Sampai di rumah, Andy sudah ditunggu oleh Putri. Putri sedari tadi mondar-mandir di teras rumah karena merasa cemas pada sang suami. Pasalnya tadi Andy pergi buru-buru sampai lupa berpamitan.Ayah, ibu tidak di rumah, jadi Putri tidak terlalu memusingkan bagaimana ada kemungkinan pertanyaan dari mereka tentang kegelisahannya.“Apa kau menemui Belva lagi?” tanya Putri saat Andy sampai di teras usai memarkir mobilnya lebih dulu.Andy tidak menjawab melainkan menghela napas berat lalu nyelonong begitu saja masuk ke dalam rumah. Di belakang, Putri langsung menyusul.“Benarkan?” Putri meraih lengan Andy. “Jawab, Andy!”Andy mendesah lagi lalu berbalik dan menatap Putri. “Ya. Aku memang bertemu dengan Belva.”Andy berbalik lagi dan berjalan meninggalkan Putri. Penasaran, Putri pun ikut masuk ke dalam kamar.“Tunggu, Andy!” panggil Putri. Putri menutup pintu lalu mendekati Andy yang tengah melepas pakaiannya.“Kau tidak perlu berpikir yang macam-macam,” kata Andy sembari melempar kao
Sore harinya Gery menjemput Amora di tempat loundry, sesuai dengan janjinya. Sampai di sana, Gery hanya melihat ada Amora yang sedang berdiri sendiri. Lela tidak ada, mungkin sudah pulang lebih dulu. Karena merasa khawatir dengan suasana yang sudah mulai remang-remang, Gery sampai turun dari mobil begitu cepat.“Kenapa sendirian? Di mana temanmu? Kenapa tidak menemanimu dulu?”Amora garuk-garuk kepala sambil nyengir saat Gery memberondong pertanyaan.“Kenapa malah nyengir begitu?” sergah Gery.“Tidak, tidak apa-apa,” jawab Amora. “Ya sudah ayo pulang.” Amora meraih dan menggandeng lengan Gery hingga sampai di depan mobil.Saat mobil melaju, tidak ada percakapan di dalamnya. Bukan karena tidak mau saling mengobrol, tapi nampaknya Amora begitu sangat kelelahan. Dia langsung tertidur saat beberapa menit mobil melaju.Sesampainya di rumah, Gery lebih dulu turun dari mobil. Gery berjalan memutar dan sampai di depan pintu sebelah kiri. Di kursinya, Amora masih terlelap dengan kepala b
Sampai pagi kembali datang lagi, Gery belum juga membicarakan tentang surat perjanjian yang sebelumnya sudah dibicarakan dengan Andy. Harusnya Gery berani, tapi entah kenapa masih ada sedikit keraguan.Rasa cinta yang telah tumbuh begitu dalam, membuat Gery takut akan kehilangan. Gery tidak mau sampai Amora pergi setelah perjanjian itu terhapuskan.“Kenapa melamun lagi?” tanya Amora.Gery tersenyum lalu memangku Amora. “Tidak, aku hanya sedang memandangimu.”Amora mengerutkan dahi. Amora memang melihat pandangan Gery ke arahnya saat sedang bercermin, tapi pikiran kosong tidak bisa dielakkan.“Kau mandi dulu, aku tunggu di bawah.” Amora bangkit dari pangkuan Gery. “Aku siapkan sarapan untukmu.”Pergi keluar dari kamar, Amora beranjak menuruni anak tangga. Di rumah ini tidak ada lagi yang mengganggu karena sosok Belva tidak ada. Sampai di lantai dasar, samar-samar Amora mulai mendengar ada percakapan.Langkah semakin dekat, Amora bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka
Sudah hampir tiga hari Belva tidak kembali ke rumah sang suami. Belva mulai sedikit frustasi karena tak kunjung bisa menemukan cara memisahkan Gery dan Amora. Kesialan Belva bertambah tatkala secara tidak sengaja berjumpa dengan mantan kekasih yang sempat menjalin hubungan sekitar dua bulan saja.Setelah berpisah dari pertemuan beberapa hari yang lalu, pria itu selalu mencoba menghubungi Belva beberapa kali. Karena menang sudah tidak ingin berhubungan, satu panggilan pun tak pernah Belva angkat.“Apa lagi sih!” dengus Belva ketika ponselnya berdering untuk yang ke lima belas kali.Sembari berdecak sebal, Belva menatap layar ponsel yang masih berdering—membuat tangannya ikut bergetar. Terpampang di sana, bukan nomor Nando, melainkan nomor sang suami. Wajah yang semula datar, perlahan menjadi biasa saja.Menggigit bibirnya, Belva belum juga menjawab panggilan tersebut. Entah kenapa ada rasa gugup dan bingung sendiri. Sudah beberapa hari tidak berjumpa, mungkin ada rasa rindu. Namun,
