Hidup dan mati, suka dan duka, menggenggam tanganmu .... Bukankah ini sumpah yang hanya diucapkan oleh pasangan yang saling mencintai?Jantung Luis berdebar kencang. Benih perasaan yang disebut cinta itu telah berakar di hatinya dan mulai bertunas perlahan."Aku juga janji padamu, selama aku masih hidup, aku akan melindungimu dengan segenap hidupku.""Pangeran ...." Mata Anggi tampak berkaca-kaca, entah karena uap panas dari bak mandi atau karena hatinya yang tersentuh.Suaranya terdengar agak serak. "Sa ... saya kehilangan kendali barusan. Belum pernah ada yang mengatakan hal seperti ini pada saya sebelumnya."Luis membuka mulut, tetapi tidak segera berbicara. Dia baru menyadari mata Anggi benar-benar berkaca-kaca karena perasaan haru.Luis menggenggam tangan Anggi erat-erat, "Selama kamu nggak menganggapku menjijikkan, aku nggak akan mengecewakanmu.""Saya nggak pernah menganggap Pangeran menjijikkan."Satya memang tampan, tetapi lihatlah bagaimana dia dan Wulan menipunya. Mereka sud
Luis bertanya, "Kamu ... benar-benar sudah melupakan Putra Bangsawan Aneksasi?"Anggi tidak menyangka Luis tiba-tiba membahas tentang Satya. Dengan kemampuan Luis, tidak ada yang bisa disembunyikan.Bagaimanapun, sebelum menikah dengan Luis, hati Anggi memang sepenuhnya untuk Satya. Itu adalah fakta yang tidak bisa disangkal.Setelah mempertimbangkan sejenak, Anggi menjawab, "Sejak saya menikah dengan Pangeran, hidup saya menjadi milik keluarga kekaisaran."Sambil berbicara, dia terus mengoleskan salep ke tubuh Luis. "Yang Mulia, apa ada yang sakit?"Luis tersenyum dan menggeleng. "Sangat nyaman."Dia menggunakan kata-kata yang sama seperti sebelumnya. Bedanya, dulu Anggi mengatakan hidupnya adalah milik Luis."Pangeran nggak percaya pada saya?" tanya Anggi.Luis menjawab, "Aku percaya."Percaya pada tekadnya. Namun, dia tidak percaya Anggi benar-benar sudah tidak punya perasaan sedikit pun terhadap Satya.Sebab selama mereka bersama, Anggi tidak pernah secara langsung menyangkal bahwa
"Maaf, aku nggak mempertimbangkan dengan baik tadi. Kita akan menunggu sampai Putri benar-benar siap." Setelah terdiam untuk waktu yang lama, Luis akhirnya berbicara dengan nada sedikit menyesal.Bagaimanapun, Anggi adalah penyelamatnya, juga adalah perempuan yang ingin dia temui selama ini. Bagaimana mungkin dia memaksanya?Dalam kegelapan, Luis mendengar Anggi menghela napas lega. Suara itu sangat halus, tetapi menusuk ke hatinya, membuatnya merasa tidak nyaman dan sedikit terluka.Anggi memang tidak menolak, mengatakan akan bersamanya seumur hidup. Namun di dalam hatinya, pasti ada keterpaksaan, 'kan?Luis sudah siap untuk bersatu dengannya, tetapi sekarang semuanya harus ditahan. Hal ini sungguh menyiksanya."Putri, istirahatlah. Aku baru teringat ada urusan mendesak." Setelah berkata begitu, Luis memakai kembali pakaiannya, lalu mendorong kursi rodanya keluar.Anggi ingin bangkit untuk mengantarnya, tetapi Luis menolak. Kenapa begini? Bukankah dia sendiri yang ingin melakukannya?
