“Bekerja keras di siang hari dan menghabiskannya di malam hari, itu siklus kehidupan lelaki pecundang.” Suara bising terdengar begitu keras hingga Kian tak bisa mendengar ocehan Zaheen sama sekali, ia masih asyik berpesta bersama para wanita yang ia temui di club.“Kau tak ingin ikut Zaheen, ayolah kawan. Saat kau tak di club mungkin kau milik Eleonora tapi saat kau di club itu artinya kau milik para wanita ini,” ucap Kian dengan suara kerasnya.Beberapa wanita itu mulai mengedipkan matanya, mencoba menggoda Zaheen juga. “Jangan bicara bodoh, Kian.”“Ayolah, apakah sekarang kau setia dengan Eleonora haha.” Rupanya Kian mulai mabuk setelah meneguk dua gelas alkoh*l. “Kau mulai menyukainya?”“Kian diamlah.”Iris mata hitam itu melihat cairan putih yang dituangkan ke dalam gelas milik Kian lagi, setelah penuh pria itu kemudian meneguknya lagi hingga habis, beberapa wanita yang melihat keperkasaan Kian meminum minuman haram itu terkesima, mereka berseru dan bertepuk tangan.“Kau jujur saj
BAB 14“Kita akan ke Paris bersama Emilia dan Mahesa besok pagi, jadi persiapkan barang-barang bawaanmu.”“Ayah, kenapa tiba-tiba?”“Kita tak menetap, kita ke sana hanya seminggu.”Nora terduduk lemas, ia sungguh tak ingin pergi walaupun untuk seminggu. Ia mungkin tak ingin pergi, karena jika ia pergi ia tak bisa bertemu dengan Zaheen untuk beberapa saat. Gadis itu mulai mempelajari apa artinya kebahagiaan dan juga kebersamaan.“Ayah saja yang pergi, aku akan tetap di sini,” tolak Nora.Emilia tersenyum dan memegang pundak sepupunya tersebut, ayolah Nora. “Kau tak ingin melihat menara eiffel sekali saja?” ia menaik turunkan alisnya pada Nora.“Ada yang lebih indah dari menara Eiffel. Tahu,” ketus Nora.“Ayah tak ingin mendengar alasanmu, Nora. Besok kita berangkat.” Isaac segera berlalu meninggalkan Nora dan Emilia di dalam kamar.Nora menghela napas, habisnya gadis itu juga bingung untuk apa ia ke Paris jika hanya untuk menemani ayahnya, Nora tahu ayahnya sering ke luar negeri tanp
Beberapa hari kemudian, Zaheen benar saja mulai bekerja di pembangunan hotel sebagai pekerja bawahan, ia kini sudah lengkap dengan helm proyek berwarna kuning yang ia gunakan. Matanya melirik Kian yang sedang bekerja serius di lokasi lain yang tak jauh darinya.“Hei, anak muda siapa namamu?” tanya seorang pria besar yang memakai helm berwarna putih.“Kian, pak,” ujar Zaheen dengan nama bohongan itu lagi.Ia memberikan Zaheen berkas dan sebuah dena bangunan yang akan mereka kerjakan. “Bawa berkas ini ke ruang istirahat pegawai, ingat ada pintu masuk kecil di sana dan itu ruang pribadiku, kau paham. Simpan di atas meja saja,” jelasnya sembari menunjuk salah satu gedung kecil yang ada diseberang sana.Zaheen mengangguk paham. “Baik, pak. Kalau begitu saya permisi.” Zaheen pun berlalu meninggalkan kerjaannya sejenak. Ia dan Kian sempat saling melirik dan Kian memperhatikan Zaheen yang jalan sendirian di sana dengan kertas di tangannya.“Apa yang dia bawa?” gumamnya.“Hei, anak muda. Fokus
“Saran saya, nona dapat memilih gaun yang tampak berkilau ini.” Seorang tata busana dari Kota Paris itu menunjuk gaun yang sedang diperlihatkan oleh dua orang perempuan yang juga bertugas di toko tersebut.Nora memperhatikan gaun tersebut, ada dua pilihan di sana yaitu warna gold yang berkilau selutut atau kuning yang cerah dengan tampak dada yang agak terbuka, semuanya cukup indah namun itu bukan selera Nora.Ia melangkahkan kakinya melewati para pelayan tersebut lalu berhenti pada tempat beberapa gaun yang tergantung bebas. Akhirnya, matanya tertuju pada sebuah gaun berwarna putih tulang yang sederhana namun berkelas. Gaun ini memiliki potongan A-line yang menjuntai lembut hingga mata kaki, dengan sentuhan kilau halus yang memberikan kesan mewah tanpa berlebihan. Ia mencoba gaun tersebut dan merasakan bahwa inilah gaun yang tepat. Warna putih tulang memberikan kesan hangat dan elegan, serta menonjolkan kecantikannya dengan cara yang lembut.“Aku mau memakai ini,” katanya.Emilia yan
