Home / Pernikahan / Pelarian Nikah Siri / Tawanan di kampung sendiri

Share

Tawanan di kampung sendiri

Author: Yellow_fun
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah perdebatan panjangnya dengan Nasir. Laila yang merasa terzolimi dengan keadaan yang semakin memburuk, hanya bisa menahan rasa berkecamuk dalam benaknya.

Wajah mulus tanpa make-up seperti biasa itu, mencoba menahan diri agar tidak berkata-kata kasar di depan sang papa yang berharap penuh padanya saat itu.

"Laila!" Kembali terdengar suara Nasir memanggil sang putri yang akan masuk ke dalam kamar, mengantarkan sarapan pagi untuk Aban.

Mendengar suara Nasir, Laila hanya tersenyum tipis kemudian meninggalkan pria paruh baya itu sarapan seorang diri di ruang makan.

Begitu sedihnya perasaan Laila, melihat dari sudut mata, Nasir sarapan seorang diri tanpa ia temani seperti biasa. "Maafkan Laila, Pa. Bukan pernikahan seperti ini yang Laila mau berikan sama Papa ..." ucapnya dalam hati penuh penyesalan.

Ingin rasanya Laila mengakhiri pernikahan yang berdampak buruk bagi karir juga kesehatannya. Namun, apalah daya, kini Laila sudah menjadi istri sah dari Aban walau secara agama. Kehidupan yang kini sudah menjadi tanggung jawab sang suami sepenuhnya, tapi jauh dari kata bahagia.

Perseteruan Laila dan Very sang mantan suami kedua, belum menemukan titik terang karena laporan yang tak berujung hingga mengancam karirnya dinonaktifkan sebagai aparatur sipil negara.

Sudah lebih dari empat hari Laila tidak melakukan aktivitas seperti biasa. Ia kembali disibukkan mengurus keluarga kecil yang baru seumur jagung.

Tidak ada penyesalan dalam hati Aban, walau sikap pria dingin itu menjadi berubah karena mengurung diri di dalam kamar kediaman Laila.

"Kamu kenapa enggak bangun-bangun, Baby?" tanya Laila ketika melihat Aban enggan membuka mata.

"Malas!" jawab Aban tanpa mau menoleh.

Ingin rasanya Laila mencekik sang suami yang tidak mau berbincang dengan sang mertua, karena lebih memilih menutup diri dan bergelumun di bawah selimut tebal.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Laila berdecak kesal.

Tanpa pikir panjang, Aban justru membentak sang istri, "Jangan pernah mengganggu tidurku!"

Bagaikan disambar petir siang itu, Laila menggeleng tak menyangka akan dihardik oleh Aban dengan suara lebih keras. Jantungnya seakan berhenti berdetak, ketika sikap Aban benar-benar berubah kasar setelah menikah dengannya.

Beginikah? Jika menikah tanpa perasaan cinta? Kenapa Aban berubah setelah menikah dengan wanita yang dipinangnya beberapa waktu lalu. 

Senja berganti malam, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Laila menghela nafas panjang, ketika melihat sang suami keluar dari kamar mandi. "Kamu mau ke mana, Baby?" tanyanya penuh kelembutan.

"Aku mau pulang ke rumah. Mungkin kita tidak akan bertemu beberapa hari. Setelah itu, kita akan pergi meninggalkan kampung ini!" ucap Aban masih menatap wajahnya di cermin.

Kening Laila mengkerut tak mengerti. Ia tidak memahami apa maksud Aban malam itu. "Kamu empat hari tidur terus, sekarang mau pergi dan tak akan kembali? What happened?"

Mendengar pertanyaan sang istri yang sudah mulai menuntut, Aban menghela nafas dalam lalu berkata, "Mantan istriku sedang mencari keberadaan kamu! Jadi untuk sementara waktu, aku harus pergi dan menunggu anak-anakku di rumah orang tuaku!" tegasnya.