Sosok itu benar-benar tidak bisa diusir, membuatnya gila dan terobsesi.Keesokan harinya, Anggi keluar rumah bersama Mina dan Sura. Begitu mereka pergi, Naira langsung pergi ke ruang baca untuk melapor.Luis berkata, "Mulai sekarang, nggak perlu melaporkan lagi kalau Putri keluar rumah."Naira sedikit bingung, tetapi dia merasa ada makna tersembunyi dalam kata-kata itu.Apakah Pangeran sudah memercayai Putri? Kalau benar begitu, itu adalah kabar baik. Kini, kediaman ini sudah memiliki nyonya.Sejak kecil, Naira dan Mina dilatih sebagai pelayan kamar. Lantas, apakah mereka harus bersiap untuk melayani di ranjang juga?Naira tanpa sadar melirik Luis. Dulu, Luis adalah pria gagah dan memesona. Namun, sekarang wajahnya rusak. Meskipun begitu, Luis tetap tuan mereka. Dia dan Mina adalah miliknya."Baik, hamba mengerti." Naira bersiap untuk pergi, tetapi Luis menambahkan, "Kalau Putri sudah kembali, kabari aku.""Baik."Sementara itu, Anggi hanya membeli beberapa ramuan obat. Namun, tiba-tib
"Kamu sudah menikah dengan Pangeran Selatan, lalu kenapa masih harus menyulitkan Wulan?"Satya membantu Wulan bangkit dari tanah. Mata penuh amarahnya menatap tajam ke arah Anggi, seolah-olah dia baru saja melakukan kejahatan yang luar biasa.Hah, selingkuhan ini datang cukup cepat! Anggi menarik napas dalam-dalam sambil menggulung lengan bajunya dan meregangkan sendi tangannya. Sebelum Satya dan Wulan sempat bereaksi, sebuah tamparan keras mendarat di wajah Wulan!Sebelum keduanya bisa memahami apa yang terjadi, satu tamparan lagi menyusul. Orang-orang di sekitar mulai berhenti dan memperhatikan kejadian ini.Wulan terdiam, seolah-olah otaknya berhenti bekerja. Wajahnya sontak memerah. Dengan air mata yang mengalir deras, dia bersandar pada Satya dan menangis semakin pilu."Kak ... kenapa kamu memukulku?"Satya menunjuk Anggi dengan ekspresi tidak percaya. "Aku benar-benar nggak nyangka kamu bisa sekasar ini. Kamu benar-benar membuatku kecewa!"Anggi tertawa dingin. Tatapannya pada Sa
Satya mengepalkan tinjunya. "Dasar nggak masuk akal!"Anggi tertawa dingin. "Dasar nggak tahu diri!"Satya murka, tetapi tidak bisa berkata-kata.Anggi benar-benar sudah tak tahu aturan! Berani-beraninya berbicara seperti itu padanya!Namun, memikirkan pertunangannya dengan Wulan yang sudah di depan mata, apa gunanya bertengkar dengan Anggi saat ini? Dia pasti terlalu emosi, makanya berdebat di jalan seperti ini."Putri, semua barang yang Anda minta sudah kami beli." Mina muncul pada saat yang tepat. Dia tidak ingin membiarkan Anggi berlama-lama di tempat ini dan terus berurusan dengan orang-orang kotor ini.Anggi mengangguk ringan dan mengiakan, lalu berjalan melewati Satya tanpa meliriknya sedikit pun. Angin berembus mengibarkan jubahnya, membuat punggungnya terlihat begitu teguh dan tanpa keraguan."Kak ...." Wulan menggigit bibirnya dengan penuh kebencian. Terutama saat melihat bagaimana Satya menatap Anggi, amarahnya semakin meluap.Anggi benar-benar sudah gila! Dulu dia tampak be
Wulan mengucapkan kalimat dengan makna ganda. Pertama, dia menyiratkan bahwa Anggi telah berpaling dan kini memiliki hubungan yang harmonis dengan Luis. Kedua, dia menegaskan bahwa memiliki keturunan hanyalah masalah waktu.Jika Luis punya anak, apakah kedudukan tertinggi itu masih bisa jatuh ke tangan Keluarga Pangeran Aneksasi?Ekspresi Satya yang semula santai menjadi agak berubah. Entah apa yang dia pikirkan, tetapi Wulan melihat dengan jelas bagaimana tangannya terkepal dan kilatan suram melintas di matanya.Sejak Luis cacat dan wajahnya hancur, Wulan sudah menduga bahwa Keluarga Pangeran Aneksasi tidak akan melepaskan kesempatan untuk merebut posisi itu.Ketika Dariani mengatur pernikahan dan memerintahkan Wulan menikahi Luis, Satya dan semua orang sepakat membiarkan Anggi menggantikan dirinya.Dengan perasaan cinta Anggi yang begitu besar terhadap Satya, ditambah provokasi yang diatur Wulan, seharusnya Anggi akan kabur dari pernikahan!Jika itu terjadi, berita tentang Luis yang
