Di kantor perusahaan Liquid Angeline bergegas menuju ke ruangan Lisa. Dia ingin memberitahu kabar baik dari Bank Vittese kepada neneknya.Sedangkan Lucas, dia meminta izin kepada Angeline untuk pulang ke rumah. Karena sebentar lagi jam istirahat, dia pun diizinkan untuk pulang.Karena menggunakan mobil, Lucas bisa lebih cepat sampai di rumah mamanya karena lewat jalan tol. Jadi, dia hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai. Berbeda jika naik motor yang bisa mencapai 30-40 menit.Angeline mengetuk pintu dan Lisa mengizinkan Angeline untuk masuk.“Ada apa?”Lisa sedang sangat teliti membaca berkas-berkas laporan sehingga dia tidak melihat wajah Angeline.“Nek, aku punya kabar baik!” ucap Angeline, bersemangat.Lisa mengangkat kepalanya dan menatap sang cucu. “Kabar baik apa? Dari Sabrina?”Saat ini yang sedang menjalankan tugas untuk menyelamatkan perusahaan adalah Sabrina. Jadi sangat wajar jika Lisa langsung ingat dengan Sabrina ketika mendengar laporan kabar baik.“Bukan, Nek. Ini ka
Sabrina pun menghubungi seseorang melalui sambungan telepon untuk menuntaskan amarahnya. ‘Halo! Kamu di mana! Aku ingin bertemu denganmu! Ada seseorang yang ingin aku singkirkan!’ ucap Sabrina dengan seorang bergetar penuh amarah. Setelah itu, Sabrina mengakhiri panggilan suaranya. Dia menatap ke depan di mana punggung Angeline dan Lisa masih bisa terlihat. ‘Sebenarnya aku tidak mau melakukan ini mengingat kamu adalah sepupuku. Tapi aku harus melakukannya karena kamu sudah menginjak-injak harga diriku!’ ucap Sabrina dalam hati. “Hey, Sabrina! Kamu kenapa bengong di sini?” Tiba-tiba saja Bella menyapanya. Bella celingukan untuk mencari penyebab kenapa Sabrina diam di sana. Sabrina menoleh ke arah Bella dan menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Oh, tidak apa-apa. Aku hanya memikirkan sesuatu yang tertinggal di ruanganku.” “Oh … aku kira ada apa. Ya sudah aku kembali ke ruanganku, ya,” kata Bella. Kemudian Bella membalikkan badannya dan bersiap untuk melangkah pergi. Namun
John berjalan menghampiri Lucas sambil menghisap rokok.Dari cara jalan dan juga mimik wajahnya, John terlihat sedikit arogan. Dia juga menunjukkan ketidaksukaannya kepada Lucas.“Wah, aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi di tempat seperti ini. Aku kira kita akan bertemu di tempat yang lebih private,” ucap John.Pria itu kemudian mendekatkan kepalanya ke Lucas dan berkata dengan suara yang lebih pelan, “Di penjara contohnya.”John masih merasa kesal kepada Lucas karena kejadian di toko barang antik. Dia masih ingat betul bagaimana dia dipermalukan oleh seseorang yang dianggap sebagai bocah ingusan. Lucas tidak memedulikan John. Dia hanya diam saja tanpa merespon apapun.“Bagaimana, sudah sampai mana pelajaran sejarahmu? Apakah kamu belajar dengan sungguh-sungguh?” tanya John kembali.Pria itu sama sekali tidak mempermasalahkan sikap Lucas yang acuh tak acuh kepadanya. Saat ini dia hanya ingin menghina Lucas saja.“Apakah kamu sudah selesai bicaranya? Kalau sudah selesai, aku i
