Luis adalah seorang pangeran. Kenapa masih harus menanyakan pendapatnya?Luis berkata, "Beberapa hari lagi mereka akan tunangan. Apa kamu berharap mereka menikah?"Nada bicaranya begitu santai, seolah-olah hanya sedang menanyakan apakah seseorang sudah makan atau belum.Anggi tentu tahu siapa orang yang dimaksud. Orang-orang itu tidak lain adalah Satya dan Wulan.Namun, bagaimana dia harus menjawab? Kedua orang itu sangat menjijikkan. Jika mereka menikah, bukankah alur cerita akan berjalan sesuai dengan buku asli?Jadi ... Anggi menatap Luis dan menyahut dengan tegas, "Pangeran, saya nggak ingin mereka menikah." Dia berjeda sebelum meneruskan, "Apa Pangeran bisa menghentikan pernikahan mereka?"Tuk .... Bidak hitam yang dipegang oleh Luis jatuh ke papan catur, mengacaukan permainan."Pangeran ...." Anggi terkejut. Apa dia baru saja mengatakan sesuatu yang salah? Apa Luis mengira dia masih mencintai Satya sehingga tidak ingin mereka menikah?Setelah memikirkan itu, Anggi segera bangkit
"Hm." Luis tidak bisa mengucapkan hal lain lagi. Tenggorokannya seolah-olah tersumbat oleh sesuatu, bahkan berbicara saja membuatnya merasa aneh.Beberapa saat kemudian, sepasang tangan lembut mulai membuka pakaiannya. Namun, Luis langsung mencengkeram tangan itu."Pangeran, ada apa?" Anggi menatap tangan yang menggenggamnya. Jari-jarinya panjang dan pucat, tetapi urat-uratnya menonjol, tampak kuat."Bekas luka di tubuh nggak usah diobati.""Tapi, bukannya sebelumnya Pangeran juga mengoles obat? Kalau mau sembuh, lebih baik diobati."Luis menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Kamu nggak suka bekas luka ini?"Begitu pertanyaan itu dilontarkan, Luis merasa dirinya sudah gila. Mana ada wanita yang menyukai bekas luka yang begitu menyeramkan. Sebelum Anggi menjawab, Luis melepaskan genggamannya. "Ya sudah, terserah kamu saja.""Pangeran, apa saya membuatmu marah?" Anggi merasa ada yang aneh dengan Luis. Ada sesuatu yang janggal dari sikapnya. Namun, dia tidak tahu apa itu."Jangan pikir
Yang satu pura-pura tidak terjadi apa-apa, yang satu lagi pura-pura tidak mendengar.Setengah jam kemudian, akhirnya selesai juga. Luis telah berbaring di atas ranjang, sementara Anggi hendak memadamkan lilin. Namun, suara Luis menahannya. "Naik ke ranjang dulu."Anggi tahu kemampuan Luis. Dia pun menurut, lalu melihat pria itu mengayunkan tangan. Seketika, semua lilin langsung padam.Sambil berbaring di tempatnya, Anggi diam-diam melirik ke arah Luis. Di tengah kegelapan, pria itu berbaring lurus, tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.Anggi berusaha mengingat semua hal yang pernah ditulis dalam buku mengenai Luis, tetapi sayang, ingatannya terlalu sedikit.Seperti tentang bagaimana dia melarikan diri dari pernikahan, dipatahkan tangan dan kakinya, lalu dibuang ke depan pintu kediaman Keluarga Suharjo hingga akhirnya mati kedinginan di musim dingin.Luis adalah satu-satunya tokoh antagonis dalam kisah ini, tetapi kenapa setelah itu dia tidak pernah menikah lagi?Jika dia menikah dan