Kedua alis Laila menaut, jantungnya serasa diperas akan kejujuran sang suami yang ia anggap belum bisa move on dari sang mantan istri. "Emang ngapain istri kamu mencari aku, apa ada yang salah? Atau kamu mau balikan sama dia, karena belum bisa menerima aku!"

Aban tersenyum tipis, kemudian mendekati Laila yang duduk di bibir ranjang. Tangan kasar itu mengusap lembut kepala sang istri penuh kasih sayang, "Kamu bicara apa? Aku sayang sama kamu, cinta sama kamu!" ucapnya sambil menatap lekat kedua bola mata indah Laila.

"Tapi!"

Kembali Aban mengecup lembut kening Laila, "Aku pulang ke rumah, ingin tahu bagaimana keadaan di luar sana, Darling."

"Bukan menghindar dari aku?" tanya Laila masih belum percaya sepenuhnya.

"Kamu istriku! Jadi, sampai kapanpun aku akan terus bersama kamu. Aku pergi hanya untuk sementara!" tegas Aban penuh penekanan.

Tidak ingin berdebat, Laila melepas Aban malam itu. Ia mencoba bersahabat dengan keadaan, tapi tak semudah yang terbayangkan dalam benaknya. 

Hampir lebih dua hari Laila menunggu Aban kembali ke kediamannya. Namun, semua itu seperti sia-sia yang tak pernah ada kepastian hubungan pernikahan mereka berdua.

"Kamu di mana, Baby?" tanya Laila melalui seluler.

"Di rumah!" jawab Aban singkat, kemudian mengaktifkan ke video call.

"Kamu nggak pulang ke rumah?" Kembali Laila bertanya menuntut.

Terdengar helaan nafas Aban di seberang sana, "Dengar Laila, aku diminta Kayo untuk tidak meninggalkan rumah kami! Jadi untuk sementara waktu kita begini dulu!"

Laila yang tak terbiasa menghadapi pernikahan seperti itu, langsung membentak sang suami tanpa mau mengerti, "Kamu itu suamiku! Aku memiliki hak atas kamu, Baby!"

Mendengar tuntutan sang istri yang sangat mengejutkan, Aban kembali ternganga lebar. Wajah yang jauh dari kata tampan karena beban pikiran, hanya bisa menjawab, "Kamu mau kita digrebek orang ronda? Seharusnya, kita sama-sama bisa menahan Laila! Tolong, mengertilah bahwa kondisi kita tidak bisa serumah dulu!"

"Terserah! Terserah kamu! Kenapa harus takut, kita sudah menikah!" sesal Laila.

"Tapi kita menikah siri, Laila sayang! Dan aku tidak mau, mantan istriku menuntut seperti mantan suami kamu! Jelas nggak?!" hardik Aban dengan suara keras.

Tidak ingin berdebat, Laila memilih mengakhiri panggilan teleponnya, kemudian melempar benda pipih itu di ranjang.

Hati Laila kembali bergejolak penuh amarah. Ia tidak menyangka bahwa Aban akan meninggalkannya seperti ini. Pernikahan apa ini?! Apakah menikah siri di kampung ini harus diperlakukan seperti tawanan!

Berkali-kali Laila mengumpat, dan terlihat semakin frustasi. Ia tidak bisa keluar dari rumah walau untuk bersosialisasi dengan keluarga karena larangan Niniak mamak.

Dengan penuh keberanian, Laila menghubungi Sirajo untuk menanyakan aturan di kampung halaman sang ibunda, demi mengembalikan Aban yang enggan menemuinya selayak pasangan halal. 

"Pergi lah tinggalkan kampung ini untuk sementara waktu, Laila!" Pinta Sirajo ketika mendatangi kediaman Laila malam itu.

Wajah cantik Laila berubah merah, ia harus meninggalkan Nasir seorang diri, menghilang dari kampung tersebut. "Sampai kapan, Bang?" tanyanya dengan suara pelan. "Apakah dengan aku pergi, Papa akan baik-baik saja?" Ia kembali menunduk karena tak ingin kehilangan kesempatan merawat sang papa yang sudah tinggal sendiri.