John tidak bisa menerima diremehkan seperti ini oleh seorang pria muda. Dia menilai harga dirinya diinjak-injak oleh Lucas.Mendengar teriakan dari John, Lucas pun menghentikan langkah kakinya. Lalu, dia menoleh dan berkata, “Aku tidak mau membuang-buang waktu untuk sesuatu hal yang remeh. Melawan orang lemah bagiku sangat membuang waktu.”John membuka mulutnya lebar-lebar ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Lucas, yang mana menganggap jika petarung-petarung di sasana miliknya lemah.“Kurang ajar sekali kamu bicara seperti itu! Jika memang kamu memiliki ilmu beladiri tingkat tinggi, datang dan buktikan. Jika hanya bicara saja, semua orang pun bisa melakukannya,” kata John yang wajahnya sudah merah padam.Lucas membalikkan badannya kembali, menghadap John.“Apa yang aku dapat jika aku datang ke sana dan mengalahkan semua petarungmu?” tanya Lucas, dingin.John yang menganggap jika Lucas adalah orang yang lemah, tidak takut jika harus bertaruh dengan Lucas dalam jumlah besar. Sebab
Rose menatap Lucas yang malah diam. Dia pun menjadi sedikit curiga kepada anaknya itu.“Kamu kenapa diam saja? Apa kamu sedang menutupi sesuatu?” tanya Rose.Lucas menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Tidak Bu. Mana mungkin aku menyimpan rahasia dengan Ibu.”Rose memicingkan matanya sambil mendekat kepada Lucas. “Ya, baiklah. Nanti kalau dia bisa ke sini, Ibu mau bicara dengannya tentang masalah rumah ini. Supaya ke depannya menjadi nyaman untuk kita semua,” kata Rose.Saat ini, ponsel Lucas berdering. Dia pun langsung menjawab panggilan suara itu ketika melihat yang menghubunginya adalah Angeline.‘Halo! Ada apa?’ tanya Lucas.‘Cepat kembali ke kantor. Keluargaku akan mengadakan pertemuan, antar aku untuk pulang,’ kata Angeline.‘Ya, baik. Aku akan ke sana sekarang,’ kata Lucas.Setelah itu panggilan suara di akhir oleh Angeline.Lucas merasa lega dengan panggilan suara dari Angeline. Setidaknya, ada alasan yang masuk akal untuk diberikan kepada ibunya jika Angeline tidak bisa b
Magdalena begitu terkejut mendengar jika Lucas bisa masuk ke perumahan Montclair Manor. Dia pun bertanya-tanya kenapa seorang Lucas bisa dengan mudah masuk ke perumahan elit itu.“Bagaimana dia bisa masuk ke dalam perumahan Montclair Manor? Aku saja tidak bisa masuk ke sana,” tanya Magdalena dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kebingungan.Albin menganggap kedua bahunya seraya berkata, “Aku tidak tahu. Tadi dia bilang, jika dia baru saja pindah ke sana dengan ibunya.”Kembali Magdalena dibuat terkaget-kaget. Pindah ke perumahan itu sangatlah mustahil, tidak masuk diakal Magdalena.“Tidak mungkin! Bagaimana bisa? Emangnya keluarga Jordan bisa mendapatkan rumah di perumahan se elit Montclair Manor?” tanya Magdalena, begitu penasaran.Albin mengerutkan keningnya. Wajahnya tampak bingung. “Keluarga Jordan? Memangnya Lucas berasal dari Kelurahan Jordan? Bukankah dia salah satu karyawan di perusahaan keluarga Jordan?” tanya Albin.Magdalena menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Tidak
Seluruh anggota keluarga Jordan terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Lucas. Mereka sama sekali tidak menyangka jika Lucas berani protes kepada sang nenek.Jangankan orang lain, keluarga Jordan sendiri pun tidak ada yang berani membantah maupun protes apa yang dikatakan maupun diperintahkan oleh Lisa. Mungkin yang hanya berani sejauh ini hanyalah Angeline dan LucasKedua pasangan suami istri itu, pernah dan bahkan sering mendebat Lisa. Angeline bahkan lebih berani akhir-akhir ini. Tentu saja, yang ada di pikiran seluruh anggota keluarga besar Jordan, termasuk juga Jeremy, menduga jika Angeline telah dicuci otaknya oleh Lucas.“Ternyata dugaanku selama ini benar. Angeline menjadi berubah sikapnya, karena hasutan dari Lucas,” kata Jeremy dengan memasang wajah yang kesal. “Lihatlah apa yang dilakukan oleh Lucas tadi. Dia berpikir, jika dia sedang berbicara dengan temannya sendiri sehingga bisa protes begitu. Memangnya dia punya hak bicara di sini?” lanjut Jeremy.Karena namanya terse