Nora melangkah keluar dari bandara masih dengan gaun putih tulang yang ia pilih malam kemarin, itu artinya sudah seharian ia berpenampilan seperti itu selama di pesawat.Kota Paris ke Jakarta memerlukan waktu dua puluh empat jam dan Nora akhirnya sampai di malam hari pula, beberapa pasang mata melihatnya keluar dari bandara. Bagaimana tidak, gaun yang jatuh menyapu lantai, rambut panjang yang tersanggul bagian belakang, namun agak berantakan, hiasan wajah yang mulai pudar melengkapi betapa berantakannya hati Nora saat itu.“Bukankah dia Eleonora?” ucap beberapa orang yang melihatnya.Dengan punggung yang tegak, ia terus berjalan lurus ke depan. Matanya begitu fokus melihat jalanan dan tak menghiraukan ucapan dan tindakan orang yang memotretnya secara sengaja.Nora bahkan tidak memberitahu Daniel soal kedatangannya yang mendadak, ia akhirnya berhenti dan menuju sebuah taksi yang kosong.“Pak, bisa bawa aku ke suatu tempat?”Sopir itu kaget ketika tiba-tiba saja Nora masuk ke dalam mobi
BAB 18“Syuttt... sudah, jangan bicara dulu, nanti kalau kau pulih baru bercerita padaku ya.”Zaheen perlahan melihat bibir Nora melengkung ke atas, ia terus memperhatikan, bibirnya, hidungnya, lalu matanya yang berbinar-binar. Zaheen tak sanggup berlama-lama saling menatap dengan Nora, pria itu kemudian perlahan menunduk sembari melihat tangan mereka yang bertautan.“Emm... Kian.”“I...” Bibir lembut itu mendarat tepat di bibir Zaheen, menutup mulut pria itu setelah baru saja ingin menjawab panggilannya.Selama mereka resmi berkencan, mereka berdua tak pernah melakukan itu lagi. Ini adalah kali pertama setelah berkencan. Namun bukankah ini waktu yang tidak tepat, mengingat Kian masih satu ruangan dengan mereka.Zaheen merasakan perlahan tangan Nora mulai membelai lehernya, sedangkan ia hanya mematung merasakan setiap inci dari bibir wanita itu yang terus memainkan bibirnya.Zaheen mengecupnya sebentar lalu menjauhkan kepalanya, ia berbalik segera setelah adegan itu selesai. Ya, ia me
BAB 19“Ayo kita tidur,” ajak Zaheen pada Kian yang sepertinya masih betah untuk duduk di teras tersebut.“Tidur duluan saja,” katanya singkat.Zaheen tak ingin memaksa Kian, biarlah jika ia ingin bersantai dan menjernihkan pikirannya, biasanya jika Kian stress ia akan pergi di club malam, menghabiskan uangnya untuk menyenangkan para wanita, hal itu membuat Zaheen kesal dengan tindakan Kian yang suka menghamburkan uang yang sudah ia cari dari pagi.“Oh ya, kata Nora dia meminta maaf padamu karena tindakannya tadi,” kata Zaheen sebelum ia masuk ke dalam rumah kembali.Pria itu melihat Nora yang sudah tertidur pulas, ia memperhatikan gaun Nora yang berwarna putih itu. Pasti gaun itu sangat mahal mengingat ia tahu merek ternama gaun tersebut. Ia hanya pernah mendengarnya dari Angelica.Zaheen membuka lemarinya dan mengambil kemeja hitam yang tergantung di dalam sana. “Kian.” Zaheen langsung berbalik dan mendapati Nora yang terbangun.“Nora, kenapa kau bangun, ada apa?” tanyanya, pria itu
BAB 20Nora kembali beristirahat setelah beberapa menit latihan balet, ia mengambil botol air minum yang tadinya ia letakkan di atas kursi bersama dengan tasnya.Gadis itu kembali menutup botol setelah selesai memasukkan air minum itu ke dalam mulutnya, ia menunduk melihat kaki jenjangnya yang seperti tak kuat lagi untuk latihan malam ini, besok ayahnya akan pulang dari Paris, sejujurnya ia belum siap untuk meladeni semua pertanyaan-pertanyaan ayahnya.Ayahnya yang begitu memperhatikan setiap apapun yang ia lakukan, ayahnya yang selalu mengabulkan dan mengatur hidupnya, ia tak pernah membenci ayahnya tapi ia ingin hidup bebas, tanpa ditekan.Suara pintu yang terbuka menyadarkan Nora, ia begitu semangat untuk berbalik karena ia tahu siapa yang akan datang. “Ki...”“Hai, Nora lama tak jumpa!”“Angelica?”“Ya, aku datang karena sangat merindukanmu,” seru wanita itu dengan girang, seperti biasa ia akan sangat heboh jika bertemu dengan Nora.Nora masih terdiam saat Angelica memeluknya. “Ku