Sirajo menghela nafas berat, ia merebahkan tubuhnya di sandaran sofa ruang tamu, "Tinggal lah di kota sampai suasana mulai membaik. Abang tahu kamu pasti sulit berpisah dari Papa, tapi kamu juga harus tahu dengan peraturan adat di kampung kita, Laila!"

Laila mengusap wajahnya sedikit kasar. Ia tidak banyak bicara, membayangkan bagaimana cara hidup di luar sana tanpa persiapan yang cukup paska tuntutan Very yang masih berlanjut. "Oke, aku akan pergi! Coba Abang cari Bang Aban dan bicara dengan dia. Katanya dia akan membawa aku ke Sabang, jadi tanyakan lagi biar pasti!" jujurnya sedikit berbisik.

Sirajo mengangguk mengerti. Tidak ingin berbincang lama dengan Laila, pria berusia kepala empat itu memilih meninggalkan kediaman Laila, mencari keberadaan Aban di kediaman pria bertato tersebut.

Tidak lama, benda pipih milik Laila kembali berdering. Nama yang masih tertulis dengan sebutan 'Mamaku' tertera di layar pintar tersebut.

"Bang Aban?!" tanya Laila dalam hati, mengusap layar gawai yang masih menyala. "Ya, halo."

"Kita pergi malam ini! Kita sudah disuruh pergi dari kampung ini, demi menjaga nama baik Niniak mamak kita, Laila!" jelas Aban.

"Hah, ma-maksudnya?" tanya Laila tidak menyangka akan pergi secepat itu.

"Aku baru bertemu dengan Sirajo, Darling. Malam ini kita harus meninggalkan kampung, agar Niniak mamak kita tidak dicari oleh perangkat nagari untuk sementara waktu!" Aban kembali menjelaskan.

"Apa? Terus, kita mau tinggal di mana? Aku tidak banyak tabungan, Baby!" jelas Laila terdengar panik.

Aban yang tidak suka dengan cara pikir Laila terlalu plin-plan, berkata tegas tanpa memikirkan perasaan sang istri, "Intinya, biar semua aman dulu! Kamu mau ikut atau tidak?"

Related chapters

  • Pelarian Nikah Siri    Judi

    Pertanyaan yang membutuhkan jawaban langsung dari Aban untuk Laila, membuat wanita berambut panjang itu kembali berpikir keras. Ia tidak ingin pernikahan ketiganya gagal seperti pernikahan sebelumnya. Laila yang sudah dua kali gagal mengarungi bahtera rumah tangga selama hidup, hanya bisa pasrah menerima keputusan Aban yang mendadak tanpa berpikir panjang untuk membawanya hidup bersama yang tak tahu arah tujuan.Emang punya uang berapa dia untuk hidup bersama di luar sana! Hanya pertanyaan itu yang ada dalam benak Laila, sehingga membuatnya tidak ada pilihan lain. "Ya, aku ikut sama kamu, karena kamu suamiku!" tutur Laila kembali melunak menjawab pertanyaan Aban. "Bagus! Kemasi semua barang-barang kita, dan kita pergi meninggalkan kampung ini!" tegas Aban mengakhiri panggilan teleponnya. Rambut panjang Laila tampak kusam dan acak-acakan. Keputusan malam itu membuat emosinya menjadi tidak stabil. Ia masih menjadi tahanan kota, tidak bisa meninggalkan kota kecil tersebut, tapi harus

