“Lihatlah semua mata lelaki itu, mereka melihatmu.”Angelica berbisik di telinga Nora. “Kau sungguh tak tertarik dengan mereka? Mereka itu anak-anak konglomerat yang sudah ku undang, kau harus coba mengencani salah satu dari mereka,” lanjutnya.Nora menatap para pria itu lirih kemudian ia meminum teh hangat yang sudah Angelica siapkan khusus untuk gadis itu, ia tahu jika Nora tak meminum anggur merah.“Memutuskan tidak berkencan padahal banyak lelaki yang mau denganmu, itu sungguh merugikan, coba saja dulu, ya kan.”“Mereka tidak sungguh-sungguh menginginkanku, mereka hanya ingin tubuhku,” gumam Nora.Angelica tertawa pelan. “Aku benar, bukan? Lelaki seperti mereka hanya lelaki hidung belang, mereka hanya ingin bersenang-senang dan merusak perempuan, aku tidak berkencan untuk melakukan hubungan intim Angelica, aku tidak ingin menjadi perempuan murahan,” jelas Nora.“Di zaman seperti ini, sungguh? Di pesta ini bahkan aku yakin semua gadis sudah tak menjaga kesuciannya, hanya kau seoran
“Emilia?”Zaheen hanya melihat gadis itu sekilas sebelum ia berpaling dan menunduk tanpa melihat kearahnya lagi, dia bukan takut ketahuan jika berhubungan dengan Nora tapi ia takut jika Emilia mengingat siapa dirinya yang sebenarnya.“Kau sudah sampai?” tanya Nora heran harusnya Emilia dan ayahnya sampai sekitar jam sebelas malam, namun tanpa ia duga ternyata Emilia sudah ada di depan matanya.“Bagaimana dengan ayah? Apakah dia sudah di rumah?” tanya Nora kembali, ia tak peduli mengapa Emilia bisa tahu dia ada di sini, yang ia pikirkan apakah ayahnya sudah datang juga.“Aku berangkat duluan sebelum ayah dan paman Isaac, tapi sebentar lagi pesawat mereka akan mendarat,” jelas Emilia.Nora bernapas lega, ia sampai memegang dadanya karena jantungnya yang berdegup kencang, ia begitu takut jika ayahnya pulang dan dia tak ada di rumah.Emilia hanya tersenyum tipis lalu matanya beralih menatap lelaki tinggi yang hanya terdiam menunduk di samping Nora. “Hai lagi, kau masih ingat aku, kan?” ta
“Tak mungkin aku melupakan wajahmu, aku selalu mengingatmu setelah kau dinyatakan mati, aku tak percaya hingga akhirnya aku membuktikan jika memang kau tak pernah mati, Zaheen!” Hening.Tak ada satupun yang bersuara, dapat terdengar betapa sibuknya beribu manusia di saat itu ketika yang terdengar hanyalah suara kendaraan dan musik dari pesta yang masih berlangsung.Saat itu, angin malam mulai terasa cukup dingin namun kedua orang itu tak merasakan apapun karena yang terjadi sekarang ialah, mereka yang kini saling bertukar pandang dengan panasnya.Emilia menatap dirinya dengan yakin, ketika ia kembali mengucapkan sesuatu. “Kau pasti sudah tahu, Nora adalah putri semata wayang Tuan Isaac, pria yang kini menjadi CEO dari perusahaan ayahmu dulu, bukan?”Kian melangkah dan kini berdiri di hadapan Emilia. “Maaf, sepertinya kau sedang berhalusinasi, lebih baik kau pulang saja nona, ini sudah terlalu larut malam,” katanya. Ia berdiri menghalang penglihatan gadis itu terhadap Zaheen.“Kau pik
“Bagaimana jika gadis itu memberitahu Eleonora soal dirimu yang asli, apakah semua rencanamu akan berakhir?”Kedua pemuda itu terduduk di sebuah taman kecil di tengah kota, sudah tak ada kendaraan yang melaju mengingat ini sudah hampir menunjukkan jam dua belas malam, mereka memang sudah terbiasa hidup di jalanan jadi mereka tak takut apapun di malam hari seperti ini.“Tidak, aku sejujurnya tidak butuh Nora untuk rencana ini. Ada ataupun tidak ada dia, semua akan tetap berjalan bagaimana semestinya,” jawab Zaheen.Kian mengangguk paham. “Beda cerita jika Emilia memberitahu Isaac soal hubungan anaknya denganku, aku tak bisa membayangkan Nora akan dihukum seperti apa lalu pria tua itu pasti akan berusaha mengejar kita lagi,” jelas Zaheen kembali.Kian menyandarkan punggungnya dan menatap langit yang terang karena rembulan yang hadir menyinari malam dingin ini. “Yang harus kau lakukan adalah meyakinkan orang-orang jika kau masih hidup, tapi pertanyaannya siapa yang akan percaya kecuali.
