Kedua orang itu berjalan lebih dekat, lalu memberi hormat kepada Dariani. Dariani tersenyum seraya meletakkan kitab suci yang sedang dibacanya, lalu mengangkat tangan. "Nggak usah sungkan.""Terima kasih, Permaisuri."Matanya menatap Anggi dengan saksama. Setelah bangkit dari memberi salam, tangan Anggi langsung bertumpu pada kursi roda Luis, seolah-olah dia tidak merasa risih sedikit pun terhadap kondisi Luis.Wajah mungilnya yang indah tampak memerah karena terkena angin dingin di perjalanan. Tak heran jika putranya mulai memandang Anggi dengan cara yang berbeda.Dariani mempersilakan mereka duduk dan segera menyuruh Gina membawa beberapa kue yang dibuat oleh dapur kecil istana."Beberapa hari yang lalu, Ayahandamu masih bertanya kapan kamu akan membawa istrimu ke istana. Nggak disangka, hari ini akhirnya kamu datang," ujar Dariani dengan nada lembut.Anggi segera berdiri dan memberi hormat. "Terima kasih atas perhatian Ayahanda dan Ibunda."Luis hanya menjawab dengan tenang, mengata
Saat melihat wajah Luis yang penuh bekas luka, hati Kaisar terasa perih sekaligus dipenuhi penyesalan. Namun, ketika pandangannya beralih ke Anggi, dia agak terkejut dengan kecantikan dan keanggunan gadis itu.Awalnya, dia mengira bahwa putri sulung dari keluarga Jenderal Musafir yang tidak disukai itu pasti memiliki wajah dan temperamen yang kurang menarik, sehingga dikesampingkan oleh keluarganya. Siapa sangka, kenyataannya justru sebaliknya.Tatapannya kembali ke putranya yang tampak tenang dan santai. Jika Luis membawa wanita ini ke istana, berarti dia pasti menyukainya. Dengan begitu, dia perlu mempertimbangkan situasi ini lebih dalam."Berdirilah, hari ini adalah jamuan keluarga, nggak perlu terlalu kaku sama aturan."Begitu ucapan itu dilontarkan, Dariani segera bangkit terlebih dahulu, lalu memberi isyarat dengan matanya kepada Gina. Gina mengangguk, lalu membawa para pelayan yang tidak diperlukan untuk meninggalkan ruangan.Sementara itu, Anggi tetap menundukkan kepalanya. Dia
Kereta mewah dari kediaman Pangeran Selatan melaju di sepanjang jalan. Para pengendara tandu, kusir kereta, dan pejalan kaki yang berlalu lalang segera menyingkir ke pinggir jalan untuk memberi jalan bagi mereka.Di dalam kereta, Luis duduk dengan mata terpejam. Dia tampaknya tengah menikmati ketenangan. Sementara itu, Anggi menyingkap tirai jendela dan melihat pemandangan di luar.Meskipun musim dingin sedang mencapai puncaknya, kedai teh dan restoran masih ramai pelanggan. Para pedagang kaki lima tetap sibuk menjajakan dagangan mereka, menciptakan suasana kota yang penuh semangat.Sejak kecil, dia jarang sekali keluar rumah. Lebih tepatnya, setiap kali ibunya keluar, dia lebih sering membawa Wulan bersamanya, sementara dia hanya bisa tinggal di rumah ....Anggi tertawa sinis, lalu menurunkan tirai jendela. Saat dia berbalik, matanya langsung bertemu dengan Luis yang telah membuka matanya dan tengah mengamatinya dengan tenang.Pipi Anggi memerah. Dengan agak gugup, dia bertanya, "Pang