  • Pelarian Nikah Siri    Salah

    Sudah lebih dari satu jam dua insan suami istri itu berada di restoran hotel, dengan menu makan siang satu mangkok sop buntut kesukaan Aban. Tangan pria itu justru sibuk dengan benda pipih milik Laila. Sementara sang istri menatap Aban dengan wajah cemberut penuh kesal. "Baby, please," ucap Laila penuh kelembutan. Aban menatap wajah Laila sesaat kemudian mengalihkan ke layar gawai kembali. "Jangan menggunakan bahasa inggris, Sayang Darling. Kamu mau apa lagi?" Ia masih fokus melihat layar gawai yang terus memutar perjudiannya. Ingin rasanya Laila membenamkan wajah sang suami ke mangkuk sop yang berada di hadapan mereka saat ini. Namun, ia masih memberikan ruang untuk mengenal sang suami lebih dekat. Laila memperbaiki posisi duduknya, kemudian merampas benda pipih itu. "Kamu maunya apa, sih?" Kening Aban mengerenyit, alisnya menaut dan menatap garang pada Laila. "Maksud kamu apa? Aku lagi main Sayang?" Ia berusaha merebut kembali gawai milik Laila dengan wajah memelas. "Kamu men

  • Pelarian Nikah Siri    Mau ke mana

    "Aku tidak akan pernah menceraikan mu, Laila!" Suara Aban terdengar lantang dan tegas. Aban memeluk Laila erat. Ia tidak menyangka bahwa sang istri akan membaca semua chat-nya yang membuat Laila terbakar api cemburu. Bagaimana tidak, Laila yang rela melepaskan karir juga meninggalkan Nasir seorang diri setelah menikah dengan Aban. Namun ia harus menelan pil pahit kekecewaan. Apa salahku? Pertanyaan itu yang menari-nari dalam benak Laila. Kehidupan yang awalnya baik-baik saja, berubah drastis hanya karena pernikahan siri mereka terjadi begitu cepat.Sudah lebih dari tiga minggu kedua insan suami istri itu menghabiskan waktu bersama. Pernikahan siri dalam pelarian, membuat beberapa keluarga Laila ingin tahu keberadaan keduanya. "Kamu dimana, Laila?" tanya seorang wanita gendut di seberang sana. Laila yang tidak ingin keberadaannya diketahui oleh siapa pun, hanya menjawab singkat, "Di sesuatu tempat yang sangat jauh!" jawabnya masih mengusap layar gawai untuk melakukan pembayaran t

  • Pelarian Nikah Siri    Pergi meninggalkan

    "Kamu mau ke mana, Laila?!" tanya Aban ketika melihat sang istri yang akan pergi meninggalkannya. "Bukan urusan mu!" tegas Laila tanpa menoleh ke arah Aban yang termangu menatap punggung ramping sang istri. Entah kenapa, Aban yang merasa bersalah sejak awal, sehingga membuat Laila bersedih hati sejak menikah dengannya hanya bisa terdiam. Perlahan Aban mendekati Laila berusaha meraih tubuh ramping itu dari belakang. Ia berkata pelan, "Apa kamu mau meninggalkan aku?" Laila menghela nafas berat, ia menghembuskan perlahan seraya menjawab, "Aku sudah lelah. Aku tidak ingin menghabiskan waktu seperti pengemis hanya untuk berharap." "Tidak Laila! Kamu tidak boleh pergi meninggalkan aku!" ucap Aban terdengar serak. "Terus?" Laila menaikkan satu alisnya. "Mau sampai kapan aku harus menunggu laki-laki yang masih mengemis pada mantan istri!" Ia berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain, karena tak ingin melihat wajah pria itu hanya untuk mengasihaninya. Mendengar ucapan seperti itu dari