"Putri ...." Luis mencengkeram tangannya. "Aku akan menepati janjiku padamu."Janji? Apakah yang dimaksud adalah setelah wajahnya pulih, Luis akan tersenyum untuknya seperti yang diminta?Anggi mendekat ke arahnya. "Saya berterima kasih, Pangeran."Luis menelan ludah beberapa kali. "Nggak perlu bicara seperti itu."Dia merasa tubuhnya semakin panas. Kemudian, dia mengangkat sedikit selimutnya. " Putri, kamu istirahat saja." Tolong jangan menyiksanya lagi! Dia merasa dirinya akan meledak.Anggi terdiam. "Pangeran nggak menyukai saya?"Luis tersenyum pahit. Setelah tahu bahwa Anggi adalah gadis yang selama ini dia cari, dia tentu menyukainya ... sampai tidak ingin menikahi wanita lain lagi seumur hidupnya."Pangeran?" Kenapa Luis tersenyum pahit? Jangan-jangan dugaannya benar, Luis memang punya masalah itu?Tangannya sedikit bergetar, sementara dalam hati dia kembali mengecam penulis kisah ini. Luis dulunya adalah seorang putra mahkota yang gagah dan terhormat, seorang jenderal yang tak
Di luar kereta kuda, Sura juga memasang telinga. Sebagai seorang ahli bela diri, selama orang tidak sengaja menurunkan suara mereka, dia bisa mendengar semuanya.Lagi pula, dia sudah mengitari Jalan Damai yang ramai ini beberapa kali. Sebenarnya Putri ingin pergi ke mana?Sejak bereinkarnasi, untuk pertama kalinya Anggi merasa gelisah. Jika Luis memang impoten, jika dia tidak memiliki keturunan, mustahil baginya untuk menjadi kaisar!Itu artinya, alur cerita akan kembali ke jalurnya! Dalam buku, Luis akan dihukum dengan dikuliti! Membayangkannya saja sudah membuat seluruh tubuh menggigil ngeri!"Sura, hentikan kereta!" Anggi tiba-tiba membuka pintu, lalu turun dan berdiri di tengah hiruk-pikuk jalanan.Melihat orang-orang yang berlalu-lalang, hatinya seperti mati rasa. Tidak, ini tidak mungkin. Mereka pasti bisa mengubah takdir!"Siapa kamu? Berani sekali bersikap lancang!" Suara yang familier mencapai telinga Anggi.Anggi memandang ke arah sumber suara dan menemukan Wulan keluar dari
Satya melirik Parlin dengan dingin. "Lelucon Pangeran Pradipta ini benar-benar nggak lucu."Senyuman di sudut bibir Parlin perlahan memudar. Dia melirik Wulan sekali lagi dan merasa bahwa wanita ini begitu rapuh.Tadi dia hanya sekadar meraba dan pinggangnya sudah bisa digenggam hanya dengan satu tangan. Sungguh membangkitkan ... dorongan kuat untuk mencicipinya.Karena merasa canggung, Parlin pun segera membawa anak buahnya pergi."Kak Satya ...." Dengan sedikit ketakutan, Wulan menyembunyikan diri di dalam pelukan Satya.Tadi dia tidak sengaja menabrak Parlin dan pria itu sempat mengambil kesempatan untuk menyentuhnya! Namun, hal ini tidak boleh diketahui siapa pun, terutama Satya.Bagaimana jika Satya tidak mau menikahinya lagi? Di seluruh ibu kota, selain Pangeran Selatan yang cacat dan gila, masih ada Pangeran Pradipta yang bejat yang hobi merusak wanita.Sudah berapa istri yang mati di tangannya? Berapa banyak selir yang meninggal dengan penyebab tidak jelas? Hanya memikirkannya
Apakah ada penyakit parah? Memikirkan hal itu, tabib tua itu merasakan firasat buruk. Kedua kakinya bergetar."Tabib, kamu baik-baik saja?" Anggi menoleh dan menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan tabib tua itu.Saat melihat lebih dekat, keringat dingin sudah membasahi dahinya. Faisal mengusap keringat, lalu menyahut, "Putri, saya ... saya baik-baik saja."Anggi melirik Mina yang mengangkat alisnya. Mungkin rakyat jelata memang merasa takut saat bertemu dengan keluarga kekaisaran?Dengan suara rendah, Anggi menenangkan, "Nggak perlu takut. Kamu cuma perlu melakukan pemeriksaan seperti biasa, terutama untuk bagian itu.""Baik, baik ...."Melihat Faisal yang masih tampak gugup, Anggi menenangkannya lagi."Torus, apa Pangeran ada di dalam?" Anggi maju dan melihat Torus tertidur di depan pintu ruang baca.Begitu dipanggil, Torus langsung tersadar dan berdiri tegak. Dengan hormat, dia memberi salam, "Hamba memberi hormat kepada Putri. Pangeran ada di dalam ruang kerja."Saat berikutn
