Gery masih melongo tidak paham dengan perkataan Amora. Amora yang masih terisak kini duduk di sofa sambil membuang muka.“Kau cemburu?” kata Gery sambil memiringkan badan.Amora masih sesenggukan dan tidak menoleh.“Benarkan?” Gery mendekat lalu berjongkok.Tiba-tiba saja Amora berdiri membuat Gery terjengkang ke belakang. Gery yang kaget membulatkan bola mata lebar-lebar dan melongo.“Aku tidak cemburu.” Amora melompati kaki Gery dan berjalan menjauh. Menghadap ke arah lain, Amora melipat kedua tangan di depan dada.“Kalau begitu, kenapa kau marah?” tanya Gery sambil bangun dari posisinya yang terjengkang. “Jelaskan saja supaya aku paham.”Amora mengusap wajahnya hingga air mata tak tersisa lagi. Amora kemudian berbalik sambil menghentakkan kakinya. Amora yang tidak pernah berani bicara dan selalu menunduk saat di hadapan sang suami, kini mendadak ingin merengek manja.“Bilang saja kalau kau masih peduli dengan Belva!” salak Amora. “Kau memperdulikan dia sampai lupa kalau ada
Setelah mengantar Amora ke kamar, Gery kembali lagi untuk mengambil makan malam. Awalnya Gery tidak ingin membahas masalah tadi malam ini, tapi karena berhubung berpapasan dengan Belva, akhirnya Gery buka suara.“Apa yang kau lakukan pada Amora?” tanya Gery.Belva pura-pura tidak mengerti. Ia tetap berjalan menuju ruang makan untuk bergabung dengan yang lain. Niatnya supaya Gery berhenti mengejar atau menanyai macam-macam.“Jawab aku!” Gery menarik lengan Belva tepat sesampainya di ruang makan.Mereka yang sudah duduk dan ada yang mulai menikmati makanan pun jadi terkejut.“Ada apa lagi, Ger?” tanya Wenda.Seperti bukan seorang suami, Theo justru duduk dengan santai dan sempat melirik malas. Theo semakin muak melihat tingkah Belva yang kian berlebihan.“Jawab!” Gery meninggikan suaranya. Belva sempat berjinjit dan menjadi gugup sendiri.Melihat ke sekitar, semua mata sudah memandang dengan tatapan aneh. Mereka seolah sedang menunggu Belva menjawab apa yang diharapkan oleh Gery
Setelah bertemu dengan Amora dan Gery yang membuatnya jengkel, Belva kembali masuk ke dalam kamar lagi. Selesai menutup pintu dengan cukup keras, Belva sempat menghentakkan satu kakinya. Wajahnya merengut dan nampak menahan amarah.“Kenapa masuk lagi?” tanya Theo. “Tidak jadi pergi? Cih!”Amarah Belva kian memuncak, tapi hanya bisa memendamnya untuk saat ini. Ya, sejujurnya tadi ada sedikit perdebatan antara Theo dan Belva setelah meninggalkan kamar ayah dan ibu. Bukannya menyelesaikan masalah, keduanya justru adu mulut di dalam kamar hingga membuat Belva memilih angkat kaki. Namun, tak disangka bertemu dengan Gery dan Amora yang umbar kemesraan, Belva memutuskan kembali masuk ke kamar.Masih dalam posisi berdiri tidak jauh dari pintu, Belva mengatupkan bibir sebelum menarik napas panjang. Belva lantas berjalan mendekat dan menatap Theo.“Aku tahu kita tidak saling mencintai, dan oke aku akui salah karena telah membuat sandiwara pernikahan ini. Tapi ... kau juga bersalah. Kau juga
Merasa takut kalau Andy akan membuat Amora tidak nyaman, Lela yang semula ada di ruangan tengah ikut keluar. Lela menarik lengan Amora dan mendampinginya.“Kau sedang apa disini?” Lela bertanya. “Apa kau tidak bosan mengganggu Amora terus?”Andy berdiri santai tidak mengindahkan pertanyaan Lela. Andy hanya fokus menatap Amora.“Aku datang karena peduli pada Amora,” kata Andy.“Peduli?” sahut Amora. “Kau tidak perlu memperdulikan aku lagi,” sambungnya lagi.“Ayolah Amora,” desah Andy. “Jangan berbohong padaku dan dirimu sendiri. Aku tahu bagaimana pernikahanmu dengan pria itu. Tidak ada rasa saling cinta bukan?”Amora menguatkan rahang serasa ingin sekali melayangkan satu pukulan keras ke wajah Andy. Pria itu sungguh tidak pernah mengerti meski sudah beberapa kali dijelaskan.“Dengar ya Andy. Sudah seringkali kukatakan, jangan ikut campur rumah tanggaku. Dan mengenai aku bahagia atau tidak, kau juga tidak berhak ikut campur.”Tidak ada yang tahu kalau obrolan mereka yang suaran
