Bugh!
Bugh!
Danu tersungkur, tak menyangka akan mendapatkan bogem di perut dari Andika, kakak Airin.
“Kamu tak ingat kata-kataku?” Kalau kamu lupa, akan aku ingatkan,” teriak Andika dengan penuh amarah.
Lelaki berkulit putih dan bermata elang itu memegang kerah baju Danu, dia begitu emosi mendengar kabar Airin terjatuh.
Intan memang sengaja dia pekerjakan, ketika tau kalau adiknya sakit karena stroke.
Niat awalnya karena tidak mungkin Danu bisa merawatnya sendirian, ternyata firasatnya sebagai seorang kakak benar.
Tadi pagi, Intan menelpon dan menceritakan semua kronologi yang terjadi, sampai Airin masih kritis.
“Kalau kamu sudah tak mampu menjaga adikku, ceraikan dia! Dengan senang hati akan ku Terima kembali,” ucapnya lagi.
Danu tertunduk, dia pasrah di hadiahi pukulan. Kalau dia masih mau menerima fasilitas mewah dan menggunakan harta Airin sesuka hatinya, maka dia tak boleh menampakkan sifat aslinya kepada keluarganya atau keluarga Airin.
“Ma— af, aku tidak tau apa yang terjadi dengan Airin.” Dengan terbata, Danu meminta maaf.
“Aku tidak butuh maafmu, yang aku butuhkan kamu menjaga adikku dengan baik.” Andika kembali mempererat pegangannya di kerah baju Danu.
“Dik, dipanggil dokter.” Intan tiba-tiba datang memanggil Andika.
Dengan kasar, dilepaskannya kerah baju Danu.
“Kita belum selesai!” ucap Andika kepada Danu.
Andika bangkit, lalu mengikuti langkah Intan, meninggalkan Danu dan keluarganya di ruangan ICU tersebut.
“Mas, sana masuk jagain kak Airin,” ucap Mira.
Danu bangkit dari tempatnya, merapikan bajunya yang kusut, lalu melangkah memasuki ruangan tempat Airin di rawat.
Kaki Danu terasa berat, masih terbayang setahun yang lalu, Airin harus di rawat di ruangan itu untuk pertama kalinya. Karena pecah pembuluh darah pada pinggang, akibat terjatuh. Airin mengalami stroke dan lumpuh di kedua kaki secara permanen.
Pelan Danu melangkah mendekati tempat tidur Airin, nampak monitor yang di penuhi kabel-kabel yang tersambung ke badan istrinya.
Belum lagi infus yang terpasang di tangan. Ada sesuatu yang perih di dada Danu, tapi dia tak tau apa itu.
Danu duduk di samping Airin, terlihat Airin yang sedang menutup mata, wajahnya terlihat putih pucat.
Di pegangnya tangan Airin, Danu tertegun. Dia baru sadar kalau tangan yang sekarang dia pegang tak seperti tangan Airin yang dulu.
Tangan ini hanya tulang berbalut kulit, tanpa daging. Terlihat keriput.
Dengan lembut di ciumnya tangan itu, tanpa di sadari oleh Danu, sebutir bening keluar dari mata Airin yang terpejam.
Lama Danu mencium tangan Airin, menghirup lembut wangi tangan wanita yang dulu sangat di cintainya.
Danu semakin tertunduk, dia kembali memutar memori kenangan mereka.
Flashback on
“Maaf, kalau ruangan dosen di mana yagh? Tanya seorang gadis kepada serombongan mahasiswa lelaki yang sedang duduk di depan kelas mereka.
“Dari sini terus, baru belok kiri, nagh di sana ada tulisan ruangan dosen, itu tempatnya,” jawab Danu.
“Makasih!”
Setelah mengucapkan terimakasih, gadis itu berlalu dari hadapan para pria tersebut.
“Kok nggak di kejar, Dan?” sahut teman Danu.
“Nggak, entar dia punya gebetan kayak Lala,” tolak Danu.
Serempak yang lain ikut tertawa.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Danu dan gadis itu kembali di pertemukan di sebuah tempat makan.
Saat itu, ternyata sangat gadis sedang bersedih karena di putuskan oleh pacarnya.