Dika mengangguk. "Benar."Luis menyipitkan matanya sedikit. "Tapi, di depanku, dia tampak begitu lemah lembut dan patuh. Aku jadi penasaran, seperti apa rupanya waktu dia 'menunjukkan taring'?"Dika terdiam sejenak, lalu berkata, "Putri punya aura yang cukup kuat. Waktu beradu argumen, dia tampak sangat percaya diri."Percaya diri.Luis masih ingat bagaimana Dika sebelumnya melaporkan bahwa ketika Anggi berada di kediaman Jenderal Musafir, dia tidak ragu-ragu menggunakan statusnya sebagai putri. Anggi tampaknya bisa menggunakan gelar itu dengan sangat lancar.Di Kediaman Pangeran Selatan.Anggi kembali ke kediaman saat langit sudah gelap. Para pelayan sudah menyiapkan makan malam. Naira bertanya, "Putri, apa perlu saya beri tahu Pangeran untuk segera makan malam?"Anggi terkejut. "Pangeran belum makan?"Naira tersenyum. "Belum. Kasim Torus mengatakan bahwa Pangeran sendiri yang bilang malam ini mau makan bersama Putri.""Aku ...." Anggi terlambat pulang karena Toko Obat Santun tidak me
"Lain kali ...." Anggi berhenti sejenak, menatap wajah samping Luis. Bahkan dengan bekas luka itu, garis wajahnya masih sangat tegas dan menawan. Jika tidak cacat, pria ini pasti luar biasa tampan."Kalau terjadi lagi lain kali, Pangeran bisa makan duluan. Kalau nggak, saya akan merasa sangat berdosa."Tangan Luis yang memegang cangkir teh berhenti sejenak. Dia menoleh menatap Anggi. "Kamu begitu takut aku akan marah?"Anggi terdiam. "Saya ... nggak."Mana mungkin dia tidak takut? Luis adalah suaminya! Di keluarga kerajaan, tidak ada yang namanya perceraian. Bahkan jika dia ingin melarikan diri, bukankah masih ada Dariani? Hukuman bagi wanita yang mencoba kabur dari pernikahan sudah jelas tercatat dalam sejarah!Berhubung tidak bisa mengubah nasibnya, lebih baik dia mempertahankan pernikahan ini. Jika dia bisa memahami watak pria ini, kehidupannya pasti akan jauh lebih mudah.Bukankah begitu?Luis hampir tertawa mendengarnya. Namun, di wajahnya tetap tidak terlihat emosi apa pun. Apaka
Seandainya saja dia dan Satya tidak pernah bertunangan sejak kecil dan tidak pernah memiliki ikatan sebelumnya .... Mungkin Luis akan mengira bahwa Anggi benar-benar menyukainya.Suka padanya .... Pemikiran itu terasa begitu konyol bagi Luis.Dengan reputasi seperti dirinya saat ini, mana mungkin ada seseorang yang benar-benar menyukainya?Sambil berusaha mengalihkan pikirannya, Luis berkata, "Pada tanggal 16 bulan ini, Wulan dan Satya akan bertunangan. Apa kamu sudah tahu?"Tanggal 16 .... Tentu saja, Anggi mengetahuinya. Dia memang tidak mengingat seluruh detail dari kisah di kehidupan sebelumnya, tetapi beberapa tanggal penting tetap ada di ingatannya.Anggi mengangguk pelan. "Ya, aku tahu."Yang tidak disangkanya adalah Luis akan menyinggung masalah ini."Apakah Putri menyesal?"Anggi mengangkat alis. "Menyesal tentang apa?""Seharusnya kamulah yang menjadi calon istri Satya."Anggi tertawa kecil. "Sekarang aku adalah Putri Pangeran Selatan. Posisiku lebih tinggi dari Wulan." Dia t
Bersalah? Salah apanya? Padahal Luis hanya ingin mendengar bagaimana Anggi bersikap serius terhadapnya. Namun, Mina malah ketakutan hingga wajahnya memucat.Luis hanya bisa menghela napas pelan dan mengangkat tangannya. "Bangunlah."Mina telah bekerja di kediaman ini cukup lama, mana mungkin dia tidak tahu apa yang sebenarnya ingin didengar oleh Luis? Namun, di sisi lain, dia juga tahu bahwa Luis adalah seseorang yang mudah curiga dan tidak pernah ragu dalam mengambil tindakan.Luis menatapnya dan langsung bertanya, "Katakan saja, bagaimana Putri menunjukkan keseriusannya?"Mina berpikir sejenak, lalu menjawab dengan hati-hati, "Sejak hari pertama pernikahan, Putri selalu mengingat Pangeran.""Beberapa hari terakhir, dia bahkan mengurung diri di Paviliun Pir untuk mengolah ramuan sendiri dan mencobanya satu per satu. Putri juga selalu menyebut Pangeran.""Saat bunga plum di halaman bermekaran, dia memotong beberapa tangkai dan meminta hamba untuk mengantarkannya ke ruang kerja Pangeran
