Pagi itu, Ziva kembali ke ruang rahasia dengan hati-hati. Ia merasa ada sesuatu yang belum ia temukan. Di salah satu sudut ruangan, ia melihat sebuah brankas kecil yang tertutup debu. Ziva merogoh sakunya dan mengambil kunci yang sebelumnya digunakan untuk membuka pintu rahasia. Dengan tangan gemetar, ia mencoba kunci tersebut pada brankas, dan ternyata cocok.Brankas terbuka perlahan, memperlihatkan isi di dalamnya. Ziva menemukan beberapa ikat uang yang rapi tersusun dan sebuah pistol kecil yang terlihat sudah tua namun masih terawat baik. Ziva mengambil pistol itu dengan hati-hati, merasa ketakutan dan gemetaran saat memegangnya. Ini adalah senjata Black D, mungkin untuk berjaga-jaga dalam situasi darurat. Ziva menelan ludah, lalu menyimpan pistol itu kembali di brankas.Dengan uang yang ditemukan, Ziva merencanakan untuk memulai bisnis toko rotinya. Ia menghubungi istri Johnson dan mengajaknya ke barbershop untuk membantu memulai perombakan dan persiapan. Bersama anaknya, mereka m
Esok paginya, Ziva bangun dengan semangat yang menggebu-gebu. Setelah sarapan sederhana, ia bersama Ibu Kiki, istri Johnson, menuju dapur baru mereka di D' CAKE. Dapur tersebut masih sederhana dengan peralatan yang seadanya, namun Ziva yakin mereka bisa menghasilkan kue dan roti yang lezat.Dengan penuh semangat, Ziva mulai mengaduk adonan, mengukur bahan-bahan, dan memanggang kue serta roti sesuai dengan resep yang telah ia buat. Ibu Kiki membantu menyiapkan bahan-bahan, mengawasi oven, dan menata kue-kue yang sudah jadi. Aroma manis dari kue dan roti yang baru dipanggang memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.Setelah semuanya selesai, Ziva dan Ibu Kiki menata kue dan roti di etalase dengan rapi. Setiap kue dan roti dipajang dengan hati-hati, memastikan tampilan yang menggugah selera. Mereka bersiap untuk menyambut pelanggan pertama mereka dengan penuh harapan.Namun, waktu berlalu dan tidak ada satu pun pelanggan yang datang. Jam demi jam berlalu, dan or
Di sisi lain kota, wanita bertopeng misterius itu tengah menikmati mandi di kamar mandinya yang sangat mewah. Uap air panas memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang nyaman. Cahaya lampu gantung kristal memantul di dinding marmer yang berkilauan. Wanita itu berdiri di bawah pancuran, air mengalir lembut di atas tubuhnya yang anggun. Ia menutup mata, menikmati setiap tetes air yang membasuh kulitnya.Setelah beberapa saat, seorang pengawal mengetuk pintu kamar mandi dengan sopan. "Madam, ada surat untuk Anda," katanya dengan hormat.Wanita itu meraih handuk lembut berwarna putih dan membungkus tubuhnya dengan anggun. Ia membuka pintu kamar mandi dan menerima surat serta kartu hitam berlogo Beruang. Dengan elegan, ia duduk di tepi bathtub dan membuka surat itu."Undangan pertemuan dari Brok di sebuah tempat rahasia di luar kota," ia membaca keras-keras, wajahnya menunjukkan ketertarikan yang dingin. Dengan gerakan anggun, ia menjatuhkan surat itu ke lantai dan menuju kamar tidur.Di ka
Pagi itu, Ziva dan Bu Kiki kembali sibuk mempersiapkan bahan untuk membuat kue dan roti di dapur baru mereka. Ziva memeriksa bahan-bahan, memastikan semua yang dibutuhkan sudah tersedia. Bu Kiki, dengan cekatan, mulai mencampur adonan sementara Ziva menyiapkan loyang dan peralatan lainnya."Kita harus pastikan semua kue dan roti selesai tepat waktu, Bu Kiki," kata Ziva dengan semangat."Tenang saja, Ziva. Kita pasti bisa," jawab Bu Kiki dengan senyum penuh keyakinan.Mereka bekerja sama dengan harmonis, saling membantu dan memberi semangat. Aroma kue dan roti yang sedang dipanggang mulai memenuhi dapur, membuat perut mereka keroncongan meski masih pagi.Setelah semua kue dan roti selesai dipanggang, mereka mengemasnya dengan hati-hati. Ziva dan Bu Kiki kemudian mengantar hasil karya mereka ke toko, menata kue dan roti di etalase dengan rapi."Semoga hari ini lebih baik dari kemarin," ujar Ziva penuh harap.Pagi itu mereka menunggu pelanggan dengan penuh semangat. Tak lama, pelanggan p
