Share

BAB 6 Saling Waspada

“Nona, apa aku boleh bertanya sesuatu, maaf jika ini menyangkut pribadi anda.” Daniel memecahkan keheningan. Sejak mereka bertemu dengan Zaheen, keduanya menjadi canggung dan terasa aneh.

Nora yang awalnya menatap luar jendela kini berbalik melihat Daniel. Ia menghela napas karena ia tahu apa yang akan ditanyakan oleh sopirnya tersebut. “Jangan pernah beritahu ayah soal kedekatanku dengan pria itu,” ujarnya.

“Tapi bukankah dia berbahaya, jika saya tadi terlambat beberapa menit, mungkin nona ...” Daniel tidak bisa melanjutkan ucapannya.

Nora mengingat kejadian tadi saat ia dicekik, ia pun masih bertanya-tanya mengapa terkadang ia melihat mata itu penuh dengan kebencian.

“Jangan salah paham nona, tapi dia tak setara dengan anda. Pasti tuan akan sangat marah jika tahu nona menyukai pria itu.”

“Daniel, cukup!”

Daniel tersentak, hanya sebentar ia melirik nonanya lalu kembali fokus mengemudi malam itu. “Aku tahu resiko yang kuambil, aku akan berhati-hati dan semua akan baik-baik saja,” jelas Nora meski dirinya juga sebenarnya tak yakin dengan ucapannya.

“Kalau itu pilihan nona, aku akan ikut saja,” ujar Daniel pasrah.

Nora menyandarkan punggungnya di kursi mobil, ia menghela napas untuk kedua kalinya karena lelah melawan argumen sopirnya sendiri. Nora begitu penasaran dengan Zaheen, aura Zaheen yang gelap seakan terus memanggil nama Nora. Ia ingin mencoba masuk ke dalam hidup Zaheen.

****

Zaheen membereskan barangnya begitu berantakan, sepertinya orang-orang berseragam hitam tersebut menggeledah rumah mereka. Meski tak ada yang rusak, tapi itu cukup menguras energinya dan juga Kian.

“Dari mana mereka bisa tahu kalau kita tinggal di sini?” gumam Kian masih mencoba berpikir keras.

“Mungkin mereka cuma mengira, lagian mereka tak menemukan apapun di sini, jadi kita aman,” ujar Zaheen.

“Ya, tapi belum pasti. Semoga saja mereka tak kemari lagi,” balas Kian sembari berbaring mereggangkan badannya, ia begitu lelah sehabis ke club langsung pulang membersihkan barang, sepertinya sebentar lagi dia akan tertidur pulas.

“Tapi, Zaheen. Bagaimana caramu tak ketahuan dari mereka?” tanya Kian lagi seraya menutup matanya karena sorot lampu yang seperti menusuk matanya.

Zaheen menghentikan aktifitasnya, ia terdiam sebentar. “Aku ...” Pria tersebut berpikir keras, apakah ia harus memberitahu Kian soal dirinya yang bertemu dengan Nora hari ini atau tidak. “Aku?” Kian malah mengikuti nada bicaranya, itu mengartikan bahwa sahabatnya tersebut menunggu jawaban darinya.

“Aku bertemu Eleonora dan terpaksa memanfaatkannya,” jawab Zaheen cepat.

Mata Kian langsung terbuka setelah mendengar nama wanita itu kembali. “Apa!” Pria berkaos hitam itu bangkit dari tidurnya dan melihat Zaheen yang masih mengatur pakaiannya di lemari.

“Bagaimana caranya kau memanfaatkannya, kau menyuruhnya mengusir mereka atau apa?” tanya Kian lagi, ia masih kaget.

Zaheen terduduk di kasur dan ia berbalik melihat Kian. “Kian, aku punya rencana yang entahlah, apakah ini masuk dalam pikiranmu atau tidak.” Kian mengerutkan alisnya, ia tidak bisa mengerti maksud Zaheen sebenarnya.

“Kau tahu Eleonora itu tertarik padaku, aku ingin masuk ke dalam hidupnya sebagai seorang kekasih. Menggali informasi pada manusia yang sedang jatuh cinta itu begitu gampang, bukan?”

Kian menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Itu benar, tapi apa kau bisa melakukannya?” Kian menatap Zaheen lalu ia kembali berucap. “Aku tidak meragukanmu, cuma saja pasti akan ada masalah lain seperti kau juga akan jatuh cinta padanya. Kalau sampai itu terjadi, rencana kita akan gagal.”