Satya menggenggam tangan gadis itu, lalu menariknya ke dadanya dan menunduk untuk mencium bibirnya. Awalnya hanya ciuman ringan, tetapi kemudian dia tidak bisa menahan diri lagi.Wulan setengah menolak, setengah menerima. Sesekali dia tampak terpaksa, sesekali dia bersikap manja. "Kak, kamu benar-benar akan menikahiku?""Tentu saja, kita akan segera bertunangan.""Aku mencintaimu, Kak. Seumur hidup, aku cuma akan mencintaimu. Kamu nggak boleh membuatku kecewa ya. Kalau nggak, aku mau mati saja.""Aku bersumpah, aku nggak akan mengecewakanmu."Bagaimanapun, Wulan adalah gadis yang lahir dengan awan keberuntungan menyelimuti langit. Pendeta agung pernah berkata bahwa dia adalah wanita yang akan membawa kemuliaan.Hatinya baik, keterampilan medisnya luar biasa, dan dia ditakdirkan menjadi permaisuri. Bagaimana mungkin Satya akan mengecewakannya?Bahkan sebelum ucapan itu dilontarkan, pakaian telah berserakan di lantai. Terdengar suara gemeresik bercampur dengan suara yang tidak bisa dides
"Putri, katakanlah." Luis memainkan cincin giok hijau di jarinya dengan santai, seolah-olah tidak peduli. Namun kenyataannya, tatapan peringatan dari Keluarga Suharjo terhadap Anggi tadi tidak luput dari pengamatannya.Sebelumnya, Luis hanya mendengar dari Dika bahwa pada hari Anggi kembali ke kediaman orang tuanya, keluarganya memperlakukannya dengan dingin.Saat itu, Luis tidak terlalu merasakan apa-apa. Namun hari ini, setelah melihat dengan matanya sendiri, amarah di dalam hatinya seakan membara dan membesar tak terkendali.Di dalam aula utama, api perapian berderak-derak membakar arang perak dan memantulkan suara kecil yang terdengar jelas dalam ruangan yang sunyi. Bahkan, suara orang bernapas pun terasa besar.Anggi tersenyum ketika berujar, "Pangeran, saya ...." Dia berpikir sejenak, lalu menatap Luis dengan ekspresi main-main. Dia malah bertanya, "Bagi Pangeran, apakah sangat penting siapa saya sebenarnya?"Senyum muncul di wajah Luis yang dingin. Dia menimpali, "Putri benar-be
Luis khawatir kalau-kalau Anggi akan diperlakukan tidak adil di Keluarga Jenderal Musafir, jadi seorang Sura saja tidak cukup. Dia bahkan menyuruh Dika ikut menemaninya.Anggi menaiki kereta kuda, lalu baru menyadari sesuatu. Kereta yang disiapkan hari ini bukanlah kereta biasa, melainkan kereta pribadi milik Luis. Ukurannya hampir dua kali lebih besar daripada kereta biasa.Begitu pintu kereta dibuka, di dalamnya sudah duduk seseorang. Itu adalah seorang pria berpakaian hitam pekat dengan topeng perak yang menutupi wajahnya. Kereta ini sangat luas, bahkan kursi roda Luis pun dapat diletakkan di dalamnya tanpa kesulitan."Pangeran?" Anggi sedikit terkejut. Dia tak menyangka bahwa Luis akan berada di dalam kereta. Saat terakhir kali kembali ke kediaman orang tuanya setelah menikah, pria ini bahkan tidak menemaninya. Namun, kini dia malah ingin menghadiri pertunangan Wulan.Anggi masih diliputi kebingungan ketika Luis mengulurkan tangan kepadanya. Dia tidak punya pilihan selain meletakka