InggrisDi sisi lain dunia, Leon tengah bermain golf bersama teman-teman bulenya di Inggris. Ia mencoba menikmati hobinya, namun hari-hari terasa hambar tanpa Ziva. Teman-temannya mulai menyadari bahwa Leon sering terdiam di tengah permainan, tampak tak bersemangat."Hei, Leon, kamu baik-baik saja?" tanya salah satu temannya.Leon hanya mengangguk tanpa semangat. Melihat itu, teman-temannya memutuskan untuk mengajaknya ke bar, berharap bisa menghibur Leon dengan suasana yang lebih hidup.Di bar, Leon duduk di sudut ruangan, dikelilingi oleh perempuan yang mencoba menggodanya. Namun, bagi Leon, semua itu terasa kosong. Perempuan-perempuan itu, meskipun cantik, tak bisa menggantikan sosok Ziva di hatinya. Leon hanya memandangi minumannya, tenggelam dalam pikirannya.Malamnya, Leon menelepon ayahnya, Brok, dengan harapan bisa pulang."Ayah, aku ingin pulang. Aku sudah bosan di sini," kata Leon dengan nada putus asa.Namun, Brok menolak keinginannya. "Leon, saat ini aku sedang sibuk denga
Pagi itu, seperti biasa, Ziva mempersiapkan kue dan roti bersama Bu Kiki dan anaknya. Dapur yang penuh dengan aroma manis membuat suasana pagi menjadi hangat. Mereka bekerja dengan semangat, berharap hari ini akan lebih baik daripada kemarin."Ziva, hari ini aku yang jaga toko, ya. Kamu fokus kuliah saja," kata Bu Kiki sambil menggendong anaknya yang masih mengantuk."Iya, Bu. Terima kasih banyak," jawab Ziva dengan senyum.Setelah semua persiapan selesai, Ziva berangkat ke kampus.Di kampus, Ziva mengambil jadwal kuliah pagi. Saat ia tiba, terlihat kerumunan orang di sekitar gedung kampus. Ziva merasa ada sesuatu yang tidak beres."Ada apa ini?" tanya Ziva pada seorang mahasiswa yang berdiri di dekatnya."Seorang wanita jatuh dari lantai tiga gedung kampus," jawabnya dengan wajah panik.Ziva terkejut. Ia berusaha menerobos kerumunan untuk melihat lebih jelas. Di sana, terlihat beberapa orang sedang menggotong tubuh seorang wanita yang tidak bergerak, menuju ambulans. "Sari..." Ziva
Di tengah malam yang sunyi, rumah kosong tempat Ardi dan teman-temannya menyekap Raka tiba-tiba dikepung oleh banyak mobil hitam berlogo Paus. Itu adalah konvoi Echo, pasukan pribadi Raka, yang datang untuk menyelamatkan tuan mereka.Anggota Echo segera menyerbu masuk, membuat kekacauan di dalam rumah. Terjadi perkelahian sengit antara anggota Ardi dan anggota Echo. Pukulan dan bacokan bertebaran di mana-mana. Jeritan kesakitan memenuhi ruangan ketika kedua pihak bertarung habis-habisan.Raka hanya menonton pertarungan itu dengan ekspresi dingin di wajahnya. Ia melihat teman-temannya yang dulu kini saling bertarung karena dirinya. Pertarungan itu semakin intensif, dan anggota Echo mulai mendominasi. Meskipun Ardi dan teman-temannya berjuang dengan gigih, mereka kalah jumlah dan terpojok.Setelah pertarungan yang panjang dan brutal, anggota Echo berhasil mengalahkan anggota Ardi. Mereka menaklukkan satu per satu, membuat Ardi dan Dom terbaring lemah di lantai, penuh luka dan kelelahan.
Pagi hari di toko roti, Ziva sedang bersiap untuk memasak bersama Bu Kiki. Terdengar ketukan di pintu. Bu Kiki pergi membukanya dan ternyata itu adalah Raka."Ziva, ayo berangkat kuliah. Aku jemput kamu," kata Raka dengan senyum lebar.Ziva mengangguk, menyadari bahwa ini adalah kesempatan untuk menjalankan rencananya. "Bu Kiki, aku pergi kuliah dulu ya," ucap Ziva sambil bersiap-siap."Lho, ambil jadwal pagi toh?""Iya Bu. Aku nyusul nanti malam ya, Bu. Ibu bisa kan sendiri?""Jangan khawatir, Ziva. Aku yang akan urus toko," jawab Bu Kiki sambil tersenyum.Di kampus, Raka bersikap romantis, mencoba menarik perhatian Ziva. Namun, isu tentang keterlibatan Raka dalam kematian Sari telah tersebar luas. Banyak orang yang menghindarinya, namun tak ada yang berani menunjukkan kecurigaan mereka secara terang-terangan karena status Raka sebagai orang berpengaruh di kampus.Ziva yang sadar akan suasana ini, memanfaatkan momen di perpustakaan untuk memancing Raka berbicara tentang hubungannya d