Pertengkaran antara Theo dan Belva masih berlanjut. Wenda sudah sempat mewanti-wanti Theo supaya tidak berlaku kasar lagi pada Belva. Apa yang Gery ceritakan tadi, sempat membuat Wenda khawatir. Namun, karena percaya Wenda tetap membiarkan mereka berdua tetap di dalam kamar. Maksudnya untuk menyelesaikan masalahnya.“Sebenarnya kenapa mereka bisa bertengkar?” tanya Abraham.“Aku juga kurang tahu. Tidak ada yang menjelaskan dengan detail tadi,” kata Wenda. “Semoga saja mereka cepat baikan.”“Apa Gery dan Amora tidak di rumah?” tanya Abraham lagi.“Mungkin mereka menginap di apartemen.”Sepasang suami istri yang semakin menua ini, memilih membaringkan badan untuk tidur. Bagaimana keadaan di kamar atas, biarlah menjadi urusan si penghuni.“Bagaimana mungkin kau tega menamparku?” tanya Belva dengan nada menyalak.Theo baru saja selesai mandi karena baru pulang beberapa menit yang lalu dan sekarang harus dihadapkan dengan masalah tadi pagi.Sesantai mungkin, Theo berjalan mendekati
Menembus jalanan yang padat, Gery sampai enggan peduli jika laju mobilnya tetap cepat. Suara klakson bersahutan untuk memperingatkan, ia abaikan dan terus saja melaju.Sampai di jalanan yang lumayan longgar, Gery menambah kecepatan hingga akhirnya sampai di halaman rumah yang tak lain rumahnya sendiri.Gery melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Pukul delapan pagi, itu artinya di rumah kemungkinan hanya ada Ibu dan Belva.“BELVA!” suara Gery menggelegar ke seluruh ruangan. “Belva!” sekali lagi Gery berteriak.“Gery?” Wenda keluar kamar nampak terkejut. Satu tangan menutup pintu lalu segera menghampiri Gery.“Belva! Di mana kau!” teriak Gery lagi. Wenda semakin terlihat penasaran.“Tenang Gery!” Wenda menghalangi langkah Gery yang hendak menuju tangga. “Ada apa memangnya.”Sudah tersulut emosi, Gery saat ini hanya mau bertemu dengan Belva saja. Gery butuh penjelasan dari wanita itu.“Gery ... ada apa dengan Belva?” Wenda menarik lengan Gery saat sudah menaiki anak ta
Gery tidak langsung kembali ke apartemen untuk menjemput Amora. Gery harus mengurus pekerjaannya lebih dulu. Kata Dion, Gery harus datang dan ikut dalam pertemuan.Gery harusnya ingat, kalau ini sudah mulai siang menjelang sore, dan Amora pasti belum makan. Di dalam apartemen, Amora sedari tadi nampak gelisah. Mulai dari duduk di sofa dan menonton TV, lalu berjalan ke arah balkon dan berdiri di sana beberapa saat.Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu dengan sangat keras dan tidak sabaran. Awalnya Amora masih termenung menebak-nebak siapa gerangan yang datang. Amora harus waspada.Saat ketukan itu terdengar lagi, Amora sampai terjungkat kaget. Ragu-ragu Amora berjalan mendekati pintu.“Siapa ya?” gumam Amora.Amora maju semakin dekat, lalu mendekati lubang kecil di tengah pintu. Amora menempelkan satu matanya untuk memastikan siapa orang di luar sana.“Belva?” pekik Amora. Amora berjalan selangkah mundur. “Dia datang lagi? Untuk apa?”Tok! Tok! Tok!Ketukan itu terdengar la
Gery masih melongo tidak paham dengan perkataan Amora. Amora yang masih terisak kini duduk di sofa sambil membuang muka.“Kau cemburu?” kata Gery sambil memiringkan badan.Amora masih sesenggukan dan tidak menoleh.“Benarkan?” Gery mendekat lalu berjongkok.Tiba-tiba saja Amora berdiri membuat Gery terjengkang ke belakang. Gery yang kaget membulatkan bola mata lebar-lebar dan melongo.“Aku tidak cemburu.” Amora melompati kaki Gery dan berjalan menjauh. Menghadap ke arah lain, Amora melipat kedua tangan di depan dada.“Kalau begitu, kenapa kau marah?” tanya Gery sambil bangun dari posisinya yang terjengkang. “Jelaskan saja supaya aku paham.”Amora mengusap wajahnya hingga air mata tak tersisa lagi. Amora kemudian berbalik sambil menghentakkan kakinya. Amora yang tidak pernah berani bicara dan selalu menunduk saat di hadapan sang suami, kini mendadak ingin merengek manja.“Bilang saja kalau kau masih peduli dengan Belva!” salak Amora. “Kau memperdulikan dia sampai lupa kalau ada