Suasana seakan membeku, seolah-olah udara di sekitar mereka mengental dan menahan segala suara. Waktu terus berlalu hingga akhirnya Luis mengangkat wajahnya dan menatap Anggi dalam-dalam."Anggi, apa kamu tahu ...." Suara Luis terdengar serak, seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Namun di tengah kalimat, dia terhenti.Anggi mengernyit karena sedikit bingung. Tatapan matanya lembut dan penuh kehangatan. Dia bertanya, "Tahu apa?"Anggi meraih wajah Luis dengan kedua tangannya dan menyentuhnya dengan hati-hati, seolah ingin menyampaikan ketulusan melalui ujung jarinya.Suaranya begitu lembut dan penuh perhatian hingga bisa membuat siapa pun tenggelam dalam pesonanya. "Kalau ada sesuatu yang membuat Pangeran ragu, katakan saja pada saya."Tatapan Anggi begitu teguh, penuh keyakinan, seakan memberikan keberanian kepadanya. Beberapa kali Luis hendak berbicara, tetapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya.Akhirnya, pria itu berani bertanya, "Semua orang yang melihatku s
"Ka ... kalau luka di wajahku nggak bisa sembuh dan kakiku juga nggak bisa pulih, apakah Putri tetap nggak akan membenciku?" tanya Luis. Dia tahu bahwa dia sedang berkhayal. Namun, dia tidak bisa menahan keserakahan dalam hatinya.Dengan penuh harap, Luis menatap wanita di hadapannya. Dia takut kehilangan sedikit saja perubahan di wajahnya. Luis takut melihat penyesalan atau kebohongan sekecil apa pun di mata Anggi.Tak lama kemudian, Anggi tersenyum lembut. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangan dan menggenggam jemari Luis yang tergeletak di pegangan kursi rodanya.Anggi bertanya, "Pangeran takut saya akan pergi?"Anggi adalah seseorang yang telah mengalami kelahiran kembali. Dulu, dia pernah dibuang oleh keluarganya sendiri. Perasaan takut dan kekecewaan itu masih menyisakan bayang-bayang yang tak bisa dia hilangkan hingga saat ini.Itu sebabnya, Anggi sangat memahami perasaan Luis yang takut dikhianati, takut ditinggalkan, juga takut harapan yang diberikan kepadanya hanyalah semu.Meski
Anggi diam-diam mempercepat langkahnya. Saat hampir sampai di halaman depan ruang baca, dia tiba-tiba menoleh ke belakang dan memandang ke arah lorong.Di kejauhan, Anggi melihat dua sosok berpakaian berbeda. Satunya mengenakan pakaian hijau, sementara satunya lagi berpakaian putih. Mereka sedang melangkah melewati koridor.Apakah itu Gilang dan Aska? Tadi, sepertinya mereka sengaja berhenti sebentar dan memperhatikannya. Namun sebelum Anggi bisa memastikan, keduanya sudah berjalan makin jauh.Anggi mengalihkan pandangannya kembali, lalu memberi tahu Luis, "Pangeran, menurut saya bunga plum ini sangat indah. Saya ingin meletakkan satu vas di meja Pangeran supaya Anda bisa menikmatinya."Luis mengangguk. Dia teringat ucapan Aska yang pernah berkata bahwa Anggi adalah keberuntungannya. Senyum tipis pun muncul di sudut bibirnya karena sulit untuk ditahan. Tatapannya jatuh pada bunga plum yang berada dalam pelukan Anggi.Luis berkomentar, "Bunga plum mekar begitu indah."Anggi bertanya, "P
