Share

Bab 135

Author: Emilia Sebastian
Setelah Ranjana setuju, Ayu tidak berhenti bertanya apa yang akan dilakukannya. Bagaimanapun juga, Ayu tidak benar-benar berharap Syakia kembali. Namun, Ranjana hanya tersenyum tanpa menjawab. Sangat jelas bahwa dia tidak ingin memberi tahu rencananya pada Ayu.

Hanya saja, Ranjana sepertinya bisa menebak pemikiran Ayu. Dia hanya menjamin, “Ayu tenang saja, Kakak nggak akan biarkan dia mengancam posisimu.”

Begitu mendengar ucapan itu, jantung Ayu seolah-olah berhenti berdetak untuk sejenak. Dia mengira Ranjana mengetahui segala triknya dan kedok aslinya telah terbongkar. Sampai Ranjana mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang, dia baru berhenti merasa gelisah dan tidak berani lanjut bertanya lagi.

Tidak lama setelahnya, Ayu akhirnya mengetahui cara apa yang digunakan Ranjana.

Dari awal Ayu meminta tolong padanya, Ranjana memang tidak berniat untuk turun tangan sendiri. Bagaimanapun juga, dia tidak mampu melakukan apa-apa dengan kesehatannya saat ini. Jadi, dia mencari Kahar, satu-sa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 136

    Tepat ketika Kahar hampir menyentuh pintu kamar Syakia, dia tiba-tiba merasa bulu kuduk di punggungnya berdiri. Dia segera menoleh dan langsung melayangkan tinju ke belakangnya.“Duk!”Ketika kedua serangan itu saling beradu, Kahar baru melihat jelas sosok orang di belakangnya. Namun, tidak tepat juga apabila menggunakan kata “melihat jelas”. Bagaimanapun juga, orang itu mengenakan pakaian hitam yang menutupi seluruh tubuh selain matanya sehingga dia dapat menyatu dengan malam secara sempurna.“Siapa kamu!” seru Kahar.Hala menempelkan jari telunjuknya di depan mulut, lalu berbisik, “Kecilkan suaramu. Jangan bangunkan dia.”Seusai berbicara, Hala langsung menghunuskan pedangnya dan menyerang ke arah kepala Kahar. Kahar sontak merasa marah.“Kalau nggak mau ngomong, jangan salahkan aku lagi!”Kahar mengeluarkan belatinya dan segera mengayunkannya untuk menangkis serangan pedang Hala. Kedua orang itu mulai bertarung di halaman Syakia....Keesokan harinya, Syakia mengusap matanya dengan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 137

    “Kenapa? Di matamu, selama nggak membunuh orang, tindakan lainnya nggak termasuk keji?” Syakia menatap Kahar lekat-lekat dengan penuh amarah dan melanjutkan, “Kalau begitu, aku mau tanya. Apa sebenarnya maumu kalau bukan membunuhku? Ngomong!”“Kamu mau aku minum obat itu, lalu bawa aku kembali ke rumah? Atau kamu mau mengurungku biar Ayu-mu membunuh dan menyiksaku? Atau kamu mau membelah perutku sekali lagi?”Ketika mengucapkan kalimat terakhir, Syakia sudah tidak dapat mengendalikan emosinya. Kebencian yang tersimpan begitu lama di hatinya langsung meledak pada saat ini. Setelah kalimat terakhirnya membuat 3 orang lain yang berada di halaman tercengang, dia baru tersadar dan memejamkan matanya.“Guru, aku mau pergi tenangkan diri dulu. Tolong bantu aku interogasi dia,” ujar Syakia dengan suara agak gemetar. Setelah itu, dia berlari masuk ke kamarnya dan menutup pintunya.Syakia tidak tahu seberapa besar gejolak yang dipicu oleh ucapannya itu dalam hati Shanti, Hala, dan Kahar. Shanti

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 138

    Shanti pun tertegun sejenak. Dia tidak menyangka ini adalah jawaban dari lubuk hati Kahar.“Krek ....” Shanti mendengar suara pintu terbuka dan menoleh secara refleks. Ternyata, Syakia memang berdiri di sana.“Sahana ....” Shanti hendak mengatakan sesuatu, tetapi Syakia memaksakan seulas senyum dan menyela, “Nggak apa-apa, Guru. Aku sudah tenang.” Hanya saja, Syakia tidak menyangka akan mendengar ucapan Kahar yang seperti itu begitu keluar. Dia berjalan ke hadapan Kahar, lalu bertanya dengan suara dingin, “Kamu bilang aku yang mencelakai Ibu?”“Benar! Itu gara-gara kamu!” Meskipun tatapan Kahar masih terlihat kosong, emosinya malah begitu bergejolak. “Kalau bukan karena melahirkanmu, Ibu nggak akan terkena penyakit serius dari persalinan yang sulit, lalu meninggal karenanya.”Kahar meneteskan air mata. Dalam tatapannya yang kosong, sepertinya terdapat kebencian terhadap seseorang. Syakia tahu siapa orang itu dan tidak bersembunyi.“Ibu jelas-jelas bilang akan menemani kami tumbuh besa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 139

