Beranda / CEO / Pembalasan Dendam Sang Pewaris / BAB 1 Takdir Yang Terubah

Share

Pembalasan Dendam Sang Pewaris
Pembalasan Dendam Sang Pewaris
Penulis: Nurmelyaa_

BAB 1 Takdir Yang Terubah

“Ibu, aku tak mau pergi.”

“Pergilah, sebelum kau ikut mati!”

Suara gemetar wanita penuh cairan merah itu begitu menyedihkan. Iris mata hitam anak laki-laki berusia sembilan tahun itu mulai menyebarkan pandangannya, ia baru menyadari jika ayah, adik perempuannya dan pamannya telah meninggal di tempat kejadian. Air matanya terus saja membasahi kedua pipinya.

Ia menggeleng, masih keras kepala. “Mobil ini akan meledak, Zaheen. Jika kau tak pergi, kita semua akan mati!” Wanita tua itu meneriaki anak pertamanya dengan cukup keras hingga Zaheen tersentak.

Anehnya, kenapa tak ada satupun kendaraan yang lewat pada siang itu. Padahal langit masih terang, mungkin karena mereka melewati jalan yang begitu jarang orang lewati.

“Ibu, tidak akan bisa bertahan lagi.” Suara ibunya kemudian melembut, tangannya juga perlahan mengelus kepala anaknya dengan gemetar. “Kau harus hidup nak, masa depanmu masih panjang meski ibu tidak akan ada di sana tapi ibu ...”

Zaheen kaget dan panik saat mobil itu makin menghimpit tubuh ibunya, bersamaan dengan itu, muncul api yang cukup besar dari belakang bagasi mobil yang sudah terbalik tersebut. Zaheen yang memang saat kejadian terlempar keluar jendela dan akhirnya hanya memiliki luka kecil tak kuasa melihat semua keluarganya kini sedang diujung maut.

“Ibu!” Zaheen mencoba menarik tangan ibunya.

“Pergilah, Zaheen!” Api semakin menyebar dan saat itu, dengan terpaksa Zaheen berlari menjauhi mobil keluarganya, ia bersembunyi di semak-semak agar tidak terkena percikan api yang makin besar dan akhirnya yang ia takutkan sungguh terjadi.

Suara ledakan terdengar menggema di langit hingga mengeluarkan asap hitam. Zaheen menutup telinganya karena tak sanggup mendengar ledakan besar itu, ia sungguh hancur karena ia tahu jika akhirnya ia pun kini sendirian.

Ia yatim piatu dan adik kecilnya yang cantik itu juga tak ada lagi. Ia mulai merasa menyesal dengan keputusannya, harusnya ia ikut mati saja dengan semua keluarganya.

Suara tangisannya makin keras dan ia jatuh makin dalam hingga semua terlihat gelap. Ia pingsan tanpa ada yang menolongnya.

****

“Aku tidak menyangka jika kecelakaannya akan semengerikan ini.” Seseorang dengan kumis tipis dan bersetelan jas hitam mencoba membuka kain berwarna putih yang sudah di evakuasi.

Wajah beberapa orang yang ada di sana menjadi jijik saat melihat seluruh mayat telah hangus. “Aku sampai tak mengenali mereka,” celetuk satu orang pria lagi di belakang.

“Bukankah kau ingin mereka semua mati, ya inilah yang kau dapatkan Tuan Isaac,” ujar seorang pria besar yang berotot. “Bukankah kalau kerjaanku sebagus ini, aku juga akan dapat hasil yang lebih memuaskan?” katanya kembali sembari tertawa.

Isaac juga ikut tertawa. “Karena kau berhasil menyingkirkan mereka semua tanpa ada yang tersisa, maka kau akan dapat sepuluh kali lipat. Ingat hartaku kini tak akan habis, jadi semua kebagian.” Dengan sombongnya, lelaki berkumis bernama Isaac itu menunjuk semua orang-orang bayarannya yang telah berhasil membunuh satu keluarga malang tersebut dengan hadiah imbalan.

“Harta dan posisi sebagai CEO telah jadi milikku, jadi tak usah khawatir.” Semua orang di sana bertepuk tangan, seperti telah melihat pidato luar biasa dari sang pemimpinnya.

 “Baik, cukup untuk hari ini. Aku harus mengurus pemakaman Grayson dan keluarganya, aku ingin dilihat oleh orang-orang kalau aku itu sahabat yang sedang kehilangan dan berduka.” Isaac berjalan meninggalkan orang-orang itu dan mulai memasang wajah sedih lagi di depan para polisi yang masih memeriksa tempat kejadian.

