Share

Bab 3. Keperawanan yang Direnggut Paksa

Pria itu menciumnya dengan kasar, lalu meremas payudaranya. Memutar putingnya, dan membuat Cordelia mendesah. Namun Cordelia sendiri merasa terhina dengan perlakuan pria asing yang menjamahnya ini. Dia mencoba mendorongnya menjauh, tapi pria itu terlalu kuat untuknya. Tangannya menjelajah bebas di atas tubuhnya, menjelajahi setiap inci kulitnya. Dia mengangkat gaunnya, memperlihatkan kaki telanjang dan bibir kewanitaannya yang terbalut celana dalam.

“Ti- tidak! Jangan!” Cordelia berteriak, mencoba menghalanginya, tapi tangannya sesegera mungkin ditepis.

Pria itu menulikan telinganya tak peduli dengan teriakan Cordelia. Dia terus menjamah seluruh tubuh Cordelia. Tubuh mulus Cordelia membuat pria itu semakin menggila dalam melancarkan aksinya. 

Saat jari-jari pria itu mengusap paha bagian dalam Cordelia, sontak mata gadis itu terbelalak terkejut bercampur dengan ketakutan. Dia mencoba menggeliat menjauh, tapi cengkeraman tangan pria itu di pergelangan tangannya semakin kuat, menahannya di tempat. Napas panas pria itu seakan menari-nari di kulitnya—membuat Cordelia menggigil.

Mulut pria itu turun ke leher Cordelia, lalu bibirnya menelusuri jalan basah ke daun telinga gadis itu—di mana dia menggigit dengan lembut. Desahan Cordelia berubah menjadi terengah-engah saat jari-jarinya menyelidiki lipatan halus vulvanya, sentuhannya mengirimkan percikan kenikmatan yang bercampur rasa sakit ke seluruh tubuhnya.

“Ah! T-tolong lepaskan aku!” erang Cordelia cukup keras.

Pria itu tak menggubris permintaan Cordelia. Yang dilakukannya sekarang adalah memasukan satu jari ke dalam kewanitaan Cordelia, dan sukses membuat gadis itu menjerit keras.

“Akh!” Cordelia menjerit tertahan.

“Tampaknya kau memang sempit.” Pria itu menyeringai, menikmati pemandangan bergairah Cordelia yang bercampur rasa takut.

Obat perangsang itu memiliki efek yang kuat. Tubuh Cordelia terasa panas. Setiap sentuhan pria itu seolah melepaskan dahaga dan rasa panas itu dengan sedikit kenikmatan yang mencandukan. Saat jari-jari pria itu menggali lebih dalam, napas Cordelia semakin memburu, tubuhnya menegang di bawah sentuhannya. Matanya terpejam, dan kepalanya menggeleng ke samping, memperlihatkan lekukan lehernya yang rentan. Mulut pria itu kembali ke kulitnya, bibirnya menelusuri jalan di sepanjang garis rahangnya, lidahnya menjulur keluar untuk mencicipi rasa manis asin dari kulitnya.

“Ah … ah … ah!” desah Cordelia keras.

“Ya, mendesahlah. Aku menyukai suara desahanmu.” Pria itu berbicara dengan suara pelan setengah berbisik. Kalimatnya tajam dan itu menusuk jantung Cordelia. “Desahanmu seperti jalang yang seharusnya. Jangan gunakan air matamu sebagai senjata.”

Cordelia tercekat mendengar kalimat tajam yang lolos dari bibir pria itu. Pikirannya menolak, tapi tubuhnya merasakan nikmat. Sementara hatinya terluka.

“A-aku bukan jalan!” ucap Cordelia di tengah-tengah desahan merdunya.

Pria itu tersenyum sinis. “Alright, mari kita lihat seberapa kuat kau menahan sentuhanku.”

Jari-jari pria itu terus menyelidik dengan lembut, membelah lipatan lembut vulvanya, membuat tubuhnya menggigil. Pinggul Cordelia mulai bergoyang, menunjukkan rasa jijiknya saat merespon sentuhan pria itu. Pikiran Cordelia berkecamuk, pikirannya bercampur aduk antara takut dan bingung. Dia tidak mengerti kenapa pria itu melakukan ini padanya. Cordelia tidak pernah merasa punya musuh, tapi dia diculik dan dilecehkan seperti ini.

“Kau tidak hanya basah, tapi sudah terbiasa dengan jari-jariku.” Pria itu tertawa mengejek. Menatap hina pada gadis berwajah polos di bawah kukungannya. “Bagaimana? Nikmat, bukan?”

Cordelia menggelengkan kepalanya. “Hentikan ... aaahhh!”

