanya menunggu Syakia berjalan mendekat. Sayangnya, Syakia tidak berjalan menghampirinya. Setelah melirik lokasi Damar, Syakia pun berhenti di luar pintu aula samping dan bertanya dari kejauhan, “Kalau Adipati Damar mau menemuiku, kenapa nggak berjalan mendekat?”Setelah mendengar ucapan itu, Damar merasa agak terkejut. Dia tidak menya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 149

    Apa pun yang Syakia inginkan, dia dapat memintanya sendiri.Damar menatap sosok Syakia yang menghilang di balik pintu aula, lalu berdiri di tempat untuk sejenak sebelum meninggalkan tempat ini. Ketika tiba di sudut sebelumnya, pengawal rahasia yang bersembunyi itu akhirnya menunjukkan diri.“Tuan.”Damar mengangkat tangannya dan berkata, “Nggak usah awasi tempat ini lagi. Pergilah ke Kuil Bulani sekarang juga, lalu periksa tempat tinggal Syakia dan Shanti untuk cari obat penawarnya.”“Baik.”Setelah pengawal rahasia itu pergi, Damar terkekeh dan bergumam dengan suara rendah, “Anggreni, putrimu benar-benar kejam dan nggak berperasaan, sama sepertimu. Tapi, mau membuatku menunduk? Nggak segampang itu.”Terlebih lagi, Damar merasa Syakia tidak lebih dari seorang putri durhaka. Setelahnya, dia pun mengibaskan lengan jubahnya dan meninggalkan tempat ini.Begitu Damar pergi, Hala pun menyampaikan apa yang didengarnya kepada Syakia.Syakia mencibir, “Ternyata dia memang nggak berniat untuk ne

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 150

    Begitu berbicara, Ayu berhasil menarik perhatian semua orang dalam aula. Anehnya, tatapan semua orang yang ingin menonton pertunjukan jatuh pada Syakia. Bagaimanapun juga, orang yang diperbincangkan semua orang di ibu kota beberapa waktu lalu sedang berada tepat di hadapan mereka.Ayu memegang cawan anggurnya dan berjalan mendekat. “Kakak sudah tinggalkan rumah 2 bulan lebih dan pasti rindu sama kami, ‘kan?”Syakia menjawab dengan acuh tak acuh, “Sayangnya, sama sekali nggak.”Ayu langsung tertawa, lalu sengaja duduk di samping Syakia. Dia mengejek dengan suara rendah, “Kak, jangan begitu keras kepala. Lihat saja, nggak lama setelah kamu pergi, Keluarga Angkola sudah sepenuhnya jadi milikku. Sekarang, cuma aku satu-satunya putri Ayah dan adik para kakak.”“Dulu, aku sangat berharap kamu bisa cepat-cepat keluar dari Keluarga Angkola dan jangan menggangguku lagi. Sayangnya, kamu begitu nggak peka dulunya. Sampai 2 bulan lalu, kamu baru tiba-tiba jadi pintar.” Ayu tiba-tiba menunjukkan e

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 151

    Terlebih lagi, setelah berbicara, Syakia juga mengangkat alisnya dengan penuh tantangan dan menatap Ayu dengan tatapan merendahkan. Dia seolah-olah sedang membalas tantangan Ayu saat Ayu bersulang dengannya tadi.“Syakia, cukup!”Baru saja anggota Keluarga Angkola hendak berbicara, ada orang yang bergerak jauh lebih cepat dari mereka. Sebagai pelindung pertama Ayu, Panji langsung memelototi Syakia dan berseru, “Jangan kira kamu boleh asal menghina Ayu mentang-mentang kamu sudah jadi putri suci! Selama ada aku, jangan harap kamu bisa menindasnya!”Namun, baru saja Panji selesai berbicara, orang yang duduk di belakangnya tiba-tiba melingkarkan tangannya di leher Panji.Abdi berujar dengan tampang mengejek, “Panji, orang lagi ngobrol. Apa urusannya itu denganmu?” Sebelum pesta ini dimulai, Abdi tidak menemukan Panji. Dia pun berencana untuk menghadapi Panji setelah pesta berakhir. Tak disangka, sebelum pesta berakhir, seseorang sudah tidak sabar untuk membuat masalah.Abdi tentu saja mel

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 350

    Awalnya, situasi di Lukati tidak begitu parah. Bagaimanapun juga, Nugraha adalah seorang komandan yang baik, juga memiliki kendali atas pasukan yang jumlahnya mencapai puluhan ribu prajurit. Dia tidak mungkin tidak dapat mengendalikan situasinya.Hanya saja, dalam beberapa hari ketika kelompok Adika melakukan perjalanan, seorang pejabat kabupaten yang terkenal di Lukati dibunuh. Setelahnya, wabah itu pun merebak di seluruh Kabupaten Nirila. Dalam waktu semalam, ada ribuan penduduk yang terjangkit wabah.Setelah Nugraha mengutus orang untuk memeriksa kebenarannya, baru diketahui bahwa pejabat Kabupaten Nirila itu pernah menculik seorang gadis. Berhubung takut perbuatannya terungkap, dia pun membunuh orang tua gadis itu.Namun, pejabat itu tidak tahu bahwa gadis itu masih memiliki seorang kakak yang sudah meninggalkan rumah bernama Ardi Carya. Ketika masih muda, Ardi pernah melukai orang. Berhubung khawatir melibatkan keluarganya, dia pun meninggalkan rumah dan pergi ke Kalika.Setelahny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 349