Viviana merasa sangat panik sekali mendengar jika ada seorang yang jahat kepada Lucas. Dia tidak bisa terima jika Lucas terluka.Wanita itu memiliki sebuah ikatan yang kuat dengan Lucas. Selain karena Lucas telah membantunya untuk bisa sembuh dari kelumpuhan yang dideritanya, dia juga jatuh cinta kepada pria itu. Bukan karena dari wajahnya tetapi awal mula rasa cinta itu tumbuh adalah ketika Viviana menghirup aroma tubuh Lucas ketika sedang menyembuhkannya.Tentu saja jika sudah berurusan dengan hati ditambah dengan hutang nyawa, tidak ada yang bisa melepas ikatan itu. Albin menatap Gigio. Jelas jadi permasalahan ini, dia tidak bisa ikut campur.Gigio menghadap Viviana. Lalu dia berkata, “Kamu tenang dulu. Duduk dulu agar ayah bisa menjelaskannya dengan baik dan kamu bisa mengerti.”Viviana mengangguk. Dia kemudian duduk di kursi tepat di hadapan sang ayah.Gigio pun kemudian menceritakan tentang informasi yang dia dapat dari John kepada Viviana. “Jadi, Lucas menerima taruhan itu?”
Jeremy berdiri kaku di ruang tamu itu, peluh dingin mulai membasahi pelipisnya. Kata-kata Lucas barusan bagaikan pedang es yang menusuk jantungnya. Bukan hanya penolakan terhadap permintaannya, tetapi juga aura dingin dan dominasi yang terpancar dari mantan teman kuliahnya itu."Kamu tidak mengerti, Lucas!" ucap Jeremy yang tampak putus asa namun dia tetap mencoba sekali lagi menembus tembok ketidakpedulian di mata Lucas. "ini bukan hanya soal uang! Ini soal masa depan Angeline! Bayangkan jika Carlos membuat berita viral tentang Angeline. Karirnya, reputasinya, semuanya bisa hancur!"Lucas mendengus pelan. "Itu tidak akan terjadi. Semuanya akan baik-baik saja jika mereka mengerti akan bahaya yang ada di depan mereka jika nekat melanjutkannya.""Tapi Lucas, kasihan Angeline. Berkorbanlah sedikit demi istrimu,” kata Jeremy.“Kasihan Angeline atau kasihan kamu?” tanya Lucas seraya mengangkat sebelah bibirnya.Saat ketegangan di antara keduanya mencapai puncaknya, pintu dapur terbuka. Ros
Lucas membuka matanya. Masih gelap. Jam dinding di kamar menunjukkan pukul lima pagi.Dia diam sejenak, mendengarkan keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara napas lembut istrinya yang masih tertidur pulas di sampingnya.Namun di dadanya, ada sesuatu yang bergetar. Sebuah firasat buruk. Bukan ketakutan biasa. Ini adalah naluri bertahan hidup yang hanya muncul di ambang bahaya besar.Lucas duduk di pinggir ranjang. Ia menatap Angeline sejenak, memastikan istrinya baik-baik saja.Kemudian dia berbisik pada dirinya sendiri, "Ini sama seperti dulu, sebelum aku bertarung melawan raja mafia di Utara."Saat itu, Lucas hampir mati. Namun justru dari pertarungan itu, dia bangkit dan menjadi salah satu figur yang paling ditakuti di dunia bawah tanah.Lucas berdiri perlahan, mengenakan kaos dan celana training, lalu melangkah ke jendela.Langit di luar masih gelap. Kabut tipis menggantung di atas jalanan perumahan Montclair Manor.“Akan ada sesuatu yang datang … sebentar lagi,” pikirnya.Luca