Danu yang melihat kejadian itu, akhirnya memberanikan diri mendekati gadis yang ternyata bernama Airin.
Butuh waktu tiga bulan untuk Danu mendapatkan no. Telpon gadis pujaannya itu.
Butuh waktu satu tahun untuk menjadi kekasih gadis berlesung pipi tersebut. Sayang, kebahagiaan mereka harus terhalang oleh restu kedua orang tua Airin.
Mereka tak merestui hubungan pasangan yang saling mencintai tersebut, alasannya Airin masih terlalu muda untuk menikah.
Namun, kalau cinta sudah tumbuh dalam hati dua manusia. Maka segala rintangan akan mereka hadapi.
Begitupun dengan Airin dan Danu, mereka lebih memilih kawin lari dan Airin memilih ikut pulang ke kota Danu.
Untung, keluarga Danu menerima Airin dengan baik.
Mereka hidup bahagia sampai kejadian naas itu menimpa mereka.
Suatu pagi, karena terlambat bangun akhirnya Danu buru-buru ke kantor, pagi itu ada meeting dengan perwakilan dari perusahaan luar negeri yang ingin kerjasama dengan perasaannya.
Sampai di kantor, Danu baru sadar ternyata dokumen untuk bahan rapat tertinggal. Maka dia meminta kepada istrinya untuk mengantarkan berkas tersebut ke kantor.
Malangnya, dalam perjalanan, mobil yang di kendarai Airin kecelakaan.
Walau selamat, tapi Airin harus rela untuk selamanya duduk di kursi roda.
Sejak saat itu kehidupan rumah tangga mereka berubah.
Airin yang larut dengan kesediaanya dan Danu yang butuh kehangatan. Membuat sebuah celah untuk orang lain masuk menjadi benalu di rumah tangga mereka.
Flasback off.
Danu menyugar kasar rambutnya sesat lalu kembali menatap wajah istrinya, dia mengelus lembut pipi yang dulu sering di ciumnya. Penyesalan kini hadir di relung hatinya yang paling dalam.
Ada sebuah tekad untuk berhenti menghianati Airin. Tapi, bagaimana dengan kebutuhan yang tak bisa lagi istrinya itu tunaikan?
Untuk menikah lagi, dia tak mendapat restu dari orang tuanya.
Tiiiiiiiit... tiiiiiiiiiiiiit... tiiiiiiiiiiiiit!
Kembali suara monitor berbunyi, menandakan ada yang tidak beres pada Airin.
Danu segera menekan tombol merah yang menempel di dinding tepat di samping kepala istrinya.
Seorang dokter masuk, diikuti oleh beberapa perawat. Seorang perawat meminta Danu menunggu di luar.
“Maaf, mohon bapak untuk menunggu di luar.”
“Tapi, ” tolak Danu
“Bapak harus mengerti, kami akan berusaha menyelamatkan pasien.” Perawat mendorong Danu agar keluar.
Mau tak mau, Danu terpaksa keluar. Dia duduk di depan ruang ICU.
“Tuhan, jika aku masih pantas untuk berdoa, maka tolong selamatkan istriku. Aku mencintainya. Tuhan kalau bisa di ulang, maka biarkan aku yang menggantikan posisi dia,” pinta Danu dalam diamnya.
*****
Maya sedang menunggu antrian di poli umum, saat dia melihat bu Marni dan Mira berjalan menuju kantin.
Dia melangkah menemui perawat yang berjaga di depan ruangan poli.
“Sus, minta maaf. Nomor antrian saya masih lama nggak?” tanyanya.
“Setelah pasien ini bu,” jawab suster dengan ramah.
“Makasih.”
Maya kembali duduk di tempatnya, tidak berapa lama namanya di panggil, setelah konsultasi dan mendapatkan perawatan seperlunya, Maya pamit pulang.
Setelah keluar dari ruangan dokter, Maya mencari apotik rawat jalan untuk mengambil obat yang telah diresepkan.
Ternyata Apotik berdampingan dengan ruang ICU, saat melewati ruang ICU. Maya melihat Danu duduk sendiri di kursi tunggu.
Tanpa fikir panjang, Maya mendekati Danu. Niatnya untuk bertanya sedang apa dia di situ.