Mina membalas sambil mengangguk, "Benar."Sejak Luis mengalami luka di wajahnya, suasana di kediaman ini menjadi jauh lebih suram. Setidaknya, tak ada lagi suara tawa riang yang terdengar di sini. Hanya saja selama para pelayan tidak melakukan kesalahan, Luis juga tidak akan sembarangan menghukum mereka dengan kejam.Sementara Anggi terus memotong bunga plum, Mina bertugas mengumpulkannya. Tak butuh waktu lama, bunga-bunga yang terkumpul sudah begitu banyak hingga Mina kesulitan membawanya."Putri, gimana kalau kita ke rumah utama untuk merapikan bunga-bunga ini?" tanya Mina. Bagaimanapun juga, rumah utama selalu dibersihkan setiap hari oleh para pelayan. Sekalian, mereka bisa mengganti bunga plum lama yang sudah layu dengan yang baru.Anggi berujar seraya mengangguk, "Aku juga berpikir begitu."Keduanya pun berjalan menuju rumah utama. Dalam perjalanan, Anggi beberapa kali menoleh ke arah ruang baca. Tanpa sengaja, tatapannya bertemu dengan Torus yang berdiri di kejauhan. Dia memberi
Begitu mendengar suara tawa itu, Torus langsung tahu siapa pemiliknya. Namun dia tidak bisa langsung memberi tahu Anggi, jadi dia hanya berucap sambil menggeleng, "Hamba nggak bisa mengenalinya dalam sekejap."Torus berpikir dalam hati, Gilang memang biasanya berkepribadian ceria dan riang. Namun sejak Luis mengalami luka di wajahnya, dia tidak pernah bersikap begitu bebas dan sembrono di hadapannya.Anggi bertanya, "Kalau begitu, apa aku harus kembali lagi nanti?" Sambil berbicara, dia sudah berjalan menuju gazebo di rumah utama. Angin dingin bertiup kencang dan membuat pipi Anggi terasa membeku.Torus dengan penuh hormat mengantar beberapa langkah, lalu berucap, "Gimana kalau Putri kembali ke rumah utama dulu dan beristirahat sejenak?"Mina yang berdiri di samping juga ikut menimpali, "Benar, Putri."Namun, Anggi justru menunjuk beberapa pohon plum yang sedang berbunga di halaman, lalu berujar dengan santai, "Bunga plum di sini sedang mekar dengan indah. Aku akan memetik beberapa tan
Lantas, bagaimana mungkin Anggi bisa menyembuhkannya?"Lihat baik-baik luka di wajahku. Apa ada sedikit perubahan?" Meskipun nada suaranya terdengar tenang, dalam hati Luis kembali menyimpan harapan bahwa wajahnya bisa pulih seperti dulu.Kali ini bukan karena ingin tampil gagah di hadapan orang lain, tetapi hanya karena satu alasan. Luis ingin memulihkan wajahnya agar bisa mendapatkan ketulusan hati Anggi.Mendengar itu, Torus segera memperhatikan dengan saksama. Dia mengamati wajah Luis dengan penuh kehati-hatian, lalu berucap dengan ragu, "Wajah Pangeran sudah nggak sepucat dulu. Setelah beberapa hari terpapar sinar matahari, Anda terlihat lebih sehat."Luis mengulangi, "Yang kutanyakan adalah apakah bekas lukaku memudar?"Torus menimpali, "Hamba ... hamba merasa ....""Jangan bohong padaku!" seru Luis.Torus buru-buru menjawab, "Pangeran, hamba nggak berani bohong. Selama ini, hamba bahkan nggak berani menatap langsung wajah Pangeran, jadi ... hamba nggak bisa melihat perbedaannya
"Saya hanya nggak ingin membuang-buangnya," balas Anggi. Wajahnya sudah memerah sepenuhnya. Dia terlihat begitu indah dan memikat.Luis menolak dengan tegas, "Aku nggak butuh.""Baik." Anggi menundukkan pandangannya dan tidak berani menatapnya lagi. Lebih baik dia fokus menyembuhkan wajah dan kaki Luis terlebih dahulu. Setelah itu, dia akan tahu sendiri apakah pria ini benar-benar menyukai wanita atau tidak.Dengan pikiran seperti itu, Anggi berusaha bangun dari ranjang. Namun, tiba-tiba tangan pria itu menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Dia bertanya, "Putri nggak percaya padaku?""Saya nggak pernah bilang nggak percaya," balas Anggi.Melihat wajahnya yang sudah memerah, Luis mendadak ingin menggodanya. Dia tiba-tiba langsung menarik tangan Anggi ke dalam selimut.Begitu tangannya menyentuh sesuatu, Anggi seperti tersengat listrik. Dengan refleks, dia langsung menarik tangannya kembali dan buru-buru menyembunyikan wajahnya ke dalam selimut.Luis bertumpu dengan satu tangan