    Shanti melangkah maju dan memeluk Syakia sambil berkata, “Nak, jangan khawatir. Anggreni itu orang paling lembut di dunia ini. Dia pasti memahami keputusanmu.” Namun, Shanti tidak memberi tahu Syakia bahwa Anggreni pasti akan sangat sedih apabila mengetahui penderitaan yang dialami Syakia dan kesedihan yang tersimpan dalam hatinya. Shanti memejamkan matanya dan berujar dalam hati, ‘Maaf, Anggreni. Aku yang lalai dalam menjaga anak-anakmu. Untungnya, putrimu ini setegar kamu. Dia nggak dikalahkan. Hanya saja, anak yang tegar akan banyak menderita.’Shanti mengusap kepala Syakia dengan sedih dan menunggunya selesai menangis dalam diam. Setelah menangis sejenak, Syakia akhirnya menenangkan diri lagi. Dia merasa agak malu saat melihat air matanya membasahi pakaian di bahu gurunya.“Maaf, Guru. Aku sepertinya terlalu cengeng.”Syakia sebenarnya tidak termasuk tegar. Sejak kecil, dia adalah anak yang sudah terbiasa dimanjakan. Oleh karena itu, Ayu baru bisa menginjak-injaknya dengan mudah

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 140

    Dua hari penuh telah berlalu sejak Kahar pergi mencari Syakia di Kuil Bulani. Ranjana tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi. Apa mungkin Kahar ketahuan ingin membius Syakia? Namun, jika Kahar benar-benar ketahuan, kenapa sama sekali tidak ada pergerakan sampai sekarang?Tepat ketika Ranjana mempertimbangkan apakah dirinya perlu pergi ke Kuil Bulani untuk mencari tahu situasinya, Kahar akhirnya pulang juga. Ketika Kahar kembali, langit sudah gelap dan Ranjana baru saja hendak tidur.Pembantu Ranjana mendengar suara ketukan pintu dan bertanya, “Siapa?”“Aku, Kahar.”Begitu mendengar suara itu, Ranjana tidak jadi berbaring di tempat tidur dan menyuruh pembantunya membuka pintu.“Tuan Kahar.” Setelah masuk ke kamar, Kahar berkata pada pembantu itu, “Kamu keluar saja dulu. Ada yang mau kubicarakan dengan Ranjana.”Pembantu itu tentu saja tidak langsung keluar, melainkan melirik majikannya. Setelah menerima isyarat mata Ranjana, dia baru berjalan keluar dan menutup pintu kamar dengan penge

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 141

    Damar tidak membiarkan Ayu pergi memanggil Ranjana, melainkan menyuruh Kahar untuk melakukannya.Kahar pun bangkit dengan enggan. Namun, sebelum dia sempat meninggalkan meja, terdengar derap kaki seseorang yang berlari dengan terburu-buru di luar.“Gawat! Gawat!”Damar dan orang lainnya pun menoleh ke arah datangnya suara. Terlihat pembantu yang biasanya melayani Ranjana berlari mendekat dengan terburu-buru dan berseru panik, “Adipati, Tuan Abista, cepat pergi lihat Tuan Ranjana! Sudah terjadi sesuatu padanya!”Semua orang langsung berdiri.“Ada apa? Ranjana sakit lagi?”“Bukan sakit ....” Pembantu itu sudah hampir menangis ketika menjawab, “Tuan Ranjana ... tiba-tiba nggak bisa bicara!”“Apa?”...Lima belas menit kemudian, anggota Keluarga Angkola berkumpul di samping tempat tidur Ranjana dan menunggu hasil pemeriksaan tabib dengan gugup.Setelah memeriksa denyut nadi Ranjana, tabib tersebut menarik kembali tangannya dengan kening berkerut dan bertanya, “Apa Tuan Ranjana makan sesuat