Di aula kedua Kediaman Pangeran Selatan.Anggi meminta Mina menunggu di depan pintu, sementara dia mengundang Faisal masuk untuk menikmati teh."Tabib, apakah Pangeran benar-benar sehat?" tanya Anggi.Faisal masih merasa ketakutan sejak tadi. Dia sudah memeriksa nadi Luis. Selain masalah di kakinya, tampaknya tidak ada yang aneh. Makanya, dia mengangguk. "Nggak ada masalah.""Nggak ada masalah?" Anggi mengerutkan alis. "Kalau begitu, kenapa Pangeran nggak tertarik pada wanita?""Pangeran nggak tertarik pada wanita?" Faisal juga terkejut, lalu tiba-tiba teringat desas-desus yang pernah beredar di ibu kota.Namun, ketika melihat tatapan penasaran Anggi, dia tidak berani mengatakan apa pun. Apalagi, jika ucapannya sampai ke telinga Luis, nyawanya bisa melayang.Melihat Faisal ragu-ragu, Anggi langsung mengeluarkan sekantong perak dan menyerahkannya. "Aku adalah nyonya utama di kediaman ini. Katakan saja, aku nggak akan memberi tahu siapa pun."Melihat sekantong besar perak dan tatapan teg
"Putri, katakanlah." Luis memainkan cincin giok hijau di jarinya dengan santai, seolah-olah tidak peduli. Namun kenyataannya, tatapan peringatan dari Keluarga Suharjo terhadap Anggi tadi tidak luput dari pengamatannya.Sebelumnya, Luis hanya mendengar dari Dika bahwa pada hari Anggi kembali ke kediaman orang tuanya, keluarganya memperlakukannya dengan dingin.Saat itu, Luis tidak terlalu merasakan apa-apa. Namun hari ini, setelah melihat dengan matanya sendiri, amarah di dalam hatinya seakan membara dan membesar tak terkendali.Di dalam aula utama, api perapian berderak-derak membakar arang perak dan memantulkan suara kecil yang terdengar jelas dalam ruangan yang sunyi. Bahkan, suara orang bernapas pun terasa besar.Anggi tersenyum ketika berujar, "Pangeran, saya ...." Dia berpikir sejenak, lalu menatap Luis dengan ekspresi main-main. Dia malah bertanya, "Bagi Pangeran, apakah sangat penting siapa saya sebenarnya?"Senyum muncul di wajah Luis yang dingin. Dia menimpali, "Putri benar-be
Luis khawatir kalau-kalau Anggi akan diperlakukan tidak adil di Keluarga Jenderal Musafir, jadi seorang Sura saja tidak cukup. Dia bahkan menyuruh Dika ikut menemaninya.Anggi menaiki kereta kuda, lalu baru menyadari sesuatu. Kereta yang disiapkan hari ini bukanlah kereta biasa, melainkan kereta pribadi milik Luis. Ukurannya hampir dua kali lebih besar daripada kereta biasa.Begitu pintu kereta dibuka, di dalamnya sudah duduk seseorang. Itu adalah seorang pria berpakaian hitam pekat dengan topeng perak yang menutupi wajahnya. Kereta ini sangat luas, bahkan kursi roda Luis pun dapat diletakkan di dalamnya tanpa kesulitan."Pangeran?" Anggi sedikit terkejut. Dia tak menyangka bahwa Luis akan berada di dalam kereta. Saat terakhir kali kembali ke kediaman orang tuanya setelah menikah, pria ini bahkan tidak menemaninya. Namun, kini dia malah ingin menghadiri pertunangan Wulan.Anggi masih diliputi kebingungan ketika Luis mengulurkan tangan kepadanya. Dia tidak punya pilihan selain meletakka
