BAB 18“Syuttt... sudah, jangan bicara dulu, nanti kalau kau pulih baru bercerita padaku ya.”Zaheen perlahan melihat bibir Nora melengkung ke atas, ia terus memperhatikan, bibirnya, hidungnya, lalu matanya yang berbinar-binar. Zaheen tak sanggup berlama-lama saling menatap dengan Nora, pria itu kemudian perlahan menunduk sembari melihat tangan mereka yang bertautan.“Emm... Kian.”“I...” Bibir lembut itu mendarat tepat di bibir Zaheen, menutup mulut pria itu setelah baru saja ingin menjawab panggilannya.Selama mereka resmi berkencan, mereka berdua tak pernah melakukan itu lagi. Ini adalah kali pertama setelah berkencan. Namun bukankah ini waktu yang tidak tepat, mengingat Kian masih satu ruangan dengan mereka.Zaheen merasakan perlahan tangan Nora mulai membelai lehernya, sedangkan ia hanya mematung merasakan setiap inci dari bibir wanita itu yang terus memainkan bibirnya.Zaheen mengecupnya sebentar lalu menjauhkan kepalanya, ia berbalik segera setelah adegan itu selesai. Ya, ia me
BAB 19“Ayo kita tidur,” ajak Zaheen pada Kian yang sepertinya masih betah untuk duduk di teras tersebut.“Tidur duluan saja,” katanya singkat.Zaheen tak ingin memaksa Kian, biarlah jika ia ingin bersantai dan menjernihkan pikirannya, biasanya jika Kian stress ia akan pergi di club malam, menghabiskan uangnya untuk menyenangkan para wanita, hal itu membuat Zaheen kesal dengan tindakan Kian yang suka menghamburkan uang yang sudah ia cari dari pagi.“Oh ya, kata Nora dia meminta maaf padamu karena tindakannya tadi,” kata Zaheen sebelum ia masuk ke dalam rumah kembali.Pria itu melihat Nora yang sudah tertidur pulas, ia memperhatikan gaun Nora yang berwarna putih itu. Pasti gaun itu sangat mahal mengingat ia tahu merek ternama gaun tersebut. Ia hanya pernah mendengarnya dari Angelica.Zaheen membuka lemarinya dan mengambil kemeja hitam yang tergantung di dalam sana. “Kian.” Zaheen langsung berbalik dan mendapati Nora yang terbangun.“Nora, kenapa kau bangun, ada apa?” tanyanya, pria itu
BAB 20Nora kembali beristirahat setelah beberapa menit latihan balet, ia mengambil botol air minum yang tadinya ia letakkan di atas kursi bersama dengan tasnya.Gadis itu kembali menutup botol setelah selesai memasukkan air minum itu ke dalam mulutnya, ia menunduk melihat kaki jenjangnya yang seperti tak kuat lagi untuk latihan malam ini, besok ayahnya akan pulang dari Paris, sejujurnya ia belum siap untuk meladeni semua pertanyaan-pertanyaan ayahnya.Ayahnya yang begitu memperhatikan setiap apapun yang ia lakukan, ayahnya yang selalu mengabulkan dan mengatur hidupnya, ia tak pernah membenci ayahnya tapi ia ingin hidup bebas, tanpa ditekan.Suara pintu yang terbuka menyadarkan Nora, ia begitu semangat untuk berbalik karena ia tahu siapa yang akan datang. “Ki...”“Hai, Nora lama tak jumpa!”“Angelica?”“Ya, aku datang karena sangat merindukanmu,” seru wanita itu dengan girang, seperti biasa ia akan sangat heboh jika bertemu dengan Nora.Nora masih terdiam saat Angelica memeluknya. “Ku
BAB 21“Kakak, jika suatu hari nanti kakak menikah, aku pasti sangat kesepian.” Suara gadis kecil masih terdengar di kamar hotel itu. Gadis kecil yang mempunyai rambut tipis yang panjang namun sangat berantakan, ia terlalu banyak main hingga lupa mandi.“Aku tidak akan punya teman main lagi,” ujarnya dengan wajah yang memelas.“Kan, Adel akan tumbuh besar dan punya teman juga, jadi Adel tak usah khawatir jika kakak Zaheen menikah,” jelas ibunya yang terlihat gemas pada anak perempuan satu-satunya itu.Ibunya mengelus kepala Adel dengan lembut. “Lagian itu masih sangat lama, kenapa harus dipikirkan,” sahut Zaheen yang sedang membereskan beberapa pakaian yang harus dimasukkan ke dalam koper setelah beberapa hari berlibur.“Kata ibu semua akan menikah,” ujar Adel.“Tidak juga, itu tergantung jodoh. Ada yang berjodoh dengan kematian,” kata Zaheen masih sibuk membereskan pakaiannya.“Sayang kita harus sampai sebelum sore jadi cepat-cepat bergegaslah agar kita cepat pulang.” Grayson tiba-ti