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 142

    Ketika para bawahan menemukan ruang rahasia dalam kamar Ranjana, Damar tahu masalah ini seharusnya tidak sederhana. Jadi, dia tidak langsung menyuruh orang untuk memeriksa keadaan di dalam.Iwan yang sudah berpengalaman juga menganggap seperti tidak mendengar hal itu dan lanjut meneliti sebotol obat itu. Namun, setelah dua jam, Iwan berkata pada Damar dengan serius, “Adipati Damar, kali ini, aku benar-benar nggak mampu membantumu.”Damar tidak menyangka bahwa bahkan Iwan juga tidak mampu menawarkan racun ini.“Tabib Iwan, apa sebenarnya racun ini? Kenapa racun ini begitu hebat?”“Racun ini sulit ditawarkan karena bahan obat yang dipakai sangat rumit. Di dalamnya, bahkan tercampur semacam tanaman racun yang sangat langka, yaitu sisik ular merah. Karena tanaman racun ini, aku baru nggak berdaya. Soalnya, racun ini cuma bisa ditawarkan dengan pakai bunga ular hijau yang sama langkanya.”“Satu-satunya bunga ular hijau yang pernah ditemukan di ibu kota sudah digunakan setahun yang lalu. Sam

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 143

    “Kenapa kamu mengangguk, lalu menggeleng? Apa sebenarnya maksudmu?” tanya Abista dengan bingung.Namun, Abista tidak tahu bahwa orang yang benar-benar merasa frustasi adalah Ranjana. Obat patuh itu memang miliknya, tetapi juga bukan miliknya. Obat patuhnya tidak bisa membuat orang bisu atau sama sekali tidak bertenaga.Begitu teringat botol obat itu dibawa pulang oleh Kahar, Ranjana langsung menoleh ke arahnya dan berseru dalam hati, ‘Cepat katakan, ada apa ini sebenarnya? Apa ada orang yang melakukan sesuatu pada obat patuhnya? Ini ulah Syakia atau orang berpakaian hitam itu?’Saat ini, Ranjana tidak dapat berbicara dan hanya bisa menaruh harapan pada Kahar. Namun, dia tidak menyangka bahwa Kahar sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa pun setelah melihat tatapan permintaan tolongnya.Firasat buruk segera merayapi hati Ranjana. Apa Kahar sudah terlebih dahulu terjebak sebelum dirinya?Untungnya, ada orang bermata tajam lain yang menyadari tatapan Ranjana.“Kak Ranjana, kenapa kamu te

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 350

    Awalnya, situasi di Lukati tidak begitu parah. Bagaimanapun juga, Nugraha adalah seorang komandan yang baik, juga memiliki kendali atas pasukan yang jumlahnya mencapai puluhan ribu prajurit. Dia tidak mungkin tidak dapat mengendalikan situasinya.Hanya saja, dalam beberapa hari ketika kelompok Adika melakukan perjalanan, seorang pejabat kabupaten yang terkenal di Lukati dibunuh. Setelahnya, wabah itu pun merebak di seluruh Kabupaten Nirila. Dalam waktu semalam, ada ribuan penduduk yang terjangkit wabah.Setelah Nugraha mengutus orang untuk memeriksa kebenarannya, baru diketahui bahwa pejabat Kabupaten Nirila itu pernah menculik seorang gadis. Berhubung takut perbuatannya terungkap, dia pun membunuh orang tua gadis itu.Namun, pejabat itu tidak tahu bahwa gadis itu masih memiliki seorang kakak yang sudah meninggalkan rumah bernama Ardi Carya. Ketika masih muda, Ardi pernah melukai orang. Berhubung khawatir melibatkan keluarganya, dia pun meninggalkan rumah dan pergi ke Kalika.Setelahny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 349

    Pejabat yang ketakutan itu pun menjadi makin takut. Siapa yang tidak tahu bahwa Adika adalah dewa kematian yang sudah merenggut nyawa yang tidak terhitung jumlahnya? Begitu Adika menghunuskan pedangnya, semua orang sontak ketakutan dan buru-buru menutup mulut mereka.Seorang tabib bergegas datang. Setelah memeriksa Syakia, dia baru merasa lega. “Pangeran Adika, tenang saja. Putri Suci cuma masuk angin. Ditambah dengan terlalu lelah karena melakukan perjalanan, dia baru jatuh sakit.”“Coba lihat resep ini. Apa obatnya perlu diganti atau lanjut diminum saja?”Adika menyerahkan resep yang dibuka Syakia kepada tabib. Tabib itu membacanya dengan saksama, lalu menggeleng. “Nggak usah ganti. Obat ini sudah cukup. Aku akan tambahkan sebuah bahan obat. Setelah meminumnya, Putri Suci akan segera sadar.”Pada saat ini, Syakia perlahan-lahan membuka matanya. Ketika mendengar percakapan mereka, dia berkata dengan suara serak, “Nggak usah ....”Mendengar suara Syakia, Adika segera berjalan mendekat