Suasana seakan membeku, seolah-olah udara di sekitar mereka mengental dan menahan segala suara. Waktu terus berlalu hingga akhirnya Luis mengangkat wajahnya dan menatap Anggi dalam-dalam."Anggi, apa kamu tahu ...." Suara Luis terdengar serak, seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Namun di tengah kalimat, dia terhenti.Anggi mengernyit karena sedikit bingung. Tatapan matanya lembut dan penuh kehangatan. Dia bertanya, "Tahu apa?"Anggi meraih wajah Luis dengan kedua tangannya dan menyentuhnya dengan hati-hati, seolah ingin menyampaikan ketulusan melalui ujung jarinya.Suaranya begitu lembut dan penuh perhatian hingga bisa membuat siapa pun tenggelam dalam pesonanya. "Kalau ada sesuatu yang membuat Pangeran ragu, katakan saja pada saya."Tatapan Anggi begitu teguh, penuh keyakinan, seakan memberikan keberanian kepadanya. Beberapa kali Luis hendak berbicara, tetapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya.Akhirnya, pria itu berani bertanya, "Semua orang yang melihatku s
"Ka ... kalau luka di wajahku nggak bisa sembuh dan kakiku juga nggak bisa pulih, apakah Putri tetap nggak akan membenciku?" tanya Luis. Dia tahu bahwa dia sedang berkhayal. Namun, dia tidak bisa menahan keserakahan dalam hatinya.Dengan penuh harap, Luis menatap wanita di hadapannya. Dia takut kehilangan sedikit saja perubahan di wajahnya. Luis takut melihat penyesalan atau kebohongan sekecil apa pun di mata Anggi.Tak lama kemudian, Anggi tersenyum lembut. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangan dan menggenggam jemari Luis yang tergeletak di pegangan kursi rodanya.Anggi bertanya, "Pangeran takut saya akan pergi?"Anggi adalah seseorang yang telah mengalami kelahiran kembali. Dulu, dia pernah dibuang oleh keluarganya sendiri. Perasaan takut dan kekecewaan itu masih menyisakan bayang-bayang yang tak bisa dia hilangkan hingga saat ini.Itu sebabnya, Anggi sangat memahami perasaan Luis yang takut dikhianati, takut ditinggalkan, juga takut harapan yang diberikan kepadanya hanyalah semu.Meski
Anggi diam-diam mempercepat langkahnya. Saat hampir sampai di halaman depan ruang baca, dia tiba-tiba menoleh ke belakang dan memandang ke arah lorong.Di kejauhan, Anggi melihat dua sosok berpakaian berbeda. Satunya mengenakan pakaian hijau, sementara satunya lagi berpakaian putih. Mereka sedang melangkah melewati koridor.Apakah itu Gilang dan Aska? Tadi, sepertinya mereka sengaja berhenti sebentar dan memperhatikannya. Namun sebelum Anggi bisa memastikan, keduanya sudah berjalan makin jauh.Anggi mengalihkan pandangannya kembali, lalu memberi tahu Luis, "Pangeran, menurut saya bunga plum ini sangat indah. Saya ingin meletakkan satu vas di meja Pangeran supaya Anda bisa menikmatinya."Luis mengangguk. Dia teringat ucapan Aska yang pernah berkata bahwa Anggi adalah keberuntungannya. Senyum tipis pun muncul di sudut bibirnya karena sulit untuk ditahan. Tatapannya jatuh pada bunga plum yang berada dalam pelukan Anggi.Luis berkomentar, "Bunga plum mekar begitu indah."Anggi bertanya, "P
Mina membalas sambil mengangguk, "Benar."Sejak Luis mengalami luka di wajahnya, suasana di kediaman ini menjadi jauh lebih suram. Setidaknya, tak ada lagi suara tawa riang yang terdengar di sini. Hanya saja selama para pelayan tidak melakukan kesalahan, Luis juga tidak akan sembarangan menghukum mereka dengan kejam.Sementara Anggi terus memotong bunga plum, Mina bertugas mengumpulkannya. Tak butuh waktu lama, bunga-bunga yang terkumpul sudah begitu banyak hingga Mina kesulitan membawanya."Putri, gimana kalau kita ke rumah utama untuk merapikan bunga-bunga ini?" tanya Mina. Bagaimanapun juga, rumah utama selalu dibersihkan setiap hari oleh para pelayan. Sekalian, mereka bisa mengganti bunga plum lama yang sudah layu dengan yang baru.Anggi berujar seraya mengangguk, "Aku juga berpikir begitu."Keduanya pun berjalan menuju rumah utama. Dalam perjalanan, Anggi beberapa kali menoleh ke arah ruang baca. Tanpa sengaja, tatapannya bertemu dengan Torus yang berdiri di kejauhan. Dia memberi