Iris mata hitam yang tajam seolah dapat menembus hati lawannya, rasanya gadis itu seperti membeku di antara dinginnya kutub utara, hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Tatapan teduh yang sering ia lihat tergantikan dengan tatapan tajam pria yang kini ada tepat di depannya.Tangannya dipegang erat oleh si pria hingga Nora tak bisa melepaskan, seperti ada aura mencekam dari sorot matanya yang tak mampu Nora lihat lagi. Ia tak sanggup.“Kau pasti tahu kejadian itu, Nora.”“Aku tidak mungkin tahu, saat itu aku masih kecil sama seperti kau bukan, aku jarang melihat berita karena sibuk belajar di rumah dan latihan balet,” jelas Nora sembari melepaskan tangannya dan sedikit menjauh dari Zaheen.“Meski terlambat, aku turut berduka cita. Kau hebat sudah bertahan sampai sekarang,” lanjut Nora.Zaheen hanya diam menanggapi ucapan itu. Baru saja, ia mendapatkan ucapan bela sungkawa oleh anak dari si pembunuh yang telah menghabisi satu keluarganya, itu sungguh menyedihkan seakan ia sedang
“Lihatlah semua mata lelaki itu, mereka melihatmu.”Angelica berbisik di telinga Nora. “Kau sungguh tak tertarik dengan mereka? Mereka itu anak-anak konglomerat yang sudah ku undang, kau harus coba mengencani salah satu dari mereka,” lanjutnya.Nora menatap para pria itu lirih kemudian ia meminum teh hangat yang sudah Angelica siapkan khusus untuk gadis itu, ia tahu jika Nora tak meminum anggur merah.“Memutuskan tidak berkencan padahal banyak lelaki yang mau denganmu, itu sungguh merugikan, coba saja dulu, ya kan.”“Mereka tidak sungguh-sungguh menginginkanku, mereka hanya ingin tubuhku,” gumam Nora.Angelica tertawa pelan. “Aku benar, bukan? Lelaki seperti mereka hanya lelaki hidung belang, mereka hanya ingin bersenang-senang dan merusak perempuan, aku tidak berkencan untuk melakukan hubungan intim Angelica, aku tidak ingin menjadi perempuan murahan,” jelas Nora.“Di zaman seperti ini, sungguh? Di pesta ini bahkan aku yakin semua gadis sudah tak menjaga kesuciannya, hanya kau seoran
“Emilia?”Zaheen hanya melihat gadis itu sekilas sebelum ia berpaling dan menunduk tanpa melihat kearahnya lagi, dia bukan takut ketahuan jika berhubungan dengan Nora tapi ia takut jika Emilia mengingat siapa dirinya yang sebenarnya.“Kau sudah sampai?” tanya Nora heran harusnya Emilia dan ayahnya sampai sekitar jam sebelas malam, namun tanpa ia duga ternyata Emilia sudah ada di depan matanya.“Bagaimana dengan ayah? Apakah dia sudah di rumah?” tanya Nora kembali, ia tak peduli mengapa Emilia bisa tahu dia ada di sini, yang ia pikirkan apakah ayahnya sudah datang juga.“Aku berangkat duluan sebelum ayah dan paman Isaac, tapi sebentar lagi pesawat mereka akan mendarat,” jelas Emilia.Nora bernapas lega, ia sampai memegang dadanya karena jantungnya yang berdegup kencang, ia begitu takut jika ayahnya pulang dan dia tak ada di rumah.Emilia hanya tersenyum tipis lalu matanya beralih menatap lelaki tinggi yang hanya terdiam menunduk di samping Nora. “Hai lagi, kau masih ingat aku, kan?” ta
“Tak mungkin aku melupakan wajahmu, aku selalu mengingatmu setelah kau dinyatakan mati, aku tak percaya hingga akhirnya aku membuktikan jika memang kau tak pernah mati, Zaheen!” Hening.Tak ada satupun yang bersuara, dapat terdengar betapa sibuknya beribu manusia di saat itu ketika yang terdengar hanyalah suara kendaraan dan musik dari pesta yang masih berlangsung.Saat itu, angin malam mulai terasa cukup dingin namun kedua orang itu tak merasakan apapun karena yang terjadi sekarang ialah, mereka yang kini saling bertukar pandang dengan panasnya.Emilia menatap dirinya dengan yakin, ketika ia kembali mengucapkan sesuatu. “Kau pasti sudah tahu, Nora adalah putri semata wayang Tuan Isaac, pria yang kini menjadi CEO dari perusahaan ayahmu dulu, bukan?”Kian melangkah dan kini berdiri di hadapan Emilia. “Maaf, sepertinya kau sedang berhalusinasi, lebih baik kau pulang saja nona, ini sudah terlalu larut malam,” katanya. Ia berdiri menghalang penglihatan gadis itu terhadap Zaheen.“Kau pik