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 348

    Ketika menyodorkan saputangan itu, entah karena Laras sengaja atau tidak, ujung jarinya yang terluka akibat tertusuk jarum juga terlihat.Syakia melirik luka-luka itu tanpa ekspresi, lalu mengalihkan pandangannya. “Sudah kubilang, aku nggak benci lagi sama kamu dari dulu. Buat apa kamu lakukan hal-hal nggak berarti seperti ini.”Laras tersenyum pahit dan menjawab, “Nggak. Setidaknya bagiku, bisa memberikan saputangan ini kepadamu sekarang sangat berarti. Setelah ini, hidupku mungkin nggak berarti lagi.” Keheningan di antara Syakia dengan Laras berlangsung cukup lama. Sayangnya, pada akhirnya, Syakia tetap tidak menerima saputangan itu.“Kenapa masih berdiri di sini?”Adika yang baru selesai memberi perintah kepada Pasukan Bendera Hitam berjalan kembali dan menyaksikan hal ini. Dia pun melangkah maju dan memisahkan Syakia dari Laras tanpa bersuara. Kemudian, Adika berkata pada Syakia dengan penuh perhatian, “Ini sudah sangat malam. Sebaiknya kamu cepat masuk. Kalau nggak, nanti kamu m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 347

    Laras akan terlebih dahulu masuk ke Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar dan membuka jalan bagi Syakia. Setelah Syakia kembali ke kehidupan duniawi dan menikah dengan Adika, Laras akan membiarkan Syakia menjadi istri sah, sedangkan dirinya menjadi selir. Dengan begitu, hubungan mereka akan tetap seperti saudari. Dia merasa dirinya lebih bisa membantu Syakia menyingkirkan segala halangan. Laras sudah mengetahui perasaan Adika terhadap Syakia dari awal. Dia bahkan memiliki firasat bahwa suatu hari nanti, Adika pasti akan menikahi Syakia. Namun, dia tidak percaya pada laki-laki.Dari dulu, laki-laki selalu memiliki banyak istri. Bahkan rakyat jelata saja begitu, apalagi seseorang yang begitu berkuasa seperti Pangeran Pemangku Kaisar?Tidak peduli seberapa besar rasa suka pria seperti Adika terhadap Syakia sekarang, perasaannya pasti akan berubah suatu hari nanti. Daripada menunggu sampai dia mengkhianati Syakia kelak, lebih baik Laras membuat Syakia melihat jelas seperti apa sebenarnya sif

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 346

    “Semua pemanah, bersiap!” perintah Gading begitu mendengar suara teriakan itu.Ratusan prajurit Pasukan Bendera Hitam segera mengangkat busur mereka dan membidik ke arah hutan.“Tunggu! Kami menyerah! Kami menyerah!”Orang yang bersiap untuk menyergap di dalam hutan tidak menyangka keberadaan mereka sudah ditemukan bahkan sebelum rombongan itu masuk ke hutan. Bahkan ada salah satu dari mereka yang sudah terkena panah.Tepat pada saat hujan panah akan diluncurkan ke arah mereka, orang-orang di dalam hutan buru-buru berseru untuk menghentikannya.“Dasar bandit sialan! Berani sekali kalian bersembunyi di dalam hutan dan hendak menyergap kami! Cepat keluar!”Seruan Gading sontak membuat para bandit yang bersembunyi dalam hutan ketakutan dan berlari keluar dengan terburu-buru.Begitu melihat orang-orang itu, Adika bisa menebak bahwa mereka seharusnya adalah bandit gunung. Dia pun memicingkan mata dan bertanya, “Kalian itu bandit gunung mana?”Pemimpin sekelompok bandit itu buru-buru berlutu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 345