Tanpa Isaac sadari. Dari sudut di mana semak-semak begitu rimbun, ada anak yang melihat dan mendengar percakapan itu. Dengan mata penuh amarah, ia terus melihat punggung Isaac dan menatap jijik wajah Isaac saat pria berusia tiga puluh lima tahun itu kembali bersandiwara di hadapan polisi.

Zaheen baru sadar dari pingsannya, ia tak menyangka jika ia kembali harus mendapati kenyataan pahit untuk kedua kalinya. Kecelakaan itu, bukan murni sebuah musibah namun kesengajaan.

Harta dan tahta adalah pemicu utamanya, padahal Zaheen tahu jika Isaac adalah teman atau kerabat ayahnya yang selalu ayahnya banggakan. Ayahnya selalu mengatakan, jika di perusahaan properti bangunan yang sudah ia kelola menjadi begitu besar tersebut adalah milik seluruh karyawan yang telah bekerja lama di sana, ia ingin yang berjuang dengannya mendapatkan masing-masing cabang perusahaan. Tapi, ternyata ayahnya telah di curangi karena kerabat yang sudah bersama – sama membangun usaha itu malah berbuat keji dengan membunuhnya dan posisi sebagai seorang CEO kini akan dipertanyakan.

Siapa lagi yang paling berkuasa selain Isaac untuk sekarang. Bahkan Zaheen tak bisa melakukan apapun, ia tak ada niat untuk kembali. Karena jika ia kembali, ia akan di bunuh oleh manusia gila harta tersebut.

Suara ibunya kembali terdengar. “Kau harus hidup, nak.” Itulah yang menyebabkan Zaheen memutuskan untuk hidup dan pergi dari sana. Biarlah Isaac menikmati harta haramnya, tapi yang harus semua orang tahu jika anak laki-laki yang kini sedang berduka itu tak akan pernah melupakan kejadian ini.

Dari yang memiliki segalanya menjadi hilang seluruhnya. Itulah hidup Zaheen, ia harus menerima takdir mengerikan itu, karena waktu akan terus berjalan hingga ia dewasa nanti.

Ketika ia berhasil membalaskan kekejaman Isaac pada keluarganya, di mana ia akan merebut kembali apa yang ia harusnya miliki, di mana Isaac akan berlutut padanya.

Zaheen melangkahkan kakinya menjauh dari tempat kejadian itu, semakin jauh ia melangkah, semakin dalam dendam yang ada dihatinya.

****

Zaheen memegang perutnya yang kelaparan, sudah dua hari ia tak makan apapun dan hanya berkeliling saja. Ia mencoba menutup luka bakar di lehernya yang makin terasa sakit dengan kain yang ia dapatkan.

Di hari saat kejadian itu, bahkan Zaheen tak merasakan sakit apapun, ia tak menyadari luka besar yang ada di lehernya. Sampai tiba esoknya, bukan cuma hatinya yang sakit namun seluruh tubuhnya seperti patah.

Tak terasa matahari sebentar lagi akan terbenam dan Zaheen harus secepatnya mencari tempat untuk istirahat. Sama seperti hari-hari kemarin, ia mencoba beradaptasi dengan takdirnya.

“Hei, Sepertinya kau sudah lama duduk di sana.”

Zaheen berbalik ke arah suara itu berada. “Ya ampun! Kau terluka, apa preman memukulimu,” ujar anak laki-laki yang panik melihat luka bakar di leher Zaheen.

“Ikutlah denganku sebelum lukamu makin parah.”

“Tidak, aku tak mau. Aku menunggu ibuku.”

“Jangan bodoh, ibumu tak akan datang. Kau sudah dua hari di daerah ini, kan?”

Zaheen menggeleng. “Ayah, Ibu, Adelia. Mereka pasti mencariku.” Anak laki-laki itu terdiam sejenak, sepertinya ia mulai menyadari sesuatu, kalau anak yang ia temui baru saja mengalami hal buruk, terlihat dari air mata yang tiba-tiba saja turun tanpa permisi.

“Satu keluarga pemilik Magani Company, Grayson Magani, Paramitha, Zaheen Magani dan Adelia Magani, akan dimakamkan besok pagi di kampung halamannya ...”

Kedua anak laki-laki itu menatap Televisi yang masih menyiarkan berita panas di sebuah tokoh yang buka. “Jadi besok ya,” gumam Zaheen pelan namun masih bisa di dengar oleh anak laki-laki yang mencoba menolong Zaheen.

“Apa yang telah terjadi padamu. Kau Zaheen Magani, bukan?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status