“Silahkan duduk, Bu!” ucapan polisi yang bernama Irfan.
“Terimakasih,” ucap bu Marni, setelah dia duduk di kursi yang telah di sediakan.
“Perkenalkan, saya Bripda Irfan, penyidik yang menangani kasus anak, Ibu. Langsung saja, setelah penyelidikan sementara, kami menyimpulkan kalau kasus anak ibu ini sudah di rencanakan, jadi kami mau tau, apakah Ibu akan melaporkan kejadian ini, atau membiarkan saja?” tanya Bripda Irfan.
“Saya ingin kasus ini di telusuri sampai tuntas, dan pelakunya tertangkap.” Bu Marni berkata dengan mata memancarkan emosi.
“Kalau begitu, silahkan isi data yang kami minta, dan personil kami akan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar polisi itu.
Bu Marni mengambil dokumen yang di sodorkan kepadanya, tak menunggu lama, semua keterangan yang perlu di lengkapi telah terisi, terakhir bu Marni membubuhkan tanda tangan. Dokumen tersebut lalu di serahkan kembali ke p
“Ma— ksud, ka— mu apa?” tanya Robi dengan terbata.“Jangan sok bodoh seperti itu, kamu lihat dia cantik dan seksi, sayang jika dia mati sebelum ku nikmati,” ucap Adam. Dia terkekeh melihat reaksi keterkejutan dari wajah Robi. Dia sengaja berkata seperti itu agar dia tau bagaimana perasaan Robi terhadap wanita yang akan jadi target pembunuhannya.“Ya... terserah kamu aja, asal jangan meninggalkan jejak!” ucap Robi akhirnya.Adam tersenyum kecut, dia tak menyangka jika sahabatnya itu akan setega itu kepada wanita, dan dia sangat yakin kalau wanita itu sedang mengandung anak Robi.Setelah semua beres, Adam pamit meninggalkan Robi, dia masih ada janji dengan adiknya.Setelah kepergian Adam, Robi tersenyum puas, dia tak menyangka jika masalahnya akan selesai secepat itu. Dia memutuskan untuk ke rumah sakit, sudah beberapa hari dia tak menengok keadaan istrinya, walau bagaimana pun dia masih harus berakting
“Brengsek!”Robi berteriak kemudian menyerang Dika, tinju yang di layangkan berhasil di hindari oleh sepupu Ira, dia bergeser ke sebelah kiri, sehingga Robi hanya mengenai angin. Tak sampai di situ, Robi kembali melayangkan tinju kanannya, Dika mundur beberapa langkah, Lagi-lagi Robi harus mengenai angin.Emosi Robi semakin terbakar, karena tak bisa mengenai lawannya. Dika tersenyum ketika melihat Robi kembali maju untuk memukulnya.Bugh!Satu tendangan dari Dika berhasil mendarat di perut Robi, membuat lelaki itu jatuh tersungkur.“Argh!” erang Robi, dia tiba-tiba saja sesak, sakit di perutnya tembus ke ulu hati dan punggung, dia berguling beberapa kali, sampai sesaknya sedikit berkurang. Dia kembali bangkit dan mencoba menyerang Dika, lagi-lagi semua pukulan bisa di elakkan.“Woi... berhenti!” teriak satpam yang baru saja datang. Dua orang satpam melerai mereka, Robi memberontak, setelah berhasil melepas
“Selamat jalan, semoga secepatnya engkau ke neraka!”Ira menarik rambut wanita yang sedikit tersingkap, dia memegang tangan Ira, lalu mencekik leher Ira, Ira meronta, wanita itupun mencoba melepaskan genggaman di rambutnya. Lamat-lamat pegangan Ira mengendor, bersamaan dengan hilangnya kesadaran.Wanita itu merapikan rambutnya lalu segera berjalan keluar dari ruang perawatan. Baru saja dia menutup pintu, beberapa orang perawat melewati ruangan Ira dan masuk ke ruangan sebelah. Wanita itu mengurut dada, bersyukur tak ketahuan, dia berjalan secepat mungkin meninggalkan tempat itu.“Hahahaha, rasakan kamu perempuan bodoh, pasti sekarang dia sudah meregang nyawa, dan sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Robi,” tawa khas wanita itu menggelegar.Dia kemudian membuka masker, nampak wajah Maya yang putih, dia segera menghapus riasannya, lalu berganti pakaian, dia memarkir mobil di parkiran rumah sakit.Perawat yang se
