Sosok itu benar-benar tidak bisa diusir, membuatnya gila dan terobsesi.Keesokan harinya, Anggi keluar rumah bersama Mina dan Sura. Begitu mereka pergi, Naira langsung pergi ke ruang baca untuk melapor.Luis berkata, "Mulai sekarang, nggak perlu melaporkan lagi kalau Putri keluar rumah."Naira sedikit bingung, tetapi dia merasa ada makna tersembunyi dalam kata-kata itu.Apakah Pangeran sudah memercayai Putri? Kalau benar begitu, itu adalah kabar baik. Kini, kediaman ini sudah memiliki nyonya.Sejak kecil, Naira dan Mina dilatih sebagai pelayan kamar. Lantas, apakah mereka harus bersiap untuk melayani di ranjang juga?Naira tanpa sadar melirik Luis. Dulu, Luis adalah pria gagah dan memesona. Namun, sekarang wajahnya rusak. Meskipun begitu, Luis tetap tuan mereka. Dia dan Mina adalah miliknya."Baik, hamba mengerti." Naira bersiap untuk pergi, tetapi Luis menambahkan, "Kalau Putri sudah kembali, kabari aku.""Baik."Sementara itu, Anggi hanya membeli beberapa ramuan obat. Namun, tiba-tib
"Kamu sudah menikah dengan Pangeran Selatan, lalu kenapa masih harus menyulitkan Wulan?"Satya membantu Wulan bangkit dari tanah. Mata penuh amarahnya menatap tajam ke arah Anggi, seolah-olah dia baru saja melakukan kejahatan yang luar biasa.Hah, selingkuhan ini datang cukup cepat! Anggi menarik napas dalam-dalam sambil menggulung lengan bajunya dan meregangkan sendi tangannya. Sebelum Satya dan Wulan sempat bereaksi, sebuah tamparan keras mendarat di wajah Wulan!Sebelum keduanya bisa memahami apa yang terjadi, satu tamparan lagi menyusul. Orang-orang di sekitar mulai berhenti dan memperhatikan kejadian ini.Wulan terdiam, seolah-olah otaknya berhenti bekerja. Wajahnya sontak memerah. Dengan air mata yang mengalir deras, dia bersandar pada Satya dan menangis semakin pilu."Kak ... kenapa kamu memukulku?"Satya menunjuk Anggi dengan ekspresi tidak percaya. "Aku benar-benar nggak nyangka kamu bisa sekasar ini. Kamu benar-benar membuatku kecewa!"Anggi tertawa dingin. Tatapannya pada Sa
Satya mengepalkan tinjunya. "Dasar nggak masuk akal!"Anggi tertawa dingin. "Dasar nggak tahu diri!"Satya murka, tetapi tidak bisa berkata-kata.Anggi benar-benar sudah tak tahu aturan! Berani-beraninya berbicara seperti itu padanya!Namun, memikirkan pertunangannya dengan Wulan yang sudah di depan mata, apa gunanya bertengkar dengan Anggi saat ini? Dia pasti terlalu emosi, makanya berdebat di jalan seperti ini."Putri, semua barang yang Anda minta sudah kami beli." Mina muncul pada saat yang tepat. Dia tidak ingin membiarkan Anggi berlama-lama di tempat ini dan terus berurusan dengan orang-orang kotor ini.Anggi mengangguk ringan dan mengiakan, lalu berjalan melewati Satya tanpa meliriknya sedikit pun. Angin berembus mengibarkan jubahnya, membuat punggungnya terlihat begitu teguh dan tanpa keraguan."Kak ...." Wulan menggigit bibirnya dengan penuh kebencian. Terutama saat melihat bagaimana Satya menatap Anggi, amarahnya semakin meluap.Anggi benar-benar sudah gila! Dulu dia tampak be