  • Pelarian Nikah Siri    Dua tahun penjara

    Stiletto seorang wanita berseragam coklat muda lengkap, terdengar nyaring di ruangan kantor Badan Narkotika Nasional untuk kesekian kalinya. Terlihat jelas nama dan jabatan di sana. Langkah kaki jenjang wanita berambut pendek itu terhenti di depan meja kerja seorang wanita yang menjabat sebagai sekretaris sang jenderal berbintang dua. "Selamat pagi, Laila!" sapa wanita berseragam coklat tersebut. Jemari yang sejak tadi berada di atas keyboard seketika terhenti. Kemudian mendongakkan kepala sambil tersenyum sumringah karena mengenal sosok wanita yang berdiri di hadapannya. "Pagi, Uni," jawab Laila, sambil berdiri dan memberi hormat dengan nada ramah seperti biasa.Mata Laila seakan liar, ketika melihat satu amplop berwarna putih yang langsung dibuka oleh wanita tersebut. "Bisa jelaskan, apakah kamu sudah menikah lagi?" tanya wanita itu tanpa mau menatap wajah Laila. Kening Laila mengerenyit, alisnya menaut, ia tersenyum tipis seakan tersedak, mengingat kembali pernikahan rahasia

  • Pelarian Nikah Siri    Sama-sama menuntut

    Suara yang tak asing di telinga Laila, sedikit melegakan hati berkecamuk kala itu. Kedatangan Aban tepat waktu membuat Desy memberi perintah kepada dua petugas kepolisian untuk melepaskan tangan mereka dari tubuh Laila. "Anda siapa?" tanya Desy. Cepat Aban mengulurkan tangannya di hadapan Desy, sambil melirik ke arah Laila yang tampak menangis pilu. "Perkenalkan saya Aban Sartika, suami dari Laila Pratiwi!" Mendengar kalimat tegas seperti itu dari Aban, Desy selaku petugas yang telah diberi mandat untuk menangani kasus Laila hingga selesai mengangguk mengerti. Ia kembali membuka pintu ruangan untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan. "Baik, kita bicara di ruangan saya!" Aban menoleh ke arah Laila yang masih tampak ketakutan akan tuntutan sang mantan suami yang tidak pernah terlintas dalam benaknya. "Kamu bilang sudah selesai dengan mantan suamimu, kenapa dia menuntut?" tanya Aban sedikit berbisik, berjalan beriringan menuju ruangan Desy yang sudah terbuka. Laila menghela nafas be

  • Pelarian Nikah Siri    Pembatalan pernikahan

    Mendengar namanya disebut begitu saja oleh Laila, Aban menatap kebingungan. Ia tidak pernah mendengar sang istri menyebut nama walau dalam keadaan kalut sekali pun."Apa maksudmu menyebut nama saja?" tanya Aban dengan rahang menggeram. "Ogh, tidak-tidak! Maaf, aku permisi!" jawab Laila meninggalkan ruang tamu yang masih ada pihak keluarga menantikan pernyataan dari mereka berdua. Akan tetapi, ketika Laila meninggalkan ruang tamu yang masih ada pihak Niniak mamak di sana. Gegas Sirajo menahan langkah kaki Laila agar mengehentikan langkahnya. "Tunggu Laila!" Mendengar suara bariton dari abang sepupunya di hadapan Nasir juga Kayo selaku abang kandung dari Aban, Laila menelan ludahnya. Ada rasa ketakutan yang ia rasakan, ketika menghentikan langkahnya menunju kamar. Laila menoleh ke arah Sirajo, berusaha tersenyum, walau hatinya enggan untuk bersahabat malam itu. "Ya, Bang!" Ia mengedarkan pandangannya ke arah lain, menutupi rasa gugup akan kesalahan fatal yang mereka lakukan berdua.

  • Pelarian Nikah Siri    Didoktrin

    Malam semakin larut, erangan dua insan suami istri itu semakin terdengar mendayu-dayu. Tubuh ramping yang senantiasa menggairahkan itu tak mampu menahan gejolak gairah seorang Aban. "Tubuhmu ramping sekali, dan aku sangat menyukainya," ucap Aban ketika mendekap erat tubuh Laila yang putih bersih. Tak ingin menjawab, Laila justru memejamkan matanya menikmati indahnya pernikahan ketiganya yang jauh dari pesta besar seperti biasa dilakukan keluarga. Laila mendekap erat tubuh Aban, dengan kaki masih melingkar di pinggang sang suami ketika mencapai pelepasan. Nafas keduanya menderu, keringat membasahi tubuh telanjang saling mengusap. "I love you ..." tutur Laila dengan lembut dan wajah merona merah. "Sama, aku juga cinta sama kamu. Jangan pernah tinggalkan aku," jawab Aban melepas penyatuan mereka berdua. Keduanya terlelap saling berpelukan. Tak ingin membahas kejadian siang dan malam itu. Namun, ketika pukul dua dini hari, Laila mendengar suara langkah kaki yang berjalan mengendap