"Bagaimana cara mengaturnya?""Saya ....""Putri, jangan lupa. Meskipun di kediaman ini hanya ada kamu sebagai perempuan, Ibunda tetap mengawasi.""Saya ...."Luis tertawa kecil. "Pasangan pengantin baru ini ingin tidur terpisah? Apa kamu sudah memikirkan konsekuensinya?"Anggi bangkit dari dipan dan memberi hormat pada Luis. "Saya sudah salah. Terima kasih atas peringatannya, Pangeran."Luis menghela napas. "Jangan salah paham."Mata indah Anggi menatap Luis, salah paham apa?"Semuanya cuma sandiwara," lanjut Luis.Hati Anggi mencelos. Benar, dia adalah antagonis besar dalam cerita ini. Bagaimana mungkin hanya karena tidak melarikan diri dari pernikahan, dia berpikir bahwa pria ini adalah orang yang mudah bergaul?Melihatnya menghela napas dengan kecewa, Luis merasa ada yang tidak beres. Hanya saja, dia tidak tahu harus berkata apa."Kalau begitu, saya akan minta Mina bersiap. Saya akan kembali ke rumah utama ...."Luis berkata, "Ruangan ini sudah ditata dengan baik, tetaplah di sini.
"Putri, katakanlah." Luis memainkan cincin giok hijau di jarinya dengan santai, seolah-olah tidak peduli. Namun kenyataannya, tatapan peringatan dari Keluarga Suharjo terhadap Anggi tadi tidak luput dari pengamatannya.Sebelumnya, Luis hanya mendengar dari Dika bahwa pada hari Anggi kembali ke kediaman orang tuanya, keluarganya memperlakukannya dengan dingin.Saat itu, Luis tidak terlalu merasakan apa-apa. Namun hari ini, setelah melihat dengan matanya sendiri, amarah di dalam hatinya seakan membara dan membesar tak terkendali.Di dalam aula utama, api perapian berderak-derak membakar arang perak dan memantulkan suara kecil yang terdengar jelas dalam ruangan yang sunyi. Bahkan, suara orang bernapas pun terasa besar.Anggi tersenyum ketika berujar, "Pangeran, saya ...." Dia berpikir sejenak, lalu menatap Luis dengan ekspresi main-main. Dia malah bertanya, "Bagi Pangeran, apakah sangat penting siapa saya sebenarnya?"Senyum muncul di wajah Luis yang dingin. Dia menimpali, "Putri benar-be
Luis khawatir kalau-kalau Anggi akan diperlakukan tidak adil di Keluarga Jenderal Musafir, jadi seorang Sura saja tidak cukup. Dia bahkan menyuruh Dika ikut menemaninya.Anggi menaiki kereta kuda, lalu baru menyadari sesuatu. Kereta yang disiapkan hari ini bukanlah kereta biasa, melainkan kereta pribadi milik Luis. Ukurannya hampir dua kali lebih besar daripada kereta biasa.Begitu pintu kereta dibuka, di dalamnya sudah duduk seseorang. Itu adalah seorang pria berpakaian hitam pekat dengan topeng perak yang menutupi wajahnya. Kereta ini sangat luas, bahkan kursi roda Luis pun dapat diletakkan di dalamnya tanpa kesulitan."Pangeran?" Anggi sedikit terkejut. Dia tak menyangka bahwa Luis akan berada di dalam kereta. Saat terakhir kali kembali ke kediaman orang tuanya setelah menikah, pria ini bahkan tidak menemaninya. Namun, kini dia malah ingin menghadiri pertunangan Wulan.Anggi masih diliputi kebingungan ketika Luis mengulurkan tangan kepadanya. Dia tidak punya pilihan selain meletakka