Setelah mengantar Amora ke kamar, Gery kembali lagi untuk mengambil makan malam. Awalnya Gery tidak ingin membahas masalah tadi malam ini, tapi karena berhubung berpapasan dengan Belva, akhirnya Gery buka suara.“Apa yang kau lakukan pada Amora?” tanya Gery.Belva pura-pura tidak mengerti. Ia tetap berjalan menuju ruang makan untuk bergabung dengan yang lain. Niatnya supaya Gery berhenti mengejar atau menanyai macam-macam.“Jawab aku!” Gery menarik lengan Belva tepat sesampainya di ruang makan.Mereka yang sudah duduk dan ada yang mulai menikmati makanan pun jadi terkejut.“Ada apa lagi, Ger?” tanya Wenda.Seperti bukan seorang suami, Theo justru duduk dengan santai dan sempat melirik malas. Theo semakin muak melihat tingkah Belva yang kian berlebihan.“Jawab!” Gery meninggikan suaranya. Belva sempat berjinjit dan menjadi gugup sendiri.Melihat ke sekitar, semua mata sudah memandang dengan tatapan aneh. Mereka seolah sedang menunggu Belva menjawab apa yang diharapkan oleh Gery
Setelah bertemu dengan Amora dan Gery yang membuatnya jengkel, Belva kembali masuk ke dalam kamar lagi. Selesai menutup pintu dengan cukup keras, Belva sempat menghentakkan satu kakinya. Wajahnya merengut dan nampak menahan amarah.“Kenapa masuk lagi?” tanya Theo. “Tidak jadi pergi? Cih!”Amarah Belva kian memuncak, tapi hanya bisa memendamnya untuk saat ini. Ya, sejujurnya tadi ada sedikit perdebatan antara Theo dan Belva setelah meninggalkan kamar ayah dan ibu. Bukannya menyelesaikan masalah, keduanya justru adu mulut di dalam kamar hingga membuat Belva memilih angkat kaki. Namun, tak disangka bertemu dengan Gery dan Amora yang umbar kemesraan, Belva memutuskan kembali masuk ke kamar.Masih dalam posisi berdiri tidak jauh dari pintu, Belva mengatupkan bibir sebelum menarik napas panjang. Belva lantas berjalan mendekat dan menatap Theo.“Aku tahu kita tidak saling mencintai, dan oke aku akui salah karena telah membuat sandiwara pernikahan ini. Tapi ... kau juga bersalah. Kau juga
Merasa takut kalau Andy akan membuat Amora tidak nyaman, Lela yang semula ada di ruangan tengah ikut keluar. Lela menarik lengan Amora dan mendampinginya.“Kau sedang apa disini?” Lela bertanya. “Apa kau tidak bosan mengganggu Amora terus?”Andy berdiri santai tidak mengindahkan pertanyaan Lela. Andy hanya fokus menatap Amora.“Aku datang karena peduli pada Amora,” kata Andy.“Peduli?” sahut Amora. “Kau tidak perlu memperdulikan aku lagi,” sambungnya lagi.“Ayolah Amora,” desah Andy. “Jangan berbohong padaku dan dirimu sendiri. Aku tahu bagaimana pernikahanmu dengan pria itu. Tidak ada rasa saling cinta bukan?”Amora menguatkan rahang serasa ingin sekali melayangkan satu pukulan keras ke wajah Andy. Pria itu sungguh tidak pernah mengerti meski sudah beberapa kali dijelaskan.“Dengar ya Andy. Sudah seringkali kukatakan, jangan ikut campur rumah tanggaku. Dan mengenai aku bahagia atau tidak, kau juga tidak berhak ikut campur.”Tidak ada yang tahu kalau obrolan mereka yang suaran
Sampai di rumah, Andy sudah ditunggu oleh Putri. Putri sedari tadi mondar-mandir di teras rumah karena merasa cemas pada sang suami. Pasalnya tadi Andy pergi buru-buru sampai lupa berpamitan.Ayah, ibu tidak di rumah, jadi Putri tidak terlalu memusingkan bagaimana ada kemungkinan pertanyaan dari mereka tentang kegelisahannya.“Apa kau menemui Belva lagi?” tanya Putri saat Andy sampai di teras usai memarkir mobilnya lebih dulu.Andy tidak menjawab melainkan menghela napas berat lalu nyelonong begitu saja masuk ke dalam rumah. Di belakang, Putri langsung menyusul.“Benarkan?” Putri meraih lengan Andy. “Jawab, Andy!”Andy mendesah lagi lalu berbalik dan menatap Putri. “Ya. Aku memang bertemu dengan Belva.”Andy berbalik lagi dan berjalan meninggalkan Putri. Penasaran, Putri pun ikut masuk ke dalam kamar.“Tunggu, Andy!” panggil Putri. Putri menutup pintu lalu mendekati Andy yang tengah melepas pakaiannya.“Kau tidak perlu berpikir yang macam-macam,” kata Andy sembari melempar kao