Gerakan mengocok dari jari pria itu semakin cepat, sentuhannya menjadi lebih kuat saat dia menggali lebih dalam ke dalam lipatan gadis itu. Tubuh Cordelia menegang, otot-ototnya mengepal di sekitar jari-jari pria itu saat menggerakkan jari dengan ritme yang acak. Dari sangat cepat, kemudian lambat, dan stabil. Cordelia dapat merasakan dirinya menjadi basah, tubuhnya mengkhianatinya saat merespon sentuhan pria itu.

“Jangan ditahan ...” bisik pria itu.

Seolah terhanyut dalam sugesti, tiba-tiba Cordelia mendesah. “Ah, ah, ah.”

Napas Cordelia tersengal-sengal, dan dia merasakan getaran di pangkal paha saat ujung jari pria itu menyentuh titik sensitif. Mata pria itu terkunci pada matanya, menatap penuh mendamba. Kelopak mata Cordelia terkatup, dia mengeluarkan erangan lembut, pinggulnya sedikit terangkat ke atas untuk menyambut sentuhan pria itu.

Pria tampan itu lagi-lagi tersenyum mengejek. “Kau terlihat sangat menikmatinya. Wajah polosmu tidak sesuai dengan tubuh jalangmu.”

Tangan pria tampan itu tidak berperasaan mencengkeram pakaian Cordelia, merobek pakaiannya dengan kekuatan yang meninggalkan memar. Kulitnya memerah karena takut dan malu saat dia berdiri di hadapannya, terbuka dan rentan.

Cordelia tahu apa yang akan terjadi berikutnya, dia mencoba memberontak. “Tidak ... jangan … Aku mohon jangan!”

Pria tampan itu menyeringai kejam, dan dengan paksa dia mendorong Cordelia berlutut—memasukkan kejantanannya ke dalam mulut Cordelia. Dia tersedak dan tercekik, mencoba untuk berpaling tetapi tidak dapat melepaskan diri dari cengkeraman pria itu.

“Buka mulutmu, gunakan lidahmu.” Pria itu menatap jijik pada Cordelia. “Aku akan membuatmu memohon sepanjang malam.”

Cordelia hanya bisa menggeleng pelan. Pria itu tidak peduli, dia terus memasukan kejantanannya ke dalam kerongkongan Cordelia sampai gadis itu terbatuk beberapa kali.

Saat pria itu memposisikan diri di antara kedua kakinya, Cordelia dapat melihat kemarahan dan nafsu yang meliuk-liuk di wajahnya. Dia mencoba untuk melawan, tetapi tubuh pria itu terlalu kuat untuknya. Dengan seringai kejam, pria itu memasukinya dengan kekuatan yang membuatnya menjerit kesakitan dan kenikmatan.

“Aakhh!” teriak Cordelia keras.

Pria itu tidak peduli pada pekikan Cordelia atau tangisan gadis yang terdengar memilukan. Dia hanya menggoyangkan pinggulnya dengan cepat, kuat, dan tanpa ampun. Seakan mengerahkan seluruh kebenciannya pada gadis itu.

Cordelia tidak bisa melawan, pasrah di bawah kendali pria itu yang menggila. Sampai akhirnya ketika sudah mencapai puncak, pria itu menyemburkan benih ke dalam rahin Cordelia. Namun, pria itu juga tidak berhenti disitu. Penyiksaan itu berulang. Melukai tubuh dan harga diri Cordelia, sampai akhirnya gadis itu jatuh pingsan.

Penderitaan panjang telah menghancurkan Cordelia. Gadis itu terbangun pada pukul empat pagi. Dia meringkuk di ranjang.  Tubuhnya bergetar karena ketakutan dan sakit. Air mata terus mengalir di pipinya, mengalir tanpa henti.

Tatapan Cordelia teralih pada sosok pria berengsek yang mengambil keperawanannya. Pria berengsek itu masih tertidur pulas. Ya, dia tahu ini adalah satu-satunya kesempatan untuk melarikan diri. Detik itu juga dengan hati-hati, dia bangkit dari ranjang.

Gaun Cordelia telah robek. Tak mungkin dia memakai gaun yang telah dirobek itu. Otak Cordelia langsung bekerja. Dia meraih kemeja pria berengsek itu. Meski kebesaran, tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain memakai kemeja itu. Sebelum pergi, dia melihat dompet pria itu dan mengambil beberapa lembar seratus dolar. Bukan bermaksud mencuri, tapi Cordelia tak mungkin melarikan diri tanpa memegang uang.

Cordelia berjalan hati-hati meninggalkan kamar itu sambil bergumam, “Aku harus pergi sekarang.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status