Zaheen menatap Kian sembari memegang bahu Kian dengan yakin. “Kian, aku tidak akan pernah jatuh cinta pada gadis itu. Meski itu akan terjadi, aku tetap akan melanjutkan rencana kita, tak peduli padanya.

“Kau yakin. Zaheen, kau harus paham bagaimana seorang pria jatuh cinta. Mereka tidak akan terbesit sama sekali untuk melukai wanitanya, jika mereka melihat satu tetes saja air mata yang keluar dari wanitanya, mereka akan menyalahkan diri sendiri. Begitu pun denganmu, jika kau ternyata jatuh cinta padanya,” jelas Kian.

Zaheen menunduk, memang selama hidupnya belum pernah berhubungan dengan wanita, ia tahu jika resiko itu akan ada. Zaheen untuk pertama kalinya harus berhadapan dengan seorang perempuan yang tak lain adalah anak dari musuhnya. Apakah ia dapat melakukannya?

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Ia sudah terlanjur menyetujui permintaan Nora untuk menjadi milik seutuhnya wanita tersebut. Ia tahu, jika wanita tersebut akan lebih berani untuk mendekatinya atau melakukan apapun yang ia mau padanya, yang terpenting bahwa wanita itu belum tahu siapa sebenarnya dirinya.

“Kian, aku sudah berjanji padanya untuk menjadi kekasihnya, sepertinya ayahnya tak tahu hubungan anaknya denganku, jadi kita lanjutkan saja dulu,” ujar Zaheen.

Kian mengangguk paham. “Sudah ada perjanjian seperti itu, ya? Baiklah, karena kau yang menjalaninya maka lakukan sesukamu. Tapi ...” Kian memukul dada Zaheen pelan. “Jaga hatimu, kalau sampai kau jatuh cinta, kau yang akan terpengaruh olehnya, ingat itu.”

****

Di sudut studio balet yang remang-remang, Nora tengah mengalirkan gerakan indahnya. Cahaya temaram dari jendela tinggi menyapu ruangan, menciptakan siluet anggun yang terpancar dari gerakannya yang halus dan harmonis.

Dengan rambut cokelatnya yang terikat erat dalam kuncir kuda, ia menari dengan penuh dedikasi dan ekspresi yang dalam. Setiap langkahnya menampilkan keanggunan dan kekuatan dalam setiap gerakan, memancarkan ketenangan meskipun lingkungan sekitarnya gelap.

Pakaian baletnya yang lembut bergerak melengkung dengan setiap gerakan tubuhnya yang lentur, menciptakan serangkaian bentuk-bentuk yang menakjubkan di udara. Di ruangan yang hening, suara langkah kaki ringannya melengking, menciptakan irama yang mengisi keheningan malam.

Wajahnya yang penuh fokus memancarkan semangat dan ketekunan, menunjukkan komitmennya pada seni tari ini. Dalam keheningan studio, gerakannya menjadi bahasa yang mengungkapkan emosi yang dalam dan cerita yang tak terucapkan kepada siapa pun yang menyaksikannya.

Di tengah gelapnya studio balet, wanita ini tidak hanya menari untuk dirinya sendiri, tetapi untuk menghidupkan dan menggambarkan keindahan serta kekuatan dalam setiap gerakan tariannya.

Nora memang sekilas terlihat begitu profesional, namun ketika ia mulai berputar, kakinya tak sanggup untuk berputar terlalu lama. Ia pun terjatuh hingga betisnya mengenai lantai licin tersebut menimbulkan bunyi kecil di sana.

“Auh... “

Wanita itu begitu kesal dengan dirinya sendiri, mengapa tariannya tidak pernah sempurna seperti kebayangkan wanita yang selalu berlatih di studio yang sama dengannya. Ia mengelap keringatnya dengan kasar.

“Eleonora, kau tak apa-apa?”

Suara itu menyadarkan Nora, sejak kapan pria tersebut ada di sana bersamanya. Sentuhan tangan Zaheen langsung terasa di pundaknya dengan lembut. “Ada apa denganmu?” tanya pria itu lagi.

Nora segera berbalik dan menatap Zaheen dengan mata yang berkaca-kaca. “Boleh bawa aku ke tepian sana?” tunjuk Nora pada kursi kecil. Zaheen tanpa berpikir panjang langsung mengangkat tubuh Nora.

Wanita itu membulatkan matanya dengan aksi Zaheen, rasa sakit di kakinya segera menghilang karena ulah pria tersebut. Dia sungguh pria yang pemberani, benar-benar tipe ideal Nora yang dari dulu ia impikan. “Ternyata memang benar, ada orang sepertimu di dunia ini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status