Sampai di rumah, Andy sudah ditunggu oleh Putri. Putri sedari tadi mondar-mandir di teras rumah karena merasa cemas pada sang suami. Pasalnya tadi Andy pergi buru-buru sampai lupa berpamitan.Ayah, ibu tidak di rumah, jadi Putri tidak terlalu memusingkan bagaimana ada kemungkinan pertanyaan dari mereka tentang kegelisahannya.“Apa kau menemui Belva lagi?” tanya Putri saat Andy sampai di teras usai memarkir mobilnya lebih dulu.Andy tidak menjawab melainkan menghela napas berat lalu nyelonong begitu saja masuk ke dalam rumah. Di belakang, Putri langsung menyusul.“Benarkan?” Putri meraih lengan Andy. “Jawab, Andy!”Andy mendesah lagi lalu berbalik dan menatap Putri. “Ya. Aku memang bertemu dengan Belva.”Andy berbalik lagi dan berjalan meninggalkan Putri. Penasaran, Putri pun ikut masuk ke dalam kamar.“Tunggu, Andy!” panggil Putri. Putri menutup pintu lalu mendekati Andy yang tengah melepas pakaiannya.“Kau tidak perlu berpikir yang macam-macam,” kata Andy sembari melempar kao
Sore harinya Gery menjemput Amora di tempat loundry, sesuai dengan janjinya. Sampai di sana, Gery hanya melihat ada Amora yang sedang berdiri sendiri. Lela tidak ada, mungkin sudah pulang lebih dulu. Karena merasa khawatir dengan suasana yang sudah mulai remang-remang, Gery sampai turun dari mobil begitu cepat.“Kenapa sendirian? Di mana temanmu? Kenapa tidak menemanimu dulu?”Amora garuk-garuk kepala sambil nyengir saat Gery memberondong pertanyaan.“Kenapa malah nyengir begitu?” sergah Gery.“Tidak, tidak apa-apa,” jawab Amora. “Ya sudah ayo pulang.” Amora meraih dan menggandeng lengan Gery hingga sampai di depan mobil.Saat mobil melaju, tidak ada percakapan di dalamnya. Bukan karena tidak mau saling mengobrol, tapi nampaknya Amora begitu sangat kelelahan. Dia langsung tertidur saat beberapa menit mobil melaju.Sesampainya di rumah, Gery lebih dulu turun dari mobil. Gery berjalan memutar dan sampai di depan pintu sebelah kiri. Di kursinya, Amora masih terlelap dengan kepala b
Sampai pagi kembali datang lagi, Gery belum juga membicarakan tentang surat perjanjian yang sebelumnya sudah dibicarakan dengan Andy. Harusnya Gery berani, tapi entah kenapa masih ada sedikit keraguan.Rasa cinta yang telah tumbuh begitu dalam, membuat Gery takut akan kehilangan. Gery tidak mau sampai Amora pergi setelah perjanjian itu terhapuskan.“Kenapa melamun lagi?” tanya Amora.Gery tersenyum lalu memangku Amora. “Tidak, aku hanya sedang memandangimu.”Amora mengerutkan dahi. Amora memang melihat pandangan Gery ke arahnya saat sedang bercermin, tapi pikiran kosong tidak bisa dielakkan.“Kau mandi dulu, aku tunggu di bawah.” Amora bangkit dari pangkuan Gery. “Aku siapkan sarapan untukmu.”Pergi keluar dari kamar, Amora beranjak menuruni anak tangga. Di rumah ini tidak ada lagi yang mengganggu karena sosok Belva tidak ada. Sampai di lantai dasar, samar-samar Amora mulai mendengar ada percakapan.Langkah semakin dekat, Amora bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka
Sudah hampir tiga hari Belva tidak kembali ke rumah sang suami. Belva mulai sedikit frustasi karena tak kunjung bisa menemukan cara memisahkan Gery dan Amora. Kesialan Belva bertambah tatkala secara tidak sengaja berjumpa dengan mantan kekasih yang sempat menjalin hubungan sekitar dua bulan saja.Setelah berpisah dari pertemuan beberapa hari yang lalu, pria itu selalu mencoba menghubungi Belva beberapa kali. Karena menang sudah tidak ingin berhubungan, satu panggilan pun tak pernah Belva angkat.“Apa lagi sih!” dengus Belva ketika ponselnya berdering untuk yang ke lima belas kali.Sembari berdecak sebal, Belva menatap layar ponsel yang masih berdering—membuat tangannya ikut bergetar. Terpampang di sana, bukan nomor Nando, melainkan nomor sang suami. Wajah yang semula datar, perlahan menjadi biasa saja.Menggigit bibirnya, Belva belum juga menjawab panggilan tersebut. Entah kenapa ada rasa gugup dan bingung sendiri. Sudah beberapa hari tidak berjumpa, mungkin ada rasa rindu. Namun,