Robi ke apartemen Maya, Dia berencana membawa wanita itu berlibur, dan saat itu Adam akan mengesekusi Maya. Lelaki itu tersenyum membayangkan sedikit lagi dia akan terbebas dari jeratan dua wanita sekaligus.Dia berfikir bahwa Ira telah mati, jadi tinggallah Maya yang harus di eksekusi. Adam akan menunggu di lokasi wisata lebih dulu, nanti Robi akan menyusul bersama Maya.“Sayang, sudah siapin pakain kita?” tanya Robi ketika dia sudah masuk ke dalam apartemen.Maya berjalan dengan susah payah, kehamilannya yang sudah masuk tujuh bulan membuatnya sedikit kewalahan untuk melakukan aktivitas dengan cepat.“Sudah, tinggal berangkat aja, emang mau kemana kita?” Maya menjawab, lalu kembali bertanya.“Katanya kamu mau di nikahi, kita ke puncak buat nikah,” ucap Robi.Maya yang mendengar itu seketika tersenyum, dia mendekati Robi dan memeluknya.“Makasih, Sayang!” ucapnya sambil memcium pi
Andika mendatangi kantor polisi, menginfokan keberadaan Robi dan Maya, polisi bergerak cepat menghubungi polsek tempat Robi dan Maya berada, mereka meminta bantuan untuk mengamankan kedua orang tersebut. Tak butuh waktu lama, surat penangkapan Robi dan Maya segera di keluarkan, semua pos polisi telah menerima salinan wajah mereka, agar jika mereka melintas agar segera di amankan. Andika di minta pulang, jika mereka telah di tangkap nanti akan di informasikan. Adam menelpon Robi, mengabarkan jika dirinya sudah ada di posisi yang telah di sepakati. Dia meminta agar Robi segera mengantar Maya, karena waktunya tak banyak dia masih punya job yang harus di kerjakan. Robi membangunkan Maya, memintanya segera bersiap karena penghulu telah menunggu. Tak butuh waktu lama, mereka berdua telah siap. Baru saja mereka menutup pintu mobil dan Robi menyalakan mesin, tiba-tiba. “STOP! Turun dari mobil,” teriak seorang polisi yang
“Gimana tante, puaskan?” tanya Adam, wajahnya yang ganteng menampilkan senyum pepsodent.Wanita yang di panggil tante olehnya, tersenyum malu, bahkan kini tangan wanita itu kembali bergerak nakal di bawah selimut yang mereka gunakan berdua.Adam mengerti jika wanita itu masih butuh kehangatan darinya, tapi bisnis adalah bisnis, sebelum melanjutkan pertempuran untuk ke tiga kalinya, mereka harus membicarakan tarif yang akan Adam dapatkan.“Eits, tunggu dulu!” ucap Adam, dia memegang tangan wanita itu, ketika tangan tersebut sudah mulai beraksi.“Igh... kok di tahan sih, aku kan masih kepengen sayang!” protes wanita itu, dia memanyunkan bibir seperti anak SD yang sedang ngambek minta permen namun tak di kasih.“Sabar, tante. Nanti aku bakalan muasin tante, tapi kita kan belum bicara soal harga?” ucap Adam to the point. Lelaki itu tak ingin membuang waktu.“Mau berapa?” tanya wanita it
“Jangan sekarang, esok malam aja, sekalian di sana kita bisa liat yang bening-bening,” usul Adam.“Dasar, muka mesum! Aku kesana mau minta restu, bukan mau indehoy, se*an!” canda Hamid.“Hahahaaha,” tawa Adam pecah, dia sangat senang menggoda sepupunya.Memang pacar kamu yang mana sih?” tanya Adam penasaran. Dia sebenarnya tak percaya kalau Hamid akan secepatnya melangsungkan pernikahan, dia tau betul kalau sepupunya itu sama halnya dengan dirinya.Mudah jatuh cinta, dan sangat gemar meninggalkan wanita.“Ada deh! Nanti juga kamu bakalan ketemu,” ucap Hamid.Nada dering ponsel Adam berbunyi, lagu rasta terdengar sebagai ringtone. Adam mengangkat, berbicara sebentar, lalu menutup panggilan teleponnya.“Sory, Mid! Aku harus pergi, besok malam aku ke rumahmu untuk menjemputmu.” Adam pamit, meninggalkan Hamid yang masih menunggu Alika.Adam melangkah keluar Caf
Karena jadwal yang padat, Adam baru sampai rumah saat malam hari, dia langsung merebahkan diri di tempat tidur, baru saja hendak terpejam, dia teringat kertas yang di berikan oleh Alika.“Sepertinya ini waktu yang tepat untuk menghubunginya, siapa tau malam ini dia mau berbagi kehangatan denganku!” ucap Adam pada dirinya sendiri. Dia tertawa sambil membuka lipatan kertas tersebut.( LELAKI SEJATI TAK AKAN MEMINTA NOMOR TELPON WANITA DI JALAN, DIA AKAN KE RUMAH WANITA ITU UNTUK MEMINTA SI WANITA PADA ORANG TUANYA, JANGAN JADI BANCI!!!!KALAU MAU NOMOR TELPONKU MAAF TIDAK BISA, KALAU MAU BERTEMU DENGANKU LAGI, MINTA SAMA ALLAH!!!)Adam meremas kasar kertas yang baru saja di bacanya.“Sialan! Lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut di depanku.” Adam berkata sambil tinjunya mengepal kuat. Baru kali ini ada wanita yang menolaknya, dia merasa tertantang. Bodohnya dia sama sekali tidak kepikiran untuk mengantar atau membuntut