Suasana seakan membeku, seolah-olah udara di sekitar mereka mengental dan menahan segala suara. Waktu terus berlalu hingga akhirnya Luis mengangkat wajahnya dan menatap Anggi dalam-dalam."Anggi, apa kamu tahu ...." Suara Luis terdengar serak, seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Namun di tengah kalimat, dia terhenti.Anggi mengernyit karena sedikit bingung. Tatapan matanya lembut dan penuh kehangatan. Dia bertanya, "Tahu apa?"Anggi meraih wajah Luis dengan kedua tangannya dan menyentuhnya dengan hati-hati, seolah ingin menyampaikan ketulusan melalui ujung jarinya.Suaranya begitu lembut dan penuh perhatian hingga bisa membuat siapa pun tenggelam dalam pesonanya. "Kalau ada sesuatu yang membuat Pangeran ragu, katakan saja pada saya."Tatapan Anggi begitu teguh, penuh keyakinan, seakan memberikan keberanian kepadanya. Beberapa kali Luis hendak berbicara, tetapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya.Akhirnya, pria itu berani bertanya, "Semua orang yang melihatku s
"Ka ... kalau luka di wajahku nggak bisa sembuh dan kakiku juga nggak bisa pulih, apakah Putri tetap nggak akan membenciku?" tanya Luis. Dia tahu bahwa dia sedang berkhayal. Namun, dia tidak bisa menahan keserakahan dalam hatinya.Dengan penuh harap, Luis menatap wanita di hadapannya. Dia takut kehilangan sedikit saja perubahan di wajahnya. Luis takut melihat penyesalan atau kebohongan sekecil apa pun di mata Anggi.Tak lama kemudian, Anggi tersenyum lembut. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangan dan menggenggam jemari Luis yang tergeletak di pegangan kursi rodanya.Anggi bertanya, "Pangeran takut saya akan pergi?"Anggi adalah seseorang yang telah mengalami kelahiran kembali. Dulu, dia pernah dibuang oleh keluarganya sendiri. Perasaan takut dan kekecewaan itu masih menyisakan bayang-bayang yang tak bisa dia hilangkan hingga saat ini.Itu sebabnya, Anggi sangat memahami perasaan Luis yang takut dikhianati, takut ditinggalkan, juga takut harapan yang diberikan kepadanya hanyalah semu.Meski
Anggi diam-diam mempercepat langkahnya. Saat hampir sampai di halaman depan ruang baca, dia tiba-tiba menoleh ke belakang dan memandang ke arah lorong.Di kejauhan, Anggi melihat dua sosok berpakaian berbeda. Satunya mengenakan pakaian hijau, sementara satunya lagi berpakaian putih. Mereka sedang melangkah melewati koridor.Apakah itu Gilang dan Aska? Tadi, sepertinya mereka sengaja berhenti sebentar dan memperhatikannya. Namun sebelum Anggi bisa memastikan, keduanya sudah berjalan makin jauh.Anggi mengalihkan pandangannya kembali, lalu memberi tahu Luis, "Pangeran, menurut saya bunga plum ini sangat indah. Saya ingin meletakkan satu vas di meja Pangeran supaya Anda bisa menikmatinya."Luis mengangguk. Dia teringat ucapan Aska yang pernah berkata bahwa Anggi adalah keberuntungannya. Senyum tipis pun muncul di sudut bibirnya karena sulit untuk ditahan. Tatapannya jatuh pada bunga plum yang berada dalam pelukan Anggi.Luis berkomentar, "Bunga plum mekar begitu indah."Anggi bertanya, "P
Mina membalas sambil mengangguk, "Benar."Sejak Luis mengalami luka di wajahnya, suasana di kediaman ini menjadi jauh lebih suram. Setidaknya, tak ada lagi suara tawa riang yang terdengar di sini. Hanya saja selama para pelayan tidak melakukan kesalahan, Luis juga tidak akan sembarangan menghukum mereka dengan kejam.Sementara Anggi terus memotong bunga plum, Mina bertugas mengumpulkannya. Tak butuh waktu lama, bunga-bunga yang terkumpul sudah begitu banyak hingga Mina kesulitan membawanya."Putri, gimana kalau kita ke rumah utama untuk merapikan bunga-bunga ini?" tanya Mina. Bagaimanapun juga, rumah utama selalu dibersihkan setiap hari oleh para pelayan. Sekalian, mereka bisa mengganti bunga plum lama yang sudah layu dengan yang baru.Anggi berujar seraya mengangguk, "Aku juga berpikir begitu."Keduanya pun berjalan menuju rumah utama. Dalam perjalanan, Anggi beberapa kali menoleh ke arah ruang baca. Tanpa sengaja, tatapannya bertemu dengan Torus yang berdiri di kejauhan. Dia memberi