Dario berdiri di pendopo, matanya menyala penuh amarah. Setelah mendengar penjelasan dari Xena, dadanya serasa terbakar."Aku akan membuat Lucas merasakan apa itu neraka di dunia ini," gumam Dario dengan suara serak.Dia tidak peduli siapa pun yang akan menghalangi. Bahkan kalau keluarga Lucas ikut terseret, itu bukan masalah. Satu-satunya tujuan yang ada di pikirannya hanyalah membalas dendam.Ruben menatap sahabatnya itu dengan cemas. Perlahan, ia bertanya, "Dario, kau yakin bisa menghadapi dia?"Dario menoleh tajam.Ruben melanjutkan, "Aku dengar, Lucas bukan petarung biasa. Bahkan para pemimpin cabang organisasi besar di Verdansk kalah di tangannya."Dario mengepalkan tinjunya. "Aku tidak peduli."Ruben menghela napas berat. Ia sadar, Dario punya semangat, tapi dalam dunia nyata, semangat saja tidak cukup. Apalagi Dario baru berguru kepada Xena kurang lebih satu bulan. Waktu itu terlalu singkat untuk mengasah kemampuan tingkat tinggi.Xena yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya
Angeline melipat lengannya, bersandar di kepala ranjang sambil menatap langit-langit kamar yang temaram. Lucas masih memegang ponsel yang tadi bergetar.Kini nama Jeremy sudah tidak lagi terlihat di layar, tapi bayangannya masih menggantung di kepala mereka.“Dia makin lama makin mengganggu,” ucap Angeline dengan nada tidak suka.Lucas menoleh ke arahnya. “Dia melakukan apa lagi?”“Dua hari ini dia datang menemuiku,” jawab Angeline, suaranya tenang namun mengandung penekanan emosi. “dia bilang ingin membantuku menyelesaikan masalah dengan Carlos dan teman-temannya.”Lucas mengernyit. “Membantu? Dengan cara apa?”Angeline menghela napas, menatap Lucas sebentar lalu menunduk. “Katanya, dia bisa menghentikan Carlos agar tidak memviralkan kasus itu. Tapi dengan satu syarat.”Lucas menyandarkan punggung, tangannya terlipat di dada. “Syarat?”“Dia minta aku membantu menyelamatkan perusahaan Liquid,” jawab Angeline pelan. “dia bilang perusahaan di ambang kebangkrutan dan membutuhkan proyek b
Ponsel Jeremy bergetar di tengah hingar bingar musik klub malam. Lampu disko menyinari wajahnya dengan warna-warni menyilaukan, tapi ia tetap bisa membaca nama yang muncul di layar.Carlos.Dengan senyum kecil, Jeremy menerima panggilan itu dan menempelkan ponsel ke telinganya. Dia sudah menduga jika Carlos menghubungi karena dia setuju untuk menyerahkan masalah mereka kepadanya.‘Akhirnya kamu menghubungiku juga,’ kata Jeremy dengan ringan.‘Aku ingin bertemu denganmu. Kalau bisa sih, sekarang,’ jawab Carlos tegas.Jeremy melirik sekeliling. Musik EDM masih menggelegar.‘Hmmm … aku sedang di Imperial Room, klub malam di pusat kota. Kalau kamu mau bicara, datang saja ke sini,’ kata Jeremy.‘Baiklah, kalau begitu aku akan segera ke sana,’ kata Carlos.Setelah itu dia pun mengakhiri panggilan suara.Jeremy menaruh ponselnya ke atas meja dengan tawa lepas. “Aku tidak pernah gagal. Aku adalah seorang pemenang!” ucap Jeremy, berbangga diri. Dia pun memeluk seorang teman wanitanya, tapi bu
Langkah kaki Lucas menyusuri jalan yang sepi, meninggalkan jejak di rumput. Panggilan dari Angeline beberapa menit lalu masih membekas di benaknya. Nada suaranya terdengar tenang, tapi Lucas tahu, terlalu tenang justru menyembunyikan sesuatu.Rajendra m kembali ke rumah ibunya dan langsung menuju ke ruang keluarga. Di sana, ibunya sedang duduk santai di sofa sambil menonton tayangan ulang sinetron klasik. Volume televisi tak terlalu keras, namun cukup untuk mengisi kesunyian rumah mewah itu.Rose menoleh begitu melihat Lucas masuk. “Dari mana saja kamu, Nak?”Lucas menyandarkan tubuh di sandaran sofa. “Dari danau. Sekadar jalan-jalan.”Rose memiringkan kepala. “Ah, kamu benar. Udara di dekat danau, memang sangat bagus.”Lucas menoleh. “Ibu ingin ikut jalan-jalan?”Wajah Rose langsung berubah berseri. “Kalau boleh, aku ingin. Badanku rasanya kaku sekali. Dulu waktu kita masih tinggal di gang kecil, aku bolak-balik ke pasar. Masak buat dijual. Bergerak terus. Tapi sejak tinggal di sini,