Amora tengah berjalan sendirian di trotoar. Amora hendak kembali ke tempat laundry usai membeli nasi bungkus untuk dimakan bersama dengan Lela.“Kemari kau!” tiba-tiba ada seseorang yang menarik lengan Amora.Amora yang terkejut hampir saja hilang kendali dan jatuh.“Belva?” pekik Amora kemudian.“Kita harus bicara!” Belva menarik lengan Amora dan mengajaknya ke tempat yang sedikit menjauh dari jalanan.“Ada apa sih?” salak Amora. “Kenapa menarikku ke sini?”“Diamlah!” hardik Belva.Amora sempat menaikkan kedua alisnya karena kaget dengan ucapan Belva yang meninggi.“Urusan kita belum selesai. Aku masih tidak terima kau mendapatkan Gery,” ujar Belva sambil menuding.Amora mendesah berat dan mengatupkan kedua matanya untuk sesaat. “Sebenarnya apa yang kau mau dariku?” tanya Amora kemudian.Belva mendecih sambil membuang muka. Kemudian Belva kembali terfokus. “Aku masih belum terima kekalahan. Kau tahu aku orangnya selalu menang bukan?”Amora akui perkataan Belva memang benar
Jika Amora sedang berkeluh kesah dengan Lela, Gery sedang berkeluh kesah dengan sepupunya yaitu Lina. Gery kabur dari kantor sampai sempat membuat Dion marah-marah tidak jelas hanya karena ingin menemui Lina. Pasalnya, jika rasa gundah terus ditahan, yang ada Gery bisa menggila.Tepat pukul dua siang, Gery sudah berada di taman belakang rumah Lina. Tiada siapapun di rumah besar ini terkecuali Lina dan satu pembantunya yang sedang menyetrika.Duduk di tepi kolam renang, Gery mencelupkan satu kakinya ke dalam air kolam, sementara punggungnya bersandar pada pondasi yang menjulang tinggi sampai ke balkon.Lina kemudian datang sambil membawa dua gelas jus mangga dengan campuran es batu di dalamnya.“Minum dulu,” tawar Lina. Satu gelas yang ia bawa diletakkan di dekat kaki kiri Gery yang selonjoran.Gery meraih gelas tersebut lalu meneguknya. Sesaat pandangannya tertuju pada pohon jeruk yang tiada buahnya dan hanya lebat daunnya saja. Gery kemudian meletakkan gelasnya kembali dan menol
Hampir semalaman Amora tidak tidur. Wanita itu duduk terjaga di samping sang suami yang masih terlelap tidak sadarkan diri. Beberapa kali mertuanya mengingatkan untuk tidur, akan tetapi Amora tetap memilih terjaga.Sampai pagi menjelang, bisa dikatakan Amora hanya melelapkan mata sekitar satu jam kurang. Itupun karena dia tertidur secara tidak sengaja.“Amora, kau sudah bangun?” kata Wenda yang baru datang. Wenda datang sambil membawakan sarapan untuk Amora.“Maaf, Bu, aku ketiduran,” kata Amora. Amora berdiri sambil mengucek kedua matanya yang terasa berat. Tubuhnya terasa letih saat digerakkan untuk beranjak.“Duduklah sini.” Wenda mengajak Amora duduk di sofa yang tersedia di kamar ini. “Kau pasti lapar kan?”Amora menggeleng. “Aku tidak ingin makan.”Wenda tersenyum dan mendengkus lirih. Dua tangannya sibuk membuka nasi box yang baru ia beli. “Tidak boleh begitu, kau harus makan. Semalam kau sudah tidak tidur. Jangan sampai kelelahan. Kalau kau ikut sakit, siapa yang menem
Suasana rumah sakit kembali panik setelah sebelumnya Gery yang mengalami kecelakaan. Sebagai sosok orangtua, Abraham dan Wenda kini sedang terpaku akan tetapi juga menjerit. Satu putranya belum sadarkan diri, dan kini sang putra sulung juga mengalami kecelakaan hebat.Bukan soal tangguh, tapi sebagai sosok ayah, Abraham tetap mencoba tenang. Apalagi melihat sang istri sudah menangis histeris usai sekilas melihat keadaan Theo sebelum diperiksa. Bahkan Wenda sempat beberapa kali pingsan.Tidak jauh dari mereka—di sebuah ruang periksa— ada juga Belva yang secara sadar diri sudah membuat Theo mengalami kecelakaan. Kalau bukan karena didorong oleh Theo, pastilah Belva yang sudah mengalami kecelakaan tersebut. Alhasil, Belva hanya mengalami luka di bagian kedua lututnya karena jatuh tersungkur usai didorong oleh Theo.“Ini bagaimana, suamiku?” isak Wenda. Wenda banjir air mata dan merengkuh tubuh sang suami.Abraham mencoba kuat, tapi sejujurnya hatinya begitu teriris. Dua putra kesayan