Apakah ini takdir yang tertukar?Tidak, ini memang takdir yang telah tertulis.Zaheen sudah terbiasa dengan hidupnya yang sekarang namun hidupnya masih belum tenang jika ia masih melihat pembunuh ayahnya menikmati harta ayahnya. Lalu apakah Nora juga punya kesalahan? Tentu, karena ia lahir menjadi anak Isaac Williston.Hari itu, Tuhan membawa langkah Eleonora masuk ke dalam club yang tidak pernah ia masuki sebelumnya, lalu Zaheen juga datang karena mengikuti sahabatnya, Kian. Itu bukanlah kebetulan, melainkan sebuah cerita dan skenario baru untuk mereka berdua, di mana kisah cinta terlarang akan di mulai.Hingga sejauh ini, perjalanan mereka mulai memasuki babak baru.Seorang pria membuang puntung rokoknya sembarangan di tengah ruangan berlantai di konstruksi proyek yang sudah berjalan lebih dari tujuh bulan. Ya, waktu sangat cepat berlalu, meninggalkan banyak cerita baru yang terlewatkan.“Kau tak ingin membuat boss marah lagi dengan kelakuan gilamu itu, Kian.” Zaheen menginjak bekas
“Kau harus menerima semuanya, agar hatimu tak terlalu sakit jika tuhan berkehendak untuk memisahkan kita.”Kata-kata itu terus saja terngiang-ngiang di telinga Nora, ia masih bisa membayangkan pria pemilik tatapan teduh itu menatapnya dengan dalam, seperti mengisyaratkan hal itu akan segera terjadi. Nora sampai sekarang tidak mengerti atau mungkin hatinya masih menolak takdir mereka yang begitu berbeda.Matanya tak sengaja melihat bunga gerbera di sebuah pot di ujung meja salah satu karyawan di perusahaan ayahnya. Itu benar, ia baru saja keluar dari ruangan ayahnya untuk memberitahu sudah sampai mana perkembangan hotel yang ia pantau sejauh ini.Nora mendekati pot tersebut dan memegang bunga gerbera yang begitu cantik. Hanya ada satu warna di sana yaitu putih. Ia tersenyum karena mengingat suatu film yang pernah ia tonton dulu, film menyedihkan yang tak akan pernah Nora nonton lagi, pikirnya.“Selamat siang nona, saya sangat tersanjung karena anda datang ke mari,” ujar karyawan cantik
“Aku Aiden, pria yang kau lihat bersama Eleonora. Aku sudah lama menguntitmu, ternyata kau ini kekasihnya.”“Aiden? Pria yang mengemis cinta pada kekasihku beberapa bulan lalu yaa?”Zaheen dan Aiden saling bertatapan dengan tajam. Mata mereka beradu, seolah ada ketegangan yang menggantung di antara mereka. Orang-orang di sekitar mereka berlalu lalang, tak menyadari pertemuan yang penuh emosi ini. Hiruk pikuk ramainya kota pun tak mampu meredakan emosi kedua pria itu.“Sebenarnya apa sih maumu?” tanya Zaheen menyelidik. “Pasti, kau tidak serius dengannya kan? Apa yang sedang kau rencanakan?” lanjutnya.“Siapa yang tidak mau dengan gadis seperti dia. Eleonora begitu cantik, anggun, cerdas dan yang paling penting pewaris Magani Company,”jelas Aiden dengan percaya diri.Zaheen mengerutkan alisnya lalu ia tersenyum miring. “Cih... kau sungguh tak tahu apapun ya,” gumamnya.“Kau yang tak tahu apapun, brengsek. Pria miskin sepertimu yang tak punya pendidikan memangnya tahu apa, hah!” suara A
“Jadi kau tak bisa mengelak lagi padaku, kau adalah Zaheen Magani. Ya, kan. Zaheen?”Emilia berjalan selangkah mendekat, ia berdiri tepat di depan tubuh Zaheen lalu mendekatkan wajahnya perlahan namun pasti, ia menatap dalam pria itu seolah tipu dayanya dan godaannya pada lelaki itu akan berhasil.“Iya, aku memang Zaheen.” Suara itu terdengar jelas di telinganya membuat Emilia makin mendekatkan wajahnya seolah akan mencium pria itu namun Zaheen berdiri dan malah melangkah mendekati jendela guna menghirup udara segar pagi ini. Bersama Emilia begitu panas dan sesak menurutnya.Gadis itu berkacak pinggang, ia mencoba memendam rasa kesalnya karena sudah berkali-kali di tolak. “Jadi Nora termasuk dalam rencanamu menghancurkan paman Isaac, itu artinya kau tak sungguh-sungguh menyukainya, bukan?”Zaheen terdiam mendengar pertanyaan Emilia yang terus-terus saja berulang, seperti sulit sekali menjawab kebohongan yang Zaheen ciptakan sendiri, bahkan dirinya sendiri pun tidak tahu akan jawaban s