Tapi belum sempat kakinya melangkah seseorang membekap mulutnya dan menariknya menjauhi ruangan ICU.
*****
(Ya ampun, siapa yah, yang menarik Maya? Penasaran yuk ke bab berikutnya👉)
Maya memukul tangan yang membekapnya, dia di seret ke toilet. Setelah mereka masuk ke dalam toilet wanita, barulah bekapan di mulutnya di lepas. Maya berbalik, saat melihat siapa orang tersebut. Dia mendengus kesal. “Heh, apa sih mau kamu?” tanyanya pada orang tersebut. “Nggak salah! Harusnya aku yang nanya, ngapain kamu di sini? Ngikutin kami!” tuduh gadis yang tak lain adalah Mira. Tadi dia dan ibunya ke kantin untuk sarapan, sesampainya di kantin mereka berinisiatif menawarkan kepada Danu untuk dibelikan makanan. Tapi, saat di hubungi hapenya tak aktif. Maka Mira menyusul kakaknya itu, saat melihat Maya mendekat. Dia langsung berlari kemudian membekap dan menyeret wanita itu ke toilet. “Jangan asal ngomong, aku mau ke apotik,” ucap Maya santai. “Apotik atau apotek? Namanya pelakor nggak akan mau bicara yang sebenarnya,” ejek Mira. Maya memutar bola matanya. “Terus
"Mas Danu!!" teriak Airin tiba-tiba.Bu Marni yang sedang menjaga menantunya itu, terlonjak kaget.Terlihat mata Airin terbuka, bu Marni berteriak. "Dokter ... Dokter ... anak saya sadar!"Dokter jaga yang mendengar teriakan, langsung mendatangi tempat tidur Airin.Dokter nampak tak percaya melihat Airin membuka mata, sedikit gugup, Dokter memeriksa denyut nadi, detak jantung.Semua hal yang berhubungan dengan tanda-tanda vital manusia, menujukan bahwa Airin dalam keadaan baik-baik saja."Alhamdulillah, pasien Airin sudah melewati masa koma, tapi kami akan lakukan observasi satu kali dua puluh empat jam, untuk memantau kondisi selanjutnya. Jika, dalam kurun waktu tersebut Bu Airin tak menimbulkan penurunan k
“Siapa yang selingkuh?” Intan yang mendengar pembicaraan mereka langsung bertanya.“Aish... Intan, kamu bikin kaget saja. Jantungku hampir copot,” seru bu Marni, tangannya memukul lembut lengan Intan.“Tadi saya dengar ada yang selingkuh, siapa yah?” tanya Intan lagi.Bu Marni dan Mira saling bertatapan, mata mereka saling berbicara.“Janji, Kakak jangan bilang sama Andika.” Mira memastikan.Intan mengangguk, dia mengangkat tangannya membentuk lambang peace.Kembali Mira menatap bu Marni, anggukan yang di berikan ibunya itu sebagai tanda kalau dia mengijinkan Mira bercerita.“Mas Danu selingkuh!!” lirih Mira.“Hah... apa? Pak Danu?!” Seolah tak percaya, Intan terlihat syok.“Ish, jangan keras-keras. Nanti, ada yang dengar.” Lagi-lagi bu Marni memukul lengan Intan.Intan sp
Pisau di layangkan ke dada Danu.Untung saja seorang Polisi melihat dan segera menarik lengan Danu, pisau mengenai angin. Melihat serangannya sia-sia, orang tersebut segera berlari meninggalkan tempat kejadian.Polisi tak dapat mengejar, karena beberapa warga yang mengetahui sedang berlangsung penggerebekan. Berbondong-bondong datang, alasannya untuk melihat siapa yang tertangkap.Danu dan Maya di gelandang ke kantor Polisi, takutnya mereka di amuk massa yang semakin lama, semakin banyak.Danu hanya bisa tertunduk, dia tak habis fikir, bagaimana mungkin mereka di grebek, padahal baru kali ini dia melakukannya di rumah Maya.Biasanya mereka akan ke hotel, atau menyewa villa jika weekend.Maya pun sama, dia menutup kepalanya dengan jilbab. Tangannya gemetar, dia tak tau apa yang akan terjadi jika orang tuanya mengetahui kelakuan bejat mereka.“Huuuuuuu, tukang zi*a di tangkap, viralkan!&rd
