"Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.
Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga.
"Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga.
"Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa.
"Aduh," teriak wanita itu.
Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.
Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba
"Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela
"Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas
Malam telah beranjak, perlahan Maya masuk dalam ruangan dengan cat dinding warna merah maroon. Aroma bunga mawar segar menyeruak manis dalam indera penciumannya. Seprei dengan warna senada membuat kamar hotel bintang lima itu tampak semakin indah. Ada banyak bunga mawar terhampar di atas ranjang berukuran king itu. Maya mengulum senyum tatkala mendapati Danu, berdiri di depan kamar mandi dengan gagahnya. Rambutnya basah terlihat segar. Sejenak dia terpaku melihat lelaki yang berstatus bukan suaminya itu, berdiri dengan mata menyalang tajam. Tatapan matanya tak ubah bagai serigala yang siap mengoyak mangsa. Maya tak tahu apapun lagi, ketika Danu berjalan mendekat, lalu tangannya memegang pucuk kepala Maya, Sebuah kecupan mendarat di kening, kedua mata, dan pipi. Pelan tangannya ter
PRANG!!Bu Mira melemparkan asbak tepat ke wajah Danu. Untung saja, Danu sempat mengelak."Apa-apaan sih, Bu!" protes Danu."Makanya, jawab! Kamu dari mana? Sama siapa? Kalau tidak, jangan salahkan Ibu. Kalau semua barang di dalam rumahmu hancur!!" ancamnya lagi."Bukan urusan, Ibu!" hardik Danu."Apa katamu? Bukan urusan Ibu! Kalau kamu masih hidup dengan uangku! Semua urusan kamu, jadi urusan Ibu," ucap bu Marni sambil berkacak pinggang.Danu terdiam, tak ingin memperpanjang masalah. Dia melangkah memasuki kamar. Meninggalkan yang lain di ruang tamu.Melihat Danu melangkah, semakin membuat bu Marni emosi. "Anak durhaka, set*n kamu!"lMira mengusap lembut lengan ibunya. "Sabar, Bu! Nanti besok marahnya di lanjutkan."Airin yang melihat hal itu, tak bisa berbuat banyak."Bu, Airin ke kamar dulu," pamit Air
Drrrt... drrrt... drrrt.Ponsel Danu bergetar, tapi di abaikan olehnya. Setelah tau kalau yang menelpon adalah Mira."Pasti dia sudah melihat Airin," gumam Danu.Tangannya mencengkram setir mobil dengan erat, hatinya masih panas.Dia tak menyangka, kalau Airin yang selama ini pendiam, bisa dengan lantangnya berteriak."Pasti ini ulah ibu," Fikirnya.Drrrt... drrrt... drrrt.Kembali ponselnya bergetar. Di rasanya benda pipih yang sedari tadi berada di kursi samping.Di usapnya layar enam inci tersebut, foto dia dan Maya yang sedang berpelukan jadi wallpapernya.Kembali terpampang nama Mira di layar panggilan sebagai panggilan tak terjawab.Di tekan tombol power di samping, kemudian memilih matikan. Danu tak ingin di ganggu.Karena tak tahu hendak ke mana, dia memilih melajukan mobilnya ke rumah Maya.Baginya, Maya adalah obat di k
Plak... plak!Maya menampar wajah bu Marni. Lalu berkata “Jaga bicara anda! Saya bisa lebih kasar dari ini.”Bu Marni memegang wajahnya yang perih, dia tak menyangka Maya akan berani menamparnya.Biasanya, pelakor akan ketakutan kalau di datangi. Berbeda dengan Maya, dia malah melawan.“Pantas Danu bertekuk lutut di kakinya, wanita sia*an ini punya karisma,” batin bu Marni.Tak menerima ibunya di tampar, Mira maju dan menarik rambut Maya, sampai dia terhuyung ke belakang.“Jangan beraninya sama orang tua, kalau kamu mau bertarung. Ayok, lawan saya.” Mira bekata dengan penuh amarah.Rambut panjang Maya masih dalam genggamannya.Maya yang tak bisa menjaga keseimbangan akhirnya terjatuh.Bugh!Badannya menghantam meja kaca danPrang!Kaca meja pecah, Maya terduduk di atas pecahan kaca.Melihat hal itu,
Bugh!Bugh!Danu tersungkur, tak menyangka akan mendapatkan bogem di perut dari Andika, kakak Airin.“Kamu tak ingat kata-kataku?” Kalau kamu lupa, akan aku ingatkan,” teriak Andika dengan penuh amarah.Lelaki berkulit putih dan bermata elang itu memegang kerah baju Danu, dia begitu emosi mendengar kabar Airin terjatuh.Intan memang sengaja dia pekerjakan, ketika tau kalau adiknya sakit karena stroke.Niat awalnya karena tidak mungkin Danu bisa merawatnya sendirian, ternyata firasatnya sebagai seorang kakak benar.Tadi pagi, Intan menelpon dan menceritakan semua kronologi yang terjadi, sampai Airin masih kritis.“Kalau kamu sudah tak mampu menjaga adikku, ceraikan dia! Dengan senang hati akan ku Terima kembali,” ucapnya lagi.Danu tertunduk, dia pasrah di hadiahi pukulan. Kalau dia masih mau m
Maya memukul tangan yang membekapnya, dia di seret ke toilet. Setelah mereka masuk ke dalam toilet wanita, barulah bekapan di mulutnya di lepas. Maya berbalik, saat melihat siapa orang tersebut. Dia mendengus kesal. “Heh, apa sih mau kamu?” tanyanya pada orang tersebut. “Nggak salah! Harusnya aku yang nanya, ngapain kamu di sini? Ngikutin kami!” tuduh gadis yang tak lain adalah Mira. Tadi dia dan ibunya ke kantin untuk sarapan, sesampainya di kantin mereka berinisiatif menawarkan kepada Danu untuk dibelikan makanan. Tapi, saat di hubungi hapenya tak aktif. Maka Mira menyusul kakaknya itu, saat melihat Maya mendekat. Dia langsung berlari kemudian membekap dan menyeret wanita itu ke toilet. “Jangan asal ngomong, aku mau ke apotik,” ucap Maya santai. “Apotik atau apotek? Namanya pelakor nggak akan mau bicara yang sebenarnya,” ejek Mira. Maya memutar bola matanya. “Terus