    Pejabat yang ketakutan itu pun menjadi makin takut. Siapa yang tidak tahu bahwa Adika adalah dewa kematian yang sudah merenggut nyawa yang tidak terhitung jumlahnya? Begitu Adika menghunuskan pedangnya, semua orang sontak ketakutan dan buru-buru menutup mulut mereka.Seorang tabib bergegas datang. Setelah memeriksa Syakia, dia baru merasa lega. “Pangeran Adika, tenang saja. Putri Suci cuma masuk angin. Ditambah dengan terlalu lelah karena melakukan perjalanan, dia baru jatuh sakit.”“Coba lihat resep ini. Apa obatnya perlu diganti atau lanjut diminum saja?”Adika menyerahkan resep yang dibuka Syakia kepada tabib. Tabib itu membacanya dengan saksama, lalu menggeleng. “Nggak usah ganti. Obat ini sudah cukup. Aku akan tambahkan sebuah bahan obat. Setelah meminumnya, Putri Suci akan segera sadar.”Pada saat ini, Syakia perlahan-lahan membuka matanya. Ketika mendengar percakapan mereka, dia berkata dengan suara serak, “Nggak usah ....”Mendengar suara Syakia, Adika segera berjalan mendekat

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 348

    Ketika menyodorkan saputangan itu, entah karena Laras sengaja atau tidak, ujung jarinya yang terluka akibat tertusuk jarum juga terlihat.Syakia melirik luka-luka itu tanpa ekspresi, lalu mengalihkan pandangannya. “Sudah kubilang, aku nggak benci lagi sama kamu dari dulu. Buat apa kamu lakukan hal-hal nggak berarti seperti ini.”Laras tersenyum pahit dan menjawab, “Nggak. Setidaknya bagiku, bisa memberikan saputangan ini kepadamu sekarang sangat berarti. Setelah ini, hidupku mungkin nggak berarti lagi.” Keheningan di antara Syakia dengan Laras berlangsung cukup lama. Sayangnya, pada akhirnya, Syakia tetap tidak menerima saputangan itu.“Kenapa masih berdiri di sini?”Adika yang baru selesai memberi perintah kepada Pasukan Bendera Hitam berjalan kembali dan menyaksikan hal ini. Dia pun melangkah maju dan memisahkan Syakia dari Laras tanpa bersuara. Kemudian, Adika berkata pada Syakia dengan penuh perhatian, “Ini sudah sangat malam. Sebaiknya kamu cepat masuk. Kalau nggak, nanti kamu m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 347

    Laras akan terlebih dahulu masuk ke Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar dan membuka jalan bagi Syakia. Setelah Syakia kembali ke kehidupan duniawi dan menikah dengan Adika, Laras akan membiarkan Syakia menjadi istri sah, sedangkan dirinya menjadi selir. Dengan begitu, hubungan mereka akan tetap seperti saudari. Dia merasa dirinya lebih bisa membantu Syakia menyingkirkan segala halangan. Laras sudah mengetahui perasaan Adika terhadap Syakia dari awal. Dia bahkan memiliki firasat bahwa suatu hari nanti, Adika pasti akan menikahi Syakia. Namun, dia tidak percaya pada laki-laki.Dari dulu, laki-laki selalu memiliki banyak istri. Bahkan rakyat jelata saja begitu, apalagi seseorang yang begitu berkuasa seperti Pangeran Pemangku Kaisar?Tidak peduli seberapa besar rasa suka pria seperti Adika terhadap Syakia sekarang, perasaannya pasti akan berubah suatu hari nanti. Daripada menunggu sampai dia mengkhianati Syakia kelak, lebih baik Laras membuat Syakia melihat jelas seperti apa sebenarnya sif

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 346

    “Semua pemanah, bersiap!” perintah Gading begitu mendengar suara teriakan itu.Ratusan prajurit Pasukan Bendera Hitam segera mengangkat busur mereka dan membidik ke arah hutan.“Tunggu! Kami menyerah! Kami menyerah!”Orang yang bersiap untuk menyergap di dalam hutan tidak menyangka keberadaan mereka sudah ditemukan bahkan sebelum rombongan itu masuk ke hutan. Bahkan ada salah satu dari mereka yang sudah terkena panah.Tepat pada saat hujan panah akan diluncurkan ke arah mereka, orang-orang di dalam hutan buru-buru berseru untuk menghentikannya.“Dasar bandit sialan! Berani sekali kalian bersembunyi di dalam hutan dan hendak menyergap kami! Cepat keluar!”Seruan Gading sontak membuat para bandit yang bersembunyi dalam hutan ketakutan dan berlari keluar dengan terburu-buru.Begitu melihat orang-orang itu, Adika bisa menebak bahwa mereka seharusnya adalah bandit gunung. Dia pun memicingkan mata dan bertanya, “Kalian itu bandit gunung mana?”Pemimpin sekelompok bandit itu buru-buru berlutu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 345