Wulan mengucapkan kalimat dengan makna ganda. Pertama, dia menyiratkan bahwa Anggi telah berpaling dan kini memiliki hubungan yang harmonis dengan Luis. Kedua, dia menegaskan bahwa memiliki keturunan hanyalah masalah waktu.Jika Luis punya anak, apakah kedudukan tertinggi itu masih bisa jatuh ke tangan Keluarga Pangeran Aneksasi?Ekspresi Satya yang semula santai menjadi agak berubah. Entah apa yang dia pikirkan, tetapi Wulan melihat dengan jelas bagaimana tangannya terkepal dan kilatan suram melintas di matanya.Sejak Luis cacat dan wajahnya hancur, Wulan sudah menduga bahwa Keluarga Pangeran Aneksasi tidak akan melepaskan kesempatan untuk merebut posisi itu.Ketika Dariani mengatur pernikahan dan memerintahkan Wulan menikahi Luis, Satya dan semua orang sepakat membiarkan Anggi menggantikan dirinya.Dengan perasaan cinta Anggi yang begitu besar terhadap Satya, ditambah provokasi yang diatur Wulan, seharusnya Anggi akan kabur dari pernikahan!Jika itu terjadi, berita tentang Luis yang
Satya menggenggam tangan gadis itu, lalu menariknya ke dadanya dan menunduk untuk mencium bibirnya. Awalnya hanya ciuman ringan, tetapi kemudian dia tidak bisa menahan diri lagi.Wulan setengah menolak, setengah menerima. Sesekali dia tampak terpaksa, sesekali dia bersikap manja. "Kak, kamu benar-benar akan menikahiku?""Tentu saja, kita akan segera bertunangan.""Aku mencintaimu, Kak. Seumur hidup, aku cuma akan mencintaimu. Kamu nggak boleh membuatku kecewa ya. Kalau nggak, aku mau mati saja.""Aku bersumpah, aku nggak akan mengecewakanmu."Bagaimanapun, Wulan adalah gadis yang lahir dengan awan keberuntungan menyelimuti langit. Pendeta agung pernah berkata bahwa dia adalah wanita yang akan membawa kemuliaan.Hatinya baik, keterampilan medisnya luar biasa, dan dia ditakdirkan menjadi permaisuri. Bagaimana mungkin Satya akan mengecewakannya?Bahkan sebelum ucapan itu dilontarkan, pakaian telah berserakan di lantai. Terdengar suara gemeresik bercampur dengan suara yang tidak bisa dides
"Saya ...." Anggi membuka mulutnya, lalu menyahut dengan yakin, "Ya, saya juga percaya manusia bisa mengubah nasibnya."Bukankah dia masih hidup dengan baik hingga sekarang? Luis juga harus bertahan hidup!Mata keduanya bertemu, lalu Anggi sedikit membungkuk. "Saya percaya Pangeran barulah penguasa sejati."Penguasa sejati!Tatapan Luis sedikit meredup. Wanita di depannya ini benar-benar berani. Andai saja wajahnya tidak rusak dan tubuhnya tidak cacat, maka perkataannya tentu tidak akan keliru."Pangeran ...." Anggi tampak ragu sebelum berucap dengan pelan, "Maksud saya, Pangeran adalah penguasa saya. Saya milik Pangeran.""Penguasamu?""Ya."Luis menggumamkan kata itu dua kali. Sejak Anggi menikah dengannya dan masuk ke kediaman ini, Luis belum pernah menemukan niat tersembunyi di balik tindak-tanduknya.Anggi tampak tidak pernah peduli dengan urusan negara. Namun, barusan dia berkata bahwa Luis adalah penguasa sejati. Apa itu berarti ia menginginkan posisi permaisuri? Ekspresi Luis t
Luis adalah seorang pangeran. Kenapa masih harus menanyakan pendapatnya?Luis berkata, "Beberapa hari lagi mereka akan tunangan. Apa kamu berharap mereka menikah?"Nada bicaranya begitu santai, seolah-olah hanya sedang menanyakan apakah seseorang sudah makan atau belum.Anggi tentu tahu siapa orang yang dimaksud. Orang-orang itu tidak lain adalah Satya dan Wulan.Namun, bagaimana dia harus menjawab? Kedua orang itu sangat menjijikkan. Jika mereka menikah, bukankah alur cerita akan berjalan sesuai dengan buku asli?Jadi ... Anggi menatap Luis dan menyahut dengan tegas, "Pangeran, saya nggak ingin mereka menikah." Dia berjeda sebelum meneruskan, "Apa Pangeran bisa menghentikan pernikahan mereka?"Tuk .... Bidak hitam yang dipegang oleh Luis jatuh ke papan catur, mengacaukan permainan."Pangeran ...." Anggi terkejut. Apa dia baru saja mengatakan sesuatu yang salah? Apa Luis mengira dia masih mencintai Satya sehingga tidak ingin mereka menikah?Setelah memikirkan itu, Anggi segera bangkit