“Airin, Kamu?!” teriak bu Marni.Semua yang berada di ruangan terkejut, Andika yang hendak membuka pintu berbalik, diam terpaku menatap adiknya yang sedang berjalan ke arahnya.“Ba— gai— ma— na, bagaimana kamu bisa jalan, Dek?!” tanya Andika terbata.Tangannya meraih tangan Airin yang sudah berada tepat di hadapannya.Airin tak menggubris Andika, dia terus berjalan, membuka pintu, lalu tersenyum.“Sudah lama menunggu, Kek?” tanyanya.Dia bergeser ke samping lalu kembali berkata. “Silahkan masuk, bisa sebentar lagi. Suami saya belum datang.”Airin berbicara sambil berjalan, sperti dia lagi bercakap-cakap dengan seseorang.Sayangnya, baik Andika, Mira, bu Marni dan Intan tak bisa melihat sosok tersebut.Intan menggeleng, tak mau larut dengan hal yang menurutnya tak masuk akal.Di dekatinya Airin. &
Namaku Airin, umurku belum genap tiga puluh tahun. Menikah dengan Danu, orang yang paling aku cintai.Kami berpacaran saat masih kuliah, aku tipe orang yang tak gampang jatuh cinta. Namun, kegigihan mas Danu merebut hatiku patut di acungi jempol. Selama menjadi pacarnya, aku selalu merasa menjadi wanita paling beruntung.Begitu pun ketika mas Danu mengutarakan niatnya untuk menikahiku, sungguh aku merasa gadis paling beruntung di dunia.Sayangnya, orang tuaku tak merestui. Alasannya klise, aku masih muda. Ku fikir saat dia di tolak oleh ayah dan ibu, mas Danu akan mundur. Nyatanya dia membuktikan cintanya dengan mengajakku kawin lari.Walau caranya salah, tapi menikah dengannya adalah kesalahan yang tak pernah ku sesali.Aku di boyong ke kota kelahirannya, di perkenalkan dengan wanita tangguh yang dia sebut ibu.Awalnya aku takut tak di terima, tapi kembali lagi semua dugaanku salah. Ibu mertuaku sangat ba
“Airin ... Airin ... Dek! Kamu kenapa?” Andika menggoncang tubuh kurus adiknya.Airin terlihat kejang, napasnya masih berbunyi, Andika memeluk tubuh adiknya, berkali-kali dia mencium kening dan tangan wanita itu.Intan yang melihat hal itu, segera menarik Andika.“Dik... hey!! Tenangin diri kamu. Airin butuh kamu, bimbing dia!”ucap Intan, tangannya mengelus kepala lelaki itu.“Tan, kita ke rumah sakit sekarang!” Andika berdiri, dia berniat untuk menyiapkan mobil.Langkahnya terhenti ketika tangannya di pegang oleh Airin, Andika berbalik.Dia melihat sang adik menatap dengan tersenyum. “Kak, jangan ti— ngg— alin,” ucap Airin dengan napas tersengal-sengal.Intan berlalu meninggalkan Andika dan Airin, dia ke ruang tamu, mengambil Alquran dan kembali ke kamar.“Dik, baca ini, tuntun dia, kalau sudah waktunya semoga Airin perg
“Bu, ayo kita pulang!” kata Mira. Dia berdiri lalu menarik tangannya ibunya.“Tapi, Ibu belum bicara sama kakak kamu!” tolak bu Marni.“Untuk apa?! Nggak perlu bicara dengan orang yang nggak punya akhlak kayak mereka,” ucap Mira, dia masih berusaha menarik ibunya.“Mira, jaga bicara kamu!” bentak Danu. Dia tidak suka mendengar kata-kata adiknya itu.“Apa? Terus kalian fikir kelakuan kalian apa?” teriak Mira tak mau kalah.Danu mengangkat tangannya, mau menampar Mira.“Tampar! Memang, Mas hanya bisa menyakiti,” ucap Mira.Danu menurunkan tangannya, tubuhnya bergetar menahan amarah, tak menyangka adiknya akan berani padanya.Melihat situasi tidak kondusif, bu Marni menelpon seseorang, berbicara agak se