    Syakia membuka tirai dan melihat Adika.“Turunlah untuk hirup udara segar. Malam ini, kita makan lebih awal.”“Oke.”Syakia mengangguk pelan, lalu bangkit dan turun dari kereta kuda. Setelah turun, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan melirik ke arah ujung rombongan ini.Adika menyadari gerakan Syakia dan mengikuti arah pandangnya. Kemudian, dia langsung mengalihkan pandangannya dan berkata dengan acuh tak acuh, “Jangan khawatir, mereka bawa makanan sendiri. Mereka nggak akan mati kelaparan.”Syakia tidak mengatakan apa-apa, hanya mengikuti Adika berjalan ke pinggir sungai dan duduk di sana. Para prajurit Pasukan Bendera Hitam bergerak sangat cepat. Tidak lama kemudian, mereka sudah selesai memasak.Makanan Adika sangat harum dan terlihat lezat, sedangkan makanan Syakia tetap hanyalah sayuran dan sup kosong. Meskipun Syakia makan dengan sangat lahap, Adika malah merasa agak bersimpati padanya.Hanya saja, entah kenapa Syakia sangat keras kepala dalam beberapa hal. Bahkan Adika juga tidak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 344

    “Menikah?” Syakia pun tertegun sejenak.Laras pun tertawa, lalu menjawab, “Iya, itu pengaturan ayahku. Calon suamiku itu keponakan Kepala Prefektur Wisnu, kerabat jauh keluarga kami.”Syakia secara refleks bertanya, “Kalau mau menikah, kenapa bukan mereka yang datang menjemputmu?”Laras tersenyum. “Kia, kamu imut banget. Aku ke sana bukan jadi istri sah, cuma jadi seorang selir. Mana mungkin mereka datang jemput aku dengan meriah.”Setelah mendengar ucapan Laras, Syakia pun terdiam.“Kia, jangan sedih untukku. Aku ini juga putri Menteri Sekretariat. Meski jadi selir, orang di sana nggak akan berani mempersulitku.”Syakia memalingkan wajah, lalu berkata dengan nada dingin, “Siapa yang sedih untukmu? Hubunganku denganmu nggak sebaik itu.”Laras langsung menunjukkan tampang sedih. “Baiklah, anggap saja itu pemikiranku sepihak. Tapi, perjalanan ke Kalika terlalu jauh. Ayahku juga nggak utus orang untuk mengawalku. Jadi, Kia, boleh nggak kamu biarkan aku ikuti kalian demi persahabatan kita

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 343

    Meskipun waktunya sangat mendesak, Adika tetap langsung setuju.“Kamu baru keluar dari istana dan pasti belum kemas barang-barangmu. Aku akan antar kamu pulang dulu. Setelah mengumpulkan orang dan mengatur semuanya dengan baik, aku akan pergi jemput kamu besok pagi.”Berhubung hal ini sudah diputuskan, Adika segera mengaturkan segala sesuatu yang diperlukan meskipun merasa marah.Setelah kembali ke Kuil Bulani, Syakia juga mulai menangani urusannya sendiri. Dia meminta Yanto untuk membantunya merawat ladang obatnya, juga menyerahkan surat tanah Paviliun Awana kepada Yanto.Yanto pada dasarnya adalah mantan kepala pelayan Keluarga Kuncoro. Dia tentu saja dapat mengelola Paviliun Awana tanpa masalah. Selain itu, Syakia juga hanya memiliki sebuah permintaan, yaitu menanam semua ladang di Paviliun Awana dengan berbagai macam benih dan bibit yang ditinggalkannya.Mengenai ladang obat di Gunung Selatan, sebagian besar obat herbal itu sudah bertumbuh. Syakia pun memanen semua obat herbal yang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 342

    Di ruang baca Kaisar dalam istana.“Bupati Nugraha dari Lukati?”Setelah mendengar nama orang itu, Syakia agak terkejut. Benar juga, dia sudah mengingat orang itu. Orang itu adalah majikan dari pengelola toko obat yang membantunya.“Karena kekeringan di Kalika sebelumnya, ada banyak penduduk Kalika yang mengungsi ke Lukati dalam 3 bulan itu. Waktu itu, Bupati Nugraha nggak menolak untuk menerima para pengungsi itu. Tak disangka, ada beberapa pengungsi yang terjangkit wabah selama melakukan perjalanan. Wabah itu sudah menyebar cukup luas di Lukati."Kaisar tersenyum sambil melanjutkan, “Sebenarnya, hal ini aneh juga. Yang tertimpa bencana alam jelas-jelas Kalika. Tapi, baik itu sebelum ataupun sesudah bencana, penduduk yang tetap tinggal di Kalika sama sekali nggak terpengaruh oleh wabah itu. Malah para pengungsi yang terjangkit wabah.”Berhubung terjadi fenomena aneh seperti ini, penduduk Kalika makin memuja Syakia. Semua orang berkata bahwa Putri Suci pernah mendoakan Kalika. Oleh kar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status