“Apakah musuhmu itu bernamaLucas?” bisik Emilio lagi, kali ini lebih pelan, nyaris seperti gumaman yang tercampur rasa tidak percaya.Xena hanya menjawab dengan anggukan kecil.Tatapan Emilio mengeras. Dia bersandar ke sofa, memandangi Xena dalam diam. Beberapa detik kemudian, dia berkata, “Kalau benar kita punya musuh yang sama, artinya pria itu memang tidak biasa.”Hector melirik Emilio. “Don Emilio, apa kau yakin?”Emilio mengangguk pelan, meski sorot matanya tidak menunjukkan keyakinan yang sepenuhnya bulat. “Dia membunuh dua ketua cabang organisasi kami di kota Verdansk. Dalam waktu yang berdekatan.”Xena menatap Emilio tajam. Lalu dia berkata, “Dia juga telah membunuh keponakanku. Dan itulah kenapa aku menganggap dia sebagai musuhku.”Ruangan itu kembali sunyi. Emilio mencoba mengingat siapa saja keponakan Xena yang diketahui dalam lingkaran dunia bela diri. Tak banyak. Dan jika salah satunya tewas di tangan Lucas…“Apa? Dia membunuh keponakanmu?” tanya Emilio.Xena menatapnya.
Langkah kaki ringan namun tegas terdengar mendekati aula utama markas organisasi Dominus Noctis. Aroma wewangian bunga magnolia mengalir lebih dulu, seolah menandakan kehadiran sosok luar biasa.Pintu dibuka oleh pengawal, dan masuklah seorang wanita.Tubuhnya tegap namun elegan. Rambut hitam berkilau digulung anggun di atas kepala. Wajahnya tidak muda, namun tiap lekuk dan guratannya memancarkan ketegasan serta keanggunan yang menakjubkan. Sepasang mata tajam menyorot sekeliling dengan rasa percaya diri yang luar biasa.“Xena,” ucap Don Emilio dengan nada hampir tak percaya.Ia langsung berdiri. Tatapannya berubah dari dingin menjadi hangat seketika, seolah beban puluhan tahun menguap begitu melihat wanita itu.Xena tersenyum saat melihat Emilio. “Masih mengenaliku?” tanya Xena.“Mana mungkin tidak mengenalimu?” Emilio melangkah cepat mendekati, lalu memeluk Xena dengan erat. “Tuhan. Ini benar-benar kamu. Sudah berapa lama sejak kita terakhir bertemu?”“Hmmm … dua puluh tahun, mungki
Carlos mengernyit. “Perjanjian kecil macam apa?”Jeremy menepuk lututnya pelan dan tersenyum seolah tengah menawarkan harta karun dengan nominal tak terhingga.“Aku ingin kalian berlima bergabung ke perusahaan Liquid. Perusahaan keluargaku,” ucap Jeremy dengan nada meyakinkan. “kalian akan langsung bekerja, punya jabatan, dan tentu saja, kalian akan mendapatkan uang besar.”Fabian langsung mendecak. “Perusahaan Liquid? Perusahaan kecil itu? Serius?”Jeremy tak tersinggung. Malah tertawa pelan. “Aku tahu kalian akan berkata begitu.”“Kami dipecat dari perusahaan raksasa,” sahut Fabian lagi. “sekarang kamu suruh kami balik ke perusahaan gurem yang bahkan belum pernah kami dengar di berita lokal? Aku tidak mau mengakhiri karirku di lubang sumur.”Jeremy mengangkat tangan sambil berkata, “Tenang dulu. Ini baru awal. Aku belum selesai bicara.”Lucca menyipitkan mata. “Jadi maksudmu bagaimana?”Jeremy menatap ke sekeliling, melihat wajah-wajah yang penasaran. Lalu dia berkata dengan pelan,