Latest chapter

  • Pelarian Nikah Siri    Pergi meninggalkan

    "Kamu mau ke mana, Laila?!" tanya Aban ketika melihat sang istri yang akan pergi meninggalkannya. "Bukan urusan mu!" tegas Laila tanpa menoleh ke arah Aban yang termangu menatap punggung ramping sang istri. Entah kenapa, Aban yang merasa bersalah sejak awal, sehingga membuat Laila bersedih hati sejak menikah dengannya hanya bisa terdiam. Perlahan Aban mendekati Laila berusaha meraih tubuh ramping itu dari belakang. Ia berkata pelan, "Apa kamu mau meninggalkan aku?" Laila menghela nafas berat, ia menghembuskan perlahan seraya menjawab, "Aku sudah lelah. Aku tidak ingin menghabiskan waktu seperti pengemis hanya untuk berharap." "Tidak Laila! Kamu tidak boleh pergi meninggalkan aku!" ucap Aban terdengar serak. "Terus?" Laila menaikkan satu alisnya. "Mau sampai kapan aku harus menunggu laki-laki yang masih mengemis pada mantan istri!" Ia berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain, karena tak ingin melihat wajah pria itu hanya untuk mengasihaninya. Mendengar ucapan seperti itu dari

  • Pelarian Nikah Siri    Mau ke mana

    "Aku tidak akan pernah menceraikan mu, Laila!" Suara Aban terdengar lantang dan tegas. Aban memeluk Laila erat. Ia tidak menyangka bahwa sang istri akan membaca semua chat-nya yang membuat Laila terbakar api cemburu. Bagaimana tidak, Laila yang rela melepaskan karir juga meninggalkan Nasir seorang diri setelah menikah dengan Aban. Namun ia harus menelan pil pahit kekecewaan. Apa salahku? Pertanyaan itu yang menari-nari dalam benak Laila. Kehidupan yang awalnya baik-baik saja, berubah drastis hanya karena pernikahan siri mereka terjadi begitu cepat.Sudah lebih dari tiga minggu kedua insan suami istri itu menghabiskan waktu bersama. Pernikahan siri dalam pelarian, membuat beberapa keluarga Laila ingin tahu keberadaan keduanya. "Kamu dimana, Laila?" tanya seorang wanita gendut di seberang sana. Laila yang tidak ingin keberadaannya diketahui oleh siapa pun, hanya menjawab singkat, "Di sesuatu tempat yang sangat jauh!" jawabnya masih mengusap layar gawai untuk melakukan pembayaran t

  • Pelarian Nikah Siri    Salah

    Sudah lebih dari satu jam dua insan suami istri itu berada di restoran hotel, dengan menu makan siang satu mangkok sop buntut kesukaan Aban. Tangan pria itu justru sibuk dengan benda pipih milik Laila. Sementara sang istri menatap Aban dengan wajah cemberut penuh kesal. "Baby, please," ucap Laila penuh kelembutan. Aban menatap wajah Laila sesaat kemudian mengalihkan ke layar gawai kembali. "Jangan menggunakan bahasa inggris, Sayang Darling. Kamu mau apa lagi?" Ia masih fokus melihat layar gawai yang terus memutar perjudiannya. Ingin rasanya Laila membenamkan wajah sang suami ke mangkuk sop yang berada di hadapan mereka saat ini. Namun, ia masih memberikan ruang untuk mengenal sang suami lebih dekat. Laila memperbaiki posisi duduknya, kemudian merampas benda pipih itu. "Kamu maunya apa, sih?" Kening Aban mengerenyit, alisnya menaut dan menatap garang pada Laila. "Maksud kamu apa? Aku lagi main Sayang?" Ia berusaha merebut kembali gawai milik Laila dengan wajah memelas. "Kamu men