Begitu mendengar suara tawa itu, Torus langsung tahu siapa pemiliknya. Namun dia tidak bisa langsung memberi tahu Anggi, jadi dia hanya berucap sambil menggeleng, "Hamba nggak bisa mengenalinya dalam sekejap."Torus berpikir dalam hati, Gilang memang biasanya berkepribadian ceria dan riang. Namun sejak Luis mengalami luka di wajahnya, dia tidak pernah bersikap begitu bebas dan sembrono di hadapannya.Anggi bertanya, "Kalau begitu, apa aku harus kembali lagi nanti?" Sambil berbicara, dia sudah berjalan menuju gazebo di rumah utama. Angin dingin bertiup kencang dan membuat pipi Anggi terasa membeku.Torus dengan penuh hormat mengantar beberapa langkah, lalu berucap, "Gimana kalau Putri kembali ke rumah utama dulu dan beristirahat sejenak?"Mina yang berdiri di samping juga ikut menimpali, "Benar, Putri."Namun, Anggi justru menunjuk beberapa pohon plum yang sedang berbunga di halaman, lalu berujar dengan santai, "Bunga plum di sini sedang mekar dengan indah. Aku akan memetik beberapa tan
Lantas, bagaimana mungkin Anggi bisa menyembuhkannya?"Lihat baik-baik luka di wajahku. Apa ada sedikit perubahan?" Meskipun nada suaranya terdengar tenang, dalam hati Luis kembali menyimpan harapan bahwa wajahnya bisa pulih seperti dulu.Kali ini bukan karena ingin tampil gagah di hadapan orang lain, tetapi hanya karena satu alasan. Luis ingin memulihkan wajahnya agar bisa mendapatkan ketulusan hati Anggi.Mendengar itu, Torus segera memperhatikan dengan saksama. Dia mengamati wajah Luis dengan penuh kehati-hatian, lalu berucap dengan ragu, "Wajah Pangeran sudah nggak sepucat dulu. Setelah beberapa hari terpapar sinar matahari, Anda terlihat lebih sehat."Luis mengulangi, "Yang kutanyakan adalah apakah bekas lukaku memudar?"Torus menimpali, "Hamba ... hamba merasa ....""Jangan bohong padaku!" seru Luis.Torus buru-buru menjawab, "Pangeran, hamba nggak berani bohong. Selama ini, hamba bahkan nggak berani menatap langsung wajah Pangeran, jadi ... hamba nggak bisa melihat perbedaannya
"Saya hanya nggak ingin membuang-buangnya," balas Anggi. Wajahnya sudah memerah sepenuhnya. Dia terlihat begitu indah dan memikat.Luis menolak dengan tegas, "Aku nggak butuh.""Baik." Anggi menundukkan pandangannya dan tidak berani menatapnya lagi. Lebih baik dia fokus menyembuhkan wajah dan kaki Luis terlebih dahulu. Setelah itu, dia akan tahu sendiri apakah pria ini benar-benar menyukai wanita atau tidak.Dengan pikiran seperti itu, Anggi berusaha bangun dari ranjang. Namun, tiba-tiba tangan pria itu menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Dia bertanya, "Putri nggak percaya padaku?""Saya nggak pernah bilang nggak percaya," balas Anggi.Melihat wajahnya yang sudah memerah, Luis mendadak ingin menggodanya. Dia tiba-tiba langsung menarik tangan Anggi ke dalam selimut.Begitu tangannya menyentuh sesuatu, Anggi seperti tersengat listrik. Dengan refleks, dia langsung menarik tangannya kembali dan buru-buru menyembunyikan wajahnya ke dalam selimut.Luis bertumpu dengan satu tangan