    Syakia membuka tirai dan melihat Adika.“Turunlah untuk hirup udara segar. Malam ini, kita makan lebih awal.”“Oke.”Syakia mengangguk pelan, lalu bangkit dan turun dari kereta kuda. Setelah turun, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan melirik ke arah ujung rombongan ini.Adika menyadari gerakan Syakia dan mengikuti arah pandangnya. Kemudian, dia langsung mengalihkan pandangannya dan berkata dengan acuh tak acuh, “Jangan khawatir, mereka bawa makanan sendiri. Mereka nggak akan mati kelaparan.”Syakia tidak mengatakan apa-apa, hanya mengikuti Adika berjalan ke pinggir sungai dan duduk di sana. Para prajurit Pasukan Bendera Hitam bergerak sangat cepat. Tidak lama kemudian, mereka sudah selesai memasak.Makanan Adika sangat harum dan terlihat lezat, sedangkan makanan Syakia tetap hanyalah sayuran dan sup kosong. Meskipun Syakia makan dengan sangat lahap, Adika malah merasa agak bersimpati padanya.Hanya saja, entah kenapa Syakia sangat keras kepala dalam beberapa hal. Bahkan Adika juga tidak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 344

    “Menikah?” Syakia pun tertegun sejenak.Laras pun tertawa, lalu menjawab, “Iya, itu pengaturan ayahku. Calon suamiku itu keponakan Kepala Prefektur Wisnu, kerabat jauh keluarga kami.”Syakia secara refleks bertanya, “Kalau mau menikah, kenapa bukan mereka yang datang menjemputmu?”Laras tersenyum. “Kia, kamu imut banget. Aku ke sana bukan jadi istri sah, cuma jadi seorang selir. Mana mungkin mereka datang jemput aku dengan meriah.”Setelah mendengar ucapan Laras, Syakia pun terdiam.“Kia, jangan sedih untukku. Aku ini juga putri Menteri Sekretariat. Meski jadi selir, orang di sana nggak akan berani mempersulitku.”Syakia memalingkan wajah, lalu berkata dengan nada dingin, “Siapa yang sedih untukmu? Hubunganku denganmu nggak sebaik itu.”Laras langsung menunjukkan tampang sedih. “Baiklah, anggap saja itu pemikiranku sepihak. Tapi, perjalanan ke Kalika terlalu jauh. Ayahku juga nggak utus orang untuk mengawalku. Jadi, Kia, boleh nggak kamu biarkan aku ikuti kalian demi persahabatan kita

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 343

    Meskipun waktunya sangat mendesak, Adika tetap langsung setuju.“Kamu baru keluar dari istana dan pasti belum kemas barang-barangmu. Aku akan antar kamu pulang dulu. Setelah mengumpulkan orang dan mengatur semuanya dengan baik, aku akan pergi jemput kamu besok pagi.”Berhubung hal ini sudah diputuskan, Adika segera mengaturkan segala sesuatu yang diperlukan meskipun merasa marah.Setelah kembali ke Kuil Bulani, Syakia juga mulai menangani urusannya sendiri. Dia meminta Yanto untuk membantunya merawat ladang obatnya, juga menyerahkan surat tanah Paviliun Awana kepada Yanto.Yanto pada dasarnya adalah mantan kepala pelayan Keluarga Kuncoro. Dia tentu saja dapat mengelola Paviliun Awana tanpa masalah. Selain itu, Syakia juga hanya memiliki sebuah permintaan, yaitu menanam semua ladang di Paviliun Awana dengan berbagai macam benih dan bibit yang ditinggalkannya.Mengenai ladang obat di Gunung Selatan, sebagian besar obat herbal itu sudah bertumbuh. Syakia pun memanen semua obat herbal yang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 342

    Di ruang baca Kaisar dalam istana.“Bupati Nugraha dari Lukati?”Setelah mendengar nama orang itu, Syakia agak terkejut. Benar juga, dia sudah mengingat orang itu. Orang itu adalah majikan dari pengelola toko obat yang membantunya.“Karena kekeringan di Kalika sebelumnya, ada banyak penduduk Kalika yang mengungsi ke Lukati dalam 3 bulan itu. Waktu itu, Bupati Nugraha nggak menolak untuk menerima para pengungsi itu. Tak disangka, ada beberapa pengungsi yang terjangkit wabah selama melakukan perjalanan. Wabah itu sudah menyebar cukup luas di Lukati."Kaisar tersenyum sambil melanjutkan, “Sebenarnya, hal ini aneh juga. Yang tertimpa bencana alam jelas-jelas Kalika. Tapi, baik itu sebelum ataupun sesudah bencana, penduduk yang tetap tinggal di Kalika sama sekali nggak terpengaruh oleh wabah itu. Malah para pengungsi yang terjangkit wabah.”Berhubung terjadi fenomena aneh seperti ini, penduduk Kalika makin memuja Syakia. Semua orang berkata bahwa Putri Suci pernah mendoakan Kalika. Oleh kar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status