  • Pelarian Nikah Siri    Judi

    Pertanyaan yang membutuhkan jawaban langsung dari Aban untuk Laila, membuat wanita berambut panjang itu kembali berpikir keras. Ia tidak ingin pernikahan ketiganya gagal seperti pernikahan sebelumnya. Laila yang sudah dua kali gagal mengarungi bahtera rumah tangga selama hidup, hanya bisa pasrah menerima keputusan Aban yang mendadak tanpa berpikir panjang untuk membawanya hidup bersama yang tak tahu arah tujuan.Emang punya uang berapa dia untuk hidup bersama di luar sana! Hanya pertanyaan itu yang ada dalam benak Laila, sehingga membuatnya tidak ada pilihan lain. "Ya, aku ikut sama kamu, karena kamu suamiku!" tutur Laila kembali melunak menjawab pertanyaan Aban. "Bagus! Kemasi semua barang-barang kita, dan kita pergi meninggalkan kampung ini!" tegas Aban mengakhiri panggilan teleponnya. Rambut panjang Laila tampak kusam dan acak-acakan. Keputusan malam itu membuat emosinya menjadi tidak stabil. Ia masih menjadi tahanan kota, tidak bisa meninggalkan kota kecil tersebut, tapi harus

  • Pelarian Nikah Siri    Tawanan di kampung sendiri

    Setelah perdebatan panjangnya dengan Nasir. Laila yang merasa terzolimi dengan keadaan yang semakin memburuk, hanya bisa menahan rasa berkecamuk dalam benaknya. Wajah mulus tanpa make-up seperti biasa itu, mencoba menahan diri agar tidak berkata-kata kasar di depan sang papa yang berharap penuh padanya saat itu. "Laila!" Kembali terdengar suara Nasir memanggil sang putri yang akan masuk ke dalam kamar, mengantarkan sarapan pagi untuk Aban. Mendengar suara Nasir, Laila hanya tersenyum tipis kemudian meninggalkan pria paruh baya itu sarapan seorang diri di ruang makan. Begitu sedihnya perasaan Laila, melihat dari sudut mata, Nasir sarapan seorang diri tanpa ia temani seperti biasa. "Maafkan Laila, Pa. Bukan pernikahan seperti ini yang Laila mau berikan sama Papa ..." ucapnya dalam hati penuh penyesalan.Ingin rasanya Laila mengakhiri pernikahan yang berdampak buruk bagi karir juga kesehatannya. Namun, apalah daya, kini Laila sudah menjadi istri sah dari Aban walau secara agama. Kehi

  • Pelarian Nikah Siri    Didoktrin

    Malam semakin larut, erangan dua insan suami istri itu semakin terdengar mendayu-dayu. Tubuh ramping yang senantiasa menggairahkan itu tak mampu menahan gejolak gairah seorang Aban. "Tubuhmu ramping sekali, dan aku sangat menyukainya," ucap Aban ketika mendekap erat tubuh Laila yang putih bersih. Tak ingin menjawab, Laila justru memejamkan matanya menikmati indahnya pernikahan ketiganya yang jauh dari pesta besar seperti biasa dilakukan keluarga. Laila mendekap erat tubuh Aban, dengan kaki masih melingkar di pinggang sang suami ketika mencapai pelepasan. Nafas keduanya menderu, keringat membasahi tubuh telanjang saling mengusap. "I love you ..." tutur Laila dengan lembut dan wajah merona merah. "Sama, aku juga cinta sama kamu. Jangan pernah tinggalkan aku," jawab Aban melepas penyatuan mereka berdua. Keduanya terlelap saling berpelukan. Tak ingin membahas kejadian siang dan malam itu. Namun, ketika pukul dua dini hari, Laila mendengar suara langkah kaki yang berjalan mengendap