Begitu mendengar suara tawa itu, Torus langsung tahu siapa pemiliknya. Namun dia tidak bisa langsung memberi tahu Anggi, jadi dia hanya berucap sambil menggeleng, "Hamba nggak bisa mengenalinya dalam sekejap."Torus berpikir dalam hati, Gilang memang biasanya berkepribadian ceria dan riang. Namun sejak Luis mengalami luka di wajahnya, dia tidak pernah bersikap begitu bebas dan sembrono di hadapannya.Anggi bertanya, "Kalau begitu, apa aku harus kembali lagi nanti?" Sambil berbicara, dia sudah berjalan menuju gazebo di rumah utama. Angin dingin bertiup kencang dan membuat pipi Anggi terasa membeku.Torus dengan penuh hormat mengantar beberapa langkah, lalu berucap, "Gimana kalau Putri kembali ke rumah utama dulu dan beristirahat sejenak?"Mina yang berdiri di samping juga ikut menimpali, "Benar, Putri."Namun, Anggi justru menunjuk beberapa pohon plum yang sedang berbunga di halaman, lalu berujar dengan santai, "Bunga plum di sini sedang mekar dengan indah. Aku akan memetik beberapa tan
Lantas, bagaimana mungkin Anggi bisa menyembuhkannya?"Lihat baik-baik luka di wajahku. Apa ada sedikit perubahan?" Meskipun nada suaranya terdengar tenang, dalam hati Luis kembali menyimpan harapan bahwa wajahnya bisa pulih seperti dulu.Kali ini bukan karena ingin tampil gagah di hadapan orang lain, tetapi hanya karena satu alasan. Luis ingin memulihkan wajahnya agar bisa mendapatkan ketulusan hati Anggi.Mendengar itu, Torus segera memperhatikan dengan saksama. Dia mengamati wajah Luis dengan penuh kehati-hatian, lalu berucap dengan ragu, "Wajah Pangeran sudah nggak sepucat dulu. Setelah beberapa hari terpapar sinar matahari, Anda terlihat lebih sehat."Luis mengulangi, "Yang kutanyakan adalah apakah bekas lukaku memudar?"Torus menimpali, "Hamba ... hamba merasa ....""Jangan bohong padaku!" seru Luis.Torus buru-buru menjawab, "Pangeran, hamba nggak berani bohong. Selama ini, hamba bahkan nggak berani menatap langsung wajah Pangeran, jadi ... hamba nggak bisa melihat perbedaannya
"Saya hanya nggak ingin membuang-buangnya," balas Anggi. Wajahnya sudah memerah sepenuhnya. Dia terlihat begitu indah dan memikat.Luis menolak dengan tegas, "Aku nggak butuh.""Baik." Anggi menundukkan pandangannya dan tidak berani menatapnya lagi. Lebih baik dia fokus menyembuhkan wajah dan kaki Luis terlebih dahulu. Setelah itu, dia akan tahu sendiri apakah pria ini benar-benar menyukai wanita atau tidak.Dengan pikiran seperti itu, Anggi berusaha bangun dari ranjang. Namun, tiba-tiba tangan pria itu menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Dia bertanya, "Putri nggak percaya padaku?""Saya nggak pernah bilang nggak percaya," balas Anggi.Melihat wajahnya yang sudah memerah, Luis mendadak ingin menggodanya. Dia tiba-tiba langsung menarik tangan Anggi ke dalam selimut.Begitu tangannya menyentuh sesuatu, Anggi seperti tersengat listrik. Dengan refleks, dia langsung menarik tangannya kembali dan buru-buru menyembunyikan wajahnya ke dalam selimut.Luis bertumpu dengan satu tangan