"Hm." Luis tidak bisa mengucapkan hal lain lagi. Tenggorokannya seolah-olah tersumbat oleh sesuatu, bahkan berbicara saja membuatnya merasa aneh.Beberapa saat kemudian, sepasang tangan lembut mulai membuka pakaiannya. Namun, Luis langsung mencengkeram tangan itu."Pangeran, ada apa?" Anggi menatap tangan yang menggenggamnya. Jari-jarinya panjang dan pucat, tetapi urat-uratnya menonjol, tampak kuat."Bekas luka di tubuh nggak usah diobati.""Tapi, bukannya sebelumnya Pangeran juga mengoles obat? Kalau mau sembuh, lebih baik diobati."Luis menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Kamu nggak suka bekas luka ini?"Begitu pertanyaan itu dilontarkan, Luis merasa dirinya sudah gila. Mana ada wanita yang menyukai bekas luka yang begitu menyeramkan. Sebelum Anggi menjawab, Luis melepaskan genggamannya. "Ya sudah, terserah kamu saja.""Pangeran, apa saya membuatmu marah?" Anggi merasa ada yang aneh dengan Luis. Ada sesuatu yang janggal dari sikapnya. Namun, dia tidak tahu apa itu."Jangan pikir
Tangan Luis yang sedang menuang teh tiba-tiba terhenti. "Pangeran Pradipta bisa punya urusan besar macam apa lagi?"Dika menjawab dengan sedikit ragu, "Dia ... seluruh dunia tahu Pangeran Pradipta hidup dalam kemerosotan moral. Dulu dia hanya mengajak beberapa selir atau selingkuhan untuk ikut berpesta pora. Tapi kali ini ... bahkan Putri pun ikut dia seret untuk ... bersenang-senang bersama orang lain."Braak!Cangkir di tangan Luis terguling di atas meja kecil, air tehnya tumpah membasahi papan catur. Dia menoleh ke arah Anggi hanya untuk melihat pipi gadis itu sudah merah padam.Luis buru-buru berdeham, "Itu ... benar-benar nggak tahu malu."Dika bergumam dalam hati, 'Bukankah tadi sudah kubilang jangan kedengaran sama Putri?'"Ada lagi?" Luis menoleh dengan tatapan agak memaksa."Ng ... nggak ada lagi," jawab Dika gugup."Keluar.""Baik."Dika pun menutup pintu dengan hati-hati dan menghilang dari pandangan. Luis tampak sedikit canggung. "Itu ... Pangeran Pradipta benar-benar nggak
"Pangeran ...."Wulan menutup pipinya yang baru saja ditampar, hatinya seperti mengucurkan darah. Melihat sosok Parlin yang semakin menjauh, dia pun tak kuasa menahan diri dan mulai menangis tersedu-sedu."Fani ...." Baru saja dia memanggil nama itu, Wulan baru teringat bahwa Fani terakhir kali dibawa pergi oleh Dimas dan menerima hukuman berat. Sejak itu, dia tidak pernah lagi kembali ke kediaman Pangeran Pradipta bersamanya.Setelah beberapa saat terisak, dia kembali berteriak, "Pelayan!"Terdengar suara deritan pintu.Pintu yang sebelumnya ditutup keras oleh Parlin perlahan terbuka. Seorang pelayan perempuan masuk ke dalam. "Hamba di sini, apa perintah Putri?""Bantu aku berganti pakaian.""Baik."Pelayan itu segera bersiap. Dia mendekat untuk membantu Wulan keluar dari bak mandi. Namun, begitu dia melihat tubuh Wulan, matanya terbelalak. Tubuh itu penuh memar di mana-mana, nyaris tak ada satu bagian pun yang masih utuh."Kalau kamu berani cerita pada siapa pun tentang ini, akan aku