  • Pelarian Nikah Siri    Pembatalan pernikahan

    Mendengar namanya disebut begitu saja oleh Laila, Aban menatap kebingungan. Ia tidak pernah mendengar sang istri menyebut nama walau dalam keadaan kalut sekali pun."Apa maksudmu menyebut nama saja?" tanya Aban dengan rahang menggeram. "Ogh, tidak-tidak! Maaf, aku permisi!" jawab Laila meninggalkan ruang tamu yang masih ada pihak keluarga menantikan pernyataan dari mereka berdua. Akan tetapi, ketika Laila meninggalkan ruang tamu yang masih ada pihak Niniak mamak di sana. Gegas Sirajo menahan langkah kaki Laila agar mengehentikan langkahnya. "Tunggu Laila!" Mendengar suara bariton dari abang sepupunya di hadapan Nasir juga Kayo selaku abang kandung dari Aban, Laila menelan ludahnya. Ada rasa ketakutan yang ia rasakan, ketika menghentikan langkahnya menunju kamar. Laila menoleh ke arah Sirajo, berusaha tersenyum, walau hatinya enggan untuk bersahabat malam itu. "Ya, Bang!" Ia mengedarkan pandangannya ke arah lain, menutupi rasa gugup akan kesalahan fatal yang mereka lakukan berdua.

  • Pelarian Nikah Siri    Sama-sama menuntut

    Suara yang tak asing di telinga Laila, sedikit melegakan hati berkecamuk kala itu. Kedatangan Aban tepat waktu membuat Desy memberi perintah kepada dua petugas kepolisian untuk melepaskan tangan mereka dari tubuh Laila. "Anda siapa?" tanya Desy. Cepat Aban mengulurkan tangannya di hadapan Desy, sambil melirik ke arah Laila yang tampak menangis pilu. "Perkenalkan saya Aban Sartika, suami dari Laila Pratiwi!" Mendengar kalimat tegas seperti itu dari Aban, Desy selaku petugas yang telah diberi mandat untuk menangani kasus Laila hingga selesai mengangguk mengerti. Ia kembali membuka pintu ruangan untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan. "Baik, kita bicara di ruangan saya!" Aban menoleh ke arah Laila yang masih tampak ketakutan akan tuntutan sang mantan suami yang tidak pernah terlintas dalam benaknya. "Kamu bilang sudah selesai dengan mantan suamimu, kenapa dia menuntut?" tanya Aban sedikit berbisik, berjalan beriringan menuju ruangan Desy yang sudah terbuka. Laila menghela nafas be

  • Pelarian Nikah Siri    Dua tahun penjara

    Stiletto seorang wanita berseragam coklat muda lengkap, terdengar nyaring di ruangan kantor Badan Narkotika Nasional untuk kesekian kalinya. Terlihat jelas nama dan jabatan di sana. Langkah kaki jenjang wanita berambut pendek itu terhenti di depan meja kerja seorang wanita yang menjabat sebagai sekretaris sang jenderal berbintang dua. "Selamat pagi, Laila!" sapa wanita berseragam coklat tersebut. Jemari yang sejak tadi berada di atas keyboard seketika terhenti. Kemudian mendongakkan kepala sambil tersenyum sumringah karena mengenal sosok wanita yang berdiri di hadapannya. "Pagi, Uni," jawab Laila, sambil berdiri dan memberi hormat dengan nada ramah seperti biasa.Mata Laila seakan liar, ketika melihat satu amplop berwarna putih yang langsung dibuka oleh wanita tersebut. "Bisa jelaskan, apakah kamu sudah menikah lagi?" tanya wanita itu tanpa mau menatap wajah Laila. Kening Laila mengerenyit, alisnya menaut, ia tersenyum tipis seakan tersedak, mengingat kembali pernikahan rahasia

DMCA.com Protection Status