"Sudah pergi?" Begitu kepala pelayan mendekat, Parlin langsung bertanya dengan cepat."Sudah, sudah pergi," jawab kepala pelayan segera.Parlin tersenyum santai, lalu berjalan melewati lorong panjang menuju bangunan utama. Para pelayan silih berganti membawakan air masuk ke kamar utama. Wulan sedang mandi. Sambil menyiram tubuh, dia menggosok kulitnya dengan penuh tenaga.Parlin masuk dengan dahi berkerut, "Wah, kulit Putri selembut ini, jangan digosok terlalu keras. Nanti rusak, lho."Mendengar suara pria itu, seluruh tubuh Wulan seketika menegang, "Ke ... kenapa Pangeran kembali lagi?""Bukannya aku harus repot-repot mengusir si tua bangka itu demi kamu?" jawab Parlin santai.Wulan tersenyum kaku. Parlin ini usianya hampir setara dengan ayahnya, tapi pria segemuk, sebejat, dan semenyebalkan ini benar-benar langka di dunia!"Jadi, ayahku sudah pulang? Apa dia bilang sesuatu?" tanyanya dengan hati-hati.Parlin menjawab, "Dia minta kamu pulang ke rumah sebentar, nggak ada yang lain. Lag
"Kalau begitu ... mungkin benar kata Wulan bahwa dia membuatkan dupa penenang untukku. Karena itu, dia sempat memberikan sebotol kecil kepada Dimas untuk dibawa pulang," ujar Ambar sambil memegangi kepalanya. Suaranya terdengar lemah dan letih."Tapi, hanya sebotol kecil ... sekarang sudah habis dan aku kembali nggak bisa tidur nyenyak di malam hari. Sakit kepala ini semakin menjadi-jadi. Benar-benar anak perempuan yang nggak tahu berbakti!"Pratama pun ikut geram, "Anggi benar-benar menyebalkan dan Wulan juga keterlaluan. Aku sendiri sudah kirimkan undangan secara langsung, bahkan ibunya juga sudah mengirimkan surat resmi. Tapi sampai sekarang, tak satu pun dari mereka kembali ke rumah. Bahkan surat balasan pun nggak ada!"Ambar masih memegangi kepalanya dengan kesal, "Apa-apaan semua ini. Ini karena kalian berdua nggak bisa mendidik anak-anak dengan baik! Sekarang, aib keluarga sampai mencoreng nama leluhur!""Benar, Ibu. Teguran Ibu sangat tepat.""Cepat pergi! Bagaimanapun caranya,
Kediaman Jenderal Musafir.Hidayat kembali dan menyampaikan informasi yang berhasil dia kumpulkan kepada Dimas, "Hari ini Nona Anggi mengadakan pengobatan gratis. Banyak pasien yang memuji keahlian medisnya tanpa henti.""Memuji tanpa henti ...," gumam Dimas dengan nada tak percaya."Benar, dan Pangeran Selatan pun mengizinkan Nona untuk mengadakan pengobatan gratis. Mulai sekarang, setiap tanggal yang ada tujuhnya akan ada kegiatan yang sama."Dimas mengusap dagunya, menimbang-nimbang setiap kata sebelum bertanya, "Jadi maksudmu, Anggi akan mengadakan pengobatan gratis setiap tanggal 7, 17, dan 27?""Benar," Hidayat menjawab dengan pasti, meskipun wajahnya tetap bingung. "Tuan, tapi sejak kapan Nona Anggi bisa mengobati orang? Bukankah yang selama ini dikenal ahli pengobatan adalah Nona Wulan?"Dimas menarik napas panjang, lalu menatap ke arah langit cerah di luar jendela dan bergumam, "Mungkin ini adalah rahasia besar yang selama ini disembunyikan."Hidayat pun mulai merasa ada sesua
Tangan pria itu sempat sedikit ditarik, tapi langsung ditekan oleh Anggi. "Jangan bergerak."Melihat sikapnya yang begitu serius, pria itu pun tidak berani banyak bertingkah. Namun, dalam hatinya muncul keraguan. Bagaimanapun, Putri memeriksa nadi langsung dengan tangan telanjang. Apakah Pangeran Selatan benar-benar akan mendukung hal ini?Saat pikirannya mulai melayang-layang, Anggi bertanya, "Pagi ini makan apa?"Pria itu berpikir sejenak, "Ubi rambat.""Cuma ubi rambat saja?""Iya.""Anggota keluarga lain makan juga?""Nggak, itu sisa dari yang dikukus waktu tahun baru. Diletakkan dekat tungku sudah terlalu lama, jadi saya sendiri yang makan. Saya nggak membiarkan keluarga ikut makan."Mendengar hal itu, Anggi bertanya lagi, "Apa kamu muntah dan buang air terus-menerus?"Wajah pria itu langsung pucat pasi, "Iya ...."Sampai di sini, Anggi sudah bisa memastikan bahwa pria itu mengalami diare akibat makanan basi. Dia segera menuliskan resep, lalu menyuruh seorang murid dari Balai Peng
Dengan adanya penghiburan dari Luis, rasa kesal dalam hati Anggi perlahan-lahan mereda. Dia mengangguk, lalu berkata dengan lembut, "Mau." Mana mungkin dia sanggup mengecewakan ketulusan hati pria itu?Seperti apa Luis sebenarnya?Melihat senyum tipis yang terangkat di sudut bibirnya, hati Luis yang tadinya sempat sedikit cemas pun langsung merasa lega.Tanggal 27.Anggi mengunjungi Balai Pengobatan Afiat langsung untuk menangani pasien. Begitu melihat bahwa tabib yang bertugas adalah seorang wanita, banyak orang yang langsung ragu dan berhenti melangkah masuk.Untuk menangani pasien, Anggi meminta Faisal untuk datang empat jam lebih lambat dari biasanya ke toko obat.Mina pun berdeham, lalu berdiri dan berseru ke arah kerumunan, "Hadirin sekalian, ini adalah istri dari Pangeran Selatan, Anggi, yang telah belajar ilmu pengobatan sejak kecil. Nggak perlu meragukan kemampuannya. Bahkan Pangeran sendiri juga dirawat langsung oleh Putri saat ini!""Hari ini pengobatan gratis dan harga obat
Emosi yang tidak stabil seperti ini, sebenarnya sudah lama tidak kambuh sejak Luis menikah dengan Anggi."Pangeram, saat ini Putri sedang sendirian di kamar." Apakah Pangeran ingin menenangkannya?Luis tersenyum pahit, "Dia sekarang justru butuh waktu sendiri." Waktu dan ruang yang sepenuhnya jadi miliknya.Setelah berpikir sejenak, Luis berkata, "Suruh bagian dapur untuk menyiapkan dua jenis makanan penutup tambahan hari ini. Waktu makan malam nanti, mungkin Putri akan menyukainya.""Baik." Torus pun keluar dari ruang kerja, sambil menutup pintunya dengan pelan.Sementara itu, Luis mencoba mengambil buku strategi militer yang ada di atas meja, tapi tak satu pun kalimat bisa dia cerna. Yang muncul dalam benaknya, hanyalah bayangan saat gadis itu diam-diam menangis. Penampilannya terlihat begitu menyentuh dan membuat orang iba.Hanya membayangkan pemandangan itu saja ... Luis sudah merasa tubuhnya tidak nyaman. Tadi dia memang berbicara dengan sangat tenang dan rasional, mengatakan bahw
"Putri tenang saja, hamba pasti akan menjelaskannya." Dimas memberi hormat dengan sikap yang sangat sopan."Bagus kalau begitu. Jangan sampai niat baikku malah diberikan pada orang yang nggak tahu berterima kasih." Usai bicara, Anggi menyuruh Mina menyerahkan botol obat itu kepada Dimas. Setelah itu, dia pun berbalik dan kembali masuk ke dalam kediaman.Dimas menatap punggung Anggi yang perlahan menjauh, lalu menunduk melihat botol obat di tangannya. Rasa curiganya kini makin jelas.Jika benar dupa penenang itu dibuat oleh Wulan, mengapa sudah didesak sekian lama tapi tak kunjung bisa dia keluarkan? Sedangkan Anggi bisa langsung memberikannya dengan mudah?Jika semua dugaannya benar, berarti Wulan hanyalah seorang pembohong besar selama ini .... Dia bahkan merasa takut untuk membayangkannya.Setelah Anggi kembali ke kediaman utama, dia menerima lagi sebuah surat penghinaan dari Yohan. Kali ini, Torus bahkan tidak selesai membacakannya dan langsung berhenti di tengah jalan.Anggi tertaw